Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151172 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alvansa Vickya
"Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis implikasi adanya klausul pilihan forum non eksklusif perihal penentuan forum penyelesaian sengketa di Indonesia berdasarkan teori-teori terkait Hukum Perdata Internasional, Hukum Kontrak Internasional dan Hukum Acara Perdata Internasional. Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian ini terhadap beberapa kasus di Indonesia, implikasi dari klausul pilihan forum non eksklusif dalam menentukan forum penyelesaian sengketa di Indonesia belum diatur secara utuh oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dengan masih digunakannya doktrin forum non conveniens, lis pendens, serta res judicata yang ketiganya masih belum terdapat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, meskipun telah terdapat doktrin yang tersirat dalam Pasal 118 HIR, yakni the basis of presence dan principle of effectiveness. Hal ini menunjukkan bahwa belum terdapat kepastian hukum terhadap suatu sengketa yang di dalamnya terdapat pilihan forum non eksklusif di antara para pihaknya. Oleh karena itu, alangkah lebih baiknya apabila Indonesia memiliki Undang-Undang Hukum Perdata Internasional dan aksesi Hague Choice of Court Convention 2005 demi memberikan kepastian, keadilan, serta kemanfaatan hukum bagi setiap pihak yang akan bertindak dalam ranah hukum perdata dan dagang, khususnya dalam sengketa yang timbul dari kontrak internasional yang di dalamnya terdapat pilihan forum non eksklusif.

This research aims to analyse the implications of a non-exclusive choice of forum clause in determining the competent dispute resolution forum in Indonesia based on theories related to Private International Law, International Contract Law and International Civil Procedure Law. The author in this research uses a normative juridical research method. Based on the results of this research of several cases in Indonesia, the implications of the non-exclusive choice of forum clause in determining the competent dispute resolution forum in Indonesia have not been fully regulated by Indonesian laws and regulations. This can be seen from the use of the doctrines of forum non conveniens, lis pendens and res judicata, the three of which are still not contained in the laws and regulations in Indonesia, even though there are already doctrines implied in Article 118 of HIR, namely the basis of presence and the principle of effectiveness. This shows that there is no legal certainty regarding a dispute in which there is a non-exclusive choice of forum between the parties. Therefore, it would be better if Indonesia had a written law about Private International Law and ractify the Hague Choice of Court Convention 2005 to provide certainty, justice, and legal benefits for every party who will act in the civil and commercial law field, especially in disputes arising from international contracts in which there is a choice of non-exclusive forum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Farazenia
"ABSTRAK
Perusahaan Pembiayaan Konsumen menggunakan perjanjian baku dalam kegiatan perusahaannya. Pada perjanjian baku perusahaan pembiayaan tersebut pada pasal yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa menentukan bahwa penyelesaian sengketa akan dilakukan melalui pengadilan negeri. Hal ini menghilangkan hak konsumen dalam memilih forum penyelesaian sengketa konsumen karena pada dasarnya hukum sudah mengembangkan pilihan forum penyelesaian sengketa agar kasus sengketa tidak menumpuk di pengadilan negeri. Penulis melakukan peninjauan perjanjian baku tersebut dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan serta dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang dapat ditinjau melalui keadaan pengadilan maupun lembaga penyelesaian sengketa saat ini. Kemudian setelah melakukan peninjauan tersebut, dapat dipahami bahwa pembakuan pilihan penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri tidak dilarang ataupun dibatasi secara jelas dalam Peraturan Perundang-Undangan namun hal tersebut tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang menyebutkan bahwa Konsumen dapat menggunakan dua cara penyelesaian sengketa yaitu melalui pengadilan negeri dan di luar pengadilan negeri. Maka dari itu seharusnya para pelaku usaha dalam hal ini Perusahaan Pembiayaan Konsumen tidak membakukan pilihan penyelesaian sengketa melainkan membuat ketentuan bahwa penyelesaian sengketa akan dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak dan sesuai kondisi kedua belah pihak.

ABSTRAK
The Consumer Finance Company nowadays has been using a standardized contract in their financing business. The standardized contract in the clause which declare that a dispute resolution can only through the court, has been eliminating the consumer rsquo s rights for choosing the dispute resolution forum that the law can offer and eliminating the chance to decentralize law cases for piling up in the court. The writer will review the standardized contract by reviewing Indonesia rsquo s consumer protection act and other review that delineate the court rsquo s and the alternative dispute resolution rsquo s circumstances. After reviewing the standardized contract, shows that the constitution has not yet forbidding or limiting explicitly for standardizing a dispute resolution options. However, standardizing a dispute resolution options is not in accordance with the consumer protection act which declare that consumer has two options in resolving a dispute and those are dispute resolution through the court or the alternative dispute resolution. Therefore, The Consumer Finance Company should not standardize a dispute resolution option, instead they rather stating a clause that leave the choice wide open for both the consumer and The Consumer Finance Company themselves to choose the best dispute resolution based on both of their condition."
2017
S68656
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragi S., Marry M. R.
"Salah satu akibat dari globalisasi pada dunia bisnis adalah timbulnya suatu kontrak bisnis internasional, yakni suatu kontrak yang melibatkan dua atau lebih warga negara atau badan hukum yang tunduk pada sistem hukum negara-negara yang berbeda. Berangkat dari hal ini, akan timbul problema hukum yakni masalah kompetensi lembaga hukum yang berwenang atau yurisdiksi yang disebabkan oleh perbedaan sistem hukum dari negara para pembuat kontrak bisnis internasional. Dalam pilihan forum penyelesaian sengketa terdapat beberapa pilihan yang dapat dipilih para pihak, misalnya arbitrase atau pengadilan asing. Berbeda halnya dengan arbitrase yang telah diatur secara jelas lewat Undang-undang Nomor 30 tahun 1999, belum ada pengaturan yang tegas mengenai kompetensi pengadilan asing dalam mengadili suatu sengketa bisnis internasional. Hal ini membuat keberadaan pengadilan asing sebagai salah satu pilihan penyelesaian sengketa transaksi bisnis internasional menjadi tidak dipandang dan tidak diakui eksistensinya. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan empiris yang dilakukan dengan penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kompetensi pengadilan negeri serta keberadaan pengadilan asing sebagai salah satu pilihan forum yang dapat dipilih dalam suatu kontrak bisnis internasional.

One of the effects of a globalization era in the bussiness world is the birth of an International Business Contract, which is a contract that involves two or more citizens or corporations who or which comply to different legal systems. Depart from this subject, a legal problem will be arised namely jurisdiction or competency of a certain court which caused by legal system differences amongst business countries. In the choice of dispute settlements, there are several choices that could be chosen by the parties, such as arbitration or foreign court. In contrary to arbitration which has been regulated on the Law of the Republic Indonesia Number 30 of 1999, there is no firm regulation about the competence of the foreign court to resolve international business disputes. This makes the existence of foreign court as one of the choice of international business dispute settlement become not regarded and recognized. This study is a juridical normative and empirical research carried out by finding the governing legislation relating to the competency of the district court and the existence of the foreign court as one of the options in the choice of forum in an international business contract."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S1532
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rahmi
"Pada peristiwa di mana terdapat lebih dari satu forum tersedia untuk menyelesaikan sengketa, pengadilan perlu menentukan forum yang paling layak untuk mengadili sengketa. Layak atau tidaknya suatu forum merupakan persoalan lebih lanjut daripada kompetensi suatu pengadilan. Persoalan kelayakan forum diselesaikan dengan cara menerapkan prinsip forum non conveniens. Prinsip ini dibenarkan oleh peradilan Indonesia. Penerapan prinsip forum non conveniens dalam sengketa hukum perdata internasional di Indonesia berkaitan erat dengan hukum acara perdata Indonesia. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, maka penerapan prinsip forum non conveniens di Indonesia akan dikaji dalam Putusan Mahkamah Agung No. 3253/K/PDT/1990 dan dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 578/PDT/2009/PT. DKI.

In cases where there is more than one available forum for a dispute settlement, the court must determine the most appropriate forum out of all the available forums. The issue on the appropriateness of a forum goes beyond the question of jurisdiction. The issue is solved by applying the forum non conveniens principle. Such principle is justified by Indonesian courts. The application of the forum non conveniens principle in private international law disputes in Indonesia has a great link with Indonesian civil procedure. In this thesis, the application of the forum non conveniens principle will be observed through the analysis of the decision by Mahkamah Agung No. 3253/K/PDT/1990 and the decision of Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 578/PDT/2009/PT. DKI."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65183
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarti Sari Marina
"Tesis ini membahas mengenai aspek hukum perdata internasional dalam klausul pilihan hukum dan pilihan forum serta aspek hukum perdata Indonesia dalam klausul pemberian lisensi kepada pihak ketiga (studi terhadap Perjanjian Kerja Sama antara LIPI dengan Zhejiang University). Penelitian tesis ini menggunakan penelitian dengan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan analitis dengan tujuan untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilahistilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik dan putusan-putusan hukum, yang dilakukan dengan menelaah dan mengkaji asas-asas hukum perdata internasional dalam hukum perjanjian, serta ketentuan-ketentuan perundangundangan, terutama KUH Perdata dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Dianalisisnya klausul pilihan hukum dan pilihan forum dengan aspek hukum perdata internasional karena adanya unsur hubungan internasional, dan unsur luar negeri yang merupakan ruang lingkup dalam hukum perdata inernasional.
Dengan melihat kenyataan pada praktik penyusunan perjanjian di LIPI bahwa klausula pilihan hukum ini seringkali "diabaikan" karena tidak tercantum dalam perjanjian, sedangkan bagi klausula pilihan forum seringkali dipilih forum non litigasi yang kurang memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Bagi klausula pilihan hukum walaupun sering dilakukan dengan pilihan hukum yang diam-diam, dan seringnya dipilih forum non litigasi menunjukkan minimnya perhatian para pihak terhadap kedua klausula tersebut. Selain masalah substansi, kedua klausula tersebut tidak dapat didiamkan begitu saja, harus ada perhatian lebih para pihak untuk lebih serius terhadap kedua klausula tersebut untuk dicantumkan secara tegas dalam perjanjian dan dipilihkan pilihan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak.

This thesis discusses International Private Law in Clauses of Choice of Law and Choice of Forum, and Clauses of Licensing to The Third Party (Study in Agreement between Indonesian Institute of Sciences and Zhejing University). This thesis research uses methods normative juridical using analytical approach to analyze international private law practice in law of contract by examining and reviewing the provisions of legislation, particularly of Indonesia Civil Code and Law of Patent No. 14 Year of 2001. There is some reason for using international private law to analyze clauses of choice of law and choice of forum because there are international connection and foreign element in that agreements which are included in international private law.
In fact to the practice of agreements making in Indonesian Institute of Sciences (LIPI) that clause of choice of law often to "be ignored" by both parties because it is not lined in the agreements, and non litigation forum which are both parties often to choose are not giving legal certainty for both parties. It is showed that both parties are not giving much attention to that clauses. Besides of substansial problem, that two clauses can not be waived, there must be more attention form both parties to lined it in the agreements and to choose a dispute resolution forum which is giving legal certainty to both parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28597
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Reza Fahriadi
"Facility Agreement merupakan bentuk pembiayaan dalam bentuk utang, dimana Facility Agreement menjadi transaksi yang kerap dijumpai dalam pembiayaan lintas negara sebagai penyaluran dana dari institusi finansial (khususnya perbankan) bagi para pelaku usaha yang memerlukan dana dalam jumlah besar. Ketika suatu transaksi tersebut melibatkan para pihak yang berbeda kewarganegaraan maka kesepakatan mengenai Pilihan Hukum dan Pilihan Forum merupakan hal yang krusial untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang melakukan transaksi. Penelitian ini meninjau Pilihan Hukum dan Forum dari aspek kontraktual serta dalam aspek HPI.

Facility Agreement is a financing in a form of debt, it is one of transactions that are often encountered in cross-border financing as the distribution of funds from financial institutions (especially banks) for business that requires large amounts of funds. When the transaction involves parties in different law background, an agreement on Choice of Law and Choice of Forum is crucial to provide legal certainty for the parties in the transaction. This thesis studies the Choice of Law and Choice of Forum in contractual and Private International Law aspects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44972
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Francina Triastuti
"Berdasarkan asas kebebasan untuk membuat perjanjian maka para pihak yang akan mengadakan perjanjian bebas untuk menentukan ataupun menggunakan peraturan perundangan atau hukum yang berlaku dalam pelaksanaannya. Pilihan hukum sangat penting, terutama apabila pihak yang berasal dari negara yang berbeda memiliki sistem hukum perdata nasional yang berbeda. Forum penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara litigasi atau secara non-litigasi. Bentuk penyelesaian non-litigasi sepenuhnya berasal dan dibentuk oleh para pihak. Dalam praktek pembuatan perjanjian. Umumnya para pihak menghendaki perjanjian tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis dan dilegalisasi oleh Notaris. Adanya perjanjian dengan Akta Notariil menjadi penting karena menjadi suatu alat bukti otentik. Atas permintaan para pihak, Notaris memberikan nasihat dan petunjuk dalam pembuatan Akta Notariil sesuai dengan keinginan dan maksud dari para pihak dengan tidak mengindahkan peraturan dalam perundang-undangan yang berlaku. Notaris diharapkan mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam serta ketrampilan yang sangat baik dalam merancang, menyusun dan membuat berbagai macam akta otentik. Pengetahuan yang cukup juga harus dimiliki oleh Notaris dalam merumuskan klausul pilihan hukum dan pilihan forum dalam pembuatan Akta Notariil. Batasan-batasan apa yang dapat mempengaruhi perumusan klausul pilihan hukum dan pilihan forum serta pelaksanaan klausul pilihan hukum dan pilihan forum dalam Akta Notariil? Dan bagaimana peranan yang harus dilakukan oleh Notaris dalam perumusan klausul pilihan hukum dan pilihan forum dalam suatu Akta Notariil?. Pembatasan yang berlaku pada klausul pilihan forum adalah pilihan forum hanya dibenarkan dalam hukum perjanjian dengan landasan asas kebebasan dalam berkontrak, pilihan hukum tidak boleh melanggar ketertiban umum, tidak boleh dilakukan dalam perjanjian-perjanjian dengan materi yang diatur oleh kaidah-kaidah hukum yang bersifat memaksa, harus dilakukan dengan itikad baik dan tidak boleh menjadi penyelundupan hukum dan terhadap hukum acara, harus tunduk pada tempat dimana perkara diacarakan. Pembatasan pilihan forum ada apabila sebelum pembuatan akta telah ada putusan pengadilan negara tertentu. Notaris dalam perumusan pilihan hukum dan pilihan forum pada pembuatan akta notariil seharusnya dapat memberikan akses informasi dan akses hukum bagi kepentingan pihak-pihak yang akan membuat akta notariil. Bebaiknya lembaga arbitrase mendapat dukungan yang lebih optimal dari lembaga peradilan dan dilahirkannya Undang-Undang Nomor 30 Tabun 1999."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Avida
"Terjadinya sengketa dalam suatu hubungan kontrak dapat menyebabkan timbulnya pembatalan kontrak. Dalam suatu kontrak dengan pilihan hukum dan pilihan forum asing, khususnya arbitrase yang kini semakin banyak terjadi, pembatalannya tidak sesederhana pembatalan kontrak biasa yang tidak memuat unsur asing. Penelitian ini akan membahas mulai dari forum yang berwenang hingga hukum yang seharusnya diberlakukan untuk pembatalan kontrak internasional. Lebih jauh, dibahas pula mengenai dampak pembatalan kontrak terhadap putusan arbitrase terkait kontrak yang telah memiliki kekuatan eksekutorial. Agar didapatkan pemahaman yang lebih baik, dalam penelitian ini akan dianalisis dua perkara beserta putusan pengadilannya.

A dispute in a contractual relationship can lead to a nullification of the contract.  In a contract with a choice of law and a choice of foreign forum, especially arbitration which occurs more often these days, the nullification is not as simple as the nullification of an ordinary contract which does not contain foreign elements.  This research will discuss starting from jurisdiction to governing law for the nullification of international contracts. Furthermore, it will also discuss the impact of the nullification of the contract on the arbitration award related to a contract that has an executorial power.  In order to get a better understanding, this research will analyse two cases related to the topic and its court decisions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Setianingsih
"Membicarakan mengenai metode penyelesaian sengketa dalam sebuah e-Contract tidak terlepas dengan adanya suatu pilihan hukum dan pilihan forumnya. Dalam penelitian ini yang akan menjadi pembahasan dari penyelesaian sengketanya ialah mengenai pilihan hukum perdata Indonesia dan pilihan forumnya adalah arbitrase. Penelitian ini sendiri merupakan penelitian kepustakaan/ studi dokumen, tipe penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris, dan dilihat dari tujuannya adalah penelitian yang bertujuan problem solution, dan bersifat evaluatif-analitis. Uraian yang akan dibahas dalam penelitian ini mencakup pengertian dan ruang lingkup e-commerce dan e-contract, langkah-langkah yang dilakukan oleh para pihak dalam melakukan pilihan hukum dan pilihan forum dalam e-contract, metode-metode penyelesaian sengketa dalam e-contract, peraturan-peraturan yang berlaku berkaitan dengan penyelesaian sengketa e-contract melalui arbitrase, dan eksekusi dari keputusan hakim yang telah berkekuatan pasti dan tetap terhadap putusan arbitrase internasional dari sebuah senqketa e-contract. Pada bagian penutup, penulis menyimpulkan bahwa e-contract sebagai suatu hal yang sering ditemukan dalam lapangan hukum bisnis, pilihan forum dari sengketanya pada umumnya menggunakan metode penyelesaian melalui arbitrase, namun demikian kekuatan pembuktian e-contract masih belum cukup kuat mengingat belum disahkannya rancangan peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur masalah tanda tangan elektronik dan transaksi elektronik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T22892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Christian Jeremia
"Walaupun telah memberi kemudahan pada konsumen untuk menggugat dan meminta ganti rugi kepada pelaku usaha, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen belum mengatur apabila terdapat sengketa konsumen internasional yang melibatkan pelaku usaha dan/atau konsumen yang tidak tunduk pada hukum Indonesia. Selain itu, adanya klausula baku dalam kontrak konsumen menyebabkan konsumen tidak memiliki posisi dan daya tawar yang lebih kuat di hadapan pelaku usaha. Walaupun sudah terdapat pasal khusus mengenai klausula baku, akan tetapi hal tersebut belum sepenuhnya melindungi konsumen apabila terdapat pilihan hukum dan pilihan forum yang ditetapkan secara unilateral oleh pelaku usaha. Hal ini tentunya menciptakan kekosongan dan ketidakpastian perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia. Melalui penelitian yuridis-normatif, tulisan ini membahas tentang hukum yang berlaku dan forum yang berwenang dalam sengketa konsumen menurut hukum perlindungan konsumen dan hukum perdata internasional Indonesia. Penelitian ini juga akan melihat putusan pengadilan Indonesia terkait sengketa konsumen internasional. Dapat disimpulkan bahwa dalam hubungan kontraktual, Hakim menerapkan asas kebebasan berkontrak yang dianggap mengikat para pihak dan dilakukan dalam keadaan konsensual. Sementara untuk hubungan nonkontraktual, prinsip klasik lex loci delicti commissi masih menjadi dasar penentuan hukum yang berlaku. Mengenai forum yang berwenang, UU Perlindungan Konsumen telah menyediakan beberapa mekanisme penyelesaian sengketa konsumen.

Although it has been easier for the consumers to sue and seek compensation from business enactors, Law No. 8 of 1999 regarding Consumer Protection has not regulated if there are international consumer disputes involving business enactors and/or consumers who are not subject to Indonesian law. Also, there are standard clauses in consumer contract that cause consumers to not have a stronger position and bargaining power in front of business enactors. Although there is already specific provision regarding standard clause, it has not fully protected consumer, specifically if there is a choice of law and a choice of forums that are determined unilaterally by the business enactor. This of course creates the void and uncertainty of legal protection for consumers in Indonesia. Through juridical-normative research, this paper discusses the applicable law and the competent forum in consumer disputes according to the Indonesia consumer protection law and private international law. This research will also look at Indonesia court decisions related to international consumer disputes. It can be concluded that on a contractual basis, the judges apply the principle of freedom of contract which considered binding for the parties and presumed in a consensual state. Meanwhile, for a non-contractual basis, the classic principle of lex loci delicti commissi is still become the basis for determining the applicable law. As for the competent forum, the Consumer Protection Law has provided some mechanisms to settle and resolve consumer disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>