Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184683 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hilwa Az Zahra Adwani
"Dalam skripsi ini, analisis difokuskan pada penyaluran dana oleh bank umum syariah kepada para penerima pembiayaan melalui P2P Financing. Untuk memfasilitasi penyaluran pembiayaan, bank umum syariah dan penyelenggara P2P Financing pada umumnya akan melaksanakan perjanjian kerja sama. Dalam perjanjian kerja sama akan diatur beberapa hal, yaitu pihak-pihak terkait, tujuan, mekanisme pemberian dana, hak dan kewajiban para pihak, dan lain-lain. Perjanjian kerja sama juga harus mencakup prinsip kehati-hatian serta prinsip syariah. Studi kasus utama dalam skripsi ini adalah perjanjian kerja sama channeling yang telah dilaksanakan oleh dan antara Bank X dan P2P Y. Untuk itu, skripsi ini akan menganalisis mengenai bagaimana implementasi prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah dalam perjanjian channeling antara bank umum syariah dan penyelenggara P2P Financing. Bentuk penelitian yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah yuridis normatif, yang mana penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis. Penelitian ini menyarankan agar dalam melakukan channeling, bank umum syariah harus memastikan kepatuhan terhadap hukum positif. Lebih lanjut, sistem yang lebih fleksibel di sektor perbankan disarankan guna meningkatkan kerja sama antara pihak-pihak dalam sistem keuangan. Selain itu, penulis juga menemukan bahwa dalam menggunakan akad wakalah bil ujrah, disarankan bagi penyelenggara P2P Financing untuk hanya mengenakan ujrah dan mengambil marketplace fee dari ujrah tersebut. Terakhir, bank umum syariah dan penyelenggara P2P Financing harus memastikan kejelasan dari perjanjian channeling.

In this thesis, the analysis focuses on the channeling of funds by sharia commercial banks to beneficiaries through P2P Financing. To facilitate the financing distribution, sharia commercial banks and P2P Financing provider usually engage in a cooperation agreement. In the cooperation agreement, several things will be set forth, namely the relevant parties, the purpose, the mechanism of fund disbursement, rights and obligations of the parties, and so on. The cooperation agreement shall also incorporate prudential principles as well as sharia principles. The main case study in this thesis is the channeling cooperation agreement conducted by and between Bank X and P2P Y. Therefore, this thesis will analyse how is the implementation of prudential principles and sharia principles in channeling agreement between sharia commercial banks and P2P Financing provider. The form of research used by the author in this thesis is juridical normative, whereby the author researches on applicable laws and regulations. The typology of this research is analytical descriptive. This research suggests that in conducting channeling, sharia commercial banks must ensure compliance with positive laws and the clarity of the channeling agreement. Furthermore, a more flexible system in the banking sector is advisable to increase cooperation between parties within the financial system. In addition, the author also finds that in using aqad wakalah bil ujrah, it is advisable for the P2P Financing provider to impose merely ujrah and take its marketplace fee from the ujrah. Lastly, both sharia commercial bank and P2P Financing provider shall ensure the clarity of the channeling agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonardo Lance Lentini
"Bank Umum dalam memenuhi kewajiban pemberian kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dapat melakukan pola channeling dengan penyelenggara Peer to Peer Lending (P2P Lending). Akan tetapi, dalam melakukan pola channeling tersebut, Bank Umum perlu menerapkan prinsip kehati-hatian karena masih dihadapkan oleh suatu risiko. Skripsi ini membahas mengenai implementasi prinsip kehati-hatian oleh Bank Umum dalam melakukan pola channeling dengan penyelenggara P2P Lending, dengan studi pada PT Bank Central Asia Tbk sebagai salah satu Bank Umum yang telah melakukan pola channeling dengan penyelenggara P2P Lending. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi prinsip kehati-hatian Bank Umum dalam melakukan pemilihan terhadap penyelenggara P2P Lending yang akan melakukan pola channeling dengan Bank Umum dan bagaimana implementasi 5C of Credit Bank Umum dalam memberikan kredit melalui pola channeling dengan penyelenggara P2P Lending. Bentuk penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan sifat penelitian deskriptif-analitis dan data yang digunakan adalah data sekunder yang didukung dengan wawancara. Hasil penelitian adalah Bank Umum perlu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam melakukan pola channeling dengan penyelenggara P2P Lending. Hal tersebut dilakukan oleh Bank Umum sebelum bekerja sama dengan penyelenggara P2P Lending dengan melakukan due diligence terhadap penyelenggara P2P Lending. Selain itu, dalam memberikan kredit melalui pola channeling dengan penyelenggara P2P Lending, Bank Umum perlu melakukan analisis kredit dengan tetap memperhatikan 5C of Credit, di mana analisis 5C of Credit dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah bekerja sama dengan penyelenggara P2P Lending. Penelitian ini menyarankan agar dibentuk Pusat Data Fintech Lending untuk meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggara P2P Lending sehingga mengurangi keraguan dari Bank Umum untuk bekerja sama dengan penyelenggara P2P Lending dan agar memberikan akses pada Fintech Data Center kepada Bank Umum untuk meningkatkan manajemen risiko sebelum memberikan keputusan kredit.

Commercial Banks can utilize the channeling pattern with Peer to Peer Lending (P2P Lending) in fulfilling their obligations to give credit to Micro, Small and Medium Enterprises (MSME). However, in using this channeling pattern, commercial banks need to apply the prudential banking principle due to being faced with a risk. This thesis discusses the implementation of prudential baking principle by Commercial Banks in conducting channeling pattern with P2P Lending platforms, by conducting studies on PT Bank Central Asia Tbk as one of the commercial banks that has conducted the channeling pattern with P2P Lending platforms. The problem formulation in this thesis are how the implementation of the prudential banking principle by commercial banks in selecting P2P Lending platforms who will conduct channeling pattern with commercial banks and how the implementation of the 5C of Credit by Commercial Banks in giving credit through channeling pattern with P2P Lending platforms. The research method used in this thesis is juridical-normative with the descriptive-analytical research typology and the data used are secondary data supported by interviews. The result of this research is commercial banks need to implement the prudential banking principle in conducting channeling pattern with P2P Lending platforms. This was done by commercial banks before cooperating with P2P Lending platforms by conducting due diligence on P2P Lending platforms. In addition, in giving credit through a channeling pattern with P2P Lending platforms, commercial banks need to carry out credit analysis with regards to 5C of Credit, in which the 5C of Credit analysis is carried out twice, namely before and after cooperating with P2P Lending platforms. This research recommends that a Fintech Lending Data Center should be formed to increase surveillance of P2P Lending platforms so as to reduce doubts from Commercial Banks to cooperate with P2P Lending platforms and to provide access to the Fintech Data Center for Commercial Banks to increase risk management before granting credit decisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Fenny Amelia
"Secara umum ada 2 dua jenis kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya ditinjau dari segi jaminan yaitu kredit dengan jaminan dan kredit tanpa jaminan. Salah satu ketentuan yang dimasukkan dalam perjanjian kredit tanpa jaminan adalah klausul Negative Pledge. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1 akibat hukum dari penggunaan klausul Negative Pledge dalam Perjanjian Kredit dan 2 penyelesaian terhadap masalah yang timbul dari penggunaan klausul Negative Pledge. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif. Data yang digunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif, pengambilan keputusan dengan logika deduktif.
Hasil penelitian adalah 1 akibat hukum yang timbul dari penggunaan klausul Negative Pledge antara lain merupakan Perjanjian Kredit Tanpa Jaminan, Kreditur berkedudukan sebagai Kreditur Konkuren, Kreditur tidak dapat melakukan eksekusi langsung, tidak dilakukannya pendaftaran Fidusia, penguasaan aset dan harta tetap berada di tangan Debitur, Debitur tidak dapat menjaminkan aset dan harta kepada Kreditur lain, serta risiko kemacetan kredit yang berpengaruh bagi Bank dan Negara. 2 penyelesaian masalah yang timbul dari penggunaan klausul Negative Pledge adalah dengan menerbitkan Peraturan Pelaksana yang mengatur teknis penggunaan klausul Negative Pledge dan dengan adanya Pembatasan dari Negara.

In general, there are two 2 types of loans granted by the bank to its customers in terms of assurance the secured loans and unsecured loans. One of the provisions included in unsecured loan agreement is Negative Pledge clause. Objectives of this research are to determine 1 legal consequences from the use of Negative Pledge clause in Loan agreement and 2 how to resolve the problem which occured from implementation of Negative Pledge. This research is a normative law prescriptive. Data used are secondary datas were analyzed qualitatively while decision making based by deductive logic.
Research result 1 the legal consequences occurs from the use clause Negative Pledge which are Unsecured Loan agreement, Creditors domiciled as a creditor Concurrent, creditors cannot execute the collateral directly, the registration of Fiduciary is not done, control of assets and property remains in the hands of the Debitor, the Debitor shall be committed to ensuring that assets and property will not be taken as mortgage to other creditors, as well as the risk of the credit crunch affecting the Bank and the State. 2 Settlement of problems occurs from the use Negative Pledge clause are by issuing Implementing Regulations governing the technical use and with restriction from the State as well for the implementation of Negative Pledge clause.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Tharra Almas
"Perkembangan teknologi digital saat ini telah membawa dampak sangat signifikan dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satu bukti hal tersebut hadirnya sebuah layanan pada bidang keuangan khususnya dalam kegiatan pinjam meminjam uang, yaitu peer to peer lending. Layanan yang menyediakan sebuah platform/marketplace berbasis system elektronik yang akan mempertemukan pihak pemberi pinjaman (Kreditur) dengan pelaku usaha sebagai penerima pinjaman (Debitur) dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam. Tujuan layanan ini dapat mempermudah masyarakat untuk mengakses pembiayaan, khususnya pada sektor pertanian yang kurang mendapatkan dukungan sumberdaya modal. Hal tersebut memberikan jawaban bagi para petani dengan hadirnya sebuah perusahaan peer to peer lending yang bergerak dalam bidang agrobisnis. Dalam pelaksanaannya perjanjian yang dibuat yaitu dengan cara melakukan pembelian unit berupa pohon atau bibit. Dalam penelitian ini akan dikaji mengenai perjanjian yang dilakukan dalam layanan yang disediakan oleh Perusahaan X yang merupakan perusahaan peer to peer lending pada bidang agrobisnis. Selain itu akan memberikan pemaparan tinjauan untuk memahami gagal bayar yang berpotensi akibat perjanjian yang akan memengaruhi tanggungjawab dari para pihak jika hal tersebut terjadi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hokum positif tertulis, termasuk meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Hasil laporan penelitian ini akan mengidentifikasi mengenai perjanjian yang disediakan oleh Perusahaan X, dan juga tanggung jawab para pihak apabila terjadi gagal bayar.

Nowadays, the digital technology development has brought a highly significant impact in all walks of life. One of those is a service in finance sector, specifically in lending money, namely, peer to peer lending. A service that prepares a platform or marketplace based on electronic system connecting the creditor – the one who lends – with the debtor – the one who receives the loan – in a loan contract. It is expected that the service is able to facilitate in accessing funding in all types of societies, specifically in agriculture sector which rarely obtains capital resources. Furthermore, the service gives solution for the farmers with the availability of a peer to peer lending company that focuses on agribusiness sector. In carrying out the contract, it is by purchasing several trees or seedlings. In this research, the contract is implemented in the service available by Company X – a peer to peer lending company in agribusiness sector. Additionally, this research gives a discussion in understanding risks or payment failure in which potentially caused by the contract. Furthermore, it discusses the length of implementation of a condition failure in harvesting crops that influences the responsibility of all parties, if they occur. The research method used in this research is a juridical-normative one. That is a research conducted towards written positive law which includes researching references material or secondary data. The result of this report identifies contract available by Company X, and also to recognize responsibilities of all parties if failure occur.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alvito Rizki
"Perkembangan perusahaan teknologi keuangan (fintech) yang sangat pesat mendorong industri perbankan untuk tetap berkembang guna bersaing dengan perusahaan teknologi keuangan. Industri perbankan berdaptasi dengan menerbitkan layanan baru yaitu Bank Digital. Untuk mengurangi persaingan dengan perusahaan teknologi keuangan, Bank Digital juga melakukan kolaborasi dengan perusahaan teknologi keuangan Peer to Peer Lending. Salah satu bentuk kerja sama antara Bank Digital dengan perusahaan Peer to Peer Lending yaitu kerja sama penyaluran kredit. Penelitian ini membahas dua permasalahan. Pertama, membahas bagaimana pengaturan kegiatan usaha Bank Digital dalam hal penyaluran kredit. Kedua, membahas permasalahan hukum dan non-hukum apa saja yang timbul pada kerja sama antara Bank Digital dan perusahaan Peer to Peer Lending dalam penyaluran kredit. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian yang didapatkan adalah kerja sama penyaluran kredit yang dilakukan oleh Bank Digital dan Perusahaan Peer to Peer Lending harus didasarkan pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (“POJK”) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (“POJK 77/2016”). Kerja sama penyaluran kredit antara Bank Digital dan Perusahaan Peer to Peer Lending diawali dengan perjanjian kerja sama antara Bank Digital dengan perusahaan Peer to Peer Lending dan setelah perjanjian setujui oleh kedua pihak, perusahaan Peer to Peer Lending melakukan perjanjian pinjam meminjam dengan peminjam. Dalam kerja sama antara Bank Digital dan perusahaan Peer to Peer Lending juga terdapat permasalahan hukum dan non-hukum. Permasalahan yang timbul dari kerja sama antara Bank Digital dan perusahaan Peer to Peer Lending adalah penerima pinjaman yang gagal bayar dan Bank Digital menuntut perusahaan Peer to Peer Lending untuk mengganti kerugian dari penerima pinjaman yang gagal bayar sedangkan permasalahan non-hukum yang timbul adalah penyalahgunaan pinjaman, kesalahan penanggalan pada pencatatan Bank Digital dan Perusahaan Peer to Peer Lending, dan pengembalian dana yang telat oleh perusahaan Peer to Peer Lending. Penelitian ini memberikan saran kepada OJK untuk menerbitkan panduan kerja sama antara Bank Digital dengan perusahaan Peer to Peer Lending dan kepada Bank Digital untuk membuat klasifikasi perusahaan teknologi keuangan yang dapat diajak bekerja sama.

The rapid development of financial technology (fintech) companies encourages the banking industry to continue to grow to compete with financial technology companies. The banking industry is adapting to issuing a new service, namely Digital Bank. To reduce competition with financial technology companies, Digital Bank collaborates with financial technology company Peer to Peer Lending. One form of cooperation between Digital Bank and Peer to Peer Lending companies is credit channeling cooperation. This study addresses two issues. First, analyze how the regulation of business activities of Digital Bank in terms of credit channeling. Second, discuss what legal and non-legal issues arise in the cooperation between Digital Bank and Peer to Peer Lending companies in lending. The form of research used is normative juridical with an analytical descriptive research type. The results of the research obtained are credit channeling cooperation conducted by Digital Bank and Peer to Peer Lending Companies must be based on Financial Services Authority Regulation ("POJK") Number 77/POJK.01/2016 on Information Technology-Based Lending Services ("POJK 77/2016"). The credit channeling cooperation between Digital Bank and Peer to Peer Lending Company begins with a cooperation agreement between Digital Bank and Peer to Peer Lending company and after the agreement is agreed by both parties, Peer to Peer Lendingcompanies conduct loan agreements with borrowers. In cooperation between Digital Bank and Peer to Peer Lending companies there are also legal and non-legal issues. Problems arising from the cooperation between Digital Bank and Peer to Peer Lending companies are recipients of loans that default and Digital Bank demands Peer to Peer Lending companies to compensate for losses from defaulted loan recipients while non-legal problems that arise are loan abuse, dating errors on the recording of Digital Banks and Peer to Peer Lending Companies, and late refunds by Peer to Peer Lending companies. This research provides advice to OJK to issue cooperation guidelines between Digital Bank and Peer to Peer Lending companies and to Digital Bank to make a classification of financial technology companies that can be invited to cooperate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahajeng Anindya Setyoko
"Pemberian kredit UMKM erat kaitannya dengan BPR, namun saat ini terdapat lembaga keuangan baru yang memberikan pembiayaan dengan konsep yang berbeda yakni dengan konstruksi peer-to-peer lending P2P Lending melalui perusahaan Financial Technology fintech. Penelitian ini membahas perbandingan pemberian kredit UMKM antara BPR dengan perusahaan Fintech P2P Lending dan menganalisis implikasi hukumnya terhadap perbandingan pemberian kredit tersebut. Penelitian dari skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif. Penelitian ini menujukkan bahwa pemberian kredit UMKM di BPR dan perusahaan Fintech P2P Lending tidak sepenuhnya sama dan berbeda. Keduanya mempunyai fungsi yang sama sebagai financial intermediary dan menjalankan usaha kredit.
Perbedaan utama dari keduanya ada pada sumber pendanaan kredit dan hubungan hukum para pihak. Dari perbandingan tersebut, terdapat implikasi hukum atas pemberian kredit melalui lembaga keuangan baru dengan konsep P2P Lending, yakni berakibat kepada masuknya celah yang besar terhadap aspek pencucian uang dan perndanaan terorisme, juga terhadap batasan tanggung jawab para pihak atas kredit macet yang berakibat kepada pentingnya perlindungan hukum bagi para pihak, terutama kreditur. Selain membahas implikasi hukum, terdapat pula implikasi dalam hal persaingan usaha pemberian kredit antara BPR dengan perusahaan fintech P2P Lending.

SME credit is closely related to Rural Banks, but nowadays there is a new financial institution that provides financing with different concepts through peer to peer lending P2P Lending provided by financial technology fintech company. This study discusses the comparison and its law implications between The SME Credit by Rural Bank and Fintech Company P2P Lending. The research type of this thesis is literature research, hence the typology of this research is descriptive. The result of this study shows similarities and differences between the Rural Banks and Fintech Company P2P Lending. Main similarities are in the function of financial intermediary and loan of money.
The main differences are in the source credit fund and legal relations among the parties. From this comparison, there are legal implications of obtaining the credit through fintech companies P2P Lending , which resulted in the influx of money laundering and funding of terrorism. Also, it limits the responsibility of the parties to the non performing loans that resulted the importance of legal protection for the parties, especially creditors. In addition to discussing the legal implications, there are also implications in terms of competition between BPR and lending by fintech companies P2P Lending.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Aurelia Ayu Damayanti
"Layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah (P2P Financing) merupakan salah satu bentuk pemanfaatan kemudahan yang diberikan oleh kemajuan teknologi untuk menyalurkan pembiayaan dengan memperhatikan prinsip-prinsip syariah. Berbeda dengan penyelenggaraan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi konvensional, maka penyelenggaraan P2P financing lebih rentan terhadap risiko, mengingat penyelenggaraan P2P financing juga harus patuh terhadap prinsip-prinsip syariah. Untuk itu, skripsi ini akan menganalisis mengenai bagaimana pengaturan dan kegiatan pengawasan dalam penyelenggaraan P2P financing di Indonesia. Lebih dalam, penulis menganalisis kepatuhan PT. Dana Syariah Indonesia sebagai salah satu penyelenggara P2P financing terhadap hukum yang berlaku, pedoman perilaku asosiasi, maupun Fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional. Bentuk penelitian yang digunakan oleh penulis adalah yuridis normatif, sehingga penulis melakukan penelitian terhadap hukum positif baik tertulis maupun tidak tertulis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu bahan pustaka, didukung dengan data yang penulis dapatkan melalui wawancara yang dilakukan dengan staff analis grup Inovasi Keuangan Digital pada Otoritas Jasa Keuangan dan staff divisi legal PT. Dana Syariah Indonesia. Hasil penelitian menyarankan agar OJK dan AFPI dapat melakukan sosialisasi serta edukasi kepada para penyelenggara P2P financing mengenai ketentuan tambahan penyelenggaraan prinsip syariah. Selain itu penulis menyarankan kepada para penyelenggara P2P financing agar patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan maupun prinsip syariah dengan melakukan kegiatan pengawasan yang komprehensif.

Information technology-based financing services based on sharia principles (P2P financing) are a form of utilizing the convenience provided by technological advances to channel financing with due observance of sharia principles. Unlike the operation of lending and borrowing services based on conventional technology, the implementation of P2P financing is more prone to risk, considering that the implementation of P2P financing must also comply with the principles of sharia. Therefore, this thesis discusses about the regulations and supervisory activities that apply on P2P financing in Indonesia. In this thesis, the writer also analyses the compliance of PT. Dana Syariah Indonesia against the applicable laws, association behaviour guidelines, and Fatwas issued by the National Sharia Council. The form of research used by the author in this thesis is juridical normative, so that the author conducts research on positive law both written and unwritten. The type of data used in this study is secondary data, namely library materials, supported by data that obtained through interviews conducted with staff of the Digital Financial Innovation group analyst at the Financial Services Authority and staff of legal division at PT. Dana Syariah Indonesia. The results of the study suggest that OJK and AFPI can conduct socialization and education to P2P financing operators regarding additional provisions for implementing sharia principles. In addition, the authors advise P2P financing operators to comply with statutory provisions and sharia principles by carrying out comprehensive monitoring activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Putra Salman
"Penggunaan teknologi digital akhirnya melahirkan apa yang disebut Peer to Peer Lending sebagai bagian dari teknologi keuangan. Jangkauan luas dari komunitas yang tidak memiliki bank dan tidak terlayani membuat Peer to Peer Lending mendapatkan momentumnya di Indonesia. Dalam kondisi ini, OJK menetapkan peraturan khusus untuk Peer to Peer Lending di bawah Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016.
Skripsi ini mencoba membahas tentang apa saja hukum dan peraturan yang terkait dengan Peer to Peer Lending di Indonesia, apa persamaan dan perbedaan sistem kredit antara bank komersial dan teknologi keuangan dan sejauh mana implementasi Peer to Peer lending yang disediakan oleh Findaya sebagai Pembayaran Gojek 'PayLater' sesuai dengan Hukum Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder.
Sebagai kesimpulan, masih ada banyak ketentuan penting yang belum diatur dalam peraturan Peer to Peer Lending dan dapat menciptakan risiko hukum dan risiko keuangan yang besar, baik untuk perusahaan dan untuk masyarakat secara umum. Meskipun secara hukum Gojek PayLater telah sesuai dengan peraturan, masih ada banyak lagi yang harus ditingkatkan untuk keselamatan industri jasa keuangan.
The use of digital technology eventually gave birth to so-called Peer to Peer Lending as a part of financial technology. Its wide-reaching of the unbankable and underserved community makes Peer to Peer Lending gains its momentum in Indonesia. Under this condition, OJK stipulated a regulation specifically for Peer to Peer Lending under OJK Regulation No. 77 of 2016.
This thesis is trying to discuss on what is the laws and regulation related to Peer to Peer Lending in Indonesia, what are the similarities and differences of credit systems between commercial bank and financial technology and to what extentthe implementation of Peer to Peer lending provided by Findaya as Gojek’s Payment ‘PayLater’ in accordance with Indonesian Law.
The method of research used by the author in this thesis research is normative juridical research method.The type of data used in this study is secondary data that consisting of primary and secondary legal materials.
In conclusion, there are still many important provisions that have not been regulated in Peer to Peer Lending regulation and can create large legal risks and financial risks, both for the loan Company company and for the community in general. Even though by law Gojek PayLater has in accordance with the regulation, there are still a lot more to improve for the safety of financial services industry."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shara Nur Fitria
"Di zaman modern ini para pelaku usaha berlomba-lomba untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen mereka. Salah satu bentuk layanan kepada konsumen adalah dengan cara mengakomodir permintaan konsumen ataupun pengaduan konsumen yang dicatatkan dalam bentuk formulir, yaitu Formulir Layanan Pelanggan. Dalam Putusan Kasasi No. 2995/K/Pdt/2012 telah terjadi suatu perkara gugatan perdata wanprestasi antara konsumen dengan pelaku usaha yang bergerak di bidang jasa atas suatu Formulir Pelayanan Pelanggan, dimana konsumen mengajukan suatu permintaan perubahan bentuk pembayaran yang dituliskan dalam Formulir Layanan Pelanggan dan ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang dianggap oleh konsumen tersebut sebagai suatu bentuk perjanjian. Kemudian, setelah pelaku usaha tersebut menghentikan jasa nya kepada konsumen karena menganggap konsumen tidak melakukan kewajiban pembayarannya, konsumen tersebut balik menyatakan bahwa pelaku usaha telah wanprestasi karena tidak mematuhi apa yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dalam Formulir Layanan Pelanggan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara formulir dengan perjanjian baku, apakah formulir layanan pelanggan dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian atau tidak, dan benar atau tidaknya pertimbangan hakim mengenai formulir layanan pelanggan dalam putusan no. 2995/k/pdt/2012.

In this modern era, business actors are competing to give the best services for their consumers. One of their services to the consumer is to accommodate consumer?s demand or consumer?s complaint by means of a form ? a Customer Service Form. On Court Judgment No. 2995/K/Pdt/2012, a contractual civil lawsuit happened between a consumer and a business actor of a service industry regarding a Customer Service Form, which the consumer requested a change in payment form on the Customer Service Form and signed by both parties, which was assumed by the customer as a form of agreement. After the business actor stopped its service to the consumer by a reason of a default, the said customer responded back declaring the business actor was having a default of not obeying what signed back then by both parties on the Customer Service Form.
This research is to determine the correlation(s) between a form and a Standardized Contract, whether a Customer Service Form can be regarded as an agreement or not, and the accuracy of court consideration regarding the Customer Service Form on Court Judgment No. 2995/K/Pdt/2012.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Unita Christina Winata
"ABSTRAK
Perjanjian Baku adalah perjanjian yang hampir seluruh
klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan
pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk
merundingkan atau meminta perubahan. Salah satu contoh dari
perjanjian baku yang saya kemukakan adalah perjanjian jualbeli
rumah, di mana pada umumnya pihak pengembang atau
developer sudah mempersiapkan penjanjian baku yang mau
tidak mau disetujui oleh konsumen. Sampai saat ini
perjanjian jual-beli yang dibuat antara pengembang dengan
konsumen pada prinsipnya telah dibuat dengan berlandaskan
semata-mata hanya kepada asas kebebasan berkontrak.
Sehubungan dengan adanya kedudukan yang tidak seimbang,
maka akan timbul pokok permasalahan sebagai berikut sampai
sejau mana keabsahan klausul baku dalam perjanjian jual
beli satuan rumah susun (apartemen) dan bagaimana
penyelesaian perselisihan apabila salah satu pihak
melakukan wanprestasi? Dalam penelitian ini digunakan
metode penelitian hukum normatif, yaitu suatu metode
penelitian dengan menggunakan pendekatan berdasarkan normanorma
atau kaidah-kaidah hukum positif yang berlaku. Dalam
pembahasan diuraikan konsep dan teori tentang penerapan
klausul baku dalam perjanjian jual beli. Selanjutnya
dilakukan analisis hukum, di mana akan diketengahkan contoh
klausul baku dalam perjanjian pengikatan jual beli hak
milik satuan rumah susun (apartemen) yang dikeluarkan oleh
pihak pengembang. Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan,
bahwa perjanjian pada prinsipnya harus mengacu pada
ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
mengenai adanya itikad baik, sehingga salah satu pihak
tidak dirugikan."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T27120
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>