Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150187 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hafizhul Mizan
"Pembelahan politik merupakan sebuah teori yang mengemukakan terbaginya dukungan-dukungan politis terhadap konsentrasi-konsentrasi sosial tertentu di masyarkarat. Penelitian ini mencoba menjelaskan wilayah pembelahan politik, yaitu ruang terbelahnya dukungan terhadap sistem politik dan kepartaian berdasarkan sumber-sumber pembelahan politik pada masyarakat Depok pada Pemilihan Umum 2009. Dari penelitian ini didapatkan wilayah pembelahan politik di kota Depok mengelompok pada bagian timur hingga tengah kota, dan sebagian besar wilayah pembelahan politik di kota Depok adalah wilayah urban dan berada di luar pusat pertumbuhan.

Political Cleavages Theory is a theory that explain the cleavages that exists within the political support in each social concentration on the society. This research explain the Political Cleavages Regions, the space in which party support and political systems cleavages based on cleavages source in Depok city on election 2009 occured. This research results that Political Cleavages Regions in Depok on Election 2009 made a cluster that extend from the eastern to the central part of the city. Most parts of this region is urban and located outside the development-centre of the city. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Mustafa Djuang
Bandung: Alumni, 1983
341.44 HAR y
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
A.K. Syahmin
Bandung: Binacipta, 1997
341 SYA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
A.K. Syahmin
Bandung: Binacipta, 1992
341 SYA h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Gutami
"Bab I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah ditegaskan mengenai tujuan necara kita sebagai berikut :
"Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilen sosial".
Disamping itu dalam penjelasan Undang-undang Dasar'45 ditetapkan pula mengenai sistem pemerintahan negara kita berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka. Penjelasan ini menunjukkan bahwa Indonesia menjujung tinggi supremasi hukum yang bertujuan mewujudksn kesejahteraan umum agar teruujud masyarakat adil dan makmur.
Masyarakat sejahtera yang adil dan makmur ingin diwujudkan oleh pendiri negara kita dangan cara antara lain melalui jalur hukum. Hukum dipakai sebagai sarana untuk pengaturan masyarakat agar tujuan negara kita tercapai.
Pembentukan hukum itu sendiri merupakan suatu proses yang tidak singkat dan memerlukan pemikiran yang luas serta mendalam, disamping itu membutuhkan biaya yang mahal.
Hukum dalam tulisan ini yang dimaksud adalah peraturan tertulis yang dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Dengan demikian maka peraturan tertulis yang oleh penguasa pusat yang sah dapet disebut dengan Undang-undang dan peraturan tertulis yang dibuat oleh penguasa daerah yang sah disebut dengan Perda (Peraturan Daerah).
Pengingat proses pembentukan baik Undang-undang mau pun Perda yang tidak singkat, memerlukan pemikiran yang luas serta mendalam, disamping membutuhkan biaya yang mahal tersebut maka merupakan dorongan bagi setiap pembentuk Undang-undang maupun Perda agar mempunyai informasi yang luas mengenai masyarakat serta peraturan itu sendiri.
Karena pada dasarnya setiap peraturan itu bekerjanya di dalam masyarakat melalui orang dan bukan bekerja dalam ruang yang hampa udara, sedangkan masyarakat atau kelompok orang merupakan subjek nilai dan mempunyai kepentingan-kepentingan yang menyangkut baik pribadi, kelompok maupun.golongannya.
Oleh karena itu apabila penguasa negara kita baik yang di Pusat maupun di Daerah telah sepakat bahwa dengan pembentukan Undang-Undang maupun Perda merupakan suatu usaha yang sadar agar masyarakat dapat dipengaruhi bergerak kearah yang dikehendakinya maka penting sebagai patokan untuk diperhatikan mengenai empat prinsip yang dikemukakan oleh Sudarto yaitu :
1. Pembentuk Undang-undang harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang senyatanya.
2. Pembentuk Undang-Undang harus mengetahui sistem nilai yang berlaku dalam, masyarakat yang berhubungan dengan keadaan itu, dengan cara-cara yang dilakukan dan dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai agar hal-hal ini tepat diperhitungkan dan agar dapat dihormati.
3. Pembentuk Undang-undang harus mengetahui hipotesa yang menjadi dasar Undang-undang yang bersangkutan dengan perkataan lain mempunyai pengetahuan tentang hubungan kausal antara sarana (Undang-undang dan misalnya sanksi yang ada didalamnya) dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
4. Pembetuk Undang-undang menguji hipotesis ini dengan perkataan lain melakukan penelitian tentang effek dari Undang-undang itu termasuk effek sampingan yang tidak diharapkannya.
Keempat prisip tersebut diatas yang harus mendapat perhatian bagi pembentuk Undang-undang baik yang di Pusat maupun di Daerah, mengingat Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dengan masyarakat yang benar-benar polyvalent artinya bahwa masyarakat Indonesia berlaku sistem nilai yang berbeda untuk seluruh penduduk di negara ini.
Begitu pula dengan keadaan geoorafi Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau menyababkan sifat kebhinekaan atau sifat heterogen sehingga menyulitkan pembentuk Undang-undang kerena pada dasarnya sifat Undang-undang itu umum dan harus dapat berlaku sama terhadap semua warga negara akan tetapi dengan adanya perbedaan sistem nilai tersebut menyebabkan persepsi terhadap suatu Undang-undang kemungkinan tidak sama, sehingga pembentuk Undang-undang harus dapat menghindari adanya deskrepensi (ketidaksesuaian) antara pandangan yang diwujudkan denoan kata-kata dalam Undang-undang serta pandangan yang hidup dalam mesyerakat. Keadaan ini harus disadari dan diperhitungkan sebelum Undang-undang terwujud.
Adanya sifat heterogen dan perbedaan sistem nilai yang hidup dalam masyarakat tersebut maka gaya bahasa yang digunakan oleh pembentuk Undang-undang baik di Pusat maupun di Daerah hendaknya mendapat perhatian khusus seperti yang dikemukakan oleh Sudarto sebaoai berikut :
1) Gaya bahasanya singkat dan sederhana, kalimat muluk-muluk hanyalah membingungkan belaka.
2) Istilah-istilah yang digtnakan sedapatnya harus absolut dan tidak relatif, sehingga memberi sedikit kemungkinan untuk perbedaan pandangan.
3) Undang-undang harus membatasi diri pada hal-hal yang nyata dan menghindarkan kiasan-kiasan dan hal - hal hipotetis.
4) Undang-undang tidak boleh.jlimet, sebab ia diperuntukkan orang-orang yang daya tangkapnya biasa, ia harus bisa dipahami oleh orang pada umumnya.
5) la tidak boleh mengaburkan masalah pokoknya denoan adanya pengecualian, pembatasan, atau perubahan kecuali apabila hal memang benar-benar diperlukan.
6) la tidak boleh terlalu banyak memberi alasan, adalah berbahaya untuk memberi alasan-alasan yang..."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T1959
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Very Grahita Fitrianang
"Penelitian ini menganalisis kebijakan pembinaan teritorial TNI AD yang telah diterapkan di Kota Bandung untuk pencegahan konflik sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan pembinaan teritorial TNI AD untuk pencegahan konflik sosial di Kodim 0618/Kota Bandung dengan menggunakan teori Grindle (2017). Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivisme dan metode kualitatif, dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara dan studi kepustakaan. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan pembinaan teritorial telah berjalan dengan optimal. Kebijakan yang dibuat pada tingkat strategis telah diimplementasikan dengan baik, begitu juga keputusan pada tingkat operasional. Implementasi kebijakan ini melibatkan beberapa pemangku kepentingan, antara lain TNI AD, Polri, Pemerintah Daerah, dan masyarakat, yang bekerja sama untuk menciptakan suasana yang damai dan tenteram. Komunikasi yang intens antar lembaga stakeholder dan penguasaan wilayah oleh Babinsa telah meningkatkan kepercayaan masyarakat, melebihi target yang diharapkan. Implementasi pencegahan konflik sosial di lapangan dengan sinergi, kolaborasi, dan kerja sama yang dilakukan bersama dengan unsur Forkopimcam dan Forkopimda juga telah terjalin dengan baik. Hasil penelitian ini menyarankan untuk melaksanakan program pembinaan yang melibatkan masyarakat dan memperkuat perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi program pembinaan teritorial secara berkelanjutan.

This research analyzes the territorial development policy of the Indonesian Army (TNI AD) that has been implemented in Bandung City to prevent social conflicts. The aim of this study is to analyze the implementation of the territorial development policy of the Indonesian Army for the prevention of social conflicts in Kodim 0618/Bandung City using Grindle’s theory (2017). This research uses a post-positivist approach and qualitative methods, with data collected through interviews and literature studies. The analysis results show that the implementation of the territorial development policy has been optimal. Policies made at the strategic level have been well implemented, as have decisions at the operational level. The implementation of this policy involves several stakeholders, including the Indonesian Army, the Police, the Local Government, and the community, who work together to create a peaceful and serene atmosphere. Intensive communication between stakeholder institutions and territorial control by Babinsa has increased public trust, exceeding the expected targets. The implementation of social conflict prevention in the field through synergy, collaboration, and cooperation with Forkopimcam and Forkopimda elements has also been well established. This study suggests implementing development programs involving the community and strengthening the planning, implementation, and evaluation of territorial development programs on an ongoing basis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Tiga Putra Utama, 2004
321 BAT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Soewarso Hardjosoedarmo
Jakarta: Lembaga Pengkajian Strategis Indonesia (LPSI), 1993
341.425 Har k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adiwerti Sarahayu Lestari
"Indonesia dan Singapura telah menyepakati dua buah perjanjian penetapan garis batas laut teritorial di Selat Singapura, masing-masing disepakati pada tahun 1973 dan 2009. Proses delimitasi dalam kedua perjanjian tersebut dilakukan dengan merujuk pada ketentuan Pasal 15 United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 dan menggunakan metode delimitasi garis median termodifikasi. Kedua perjanjian tersebut memberikan kepastian mengenai wilayah laut territorial Indonesia dan Singapura di mana kedua negara memiliki kedaulatan. Adanya kepastian hukum mengenai laut teritorial Indonesia di Selat Singapura berujung pada munculnya implikasi-implikasi dalam aspek keamanan dan keselamatan Indonesia sebagai negara pantai, keamanan dan keselamatan pelayaran di Selat Singapura, dan lingkungan laut.

Indonesia and Singapore have agreed on two bilateral treaties regarding the delimitation of the territorial seas in the Strait of Singapore, each was agreed in the year 0f 1973 and 2009. The delimitation process in the two treaties were done in accordance with Article 15 of United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 and used the modified median line as the delimitation method. The two treaties gave legal certainty regarding the area of territorial seas of Indonesia and Singapore, in which both States have the ability to exercise sovereignty. The legal certainty on Indonesia's territorial sea in the Strait of Singapore leads to the implications in the aspects of security and safety of Indonesia as a coastal State, security and safety of navigation in the Strait of Malacca, and marine environment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S233
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdy Eko Saputro
"Tuntutan tugas Bintara Pembina Desa (Babinsa) semakin tinggi dari pimpinan TNI AD. Tugas seorang Babinsa di wilayah perkotaan semakin kompleks, karena karakteristik masyarakatnya yang individualistik, heterogen dan sangat dinamis. Dikaitkan dengan lima kemampuan teritorial yang harus dimiliki oleh Babinsa, ditemukan bahwa kemampuan Babinsa tergolong rendah pada dimensi kemampuan temu cepat lapor cepat di tiga Komando Rayon Militer (Koramil) wilayah kota Bandung, khususnya kemampuan analisis sosial. Dalam jangka pendek, pengembangan kemampuan analisis sosial terhadap Babinsa adalah dengan memberikan kesadaran terhadap setting sosial. Strategi intervensi yang diterapkan adalah teknik appreciative inquiry dan pelatihan, yang direncanakan selama dua jam dalam waktu enam hari kerja. Intervensi dilakukan pada Babinsa di Koramil ?X? sebagai kelompok eksperimen dan terdapat kelompok Babinsa yang menjadi kelompok kontrol. Pengukuran dampak perubahan dari intervensi menggunakan kuesioner pra dan paska pelatihan yang dilakukan sebelum intervensi dan seminggu setelah intervensi pada kelompok eksperimen dan kontrol. Selain itu dilakukan pula pengukuran secara kualitatif berupa wawancara dan focus group discussion. Berdasarkan analisis statistik uji nilai t dengan membandingkan rata-rata dari kelompok eksperimen dan kontrol menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang signifikan pada kelompok eksperimen terkait kesadaran Babinsa terhadap perannya dalam setting sosial. Selanjutnya, berdasarkan analisis dampak penerapan program intervensi sejenis terhadap kelompok Babinsa lain diketahui bahwa program intervensi tersebut diprediksi secara signifikan akan memiliki dampak yang besar bila diterapkan pada kelompok Babinsa lainnya yang berada dalam wilayah perkotaan.

Villagers NCO (Babinsa) have the higher task demands from the Chief of Army. The task of a Babinsa in urban areas increasingly complex, due to the characteristics of the people who individualistic, heterogeneous and highly dynamic. Associated with the five territorial ability to be possessed by Babinsa in territorial development task, it was found that the ability Babinsa is low on the dimensions reported rapid retrieval capabilities quickly in three-District Military Command (Koramil) Bandung region, in particular the ability of social analysis. In the short term, the development of social analysis capabilities to Babinsa is to bring awareness to the social setting. Intervention strategies are implemented appreciative inquiry techniques and training, planned for two hours within six working days. Interventions performed on Babinsa in Koramil 'X' as the experimental group and there Babinsa group that became the control group. Measurement of the impact of the change intervention using pre-and post-training questionnaires were conducted before the intervention and one week after the intervention in the experimental and control groups. Measurements will be conducted qualitative interviews and focus group discussions. Based on statistical analysis t test by comparing the value of the average of the experimental and control groups showed that significant changes in the experimental group Babinsa awareness related to his role in a social setting. Furthermore, based on the analysis of the impact of the intervention program similar to other known Babinsa groups that the intervention program significantly predicted would have a great impact when applied to groups other Babinsa located in urban areas.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T41676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>