Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 228241 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sebastian Sormin
"Doktrin first sale merupakan sebuah doktrin yang memperbolehkan konsumen untuk memberikan dan menjual kembali ciptaan atau salinan ciptaan yang telah dibelinya secara sah tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Namun, sampai saat ini masih diperdebatkan terkait dengan penerapan doktrin first sale terhadap karya digital, salah satunya adalah terhadap e-book dikarenakan dalam mendistribusikan suatu e-book konsumen perlu untuk membuat salinan baru terlebih dahulu, dimana tindakan tersebut berada di luar ruang lingkup penerapan doktrin first sale. Selain itu, teknologi Digital Rights Management yang seringkali dipasang dalam e-book juga mencegah seseorang untuk melakukan pendistribusian e-book. Dalam menjawab permasalahan tersebut, penulis akan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus, dimana hasil dari penelitian ini bersifat preskriptif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah e-book yang diproteksi dengan Digital Rights Management tidaklah dijual, melainkan dilisensikan terhadap konsumen, yang dalam hal ini berbeda dengan penjualan buku cetak dan berada di luar lingkup penerapan doktrin first sale. Penelitian ini menyarankan agar pemerintah sebaiknya mengatur lebih spesifik mengenai keabsahan dari penerapan doktrin first sale dalam UU HC, khususnya terhadap karya-karya digital seperti e-book. Pengaturan ini dapat mencakup kompensasi terhadap setiap penjualan kembali yang dilakukan oleh pembeli e-book. Selain itu, aplikasi-aplikasi e-reader juga dapat menerapkan sistem yang memperbolehkan seseorang untuk memberikan suatu e-book tanpa harus menggandakannya terlebih dahulu.

The first sale doctrine allows consumers to sell or otherwise dispose the works or particular copies of the works that they have legally purchased, without the authority of the copyright owner. However, there has been a wide and varied debate regarding its application towards digital works, such as e-books where the buyer has to make a new copy for the new owner, in which it is considered to be outside the scope of the first sale doctrine. Moreover, the Digital Rights Management technology that is often implemented in e-books will prevent someone from distributing the e-books that they have bought. The author will use the statutory approach and the case approach to answer those issues, where the result of this study will be prescriptive. This study found that unlike its printed counterpart, e-books that are protected by Digital Rights Management are licensed, not sold, meaning that the first-sale doctrine cannot serve as a legal milestone towards the distribution of e-books. The study suggests that the amendment of Indonesian Copyright Act should include provisions regarding the first sale doctrine, especially towards digital works like e-books. These new provisions can include compensation and royalties every time a buyer resell an e-book that they have previously purchased. Furthermore, e-reader apps should implement a system that allows the consumers to lend or give an e-book without having to make a new copy beforehand."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhila Sasikirana
"Seiring dengan perkembangan teknologi, masyarakat dengan mudah dapat mengakses segala macam bentuk karya cipta digital yang dapat ditemukan melalui media internet. Hal tersebut turut membawa dampak negatif, dimana beberapa tindakan pelanggaran atas hak cipta terhadap buku elektronik (e-book) di Indonesia semakin sulit untuk dihindari. Maka, penggunaan Teknologi Pengaman atau Digital Rights Management (“DRM”) diharapkan dapat menjadi salah satu upaya perlindungan atas hak cipta terhadap buku elektronik (e-book) di Indonesia. Untuk itu, penelitian ini akan menganalisis peraturan terkait penggunaan teknologi pengaman atau DRM di Indonesia serta membandingkannya dengan peraturan di Amerika Serikat. Serta, penelitian ini juga akan menjelaskan mengenai implementasi penggunaan teknologi pengaman atau DRM terhadap sebuah buku elektronik (e-book). Adapun, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber penelitian dan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah walaupun secara umum peraturan mengenai Teknologi Pengaman atau DRM telah termuat di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 (“UUHC”), namun peraturan tersebut belum memberikan pengaturan secara mendetail terkait dengan penggunaan sebuah Teknologi Pengaman atau DRM. Sehingga, Indonesia dapat mengadopsi peraturan yang ada di Amerika Serikat terkait dengan Teknologi Pengaman atau DRM dengan tetap memperhatikan dan menyesuaikan peraturan tersebut dengan kondisi Indonesia.

Throughout the technological development, people can easily access all kinds of digital version of the work that can be found through internet. This also has a negative impact, where some acts of copyright infringement against e-book in Indonesia are increasingly difficult to avoid. Therefore, the use of Digital Rights Management (“DRM”) is expected to be one of the efforts to protect copyright of e-book in Indonesia. To that end, this research will analyze regulations related to the use of DRM in Indonesia and compare them with regulations in the United States. Additionally, this research will also explain the implementation of the use of DRM on an e-book. Meanwhile, this research was conducted using research sources and data obtained through literature studies. The conclusion that can be taken is that although the regulations regarding DRM have been contained in Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 (“UUHC”), but the regulation has not provided detailed arrangements related to the use of DRM. Thus, Indonesia can adopt existing regulations in the United States related to DRM while paying attention to and adjusting the regulations to Indonesian conditions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramastuti Kusumaningtyas
"Doktrin first sale memberikan hak bagi konsumen untuk mengalihkan kepemilikan atas ciptaan/salinan sah ciptaan yang telah dibelinya secara sah. Dalam penelitian ini difokuskan pada penerapan doktrin first sale pada penjualan kembali karya rekaman musik, domestik maupun hasil impor, baik dalam format fisik dan/atau digital. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, sedangkan metode analisis datanya adalah metode kualitatif. Penelitian ini menyarankan agar Indonesia dalam amandeman Undang-Undang Hak Cipta memasukkan ketentuan mengenai doktrin first sale yang belum diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

The first-sale doctrine provides that once the holder of an intellectual property right consents to the sale of particular copies of his or her work, he or she may not thereafter exercise the distribution right with respect to such copies. The focus of this study is the application of the first sale doctrine in the re-sale of musical recordings, including domestic and/or imports product, whether in a physical and/or digital format. This study is a qualitative normative study. The data were collected from literature study. This study suggests that the amendment of Indonesian Copyright Act will include provisions regarding the first sale doctrine which is not yet regulated in the Law No.19 of 2002 regarding Copyright."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38757
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siringoringo, Christoper Sabungan
"Penelitian ini mengeksplorasi dinamika perlindungan hukum terhadap karya cipta film yang dilombakan dalam festival film, dengan fokus utama pada pelanggaran hak moral. Ide dan gagasan kreatif adalah fondasi dasar dalam penciptaan karya, namun ide tidak dapat dilindungi hingga diwujudkan dalam bentuk ekspresi yang konkret. Hak cipta memberikan perlindungan hukum bagi karya seni dan kesusasteraan melalui Konvensi Bern, yang kemudian diperkuat oleh perjanjian TRIPs dalam lingkup perdagangan internasional. Indonesia, sebagai bagian dari kerangka global ini, telah mengadopsi regulasi yang relevan melalui undang-undang dan ratifikasi konvensi internasional. Proses pembuatan film terdiri dari pra-produksi, produksi, pasca-produksi, dan distribusi, di mana setiap tahap memerlukan perlindungan hak cipta. Namun, tantangan muncul ketika karya film diikutsertakan dalam kompetisi festival film, terutama terkait klausula baku dalam perjanjian yang dapat merugikan peserta, seperti pengalihan hak cipta kepada panitia. Meskipun Konvensi Bern hanya mengatur hak moral yang terdiri dari right of paternity dan right of integrity, ada dua hak lain dalam doktrin hak cipta, yaitu right of divulgate dan right of retraction, yang belum diatur dalam undang-undang di Indonesia. Penelitian ini juga menyoroti masalah hukum yang muncul, khususnya pelanggaran hak moral yang terjadi ketika potongan film digunakan tanpa mencantumkan pemilik aslinya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum yang ada, mengevaluasi kecukupan regulasi di Indonesia, dan menawarkan solusi untuk melindungi hak moral pencipta film. Dengan demikian, penelitian ini memberikan tinjauan yuridis yang mendalam mengenai pelanggaran hak moral dalam konteks festival film, yang diharapkan dapat meningkatkan perlindungan hukum bagi karya cipta digital sinematografi di Indonesia.

This study delves into the legal protection dynamics for film copyrights submitted to film festivals, with a primary focus on moral rights violations. Creative ideas and concepts form the fundamental basis for the creation of works; however, these ideas cannot be protected until they are manifested in concrete expressions. Copyright law provides legal protection for artistic and literary works through the Berne Convention, which is further bolstered by the TRIPs agreement within the international trade framework. As part of this global framework, Indonesia has implemented relevant regulations through domestic laws and the ratification of international conventions. The film production process encompasses pre-production, production, post-production, and distribution, each stage necessitating copyright protection. Nonetheless, challenges arise when films are submitted to festival competitions, particularly concerning standard clauses in agreements that may disadvantage participants, such as the transfer of copyright to the organizers. While the Berne Convention addresses moral rights, including the right of paternity and the right of integrity, it does not encompass other rights in copyright doctrine, such as the right of divulgation and the right of retraction, which remain unregulated under Indonesian law. This study also highlights the legal issues arising from the use of film excerpts without proper attribution to the original creators, constituting a violation of moral rights. The objective of this research is to analyze the current legal protections, assess the adequacy of Indonesian regulations, and propose solutions to safeguard the moral rights of filmmakers. Consequently, this study provides a comprehensive juridical review of moral rights violations within the context of film festivals, aiming to enhance legal protection for digital cinematographic works in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Sakila
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas pengimplementasian Digital Rights Management (DRM) di Perpustakaan Digital milik Perpustakaan Nasional RI yang bernama iPusnas dalam upaya proteksi hak cipta konten yang ada di dalamnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data
berupa observasi, wawancara, dan analisis dokumen terkait dengan
pengimplementasian DRM di iPusnas. Ipusnas merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh pihak ketiga, yaitu PT. Wolu Aksara Maya (Aksara Maya). Oleh karena itu, pemilihan informan, selain dari pihak Perpustakaan Nasional RI, juga melibatkan dari Aksara Maya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Aksara Maya telah menerapkan teknologi DRM dalam aplikasi iPusnas sebagai teknologi perlindungan hak cipta dan hak lisensi digital untuk konten digital di
dalamnya. Teknologi DRM yang diterapkan Aksara Maya, antara lain kriptografi dan manajemen penggunaan media digital pengguna. Implementasi DRM pada iPusnas difokuskan pada manajemen hak yang terdiri dari lisensi, obligasi, dan resktriksi (pembatasan).

ABSTRACT
This research discusses the implementation of Digital Rights Management (DRM) in the Digital Library of National Library of Republic of Indonesia, Ipusnas, in order to protect its contents licenses and copyrights. This research used qualitative approach through observation, interview, and analysis of documents that are
related to the implementation of DRM in Ipusnas. Ipusnas is the digital library application developed by third party, PT. Wolu Aksara Maya (Aksara Maya). Therefore, in this research, we interviewed not only from National Library of Republic of Indonesia, but also involving those from Aksara Maya. The results of this research show that Aksara Maya has implemented several techniques and technologies of DRM on Ipusnas as a technology to protect its digital contents
licenses and copyrights. The DRM technologies that are implemented by Aksara Maya on Ipusnas covering license, obligation, and restriction."
2017
S69343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Akbar Farras
"Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya digitalisasi perkembangannya sangat cepat pada saat ini. Perkembangan ini secara bertahap akan dapat mengungkapkan penipuan yang telah terjadi terhadap penciptaan nilai ekonomi. Dalam isu ini, Penulis akan membawa analisis tentang musik digital yang bernama spotify. Musik digital ini sedang digugat oleh penerbit musik besar dengan kerugian $ 1,6 miliar dan ganti rugi yangbernama wixen music publishing, yang mempunyai lisensi lebih dari 200 artis. Gugatan itu diajukan di California pada 29 Desember 2017, anggapan wixen adalah spotify melanggar pelanggaran hak cipta yang disebut hak mekanik, secara khusus menuduh spotify menggunakan ribuan lagu itu tanpa lisensi yang tepat dan izin dari wixen. Makalah penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode yuridis normatif yang berarti kegiatan ilmiah berdasarkan metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau lebih fenomena hukum spesifik dengan cara menganalisis. Makalah penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode yuridis normatif. Dalam makalah penelitian ini akan menganalisis penggunaan hak cipta spotify selama menjalankan bisnisnya sesuai dengan hukum, konvensi dan peraturan yang berlaku. Hasil dari makalah penelitian ini adalah untuk menarik kesimpulan tentang bagaimana spotify menghasilkan uang, legalitas fonogram digital dan menganalisis kasus spotify. Dengan melakukan hal itu diharapkan bahwa dalam makalah penelitian ini dapat memberikan saran untuk perbaikan pada penggunaan hak cipta musik digital dalam perspektif hukum hak cipta dan juga meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan pelanggaran hak cipta dalam industri musik digital dalam Konvensi Internasional tentang Hak cipta dan hukum peraturan nasional No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.

The advancement of science and technology especially the rapidly digitizing technology nowadays. The development of digitalization will gradually be able to reveal the fraud that has occurred so far against the creation of economic value. In this issue, Writer brings an analysis on digital music named spotify. This digital music is being sued by a major music publisher for $1,6 billion in damages and injuncitve named wixen music publishing, which licenses music from about 200 artists. The lawsuit was filed in California on December 29 2017, wixen assumption is spotify violates copyright infringement which called mechanical rights, specifically alleging spotify is using thousands of it is songs without a proper license and permission from wixen. This research paper is made by using normative judicial method which means a scientific activity based on method, systematics, and certain thoughts that aim to learn one or more specific legal phenomena by analyzing. In this research paper will analyze copyright use of spotify during running its business pursuant to prevailing laws, conventions and regulations. The result of this research paper is to draw a conclusion on how spotify makes money, the legality of digital phonogram and analyze spotify case. By doing so it is hope that in this research paper could provide any suggestion for the improvement on the copyright use of digital music in copyright law perspective and also increase people’s awarness to implement the preventive measures of copyright infringment in digital music industry in International Convention on Copyright and national regulation law no. 28 year 2014 on Copyright."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Marlin Agustin
"Karya Sinematografi dalam bentuk film impor merupakan bentuk tayangan yang diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia sejak sebelum kemerdekaannya. Film impor yang ditayangkan di Indonesia dapat dikonsumsi dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia karena adanya penerjemahan yang dilakukan atas film-film impor tersebut. Terdapat 2 dua metode penerjemahan film yang paling sering dipakai oleh berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia yaitu metode sulih suara dubbing dan metode penerjemahan dalam bentuk teks subtitle.
Film impor yang selama ini diedarkan dan ditayangkan di bioskop untuk konsumsi publik, diterjemahkan menggunakan metode penerjemahan dalam bentuk teks subtitle, namun tidak demikian adanya dengan film impor yang ditayangkan di televisi. Film sebagai salah satu dari serangkaian Ciptaan yang dilindungi oleh hukum Hak Cipta di Indonesia diakui sebagai sebuah wujud nyata dari sebuah ide yang diekspresikan yang kepada Pencipta atau Pemegang Hak Ciptanya melekat Hak Ekonomi dan Hak Moral.
Dalam tulisan ini penulis akan membedah kedua metode penerjemahan film tersebut dan membongkar satu per satu setiap tahap yang harus dilalui untuk menerjemahkan film menggunakan kedua metode penerjemahan tersebut. Penulis juga akan membahas mengenai penerjemahan film dilihat dari perspektif hak ekonomi dan hak moral. Selanjutnya penulis menganalisis lebih jauh mengenai metode sulih suara dubbing yang selama ini dipakai untuk menerjemahkan film impor yang ditayangkan di televisi dan dampaknya terhadap hak moral Pelaku Kegiatan Perfilman sebagai Pencipta, dikaitkan dengan definisi Ciptaan yang dilindungi oleh hukum Hak Cipta sendiri. Penulis berharap pada akhirnya film impor yang ditayangkan di televisi Indonesia dapat disuguhkan kepada masyarakat menggunakan metode penerjemahan film yang tetap memastikan Hak Ekonomi Pencipta terlindungi namun tidak menciderai Hak Moral Pencipta.

Cinematographic work in the form of imported film is something that was already introduced to the people of Indonesia even prior to its independence as a nation. Imported film that are aired in Indonesia are able to be consumed and enjoyed by Indonesian people because of film translation methods applied on the films, that allow them to do so. There are 2 two methods of film translating that are most commonly used in many countries across the world including Indonesia itself, which are dubbing and subtitling.
The imported films that have been circulated and showcased in movie theatres for publics consumption, are translated by subtitling them, but it isnt so when it comes to those that are aired on television. Film as one of the forms of creation that are protected under the Copyright Law which recognizes it as an embodiment of an expressed idea. On that creation economic and moral rights are attached.
In this writing, author hopes to be able to dissect both film translating methods in terms of the technicalities and how they affect the moral rights of creator with how the Copyright Law defines the very creation it protects in mind. Author hopes for a future where imported films are able to be consumed by our society using a translating method that is able to make sure that both of creators rights which the economic one and the moral one stay protected, specifically in terms of sound which is one of the most important elements in movie as a form of audiovisual work.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
RM Agung Setiawan
"[Penempatan konten digital yang kaya informasi didalam lingkungan komunikasi tanpa batas atau internet, memungkinkan informasi menjadi lebih mudah diakses. Namun terdapat prosedur, aturan dan etika dalam memanfaatkan konten digital. Karena pemanfaatan konten digital oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dapat mengarah kepada pelanggaran hak cipta. Oleh karena itu diperlukannya kebijakan perlindungan konten digital. All rights reserved dan some rights reserved merupakan bentuk dari perlindungan hak cipta. Sebuah situs yang memuat konten ilegal seperti pelanggaran hak cipta akan diblokir oleh pihak yang berwenang, namun dalam hal pemblokiran sebuah situs karena dianggap memuat konten yang ilegal memerlukan prosedur dan aturan tepat. Indonesia belum memiliki pengaturan mengenai tanggung jawab penyelenggara jasa hosting terkait dengan pelanggaran hak cipta terhadap konten digital milik pengguna. Penelitian ini mencoba menjelaskan perlindungan hukum terhadap konten digital yang di-hosting pada perusahaan penyedia jasa layanan web hosting dan bagaimana tanggung jawab hukum penyedia jasa hosting terhadap konten digital milik konsumen;Placing digital content into the internet enables information become more
accessible. However, there are procedures, rules and ethics when using digital
content. The use of digital content by parties who are not responsible can lead to
copyright infringement. Hence the need for digital content protection policies. All
rights reserved and some rights reserved is a form of copyright protection.
A site containing illegal content such as copyright infringement will be
blocked by the authorities, but blocking a website requires proper procedures and
rules.
Indonesia does not have regulation regarding the responsibility of hosting
service providers related to copyright infringement. This research tries to explain
the legal protection of digital content placed on web hosting service providers and
how the legal responsibility of hosting service providers against consumer's digital
content, Placing digital content into the internet enables information become more
accessible. However, there are procedures, rules and ethics when using digital
content. The use of digital content by parties who are not responsible can lead to
copyright infringement. Hence the need for digital content protection policies. All
rights reserved and some rights reserved is a form of copyright protection.
A site containing illegal content such as copyright infringement will be
blocked by the authorities, but blocking a website requires proper procedures and
rules.
Indonesia does not have regulation regarding the responsibility of hosting
service providers related to copyright infringement. This research tries to explain
the legal protection of digital content placed on web hosting service providers and
how the legal responsibility of hosting service providers against consumer's digital
content]"
Universitas Indonesia, 2015
T44148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diehl, Eric
Berlin: Springer-Verlag, 2012
e20407916
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Idzhar Maulana
"Hak Cipta merupakan rezim perlindungan bagi pencipta yang didalamnya terkandung hak moral dan hak ekonomi. Dilihat dari sejarahnya, kedua hak tersebut timbul dikarenakan adanya dua sistem hukum yang berbeda, yakni sistem hukum common law yang mencampurkan antara hak ekonomi dengan hak moral, dan sistem hukum civil law yang mengedepankan hak moral dibandingkan hak ekonomi serta memisahkan diantara keduanya. Namun, Indonesia sebagai negara penganut sistem hukum civil law justru mencampurkan kedua hak tersebut dengan memasukkan bentuk hak moral ke dalam pengaturan hak ekonomi pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Maka dari itu, penelitian ini mengkhususkan pembahasan pada pengaturan hak moral dan hak ekonomi dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan beberapa pandangan terkait dengan kedua hak tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis-normatif yang mana berlandaskan pada bahan pustaka atau data sekunder atau dengan kata lain penelitian ini mengacu pada norma hukum peraturan perundang-undangan dan referensi dokumen lain yang terkait dengan hak cipta. Hasil penelitian ini adalah terdapat pencampuran hak moral dan hak ekonomi dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menunjukkan bahwa pembuat undang-undang menggunakan monist theory dalam mengatur kedua hak tersebut. Sehingga diperlukan konsistensi dari pembuat undang-undang dalam mengatur kedua hak tersebut agar sesuai dengan sistem hukum dan filosofi bangsa Indonesia.

Copyright is a protection for the creator that includes moral rights and economic rights. Judging from its history, the two rights arise because of two different legal systems, namely the common law legal system which mixes economic rights with moral rights, and the civil law legal system which is a moral right compared to an economic right and separates the two. However, Indonesia that adheres to a civil law system, precisely mixes the two rights by incorporating a form of moral right into the regulation of rights in Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. Therefore, this study focuses on the discussion of the regulation of moral rights and economic rights in Law Number 28 of 2014 concerning copyright and several doctrines related to these two rights. This research was conducted with a juridical-normative research method, which is based on library materials or secondary data, or in other words, this research refers to the legal norms of laws and regulations and other document references related to copyright. The results of this study show that there is a mixture of moral rights and economic rights in Law No. 28 of 2014 concerning Copyright, which shows that legislators use monist theory in regulating these two rights. Therefore, the consistency of the legislators is needed in regulating these two rights so that they are in accordance with the legal system and philosophy of Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>