Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53889 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shahira Hanun Prijonggo
"Penulisan ini menjelaskan proses translasi multidimensional narrative dalam desain pameran yang berlangsung di galeri seni. Aspek-aspek multidimensional narrative ditranslasikan menjadi elemen ruang dalam desain konten dan kontainer. Proses translasi aspek multidimensional narrative menjadi elemen ruang perlu mempertimbangkan kemudahan interpretasi pengunjung dan memenuhi syarat naratif agar dapat diinterpretasikan. Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari dua tahap, yaitu 1.) Menentukan aspek-aspek multidimensional narrative dalam ruang spasial, dan 2.) Menganalisis proses translasi aspek multidimensional narrative menjadi elemen ruang berdasarkan teori Fiese dan Sameroff. Pameran yang akan dianalisis adalah Pameran Rekonstruksi Kontrol Motorik yang diselenggarakan oleh Komunitas KamiSketsa di Galeri Nasional Indonesia. Hasil analisis mengungkap bahwa multidimensional narratives memiliki syarat untuk dapat diinterpretasikan. Syarat tersebut dipengaruhi oleh prinsip desain axis, movement, dan white space sehingga menghasilkan susunan konten pameran yang dapat diinterpretasikan oleh pengunjung tanpa kehilangan esensi desainnya.

This writing will explain about the translation process of multidimensional narrative into exhibition design in art galleries. Aspects of multidimensional narrative are translated to spatial elements in content and container design.. Translation processes from multidimensional narrative aspects to spatial elements need to consider the interpretation of the visitors and fulfill the requirement for multidimensional narrative to be interpreted. This study will analyze the process through two stages, 1.) Determining the aspects of multidimensional narrative in the form of spatial elements, and 2.) Analyzing the translation process of multidimensional narrative aspects become spatial elements based on Fiese and Sameroff’s theory. Analysis will take part in Rekonstruksi Kontrol Motorik exhibition held by KamiSketsa Community in National Gallery of Indonesia. Analysis results reveal that multidimensional narratives need to fulfill requirements to be interpreted. Each requirement is influenced by the axis, movement, and white space, so it can produce a content design that is able to be interpreted without losing its design essentials."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khusnul Hotimah Dwiyanti
"Selayaknya sebuah ruang arsitektur, video musik juga memiliki ruang. Ruang di dalam video musik menggambarkan lirik dari lagu sehingga dapat dinikmati oleh penikmat musik. Skripsi ini membahas tentang bagaimana elemen arsitektur dapat membentuk narasi ruang dalam sebuah video musik. Video musik mengubah elemen audio menjadi elemen audio visual. Visual yang dihasilkan merupakan hasil visualisasi elemen arsitektur yang membentuk ruang di dalam video musik.
Melalui studi kasus, dilakukan proses pembacaan ruang yang terbentuk dan bagaimana elemen-elemen ruang dapat membentuk narasi pada sebuah video musik. Penulisan skripsi ini juga bertujuan untuk mengetahui elemen ruang arsitektur dapat mempengaruhi bentuk narasi yang dihasilan di dalam sebuah video musik, sehingga isi dan makna video musik dapat tersampaikan.

Music videos also have space like architecture does. The space demonstrates its lyrics from the song so it can be enjoyed by music lovers. This thesis discusses how the elements of architecture can shape the narrative of space in a music video. Music videos changes audiotory elements to become audiovisual elements. The visuals are a result of the visualization of the architectural elements that form space in music videos.
The case study is done through the process of reading the space that has been formed, and seeing how the elements of the space can be form the narratives on a music video. The aim of this writing is to determine how far the effects of architectural space can change the form of narratives produced in music videos, so the contents and meanings of the music video can be delivered to the audience.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Kusuma Sari
"ABSTRAK
Galeri seni merupakan tempat dipamerkannya karya seni dan menjadi sarana bagi seniman dalam menyampaikan idenya kepada masyarakat publik. Karya seni memiliki makna yang merupakan representasi dari ide sang seniman. Dengan begitu, kontemplasi terhadap objek karya seni menjadi aktifitas utama yang ditemui dalam galeri seni. Skripsi ini membahas unsur intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi kegiatan kontemplasi terhadap karya seni. Kemudian, tulisan ini juga memperhatikan peran galeri saat ini dalam memperlakukan karya seni, serta aspek apa saja yang dipertimbangkan dalam merencanakan pameran seni sehingga atmosfer pameran yang sesuai dengan ide karya seni dapat dirasakan dan dipersepsikan oleh pengunjung.

ABSTRACT
Art gallery is a place to display artworks and as a vehicle for artists to convey their idea to public. An artwork has a meaning as the representation of the artist?s idea. Therefore, contemplation towards the object of an artwork becomes the main activity encountered in art gallery. This study explains the intrinsic and extrinsic elements in affecting contemplation activity towards artwork. Furthermore, this study also focuses on the role of gallery in treating artwork nowadays and what aspects might be considered in planning an art exhibition, in order that the atmospheric exhibition which is appropriate with the idea of artwork could be perceived by visitors."
2015
S59494
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izazi Mulya Putra
"Perancangan yang holistik untuk auditorium menjadi penting sebagai usaha menekan dampak negatif dari potensi bahaya kebakaran. Kebakaran sebagai bahaya laten sering disepelekan mengingat peluang terjadinya yang rendah. Konfigurasi ruang auditorium adalah salah satu aspek perancangan yang secara pasif mempengaruhi manusia saat mengevakuasi diri dari bencana kebakaran. Perancangan konfigurasi ruang auditorium yang baik akan berdampak positif pada proses pengumpulan informasi saat terjadi kebakaran hingga proses evakuasinya itu sendiri. Lebih jauh, konfigurasi ruang auditorium yang baik dapat menekan dampak negaif dari bencana kebakaran. Skripsi ini lebih jauh membahas peran dan relasi antara rancangan konfigurasi ruang auditorium dengan manusia di dalamnya. Baik pergerakannya saat kebakaran, kondisi psikis manusia, maupun pengaruh terhadap evakuasinya itu sendiri. Oleh sebab itu kajian ini dirasa penting untuk dilakukan perihal konfigurasi ruang auditorium guna menemukan konfigurasi terbaik yang dapat mendukung proses evakuasi supaya lebih optimal.

The holistic design of the auditorium is important as an effort to reduce the negative impact of potential fire hazards. Fires as latent hazards are often underestimated given the chance of low occurrence. The configuration of auditorium in one aspect of design that passively affects humans when evacuating themselves from fire disasters. The design of a good auditorium configuration will have a positive impact on the process of gathering information during fire until the evacuation process itself. Furthermore, a good configuration of the auditorium can reduce the negative impact of the disaster. This thesis further discusses the role and relation between the design configuration of the auditorium space with human in it. Both movements during fire, human psychological condition, as well as the effect on evacuation itself. Therefore this study is considered important to do regarding the configuration of the auditorium to find the best configuration that can support the evacuation process to be more optimal."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfons Banteng Pramono
"Fotografi telah secara tidak terbantahkan menjadi elemen yang terintegrasi pada masyarakat modern. Hal ini menjadi penting dalam mempelajari proses berfotografi yang sangat kompleks dalam kaitannya dengan konteks keruangan. Karenanya, mempelajari studio fotografi adalah sama dengan memplejari konfigurasi dari ruang-ruang dan komponen-komponennya. Skripsi ini Konfigurasi ruang di studio fotografi, merupakan sebuah investigasi terhadap ruang, sedangkan tujuan dari konfigurasi pada kinteks nya, adalaha untuk memahami bagaman ruang mempengaruhi proces fotografi dan juga sebaliknya. Ini dalah sesuatu yang esensial untuk memahami pengalaman ruang didalam aktifitas berfotografi sehingga kita memahami konfigurasi atas ruangnya.

The significance of photography is undeniable as it has integrated deeply in the modern society. It becomes important to investigate the complex process of photography in regard to its spatial contet. To investigate the studio placce of photographers is to study the configuration of its space and all its spatial components. Space Configuration in Photography studio space is meant as an investigation of the space. The obbjective of configuration in this contet is to understand the way its affect the photography process and vice versa. Moreover, it is essetial firstly to understand the experiential perspective in photography activity in order to learn the configuration of its space
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63055
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Nabila
"ABSTRACT
Galeri Nasional Indonesia (GNI) sering menyelenggerakan kegiatan pameran karya seni. Selain memamerkan karya seni, GNI juga bertugas mendata seluruh karya seni yang dipamerkan. Terdapat informasi publik yang harus disebarkan ke masyarakat, seperti promosi acara dan lainnya. Dengan melihat fungsi GNI yang beragam tersebut, penelitian ini akan membahas pengelolaan informasi publik pameran seni oleh GNI. Penelitian ini bertujuan untuk melihat proses pengelolaan publikasi eksternal yang dilakukan oleh GNI terhadap suatu pameran seni yang diselenggerakan sendiri. Penelitian ini juga bertujuan untuk menjadi acuan bagi lembaga-lembaga lain dalam pengelolaan informasi di bidang seni dan visual, mengingat keberadaan galeri yang sekarang semakin mendapat sorotan dari masyarakat, khususnya para remaja. Penulis membatasi penelitian ini dengan hanya melihat satu jenis pameran yang diselenggarakan oleh GNI sendiri, yaitu pameran seni rupa kontemporer Indonesia Manifesto 6.0: Multipolar yang digelar di gedung A, B, dan D GNI pada tanggal 02-17 Mei 2018. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan pengumpulan datanya dilakukan dengan cara wawancara dan observasi selama pameran Manifesto 6.0: Multipolar diselenggarakan.

ABSTRACT
National Gallery of Indonesia (hereinafter abbreviated as GNI) is one of the largest galleries in Indonesia that often organizes art exhibition activities. GNI have main tasks in the management of art exhibitions they organized. To do that, they have to list and manage all the data about artworks that have been exhibited. There is also public information that should be published, such as event promotion and publication as a communication media between GNI and the public. By looking at GNIs function, this research will discuss public information management of art exhibition. The purpose of this research is to analyze the external publications management process conducted by GNI itself, and to be a reference for other art and visuals organizations considering that the existence of galleries now got more spotlight from public, especially from teenagers. The author limits this research to one kind of exhibitions that conducted by GNI itself, an contemporary Indonesian art exhibition Manifesto 6.0: Multipolar which held at building A, B, and D of GNI from 02-17 May 2018. This research conducted using a qualitative approach and the data collections is done by interview and observation during Manifesto 6.0: Multipolar exhibition."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryantiningrum
"ABSTRAK
Pembahasan yang ada di tulisan ini adalah bagaimana kesadaran ruang yang dialami manusia pada saat menyaksikan film dapat dialami di dunia nyata, seperti kota. Film merupakan meta-relasi dari realita, sehingga dianggap sebagai salah satu seni yang paling diminati manusia. Film memiliki narasi yang dikemas dengan aspek-aspek sinematik sehingga menghadirkan ruang sinematik, dan ruang inilah yang menciptakan kesadaran ruang manusia terhadap film. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek sinematik apa saja yang mampu menciptakan suatu kesadaran ruang yang tinggi bagi manusianya, dan apakah aspek-aspek tersebut terdapat di ruang kota. Dengan studi kasus kota Bali, disimpulkan bahwa beberapa aspek sinematik seperti narrative qualities, spectator qualities, optical qualities, dan sonic qualities dapat ditemukan di ruang kota. Dengan menyaksikan kota selayaknya menyaksikan film, manusia dapat menemukan suatu kesadaran ruang yang lebih tinggi terhadap ruang kota.

ABSTRACT
This paper discusses about how some spatial awareness that is experienced while watching a movie could be applied in a real world, like cities. Movie is a meta relation of reality and is considered one of the most popular form of art. Movie consists of narration that is packed with cinematic aspects to form a cinematic space which creates spatial awareness to its audiences. This papers objective is to understand what kind of cinematic aspects that is capable to create such heightened lsquo spatial awareness rsquo to its audience, and to find out whether those aspects could be found in cities. With Bali as the case study, it can be concluded that cinematic aspects such as narrative qualities, spectator qualities, optical qualities, and sonic qualities could be found in cities. By watching rsquo cities as if we were watching movies, we shall too find a heightened spatial awareness of the city. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurseto Nugroho
"

Tesis ini membahas proses pembentukan ruang dalam keseharian dengan menggunakan kacamata narasi dalam arsitektur. Narasi dalam keseharian disebut sebagai spatial trajectories. Hasil penelusuran menyarankan bahwa yang perlu dilihat dalam proses pembentukan ruang adalah bridge yang terbentuk oleh spatial trajectories. Semakin banyak bridge yang hadir berarti spatial trajectories yang terlibat semakin banyak. Sehingga yang perlu diperhatikan adalah persinggungan antar spatial trajectories yang terjadi dalam ruang tersebut karena hal tersebut mengindikasikan berbagai macam narasi yang terlibat.

Tesis ini juga menelusuri berbagai macam bentuk narasi dan bagaimana cara membongkar narasi tersebut, seperti narasi tertulis dan narasi film. Teknik-teknik seperti diagram, collage, kamera, dan separatrix banyak dibahas sebagai intrumen penelusuran dalam tesis ini.

Tesis ini mendemonstrasikan strategi perancangan berbasis spatial trajectories. Untuk dapat merepresentasikan spatial trajectories diperlukan sebuah teknik representasi yang dapat mewakili ketepatan data empiris sebuah narasi yang dalam hal ini bisa dengan menggunakan teknik proyeksi, namun tetap dapat memunculkan imajinasi keseharian yang lebih abstrak dengan menggunakan teknik scenography yang dapat merepresentasikan sebuah performance.

Melalui penggunaan spatial trajectories sebagai pendekatan dalam perancangan, arsitektur yang hadir merupakan arsitektur yang ingin menyampaikan cerita mengenai ruang-ruang keseharian dalam sebuah konteks. Tesis ini berusaha untuk membuka peluang-peluang spasial dengan memanfaatkan teknik-teknik representasi untuk dapat memunculkan makna-makna dalam ruang-ruang keseharian kita.


This thesis discusses the production of space inside everyday using the narrative lens in architecture. The narrative in everyday is referred to as spatial trajectories. The inquiry results suggest that what is important in the production of space process is the bridge formed by the spatial trajectories. The more bridges that are present means, the more spatial trajectories are involved. It becomes important to consider the overlapping between spatial trajectories that occur in that space because it indicates various kinds of narratives involved.

This thesis also explores various forms of narrative and how to dismantle these narratives. Techniques such as a diagram, collage, camera, and separatrix are widely discussed as instruments of inquiry in this thesis.

This thesis demonstrates a spatial trajectories-based design strategy. To be able to represent spatial trajectories, a representation technique should represent the accuracy of empirical data in a narrative in the way of projection technique, but the representation should also bring up more abstract of everyday imagination in a way scenography technique to represent the performance

Through the use of spatial trajectories as an approach in design, the architecture that is present is an architecture that wants to convey stories about everyday spaces in a context. This thesis seeks to open up spatial opportunities by utilizing representational techniques to be able to give meaning in our everyday spaces.

"
2019
T53972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Smara Dewi
"Penelitian “Galeri Nasional Indonesia dalam Pembentukan Identitas Nasional: Kajian Tentang Pameran Seni Rupa Nusantara di GNI, Jakarta, Tahun 2001-2017”, dengan pertimbangan GNI merupakan salah satu State Cultural Institutions atau Lembaga Kebudayaan Negara, selain Museum Nasional (National Museum), Perpustakaan Nasional (National Library), dan Pusat Arsip Nasional RI. Lembaga-lembaga kebudayaan tersebut berada di pusat pemerintahan selain menjadi landmark sebuah bangsa modern, juga sebagai barometer peradaban bangsa sehingga berperan signifikan dalam pembentukan Identitas Nasional. Tujuan kajian menjelaskan proses panjang pendirian GNI dan peran GNI dalam pembentukan identitas nasional melalui kebijakan Pameran Seni Rupa Nusantara (PSRN). PSRN merupakan peristiwa penting, karena sejak Indonesia merdeka, untuk pertama kalinya berhasil menyelenggarakan pameran Seni Rupa Modern Kontemporer yang melibatkan seniman dari 31 provinsi. Konsep kuratorial yang dirancang memberi ruang apresiasi bagi budaya-budaya minoritas khususnya luar Jawa Bali, dimana sebelum GNI terbentuk kurang mendapat tempat di panggung nasional. Tampaknya GNI memiliki “nilai tawar” dalam pembentukan identitas nasional melalui perkembangan seni rupa modern kontemporer Indonesia yaitu dalam mengintegrasikan potensi kelokalan dari setiap wilayah menjadi spirit keindonesiaan. Penelitian ini menggunakan metode sejarah: heuristik, verifikasi/kritik, interpretasi, dan historiografi, dengan metodologi strukturistik dan pendekatan konsep Multikulturalisme. Kebaruan dari metodologi yaitu “Exhibition History” yaitu bagaimana gerak sejarah institusi budaya dikaji melalui peristiwa Pameran Seni Rupa yang melibatkan kebijakan institusi negara, kurator dan seniman. Sumber sejarah yang utama kajian literatur, yaitu arsip, dokumen dan Katalog Pameran Seni Rupa. Metode sejarah lisan dengan pelaku sejarah menjadi penekanan riset ini. Dalam konteks substansi, kebaruan dari riset ini dapat dilihat dari lingkup kajian yaitu dinamika seni rupa Indonesia era 2000-an dan 2010-an, dengan melibatkan seni rupa luar Jawa Bali. Kajian historiografi yang dilakukan Clire Holt (seni rupa pra sejarah-1950- an) dan Helena Spajaard (1900—1995), tidak signifikan mengkaji peran seni rupa luar Jawa Bali dalam historiografi Indonesia. Sehingga dapat dikatakan kajian ini melengkapi kajian sebelumnya. Hasil kajian menunjukan (1) Proses pembentukan GNI yang terkesan lambat tak lepas dari “Political will” dari pemerintahan terkait, (2) Kesenjangan seni rupa yang terjadi sebelum GNI terbentuk tak lepas dari kebijakan Etnonasionalisme yang terjadi sebagai dampak dari sistem pemerintahan yang cenderung memusat dan hegemoni dengan menggunakan basis kelompok etnis, ras, kelompok etnis sebagai landasan berbangsa dan bernegara, (3) Peran GNI sangat sentral dalam pembentukan Identitas Nasional melalui PSRN dengan memberi ruang apresiasi kepada kebudayaan “minoritas” khususnya Seni Rupa Luar Jawa dan Bali. Dampak PSRN terhadap pembentukan identitas nasional dapat dilihat dari dua hal yaitu kesadaran para seniman pada era 2000-an dan 2010-an dalam menciptakan karya-karya yang memiliki tema kritik sosial sebagai upaya menjaga kesatuan Negara Republik Indonesia, yaitu: (a) Aktualisasi Politik: Konflik Sosial-Horizontal, Toleransi Religius, Integrasi-disintegrasi, (b) Wacana Global: Lingkungan Hidup, Sekularitas-Spiritualitas, Kabangkitan Lokal, (c) Modernitas-Kontemporer dan Keragaman-Kesatuan. Tema-tema tersebut belum ditemukenali pada kajian-kajian sebelumnya baik yang dilakukan Claire Holt dan Helena Spanjaard. Kedua terjadinya Gerakan sosial budaya khususnya di luar Jawa Bali melalui spirit solidaritas komunitas lokal. Fenomena kebangkitan multikulturalisme ini menandai gerak sejarah perkembangan seni rupa diluar Jawa-Bali. Pendekatan konsep Identitas Nasional menekankan pada gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, persatuan, dan identitas bagi satu populasi yang anggotanya berkehendak membentuk satu bangsa secara aktual atau potensial. Gerakan ideologis yang muncul pada abad ke-21 antara lain potensi kelokalan yang dimiliki satu bangsa sebagai kekuatan baru menghadapi era globalisasi. Multikulturalisme dalam konteks PSRN upaya membangun identitas nasional melalui spirit menghargai perbedaan antara seniman idividu dan kelompok individu yang direpresentasikan melalui keterlibatan perupa dari 31 provinsi dengan berbagai karakter budaya. Melalui peristiwa budaya yaitu PSRN mereka saling berbagi pengalaman, menceritakan berbagai hambatan-hambatan sehingga lahir percaya diri dan semangat solidaritas untuk menjaga integrasi bangsa melalui Gerakan sosial budaya dan karya yang diciptakan. Ditemukenali bagaimana peran individu, kelompok individu (Kurator Seni Rupa, Seniman, Kepala GNI, Kolektor, Pelaku Seni) dan institusi (Institusi Budaya baik pemerintah dan swasta, Perguruan Tinggi, Media) secara simultan bekerja mentransformasi dan mereproduksi perubahanstruktursosial. Ketigaunsurinibekerjadalamsatustruktur, saling-dukungsebagai agen perubahan.
The purpose of this research with title National Gallery of Indonesia in the Formation of National Identity: Research on “Nusantara Fine Art Exhibition” at GNI, Jakarta (2001- 2017)”, with the consideration that GNI is one of the State Cultural Institutions, apart from the National Museum, Library National (National Library), and the National Archives Center of the Republic of Indonesia. These cultural institutions are at the center of government apart from being the landmarks of a modern nation, as well as a barometer of the nation's civilization so that they have an important role in the formation of the National Identity. The purpose of the study is to explain the long process of establishing the GNI and the role of the GNI in the formation of national identity through the policy of the Nusantara Fine Arts Exhibition (PSRN). This research uses historical methods: heuristics, verification/criticism interpretation, and historiography, with a structure methodology and a multiculturalism concept approach. The novelty of the methodology is "Exhibition History", which is how the historical movements of cultural institutions are studied through Fine Arts Exhibition events involving policies of state institutions, curators and artists. The main historical sources for the literature review are archives, documents and catalogs of fine arts exhibitions. The method of oral history with historical actors is the emphasis of this research. In the context of substance, the novelty of this research can be seen from the scope of the study, namely the dynamics of Indonesian art in the 2000s and 2010s, involving art outside Java and Bali. The historiographical studies conducted by Claire Holt (prehistoric art-1950s) and Helena Spajaard (1900-1995), did not significantly examine the role of art outside Java and Bali in Indonesian historiography. So it can be said that this study complements the previous study. The results of the study show (1) The process of forming the GNI which seems slow is inseparable from the "Political will" of the related government, (2) The gap in the art that occurred before the GNI was formed was inseparable from the Ethnonationalism policy which occurred as a result of the government system that tended to be centralized and hegemony by using the basis of ethnicity, race and ethnic group as the basis of nation and state, (3) The role of GNI is very central in the formation of National Identity through PSRN by providing space for appreciation of “minority” cultures, especially the Fine Arts outside Java and Bali. PSRN is getting the researcher’s attention due to its correlation to a major event where for the first time since Indonesian Independence, a Modern and Contemporary “Nusantara Fine Art Exhibition” held which involved 31 provinces. In this event, the curatorial concept appreciate the development of fine arts outside Java and Bali, before the GNI was formed it did not have a place on the national stage. The curatorial concept is designed to provide space for appreciation for minority cultures, especially outside Java and Bali. It seems that GNI has a "bargaining position" in the formation of national identity through the development of contemporary Indonesian modern art, namely in integrating the local potential of each region into an Indonesian spirit. The impact of PSRN on the formation of national identity can be seen from two things, namely the awareness of artists in the 2000s and 2010s in creating works that have social criticism themes as an effort to maintain the unity of the Republic of Indonesia, namely: (a) Political Actualization: Social-Horizontal Conflict, Religious Tolerance, Integration-disintegration, (b) Global Discourse: Environment, Secularity-Spirituality, Local Awakening, (c) Modernity- Contemporary and Diversity-Unity. These themes have not been identified in previous studies conducted by Claire Holt and Helena Spanjaard. Second, the occurrence of socio-cultural movements, especially outside Java and Bali, through the spirit of local community solidarity. The phenomenon of the rise of multiculturalism marks the historical movement of the development of art outside Java-Bali. The approach to the concept of National Identity in this study emphasizes ideological movements to achieve and maintain autonomy, unity, and identity for a population whose members wish to actually or potentially form a nation. The ideological movements that have emerged in the 21st century include the local potential of one nation as a new power in facing the era of globalization. Multiculturalism in the context of PSRN attempts to build a national identity through the spirit of respecting the differences between individual artists and groups of individuals represented through the involvement of artists from 31 provinces with various cultural characters. Through a cultural event, namely PSRN, they share experiences, tell various obstacles so that confidence and a spirit of solidarity is born to maintain national integration through the socio-cultural movement and the work created. It was identified how the role of individuals, groups of individuals (Fine Arts Curators, Artists, Heads of National Human Rights, Collectors, Artists) and institutions (Cultural Institutions both government and private, Universities, Media) simultaneously work to transform and reproduce changes in social structures. These three elements work in a single structure, mutually supporting as agents of change."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Vandhya Bachtiar
"Dalam mengalami ruang, manusia bergerak secara spontan dan selama pergerakannya ini akan ada kondisi berhenti sejenak yang disebut sebagai pause moment. Pause moment merupakan sebuah konsekuensi dari proses datang dan pergi manusia di dalam ruang yang terjadi karena kehadiran objek. Karena pergerakan ini, narasi yang ingin disampaikan di sebuah ruang tidak sama dengan yang dipersepsikan oleh manusia. Sementara, penyamaan pemahaman ini diperlukan untuk menegaskan makna kehadiran ruang. Skripsi ini selanjutnya akan membahas kehadiran pause moment dalam membentuk narasi dari berbagai ruang dengan melihat peran tubuh manusia dan objek di dalam ruang. Hal ini bertujuan untuk melihat relasi antara objek dan pause moment dalam membentuk narasi ruang. Sehingga, penyusunan objek untuk menciptakan pause moment di dalam ruang dapat terlihat. Studi kasus yang dilakukan melihat bagaimana tiap pause moment ini tersusun di dalam ruang pamer yang menempatkan posisi manusia sebagai traveler.

In experiencing space, human moves spontaneously where during this movement there will be a condition where human stops for a while which it referred as pause moment. A pause moment is a consequence of human arriving and leaving process which caused by the existence of objects. This spontaneous movement caused the narration to be conveyed in space is not the same as what human perceived. While this perception should be equal in order to understands the meaning of the presence of space. Furthermore, this thesis will discuss about the presence of pause moment in forming a narratives of various spaces by looking at the role of human body and object in space. The aim is to see a relation between object and pause moment in forming a narrative space. Thus, the arrangement of objects to create pause moments in space can be seen. Case studies conducted to investigate at how each pause moment is arranged in a exhibition space with human as a traveler.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>