Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93628 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Kadek Duti Ardi Suarjani Putri Lestari
"Permintaan Surat Keterangan Kesehatan Jiwa (SKKJ) setiap tahunnya semakin meningkat dari sisi jumlah dan jenisnya termasuk SKKJ Laik Kerja untuk evaluasi kelaikan bekerja, begitu pula di Rumah Sakit Jiwa Profesor Dr. Soerojo Magelang sebagai pusat rujukan di Jawa Tengah dan sekitarrnya serta di Rumah Sakit Umum Pendidikan Nasional dr. Cipto Mangunkusumo sebagai pusat rujukan nasional. Penelitian ini bertujuan mencari standar prosedur penilaian laik kerja untuk menghasilkan laporan psikiatri forensik yang objektif untuk mencegah timbulnya permasalahan hukum. Studi ini disusun dengan desain tinjauan sistematis kualitatif dengan menggunakan metode PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses). Pertanyaan klinis diformulasikan dengan model PICO, (P): mental health problem or mental health disorder or psychiatric problem or psychiatric disorder or work disability, (I): fit-to-work examination or fit-to-work evaluation or fit-to-work assessment or fitness-for-duty examination or fitness-for-duty evaluation or fitness-for-duty assessment, (C): Comparative intervention: -, (O): psychiatric report or forensic psychiatry report. Pencarian dilakukan pada database Pubmed, Scopus, ProQuest, PsycInfo dan Cochrane.Dari pencarian literatur, didapatkan 5 literatur yang sesuai dengan pertanyaan klinis. Literatur tersebut kemudian ditelaah kritis menggunakan pedoman AACODS untuk grey literature. Setelah itu, dilakukan analisis dan perbandingan antara satu literatur dengan literatur lainnya. Analisis mencakup langkah langkah prosedural pemeriksaan dalam penilaian laik kerja dan formulasi hasil pemeriksaan dalam membentuk pendapat terkait penilaian laik kerja. Dengan memahami langkah-langkah prosedural pemeriksaan dalam penilaian laik kerja dan formulasi hasil pemeriksaan dalam membentuk pendapat terkait penilaian laik kerja menghasilkan laporan logis yang objektif untuk mencegah timbulnya permasalahan hukum.

The request for mental health medical certificate is increasing each year, including fit-to-work or fitness-for-duty (FFD) evaluation. This also occurs in Prof. Dr. Soerojo Mental Health Hospital, Magelang, as a referral center in Central Java, and in dr. Cipto Mangunkusumo National Hospital, as a referral center in Indonesia. This study aimed to search for a standardized FFD evaluation in order to release accurate and objective forensic psychiatry report and minimize the risk of legal conflict and dispute. This qualitative systematic review used PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses) method. The clinical question was formulated with PICO model, with (P): mental health problem or mental health disorder or psychiatric problem or psychiatric disorder or work disability, (I): fit-to-work examination or fit-to-work evaluation or fit-to-work assessment or fitness-for-duty examination or fitness-for-duty evaluation or fitness-for-duty assessment, (C): Comparative intervention: -, (O): psychiatric report or forensic psychiatry report. The search was conducted in Pubmed, Scopus, ProQuest, PsycInfo, and Cochrane databases. The search yielded 5 matched articles. These articles were then critically appraised using AACODS Grey Literature Guideline. These articles were analyzed and compared to each other afterwards. The analysis included the steps of FFD examination procedure, and the formulation of opinions based on the examination. Understanding the steps of FFD examination procedure and formulating opinions regarding fitness-to-work based on the examination are essential to create an objective and logical report thus preventing legal dispute."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Wahyudi
"Dalam krisis economic shock, penyandang disabilitas dihadapkan pada berbagai tantangan dan kondisi kerentanan pada berbagai aspek, yang salah satunya adalah aspek ketenagakerjaan. Keterampilan yang sering tidak setara, hingga permintaan yang rendah terhadap tenaga kerja penyandang disabilitas menjadi tantangan bagi para PD di pasar kerja. Studi ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari status disabilitas, serta tingkat kesulitan yang dihadapi terhadap peluangnya untuk bekerja kembali di masa pandemi. Studi ini mengunakan data Sakernas Februari 2021, serta analisis deskriptif dan inferensia berupa analisis PSM. Hasilnya, penyandang disabilitas memiliki peluang kembali bekerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan nonpenyandang disabilitas, dan PD dengan kesulitan ringan lebih cenderung reemployed. Meskipun PD cenderung kembali bekerja, mereka cenderung berada pada pekerjaan informal yang umumnya minim akan perlindungan sosial ataupun hak untuk jaminan kerja. Disamping itu PD juga umumnya berada di sektor primer, pekerjaan berkerah biru, berpenghasilan rendah, dan sebagian besar belum memperoleh bantuan sosial selama masa pandemi.

During the economic shock crisis, PWD faced various challenges and conditions of vulnerability, one of which was in the employment aspect. This study aims to examine the influence of disability status, as well as the severity faced by PWD on their chances of returning to work during the pandemic. We use Sakernas February 2021 data, as well as descriptive and inferential analysis in the form of PSM analysis. As a result, PWD has a higher chance of returning to work compared to non-disabled persons, and PWD with mild difficulties are more likely to be reemployed. Although PWD tends to return to work, they tend to be in informal work which generally lacks social protection or the right to job security. Besides that, PWD is also generally in the primary sector, blue-collar jobs, low-income, and most of them have not received social assistance during the pandemic."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaugi Saleh
"ABSTRACT
Penumpang penyandang disabilitas selayaknya mendapatkan hak-hak sebagaimana mestinya dalam penyelenggaraan angkutan udara, namun seorang penumpang penyandang disabilitas bernama Dwi Ariyani diturunkan dari maskapai Etihad Airways akibat tidak bersama pendamping selama penerbangan. Permasalahan yang timbul adalah apakah ada peraturan terkait kewajiban pendampng bagi penumpang disabilitas pada penyelenggaraan angkutan udara baik nasional maupun Internasional, bagaimana perbandingan pada 4 maskapai penerbangan terkait syarat pengangkutan keajiban pendamping bagi penumpang disabilitas, dan apakah putusan Nomor 846/Pdt.G/2016/Jkt.Sel sudah tepat. Hasil penelitian saya adalah peraturan yang mengatur kewajiban pendamping bagi penumpang penyandang disabilitas terdapat dalam Peraturan Menteri Perhubungan PM Nomor 61 Tahun 2015, sedangkan standar acuan internanasional terdapat dalam dokumen 9984 yang dikeluarkan International Civil Aviation Organization dan dalam resolusi 700 yang dikeluarkan International Air Transport Association. Pada perbandingan syarat pengangkutan 4 maskapai penerbangan menyatakan bahwa maskapai Etihad Airways tidak menyebutkan ketentuan kewajiban pendamping bagi penumpang penyandang disabilitas. Perihal putusan pengadilan, penulis sependapat dengan Majelis Hakim, namun Majelis Hakim tidak lengkap dalam pertimbangannya yang mana Majelis Hakim tidak mempertibangkan tandar acuan pada IATA dan Majelis Hakim tdiak mempertimbangkan hak-hak konsumen yang diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen.

ABSTRACT
Passengers with disabilities should get the rights as they should in the operation of air transportation, but a passenger with a disability named Dwi Ariyani was dropped from Etihad Airways as a result of not being with a companion during the flight. The problem that arises is whether there are regulations related to the obligation of supporting disability passengers on the implementation of air transport both nationally and internationally, how is the comparison of the 4 airlines related to the terms of transportation of the companion obligation for disability passengers, and whether the decision Number 846/Pdt.G/2016/Jkt.Sel is right. The results of my research are that regulations governing companion obligations for persons with disabilities are included in Minister of Transportation Regulation PM 61 of 2015, while international reference standards are contained in document 9984 issued by the International Civil Aviation Organization and in resolution 700 issued by the International Air Transport Association. On the comparison of the terms of transport, 4 airlines stated that Etihad Airways did not mention the conditions for companion obligations for passengers with disabilities. Regarding the court's decision, the author agrees with the Panel of Judges, but the Panel of Judges is incomplete in its consideration where the Panel of Judges does not consider the reference standard on IATA and the Panel of Judges does not consider consumer rights stipulated in the Consumer Protection Act.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Suryani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang menyebabkan kegagalan program Return to Work RTW dari BPJS Ketenagakerjaan, yang didefinisikan sebagai
pekerja yang tidak kembali bekerja di tempat semula atau yang sempat kembali bekerja di tempat semula namun tidak bertahan, pada kasus peserta yang mengalami kecelakaan
kerja yang menyebabkan amputasi tangan, amputasi kaki atau lumpuh kedua kaki. Analisis faktor yang menyebabkan kegagalan didasarkan pada pendekatan biopsikososial yaitu aspek medis, aspek psikologis dan aspek sosial lingkungan kerja. Analisis dilakukan berdasarkan informasi dari perusahaan, peserta dan case manager yang dikumpulkan melalui kuesioner dan in-depth interview pada beberapa kasus yang dianggap gagal dan yang dianggap berhasil. Temuan utama yang relevan untuk perbaikan sistem RTW secara internal i.e., dari dalam BPJS Ketenagakerjaan yaitu bahwa case manager memiliki peran penting yang dapat menentukan keberhasilan program RTW terutama dalam mengupayakan pemenuhan komitmen dari tenaga kerja dan perusahaan terhadap program RTW. Walaupun faktor penyebab kegagalan biopsikososial bukan seluruhnya di bawah kendali BPJS Ketenagakerjaan, hasil indepth interview menunjukkan bahwa peranan Case manager sebagai fasilitator dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan atau menekan kegagalan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah upaya untuk meningkatkan keberhasilan program RTW dapat dimulai dengan memastikan bahwa Case manager telah berupaya maksimal dalam pemenuhan komitmen tenaga kerja dan perusahaan terhadap tujuan program RTW.

This study aims to identify the factors that cause the failure of the BPJS Ketenagakerjaans Return to Work RTW program, which is defined as workers who do not return to their original place of work or who have returned to work at their original place but do not survive, in the case of workers who had a work accident which causes amputation of the hand, amputation of the foot or paralysis of both legs. Analysis of the factors that cause failure is based on biopsychosocial approach, namely medical aspect, psychological aspect and work environment social aspect. The analysis was carried out based on information from companies, workers and case managers collected through questionnaires and in-depth interviews in several cases that were deemed to have failed and which were considered successful. The main finding that is relevant for internal RTW system improvement i.e., from within the BPJS Ketenagakerjaan is that case manager has an important role that can determine the success of the RTW program, especially in seeking to fulfill the commitment of workers and companies towards the RTW program. Although the causes of failure biopsychosocial are not entirely under the control of BPJS Ketenagakerjaan, the results of in-depth interviews show that the role of Case manager as a facilitator can increase the likelihood of success or reduce failure. The conclusion from this research is that efforts to increase the success of the RTW program can be started by ensuring that Case manager has made the best effort in fulfilling the commitment of the worker and the company towards the goals of the RTW program.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T54447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangkuti, Nurhamidah
"ABSTRAK
Pengasuh yang merawat individu yang memiliki tuna ganda kemungkinan akan mengalami stress yang dipengaruhi oleh karakteristik pengasuh dan individu yang diasuh. Pengasuh harus menggunakan mekanisme koping yang adaptif untuk
mengatasi stres agar perawatan yang tepat dapat diberikan kepada individu yang
memiliki tuna ganda. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan karakteristik
pengasuh dengan mekanisme koping pengasuh di Wisma Tuna Ganda Palsigunung. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian adalah pengasuh yang berjumlah 30 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik (usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan lama kerja) tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan mekanisme koping pengasuh. Mayoritas pengasuh menggunakan mekanisme koping maladaptif. Peneliti merekomendasikan kepada pihak Wisma Tuna Ganda Palsigunung untuk melanjutkan pertemuan rutin satu kali sebulan dalam kelompok yang kecil dan menggunakan metode yang berbeda setiap pertemuan, agar pengasuh dapat lebih terbuka mengenai masalah yang dihadapi kepada lingkungan
sekitar

ABSTRACT
As the caregivers of individuals who have multiple disabilities, stress may occur to
most of the caregivers that triggered by factors the individual that given care and the
characteristic of the caregiver. Caregivers should use adaptive coping mechanisms to
cope stress so that appropriate treatment can be given to individuals who have
multiple disabilities. This research aims to determine the relationship between
caregivers characteristic and caregivers coping mechanism in Wisma Tuna Ganda
Palsigunung. The research using cross sectional study design. The research used total
sampling method and the total of the sample is 30 caregivers. The outcome of this
research showed that the characteristics (age, sex, marital status, educational
background, and length of employment), does not have a significant relation with the
coping mechanism that used by the caregiver. Majority of caregivers using
maladaptive coping mechanism. Based on that outcome, it is highly recommended for
Tuna Ganda Palsigunung to continue a routine meeting once a month in a small grup every meeting, and using the different method every meeting. So that the caregiver
can be more open about the problem to around."
2015
S61156
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Handari
"Aksesibilitas merupakan hak dari penyandang disabilitas. Hak tersebut meliputi pemanfaatan fasilitas publik dan mendapatkan akomodasi yang layak, termasuk mendapatkan aksesibilitas layanan perpustakaan sebagaimana yang didapatkan oleh pemustaka non-disabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan, dan mengevaluasi pelaksanaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi layanan perpustakaan bagi penyandang disabilitas di Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah. Dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif, penelitian yang dilakukan di wilayah Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah ini mengamati layanan perpustakaan bagi penyandang disabilitas melalui variabel transformasi fungsi, fasilitas, dan sumber daya manusia perpustakaan. Pengumpulan data juga dilakukan melalui wawancara menggunakan panduan wawancara (interview guide). Untuk menganalisis data, digunakan metode Frekuensi Distribusi Relatif dan Analisis Tabulasi Silang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala internal dan eksternal mengakibatkan Perpustakaan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah belum sepenuhnya berhasil mewujudkan aksesibilitas layanan perpustakaan bagi penyandang disabilitas. "
Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2019
020 PUS 26:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mariman Darto
"Kebijakan rehabilitasi penyandang cacat berbasis masyarakat (RBM) di Indonesia diarahkan untuk dapat menjamin pemerataan pelayanan terhadap penyandang cacat. Di satu sisi, ditujukan untuk bagaimana RBM tersebut mampu memperluas jangkauan pelayanan sampai ke tingkat perdesaan. Di sisi yang lain untuk bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat sekitar tempat tinggal melalui proses rehabilitasi penyandang cacat.
Pilihan terhadap kebijakan RBM sendiri, sebenarnya telah dilaksanakan oleh pemerintah sejak tahun 1975, melalui kerjasarna antara pemerintah Indonesia dengan UNDP-ILO. Kegasama ini sendiri dilakukan melalui tiga fase. Fase pertama, melalui proyek INS1791023, dilanjutkan dengan fase kedua melalui proyek INS/82/011 tahun 1982 dan fase ketiga, melalui proyek INS/88/020 tahun 1988, yang kesemuanya tentang pelaksanaan Kebijakan RBM di Indonesia.
Ada dua alasan panting mengapa pemerintah melakukan kerjasama dengan UNDP/ILO untuk melaksanakan kebijakan RBM ini. Panama, berdasarkan kajian Depsos (1995), selama ini jangkauan pelayanan rehabilitasi penyandang cacat berhenti pada wilayah perkotaan saja. Padahal menurut kajian itu, jumlah penyandang cacat di perdesaan merupakan 70% dari jumlah penyandang cacat di Indonesia. Sisanya 30% berada di perkotaan. Dari jumlah itu, yang dapat dilayani baru sekitar 416.606 orang atau 7,47% dari populasi penyandang carat yang berjumlah sekitar 5.573.000 pada tahun 1992.
Kedua, peran pemerintah dalam proses rehabilitasi penyandang cacat akan makin berkurang bersamaan dengan makin terbatasnya anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk rehabilitasi ini. Oleh karena itu, upaya melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses rehabilitasi selain akan meringankan beban anggaran, juga dapat menjamin kontinuitas pelaksanaan rehabilitasi penyandang cacat di masa-masa yang akan datang.
Setidaknya proposisi tersebut telah dibuktikan oleh Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) yang menyatakan bahwa kebijakan RBM, dimana peran serta masyarakat menjadi pendorong utamanya, telah terbukti mampu menyelesaikan 80% dari persoalan-persoalan yang kini dihadapi oleh penyandang carat.
Sedangkan dalam kajian ISDS yang berjudul Evaluation of Community-Based Rehabilitation for Disabled Program in Indonesia, yang merupakan hasil kerjasamanya dengan Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN) dan United Nations - Department for Economic and Social Affairs (UN-DESA), New York, menyebutkan bahwa kebijakan RBM layak diterapkan di Indonesia terutama untuk mengatasi masalah distorsi rehabilitasi penyandang cacat di wilayah perdesaan dan perkotaan.
Kedua kajian di atas menarik untuk dikaji lebih teliti lagi. Melalui pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP), penulis ingin membuktikan apakah temuan WHO dan ISDS tersebut benar-benar sesuai dengan harapan yakni mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang kini dihadapi oleh para penyandang carat di dunia, khususnya di Indonesia. Dengan bantuan dari lima (5) responders ahli dari kalangan pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kalangan akademisi dan ahli dari kalangan masyarakat sendiri, penulis berharap hasilnya benar-benar dapat diambil sebagai keputusan penting bagi pemerintah.
Secara keseluruhan, baik itu pandangan WHO, ISDS maupun dalam kajian yang menggunakan pcendekatan AHP ini sendiri, ternyata konklusi yang sama bahwa kebijakan RBM perlu mendapatkan ruang untuk diterapkan secara nyata di masyarakat. Pandangan ahli dalam penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari 87% menyatakan bahwa kebijakan RBM merupakan kebijakan ideal dan layak diterapkan sebagai kebijakan nasional untuk menanggulangi masalah ketimpangan rehabilitasi yang kini terjadi di perdesaan dan di perkotaan.
Penegasan ini setidaknya memperkuat pernyataan dari dua kajian sebelumnya bahwa kebijakan RBM adalah kebijakan yang akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan-persoalan besar yang kini dihadapi oleh penyandang cacat. Justru pada saat pemerintah sedang dihadapkan pada persoalannya sendiri yakni krisis keuangan dan krisis hutang luar negeri yang kini memasuki ambang psikologis yang sudah sangat mengkhawatirkan itu.
Harapan demikian ini mungkin biasa-biasa saja jika datang dari kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM), kalangan akademisi, dan kalangan ahli dari masyarakat sendiri. Tetapi menjadi sangat menarik justru karena kalangan ahli dari pemerintah perlu mengharapkan hal yang sama bahwa sudah saatnya kebijakan yang berbasis masyarakat ini benar-benar diimplementasikan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T1390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasuki
"Pembangunan kesejahteraan sosial terhadap penyandang cacat (tubuh) dewasa ini telah banyak yang berhasil mengangkat harkat dan martabat sebahagian penduduk miskin dan rentan, khususnya bagi penyandang cacat Pembangunan itu dilaksanakan melalui program rehabilitasi vokasional baik oleh pemerintah maupun masyarakat pada lembaga sosial atau panti-panti sosial penyandang cacat. Upaya tersebut merupakan perjuangan untuk mewujudkan memperoleh hak yang sama dalam mendapatkan pekerjaan guna memperbaiki kesejahteraan dan kondisi kehidupan para penyandang cacat.
Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Jepang (IMCA) membangun Pusat Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (PRVBD) di Cibinong Bogor. Pusat ini merupakan salah satu lembaga di bawah Departemen Sosial RI yang melaksanakan program pemberdayaan para penyandang cacat berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Tujuan utama PRVBD adalah meningkatkan sumber daya manusia penyandang cacat di bidang keahlian maupun keterampilan dalam bidang tertentu seperti : elektronik, penjahitan, percetakan, komputer dan meta/ work.
Kegiatan evatuasi program rehabilitasi vokasional dalam pemberdayaan pelayanan dimaksudkan untuk mempelajari dan mendalami perencanaan strategis dan pelaksanaan manajemen kinerja, dalam upaya penyaluran pendayagunaan tenaga kerja penyandang cacat di masyarakat.
Evaluasi ini bertujuan untuk memperoleh gambaran sejauh mana keberhasilan kinerja pemberdayaan yang telah banyak dilakukan oleh lembaga pelayanan sosial dapat dimonitor. Pelaksanaan evaluasi dilakukan melalui beberapa cara antara lain dengan membandingkan rencana strategis dan rencana operasional dengan kenyataan yang terjadi. Berbagai indikator mengenai rencana strategis dan program ditentukan untuk mengukur kinerja agar dapat diketahui tingkat perkembangan maupun kemajuannya.
Analisis SWOT dikerjakan untuk mempelajari kekuatan dan kelemahan lembaga dalam mernanfaatkan peluang, dan kesempatan terhadap kegiatan yang dilaksanakan dengan mengurangi ancamannya. Untuk melengkapi informasi juga dilaksanakan wawancarai, diskusi, dan observasi terhadap kinerja PRVBD.
Berdasarkan hasil kajian di lapangan diperoleh fakta bahwa posisi pelayanan sebagai petaksana kegiatan program rehabilitasi vokasional menunjukkan lancarnya pelaksanaan bimbingan dan keterampilan, dapat menyerap pengetahuan dan dapat mengembangkan kualitas diri secara integritas dengan kinerja, serta sistematis dalam proses pemberdayaan. Prinsipnya terietak pada faktor kekuatan dan hambatan diri dalam proses pemberdayaan itu sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyaluran pendayagunaan tenaga lokal selama empat angkatan pada umumnya dapat ditempatkan dalam pasar tenaga kerja.
Pada akhir pembahasan pelaksanaan hasil evaluasi program rehabilitasi vokasional bina daksa, untuk kegiatan tidak lanjut bagi arah perkembangan lembaga pelayanan sosial penyadang cacat di masa depan, dapat di rumuskan formulasi strategi kebijaksanaan berupa penetapan dari beberapa rekomendasi bagi kegiatan kinerja pelayanan. Penetapan kebijakan ini akan menjadi pola acuan pelaksanaan program dalam mencapai keberhasilan menghadapi masa depan organisasi, antara lain sebagai berikut :
1. Mendukung tersedianya peluang pasar tenaga kerja kelayan berdasarkan kompetensi manajemen.
2. Meningkatkan strategi manajemen organisasi dalam resosialisasi penyaluran penempatan tenaga kerja kelayan.
3. Meningkatkan soslalisasi program PRVBD terhadap Iembagal instansi/ perusahaan dalam upaya mengatasi kompetisi tenaga kerja di masyarakat.
4. Memperkuat kompetensi staff dan manajemen dalam mengantisipasi pengaruh giobalisasi.
5. Meningkatkan kemampuan kinerja kerjasama guna memanfaatkan UU Penyandang cacat dan PP UPKS Penyandang carat terhadap peluang pasar tenaga kerja pada perusahaan-perusahaan.
6. Meningkatkan kepedulian program pemberdayaan penyandang cacat tubuh kepada perusahaan-perusahaan.
7. Meningkatkan kerjasama inter/ antar Iembagal perusahaan di dukung staf dan perlengkapan saranal prasarana kantor."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T1326
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nitaya Viriyathakij; Teerapat Buapli; Tanisara Yampraserd; Wassana Siriwanitchaphan
Thammasat Printing House, 2017
500 TIJST 22:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
A.A.A. Diana Aryani Djlantik
"Previous research has demonstrated a positive relationship between psychological contract violation (PVC) and workplace deviant behavior (WDB), and between PCV and intention to quit and neglect of job. This research ectends such research by simultaneously examining the effect of PCV on WDB, intention to quit and neglect of job and finds that only neglect job has a positive relationship with PCV."
2006
MUIN-XXXV-2-Feb2006-16
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>