Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113220 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tasha
"Latar belakang: Clinically significant prostate cancer (csPCa) merupakan kanker prostat yang mempunyai kemungkinan progresi lokal, metastasis, rekurensi, dan kematian yang sedang hingga tinggi, serta tata laksana yang lebih agresif. Penelitian ini bertujuan untuk membantu diagnosis antara csPCa dan bukan csPCa menggunakan rasio apparent diffusion coefficient (rADC) lesi prostat dengan urine. Metode: Penelitian dilakukan pada lesi prostat kategori 3-5 prostate imaging-reporting and data system yang telah dibiopsi prostat transperineal tertarget magnetic resonance imaging (MRI) dengan ultrasound/MRI fusion software di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dokter Cipto Mangunkusumo pada Juni 2019 hingga Maret 2021. rADC lesi prostat dengan urine merupakan perbandingan rerata nilai apparent diffusion coefficient (ADC) lesi prostat dan urine di vesica urinaria pada MRI prostat peta ADC potongan aksial multi-institusi. rADC lesi prostat dengan urine antara csPCa (adenokarsinoma asinar prostat dengan skor Gleason ≥7) dan bukan csPCa (jaringan prostat nonneoplastik atau adenokarsinoma asinar prostat dengan skor Gleason 6) dibandingkan dan ditentukan nilai titik potongnya menggunakan receiver operating curve. Hasil: Terdapat perbedaan rADC lesi prostat dengan urine yang bermakna antara 19 lesi prostat yang merupakan csPCa dan 35 lesi prostat yang bukan merupakan csPCa, dengan nilai tengah rADC lesi prostat dengan urine pada csPCa 0,21 (0,11-0,33), nilai tengah rADC lesi prostat dengan urine pada bukan csPCa 0,43 (0,30-0,61), dan nilai p <0,001. Nilai titik potong rADC lesi prostat dengan urine dalam membedakan csPCa dan bukan csPCa adalah 0,30 dengan sensitivitas 94,73% dan spesifisitas 100%, area under curve 0,998 (IK95% 0,994-1,000), serta nilai p <0,001. Kesimpulan: rADC lesi prostat dengan urine dapat membantu diagnosis csPCa dan bukan csPCa pada lesi prostat sebelum biopsi prostat yang tidak invasif, mudah dikerjakan, serta tidak membutuhkan persiapan dan pemeriksaan tambahan.

Background: Clinically significant prostate cancer (csPCa) is prostate cancer with moderate to high probability of local progression, metastasis, recurrence, and death, as well as more aggressive management. This study aims to aid diagnose between csPCa and non-csPCa using apparent diffusion coefficient ratio (rADC) of prostate-lesion-to-urine. Methods: This study analyze prostate lesions with prostate imaging-reporting and data system category 3-5 that underwent magnetic resonance imaging (MRI)-targeted transperineal prostate biopsy using ultrasound/MRI fusion software at Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dokter Cipto Mangunkusumo from June 2019 to March 2021. rADC of prostate-lesion-to-urine is defined as comparison between mean apparent diffusion coefficient (ADC) value of prostate lesion and urine in urinary bladder from axial section of ADC map of multi-institutional prostate MRI. rADC of prostate-lesion-to-urine between csPCa (acinar adenocarcinoma of the prostate with Gleason score ≥7) and non-csPCa (non-neoplastic prostate tissue or acinar adenocarcinoma of the prostate with Gleason score 6) is compared and the cutoff point is determined using receiver operating curve. Results: There is significance rADC of prostate-lesion-to-urine difference between 19 prostate lesions with csPCa and 35 prostate lesions with non-csPCa, with mean rADC of prostate-lesion-to-urine in csPCa is 0.21 (0.11-0.33), mean rADC of prostate-lesion-to-urine in non-csPCa is 0.43 (0.30-0.61), and p value is <0.001. The cut-off value of rADC of prostate-lesion-to-urine to differentiate between csPCa and non-csPCa is 0.30, with 94.73% sensitivity and 100% specificity, area under curve is 0.998 (CI95% 0.994-1.000), and p value is <0.001. Conclusion: rADC of prostate-lesion-to-urine may help diagnose between csPCa and non-csPCa in prostate lesions before prostate biopsy, which is non-invasive, easy to perform, does not require additional preparation and examination."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Rulando
"Kanker prostat adalah angka kematian terkait kanker tertinggi kedua pada pria setelah
kanker paru-paru. Neutrophyl to lymphocyte ratio (NLR), salah satu parameter
inflamasi, ditemukan sebagai faktor prognostik pada beberapa jenis tumor padat,
seperti kanker prostat. Penelitian ini bertujuan untuk menilai ada tidaknya hubungan
antara NLR dengan hasil skor Gleason pasien biopsi adenokarsinoma prostat di RSUD
Haji Adam Malik Medan. Sebanyak 121 pasien menjalani biopsi prostat dari awal
Januari 2013 - Desember 2015 di RS Adam Malik dan 30 tidak dikeluarkan. Data dari
91 pasien kemudian diambil meliputi umur, data hematologi pra biopsi, pemeriksaan
PSA awal, estimasi berat prostat, dan skor gleason dari hasil biopsi. Data diolah dengan
SPSS versi 22. Ditemukan pasien dengan usia rata-rata 68,34 tahun dengan rentang usia
52-85 tahun. Tidak ada hubungan bermakna antara NLR dan TBP dengan r = 0,077 dan
p = 0,469 serta tidak ada hubungan bermakna antara NLR dan PSA dengan r = 0,072
dan p = 0,496. Ada hubungan yang signifikan antara rasio neutrofil / limfosit dengan
hasil pemeriksaan gleason score pada pasien kanker prostat di RSUP Haji Adam Malik.
Diperlukan penelitian lebih lanjut, apakah rasio neutrofil / limfosit dapat digunakan
untuk memprediksi skor gleason score pada pasien suspek kanker prostat

Prostate cancer is the second highest cancer-related mortality rate in men after lung
cancer. Neutrophyl to lymphocyte ratio (NLR), one of the inflammatory parameters, is
found as a prognostic factor in several types of solid tumors, such as prostate cancer.
This study aims to assess whether there is a correlation between NLR with the results
of Gleason score of patients with prostate adenocarcinoma biopsy at Haji Adam Malik
Hospital Medan. A total of 121 patients underwent a prostate biopsy from early January
2013 - December 2015 at Adam Malik Hospital and 30 were not excluded. Data from
91 patients were then taken, including age, hematologic data pre biopsy, PSA on initial
examination, prostate weight estimation, and gleason score from biopsy results. The
data is processed with SPSS version 22. We found patients with a mean age of 68.34
years with an age ranging from 52 to 85 years. There is no significant correlation
between NLR and TBP with r = 0.077 and p = 0.469 and also there is no significant
correlation between NLR and PSA with r = 0.072 and p = 0.496. There is a significant
correlation between the ratio of neutrophils/lymphocytes with the results of gleason
score examination in prostate cancer patients at Haji Adam Malik Hospital. Further
studies are needed, whether the ratio of neutrophils / lymphocytes can be used to predict
the gleason score score in patients with suspected prostate cancer.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Khaerulloh
"Seng (Zn) diketahui dapat menginduksi apoptosis terhadap galur sel kanker prostat (PC-3). Akumulasi selular Seng (Zn) memiliki efek langsung pada mitokondria yang menghasilkan pelepasan sitokrom c yang memicu apoptosis. Tujuan dari penelitian ialah mengevaluasi pengaruh Seng (Zn) terhadap viabilitas PC-3 dengan konsentrasi 10 µM, 15 µM, 20 µM, dan staurosporin sebagai kontrol pada waktu pemajanan 0, 6, dan 24 jam. Viabilitas sel-sel tersebut diukur dengan uji MTS. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan ketiga kelompok perlakuan. Namun, terdapat perbedaan bermakna antara perlakuan stauropsorin dibandingkan kontrol tanpa perlakuan. Dengan demikian, konsentrasi Zn 10 µM, 15 µM, dan 20 µM pada pemaparan 0 jam, 6 jam, dan 24 jam belum dapat menurunkan viabilitas sel kanker prostat PC-3 secara signifikan.

Zinc (Zn), known to trigger apoptosis in prostate cancer line (PC-3), has direct effect on mitochondria and the release of cytochrome c leading to apoptosis. The aim of this study was to evaluate the role of Zinc in Prostate cancer cell line (PC-3) viability with concentrations of 10, 15, 20 µM, and staurosporine as a control, and exposure time of 0, 6, and 24 hours. The cell viability was assessed with MTS assay. There were no significant differences between control and treatment groups based on Kruskal Wallis test. However, there was significant difference between stauroporine treatment and negative control. In conclusion, Zinc (Zn) concentration of 10, 15, 20 µM and exposure time of 0, 6, and 24 hours were not sufficient to decrease significantly the viability of prostate cancer lines (PC-3).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Yanuar Amal
"Latar Belakang:Kanker prostat merupakan keganasan ketiga yang paling sering ditemukan di Indonesia. Sekitar 90-95% kanker prostat adalah adenokarsinoma asinar. Prognosis kanker prostat dan strategi tatalaksana didasarkan pada derajat keganasan. Tujuan penelitian ini untuk evaluasi rasio ADC dalam menentukan agresivitas kanker prostat.
Metode:Sebanyak 32 sampel kanker prostat dari zona perifer yang terbukti dengan biopsi dan telah dilakukan pemeriksaan MRI 1,5T dengan body coil. Rasio ADC dihitung menggunakan nilai ADC tumor dengan urin di vesika urinaria, otot obturator, dan ramus pubis sebagai referensi. Analisis rasio ADC dengan hasil histopatologi grade group <2 dan >3 menggunakan student t. Kurva ROC digunakan untuk akurasi diagnostik rasio ADC dalam menentukan grade group.
Hasil:Terdapat 12 dan 20 sampel grade group <2 dan >3. Rasio ADC tumor-urin 0,24, tumor-obturator internus 0,64, dan tumor-ramus pubis 0,85, lebih rendah dan bermakna pada pasien dengan grade group >3 (p <0,005). AUC dihitung menggunakan rasio ADC tumor-urin menunjukkan hasil tertinggi (0,988) di antara rasio ADC tumor-obturator internus (0,887) dan tumor-ramus pubis (0,783).Kesimpulan:Ketiga rasio ADC berbeda bermakna dalam membedakan grade group<2 dan grade group>3, serta merupakan prediktor signifikan dari kanker prostatgrade group >3.

Background: Prostate cancer is the third most common malignancy in Indonesia. Approximately 90-95% of prostate cancers are adenocarcinoma acinar. Prostate cancer prognosis and treatment strategies are based on degree of malignancy. Objective of this study was to evaluate the ADC ratio in determining the aggressiveness of prostate cancer.
Method: Thirty two prostate cancer samples from peripheral zones were proven by biopsy and 1.5T MRI examination was performed with body coil. ADC ratio was calculated using ADC value of tumor with urine in bladder, obturator muscle, and pubic ramus as a reference. Analysis ADC ratio with grade group <2 and >3 using a student T-test. The ROC curve is used for the accuracy of ADC ratio in determining the grade group.
Results: Twelve and 20 samples of grade group <2 and >3. Three ADC ratio (0.24, 0.64, and 0.85, respecively) lower in grade group >3 (p <0.002). AUC was calculated, ratio ADC tumor-urine show the highest results (0.988) among tumor-internal obturator (0.887) and tumor-pubic ramus (0.783).
Conclusion: Three ADC ratio have differed significantly in distinguishing grade group <2 and >3, and were a significant predictor of grade group >3 prostate cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Albertha
"Latar Belakang: Karsinoma endometrium adalah keganasan pada organ reproduksi wanita yang terjadi umumnya pada wanita pasca menopase. Pemeriksaan radiologi khususnya MRI merupakan penunjang penting dalam menentukan staging dan keterlibatan organ organ rongga panggulyang akan menentukan pilihan terapi. Perkembangan teknik fungsional MRI yakni diffusion weighted imaging (DWI) dan apparent diffusion coefficient (ADC)digunakan untuk membedakan lesi jinak dengan ganas, grading disertai dengan perluasannya, tetapi sayangnya teknik inimemiliki keterbatasanyakni nilai yang dihasilkan pada setiap alat MRI heterogen. Saat ini berkembang teknik baru yang membandingkan nilai ADC jaringan lesi dengan nilai ADC jaringan sehat dengan hasil nilai yang lebih homogen.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah membuktikan nilai rerata rasio ADC memilikihasil lebih homogen dibandingkan dengan nilai rerata ADC.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif potong lintang menggunakan data sekunder. Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2018 hingga Maret 2019, dengan jumlah sampel sebanyak 21 sampel.
Hasil: Median nilai ADC tumor endometrium, urin, dan miometrium adalah 0,58 mm2/s, 3,26 mm2/s, dan 1,52 mm2/s. Berdasarkan coefficient of variation (COV) nilai rasio ADC lebih homogen dibandingkan dengan nilai ADC tumor (nilairasio ADC tumor-urine 35,1%, tumor-miometrium 41,7%, dan ADC tumor 42,2%).
Kesimpulan: Nilai rasio ADC memiliki nilai yang lebih homogen dibandingkan dengan nilai ADC, sehingga dapat digunakan sebagai parameter non-invasif dalam mengevaluasi tumor.

Background: Endometrial carcinoma is most common gynecologic malignancy that occurs usually in postmenopausal women. Imaging examination, especially MRI, is important in determining the staging and involvement of intrapelvic organs, which will determine the therapy for the patient. Diffusion weighted imaging (DWI) and apparent diffusion coefficient (ADC) can be used to help distinguish benign or malignant lesions, grading and expansion of the lesion, but unfortunately this technique produced heterogeneous values. Currently a new technique is developing that compares the tissue ADC value of lesions with healthy tissue, resulting more homogeneous values.
Purpose: The purpose of this study is to prove the average value of the ADC ratio has more homogeneous results than the average value of the ADC.
Methods: This study uses a cross-sectional descriptive design, using secondary data. The study was conducted from December 2018 to March 2019, with a total sample of 21.
Result: The median ADC value of endometrial, urine, and myometrial tumors was 0.58 mm2 / s, 3.26 mm2 / s, and 1.52 mm2 / s. Based on coefficient of variation (COV) the ADC ratio value is more homogeneous compared to the tumor ADC value (tumor-urine ADC ratio value is 35.1%, myometrial tumor 41.7%, and tumor ADC 42.2%).
Conclusion: The ADC ratio value has a more homogeneous value than the ADC value, so it can be used as a non-invasive parameter in evaluating tumors.
"
[Jakarta, Jakarta]: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58839
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Handayani
"Identifikasi dini respons kemoterapi neoajuvan merupakan hal penting dalam tatalaksana kanker payudara. Penelitian bertujuan untuk mengetahui korelasi antara nilai microvessel density (MVD) prekemoterapi dengan perubahan apparent diffusion coefficient (ADC) pada magnetic resonance imaging (MRI) dan perubahan ukuran tumor pasca kemoterapi neoajuvan.
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang terhadap 16 pasien kanker payudara yang mendapat kemoterapi neoajuvan. Analisis bivariat menggunakan korelasi Pearson dengan (α)5%.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapatnya korelasi bermakna antara nilai MVD prekemoterapi dengan perubahan ADC maupun dengan perubahan ukuran pasca kemoterapi neoajuvan. Diperoleh kesimpulan bahwa MVD prekemoterapi tidak dapat memprediksi perubahan ADC maupun perubahan ukuran pasca kemoterapi neoajuvan.

Early identification in neoajuvant chemotherapy response is important in the treatment of breast cancer. The purpose of this study was to determine the correlation between microvessel density (MVD) before chemoterapy with changes in apparent diffusion coefficient (ADC) in magnetic resonance imaging (MRI) and changes in tumor size after neoajuvant chemotherapy.
This study used a cross-sectional design of 16 breast cancer patients who received neoajuvant chemotherapy. Performed bivariate analysis using Pearson correlation ( α 5%).
There was no significant correlation between MVD value with ADC changes as well as with changes in size after neoajuvant chemotherapy. It concluded that MVD value can not predict ADC changes after neoajuvant chemotherapy nor changes in size after neoajuvant chemotherapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Deti Nurbaeti
"Latar belakang dan tujuan: Keganasan berhubungan erat dengan keadaan hiperselularitas dan hipervaskularisasi jaringan. Magnetic resonance imagingdiffusion weighted imaging-apparent diffusion coefficient (MRI DWIADC) merupakan biomarker cancer imaging. Mengetahui tingkat kesesuaian antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dapat menjadi informasi tambahan dan pemeriksaan alternatif dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskletal.
Metode: Penelitian prospektif desain potong lintang pada 50 pasien dengan lesi primer muskuloskeletal regio ekstremitas, yang menjalani pemeriksaan MRI muskuloskeletal sekuens DWI-ADC dan pemberian kontrs gadolinium di RSUPN-CM dalam rentang waktu Oktober 2015-Februari 2016. Dilakukan penilaianrerata nilai minimum ADC, serta menghitung akurasi pada kasus-kasus yang dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Hasil: Dari total 50 subjek penelitian, dengan analisa uji Kappa didapatkan tingkat kesesuaian yang baik (R = 0,592) antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskeletal, dan tidak ada perbedaan hasil yang signifikan diantara kedua metode tersebut(p = 0,754). Selain itu didapatkan sensitivitas nilai ADC (81%) hampir menyerupai kontras gadolinium (90,5%), dan spesifisitas ADC (60%) lebih rendah dibandingkan kontras gadolinium (90%) pada 31 subjek yang dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Kesimpulan: Terdapat tingkat kesesuaian yang baik antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskeletal, sehingga nilai ADC dapat menjadi informasi tambahan dan modalitas alternatif, terutama pada pasien dengan keterbatasan penggunaan kontras gadolinium.

Background and purpose: Malignancy is closely linked with the state of hiperselularity and hypervascularization tissues. Magnetic resonance imaging diffusion weighted imaging-apparent diffusion coefficient (ADC DWI-MRI) is biomarker cancer imaging. Knowing the suitability ADC and gadolinium can become an additional information and an alternative method in predicting malignancy musculoskeletal lesions.
Methods: A prospective cross-sectional study design with 50 patients with diagnostic primary extremity muscosceletal lesions who underwent an MRI examination extremity musculoskeletal region using DWI-ADC sequences and gadolinium at RSUPN-CM in October 2015 - February 2016. The mean minimum ADC exercise is carried out and the accuracy based on histopatology examination cases is calculated.
Results: From 50 subjects been examined with Kappa Test Analysis, it shows good fit result (R = 0.592) between ADC and gadolinium contrast in predicting malignancy musculoskeletal lesions and no significant difference between the two methods (p = 0.754). Also, it is shows that the sensitivity of ADC (81%) is close to gadolinium contrast (90.5%) and the specifity of ADC (60%)is lower than gadolinium contrast (90%) for the 31 subjects who underwent histopathological examination.
Conclusions: Because of good suitability between ADC and gadolinium contrast in predicting malignancy musculoskeletal lesions, ADC could become an additional information and an altenaltive of modality especially to the patient with gadolimium contrast limitation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ho Natalia
"Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi perubahan nilai ADC pada DWMRI dengan perubahan ukuran tumor pasca kemoterapi neoajuvan kanker payudara dalam menilai respons kemoterapi neoajuvan.
Metode: Penelitian studi deskriptif analitik dari data sekunder MRI pasien kanker payudara yang mendapat kemoterapi neoajuvan serta menjalankan pemeriksaan MRI. Pemeriksaan MRI dilakukan sebelum pasien mendapat kemoterapi neoajuvan, setelah pasien mendapat kemoterapi neoajuvan siklus pertama dan siklus ketiga. Pengukuran ukuran tumor dilakukan sesuai standar RECIST, sedangkan nilai ADC diperoleh pada nilai b800s/mm2.
Hasil dan diskusi: Dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan korelasi Pearson untuk melihat korelasi perubahan nilai ADC kedua terhadap nilai ADC pertama dengan perubahan ukuran tumor pada pemeriksaan MRI ketiga terhadap pemeriksaan MRI pertama. Sebanyak 17 pasien penelitian dengan usia antara 40 tahun sampai 65 tahun dan ukuran tumor antara 5,41 cm sampai 13,41 cm. Terdapat 16 pasien yang mengalami peningkatan nilai ADC dan 1 pasien yang mengalami penurunan nilai ADC setelah pemberian kemoterapi neoajuvan siklus pertama. Sebanyak 17 pasien mengalami pengurangan ukuran tumor setelah kemoterapi neoajuvan siklus ketiga. Berdasarkan standar RECIST diperoleh sebanyak 7 pasien dengan pengurangan ukuran tumor lebih dari 30% (antara 31,55% sampai 56,25%) dan sebanyak 10 pasien dengan pengurangan ukuran tumor kurang dari 30% (antara 7,47% sampai 29,22%). Nilai korelasi yang diperoleh sebesar -0,499.
Kesimpulan: Terdapat korelasi yang bermakna antara perubahan nilai ADC pada DWMRI dengan perubahan ukuran tumor sebagai respons kemoterapi neoajuvan kanker payudara dengan kekuatan korelasi yang sedang dan arah negatif.

Objectives: To determine the correlation of changes in ADC values in DWMRI with changes in tumor size after neoadjuvant chemotherapy in breast cancer to assess neoadjuvant chemotherapy response.
Methods: Analytical descriptive study using secondary data from MRI of breast cancer patients receiving neoadjuvant chemotherapy as well as running an MRI. MRI examination performed before neoadjuvant chemotherapy, after received first cycle neoadjuvant chemotherapy and third cycle. Tumor size measurements carried out according to standard RECIST, whereas the ADC values obtained in the b800s/mm2. Bivariate analysis using Pearson correlation was conducted to determine the correlation of changes in the value of the second ADC to first ADC and changes of the tumor size on the third MRI to the first MRI examination.
Result and discussion: A total of 17 study patients, 40 years to 65 years old, tumor size between 5.41 cm to 13.41 cm. 16 patients experienced an increase in ADC values while 1 patient had decreased ADC values after the first cycle of neoadjuvant chemotherapy. Tumor size in all patients decreased after three cycles of neoadjuvant chemotherapy. Based on RECIST standards, 7 patients showed tumor size reduction of more than 30% (between 31.55% to 56.25%) and tumor size in 10 patients was reduced less than 30% (between 7.47% to 29.22% ). Correlation value of -0.499 obtained.
Conclusions: There is a significant moderate and negative correlation between in ADC value changes in DWMRI with tumor size changes in response to neoadjuvant chemotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T31952
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyhan Eddy Yunus
"Astrositoma merupakan salah satu tumor otak primer terbanyak dengan mortalitas yang tinggi. Pemeriksaan MRI dan ADC dapat membantu menentukan derajat astrositoma sebelum dilakukan biopsi histopatologi sehingga edukasi mengenai tatalaksana dan prognosis pasien dapat dilakukan lebih dini.
Metode: Penelitian potong lintang ini menggunakan data sekunder MRI kepala pasien dengan histopatologi astrositoma. Penilaian astrositoma dilakukan berdasarkan gambaran MRI menggunakan kriteria Dean dkk dan pengukuran ADC untuk seluruh bagian tumor (Ab) dan bagian tumor padat yang menyangat kontras (Ap) serta beberapa sampel (Ar) pada satu potongan terbesar di ADC map. Analisis data dilakukan untuk mendapatkan nilai diagnostik gambaran MRI dan ADC untuk menentukan derajat astrositoma berdasarkan sensitivitas, spesifisitas, dan kurva receiver operating characteristic (ROC).
Hasil: Parameter gambaran astrositoma pada MRI yang bermakna untuk menentukan astrositoma derajat rendah dan tinggi adalah batas, perdarahan, dan heterogenitas. Penggunaan jumlah skoring kriteria Dean dkk pada gambaran astrositoma dengan nilai batas 7 serta penilaian gambaran astrositoma pada MRI untuk menentukan astrositoma derajat rendah dan tinggi memiliki sensitivitas 90,9% dan spesifisitas 87,5%. ADC dengan menggunakan nilai rerata, minimum, dan maksimum pada Ap serta nilai rerata dan minimum pada Ar berbeda bermakna untuk menentukan astrositoma derajat rendah dan tinggi dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas masing-masing mencapai 90,9% dan 87,5%.
Kesimpulan: MRI dan ADC memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi untuk menentukan astrositoma derajat rendah dan tinggi.

Astrocytoma is the most frequent primary brain tumor with high mortality. MRI and ADC could determine astrocytoma grading before histopathological biopsy performed, hence patient education for treatment and prognosis could be established more early.
Method: A cross-sectional research is performed using brain MRI of patients with astrocytoma as histopathological diagnosis. Astrocytoma evaluation using MRI image with Dean et al criteria and ADC measurement for all part of tumor (Ab), single (Ap) and multiple (Ar) solid part of tumor that enhance with contrast administration in one axial section of the largest part of the tumor. Data analysis is performed to obtain diagnostic value of MRI image and ADC to determine astrocytoma grade based on sensitivity, specificity, and receiver operating characteristic (ROC) curve.
Result: MRI image parameters that is significant to determine low and high grade astrocytoma are border, hemorrhage, and heterogeneity. The sum of astrocytoma image scoring of Dean et al criteria with cut-off value of 7 and the evaluation of astrocytoma image in MRI to determine low and high grade astrocytoma has 90,9% sensitivity and 87,5% specificity. ADC, for Ap and Ar, is significant to determine low and high grade astrocytoma with sensitivity up to 90,9% and specificity up to 87,5%.
Conclusion: MRI and ADC has high sensitivity and specificity to determine low and high grade astrocytoma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
Sp-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Restu Hidayasri
"Penilaian karakteristik asimetris dinding nasofaring pada karsinoma nasofaring KNF pasca terapi memiliki implikasi penting pada penatalaksanaan pasien, tetapi seringkali sulit untuk mendiferensiasikan antara lesi tumoral dan non tumoral menggunakan CT scan/ MRI konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titik potong nilai ADC antara lesi tumoral dan non tumoral pada follow up MRI pasca terapi. Penelitian merupakan studi kesesuaian dengan pendekatan potong lintang antara nilai ADC dan histopatologi. Penelitian menggunakan data primer 21 pasien KNF pasca kemoradioterapi yang melakukan pemeriksaan MRI nasofaring di Departemen Radiologi RSUPN-CM pada Juni 2016-Oktober 2017. Range of interest dan pemetaan ADC nilai b 1000 s/mm2 diletakkan pada komponen solid. Rerata jarak terapi dan evaluasi MRI pasca terapi adalah 9,3 bulan. Rerata nilai ADC lesi tumoral 0,7 x 10-3 mm2/s SD 0,05 dan non tumoral 1,2 x 10-3 mm2/s SD 0,3. Pada uji independent T-test menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik antara rerata nilai ADC tumoral dan non tumoral. Pada analisis ROC nilai ADC didapatkan titik potong 0,86 x 10-3 mm2/s AUC= 0,97; SE= 0,04 dengan nilai sensitivitas 100 dan spesifisitas 93,8. Berdasarkan uji McNemar nilai p> 0,005 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara temuan ADC dan histopatologi. Terdapat kesesuaian yang sangat kuat antara nilai ADC dan histopatologi untuk membedakan lesi tumoral dan non tumoral KNF pasca terapi. Pemeriksaan MRI sekuens DWI-ADC dapat digunakan untuk memberikan informasi tambahan pada kasus follow up KNF pasca terapi.

Assessment of nasopharyngeal wall asymmetric characteristics of post treatment nasopharyngeal carcinoma NPC has important implication for management of the patients, but it is often difficult to distinguish between non tumoral and tumoral lession by using CT scan conventional MRI. The objective is to assess ADC cut off values between tumoral and non tumoral lession on MRI follow up after treatment. This research is a conformity study with cross sectional approach between ADC values compared with histopathology. This study used primary data of 21 post chemoradiotherapy NPC patients, who were examined nasopharnygeal MRI at Radiology Departement of Cipto Mangunkusumo Hospital in June 2016 October 2017. Range of interest ROI and ADC mapping b value 1000 s mm2 were placed on solid components. Mean interval between therapy and post treatment MRI was 9.3 months. Mean ADC values of tumoral lesions were 0.7 x 10 3 mm2 s SD 0.05 and non tumoral lession 1.2 x 10 3 mm2 s SD 0.3 . Independent T test showed statistically significant difference between the mean ADC values in tumoral and non tumoral lesions. In ROC analysis, ADC cut off value was obtained 0,86 x 10 3 mm2 s AUC 0,97 SE 0,04 with 100 sensitivity and 93,8 specificity. Based on the McNemar test p 0,05 , there was no significant difference between ADC findings and histopathology. There is very strong suitability between ADC and histopathologic values to differentiate tumoral and non tumoral lession in post treatment NPC. DWI ADC can be used to provide additional information on follow up post treatment NPC. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>