Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35491 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nisa’u Farhatin
"Distribusi dosis yang optimal dalam treatment planning system (TPS) sangat penting sebelum diterapkan pada pasien radioterapi. Namun, TPS masih menggunakan metode optimisasi yang memakan waktu dan bergantung pada pengguna. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi model estimasi dosis otomatis, support vector regression (SVR), dan membandingkannya dengan dosis pasien kanker paru hasil perencanaan klinik. Enam puluh pasien yang terapi dengan teknik intensity modulated radiation therapy (IMRT) digunakan dalam penelitian ini. Distribusi dosis target dievaluasi berdasarkan nilai conformity index (CI), homogenitas dosis dievaluasi dengan homogeneity index (HI), sedangkan dosis rata-rata dan dosis maximum digunakan untuk mengevaluasi organ at risk (paru kanan, paru kiri, jantung, dan spinal cord). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon. Nilai p < 0,05 menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara kedua dataset. Rata-rata CI model SVR dan klinik masing-masing adalah dan Rata-rata HI untuk SVR dan klinik adalah dan . Uji Wilcoxon menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan secara statistik antara kedua hasil. Dosis maximum paru kanan menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik (p=0,032), sedangkan dosis rata-rata dan dosis maximum OAR lain tidak menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua strategi tersebut, kecuali pada dosis maximum paru kanan. Model tersebut dapat diimplementasikan secara klinik untuk menghasilkan distribusi dosis yang dapat digunakan sebagai acuan untuk memastikan rencana idealis yang digunakan

Optimal dose distribution in the treatment planning system (TPS) is crucial before being applied to radiotherapy patients. However, TPS still uses optimization methods that are time-consuming and user-dependent. This study aimed to evaluate the automatic dose estimation model, support vector regression (SVR), and compare it with the clinically planned dose of lung cancer patients. Sixty patients treated with intensity-modulated radiation therapy (IMRT) were used as the objects in this study. The target dose distribution was evaluated based on the conformity index (CI), and dose homogeneity was evaluated with the homogeneity index (HI), while the mean and maximum doses were used to evaluate organs at risk (right lung, left lung, heart, and spinal cord). Statistical analysis was performed using the Wilcoxon test. A p-value of <0,05 indicates a significant difference between the two datasets. The mean CI of the SVR and clinical are and The mean HI for SVR and clinical was adalah and 0,083±0,030. the Wilcoxon test showed no statistically significant difference between the two results. The maximum right lung dose showed a statistically significant difference (p=0,032), while the mean dose and maximum dose of other OARs did not show a statistically significant difference. The results of the study showed no significant difference between the two strategies, except for the maximum right lung dose. The model can be implemented clinically to produce a dose distribution that can be used as a reference to ensure the idealistic plan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"There are unique challenges in the formulation, manufacture, analytical chemistry, and regulatory requirements of low-dose drugs. This book provides an overview of this specialized field and combines formulation, analytical, and regulatory aspects of low-dose development into a single reference book. It describes analytical methodologies like dissolution testing, solid state NMR, Raman microscopy, and LC-MS and presents manufacturing techniques such as granulation, compaction, and compression. Complete with case studies and a discussion of regulatory requirements.
"
Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, 2009
e20393924
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nur Fitriani
"Pasien dengan gangguan fungsi ginjal rentan mengalami akumulasi obat dalam tubuh yang dapat berisiko toksik sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat. Akan tetapi, masih banyak kasus obat yang tidak disesuaikan dosisnya pada pasien PGK di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengetahuan, sikap, dan praktik apoteker Indonesia terhadap penyesuaian dosis obat pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Desain observasional-cross sectional dipilih dalam penelitian ini dengan metode pengambilan data melalui survei daring. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah apoteker rumah sakit yang masih aktif bertugas di bagian pelayanan pasien pada periode Januari 2023-Juni 2024. Data yang diperoleh dianalisis secara univariat dan bivariat. Penelitian ini diikuti oleh sebanyak 139 apoteker rumah sakit dari seluruh Indonesia sebagai responden, yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa (71,9%). Frekuensi melayani pasien gangguan ginjal merupakan faktor yang mempengaruhi ketiga aspek pengetahuan, sikap, dan praktik. Dapat disimpulkan bahwa apoteker Indonesia telah memiliki pengetahuan, sikap, dan praktik yang baik terkait penyesuaian dosis pada gangguan ginjal dengan jumlah sebanyak 96,4%, 98,6%, 65,1% secara berturut-turut. Perlu ditingkatkan lagi pengetahuan terkait cara menghitung eGFR, obat yang memerlukan penyesuaian dosis, cara memperoleh rekomendasi dosis dari literatur, dan penyesuaian dosis pada pasien dialisis. Praktik yang perlu ditingkatkan adalah pemberian rekomendasi alternatif obat, edukasi obat kepada tenaga kesehatan lain, serta pemantauan terapi disertai pemeriksaan fungsi ginjal pasien. Kendala terbesar yang dihadapi apoteker adalah keterbatasan waktu akibat beban kerja yang tinggi. Responden mengharapkan adanya program praktik apoteker tingkat lanjut serta sistem digital yang dapat mendeteksi kesalahan peresepan.

Patients with renal function impairment are at risk for drug accumulation, which can be toxic, necessitating dose adjustment. However, in Indonesia, many cases still lack appropriate dose adjustment for chronic kidney disease (CKD) patients. This study aimed to evaluate the knowledge, attitude, and practice of Indonesian pharmacists regarding dose adjustment in patients with renal impairment. An observational cross-sectional design was used, with data collected through an online survey. The sample consisted of hospital pharmacists actively serving in patient care from January 2023 to June 2024. Data were analyzed using univariate and bivariate tests. A total of 139 hospital pharmacists from across Indonesia participated, with the majority from Java (71.9%). Frequency of serving patients with renal impairment influenced all three aspects of knowledge, attitude, and practice. Results showed that pharmacists had good knowledge, attitude, and practice with percentages of 96.4%, 98.6%, and 65.1%, respectively. Knowledge need to be improved regarding how to calculate eGFR, drugs that require dose adjustment, how to obtain dose recommendations from the literature, and dose adjustment for dialysis patients. Practice that required improvement included providing alternative drug recommendations, educating other healthcare professionals, and monitoring therapy with renal function evaluation. The main barrier identified was limited time due to a high workload. Respondents expect advanced pharmacist practice programs and a digital system capable of detecting prescription errors."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusmanto
"Telah dilakukan penelitian untuk memperoleh distribusi dosis sumber brakiterapi Ir-192 HDR (High Dose Rate) Mikroselektron Klasik dalam medium air dengan Monte Carlo EGSnrc. Parameter dosis dikalkulasi sesuai dengan rekomendasi AAPM TG 43 seperti: kekuatan kerma udara, konstanta laju dosis, fungsi dosis radial, dan fungsi anisotropi. Hasil kalkulasi diperoleh nilai kekuatan kerma udara (Sk/A) sebesar 9,65 x 10-8 U.Bq-1 dengan nilai konstanta laju dosis (Λ) sebesar 1,121 cGy h-1 U-1. Dalam klinis, brakiterapi umumnya menggunakan distribusi dosis dari multi sumber. Distribusi dosis tersebut sangat ditentukan oleh interval antar sumber. Dengan mengambil referensi dosis di titik sumbu utama pada jarak 1,0 cm dari sumber maka distribusi dosis mulai tidak homogen bila interval antar sumber ≥ 1,5 cm terutama untuk r ≤ 1,0 cm.

This study presents the results of EGSnrc Monte Carlo calculations of the dose distribution of Ir-192 brachytherapy HDR (High-Dose Rate) Microselectron Classic sources in water medium. Parameters of dose were calculated according to AAPM TG 43 recommendations such as air kerma strength, dose rate constant, radial dose function and anisotropy function. The results of calculations obtained air kerma strength (Sk/A) of 9.65 x 10-8 U.Bq-1 with dose rate constant (Λ) of 1.121 cGy.h-1.U-1. In clinical, brachytherapy generally used dose distribution from multi-sources. The dose distribution is mostly determined by the interval between sources. By taking reference dose at the point of the main axis at a distance of 1.0 cm from the source dose distribution started not homogeneous when the interval between sources ≥ 1.5 cm especially for r ≤ 1.0 cm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T30017
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adriel Sebastian Loekito
"Pneumonia merupakan salah satu penyakit menular yang sering terlihat pada pasien penyakit ginjal kronis (PGK). Antibiotik yang digunakan dalam terapi farmakologis pneumonia sering kali memerlukan pengaturan dosis akibat penurunan fungsi ginjal. Studi cross-sectional ini dilakukan untuk mengetahui ketepatan dosis antibiotik dan pengaruhnya pada luaran terapi dan durasi rawat pada pasien pneumonia dengan PGK di RSUP Persahabatan Jakarta. Data pasien diambil secara retrospektif pada periode 2021-2023 menggunakan metode total sampling. Analisis statistik dilakukan dengan metode Chi-squared untuk kesesuaian dosis dan hubungan kesesuaian dosis dengan luaran terapi dan Mann-Whitney untuk kesesuaian dosis dengan durasi rawat. Diperoleh 111 sampel penelitian yang mayoritias merupakan laki-laki dengan median usia 59 tahun dengan penyakit ginjal stadium akhir. Sefoperazon merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan, diikuti oleh levofloksasin dan sefotaksim. Mayoritas pasien (51,4%) menerima peresepan antibiotik dengan pengaturan dosis yang tidak tepat. Ditemukan bahwa nilai laju filtrasi glomerulus (LFG) (p < 0,001; RR = 1,048) dan hemodialisis (p = 0,003; RR = 0,571) memengaruhi kesesuaian dosis. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara kesesuaian dosis dengan luaran terapi; faktor lain yang memengaruhi luaran terapi meliputi nilai Charlson comorbidity index (CCI) (p = 0,007; RR = 1,829), jenis terapi (p = 0,023; RR = 1,183) dan sepsis (p < 0,001; RR = 0,368). Kesesuaian dosis memengaruhi durasi rawat secara signifikan (p < 0,001) dan faktor lain yang memengaruhi durasi rawat adalah hemodialisis (p = 0,019). Temuan ini menunjukkan masih adanya ketidaksesuaian pengaturan dosis yang perlu diperbaiki dengan melibatkan apoteker dan tenaga kesehatan lain dalam pengaturan dosis antibiotik.

Pneumonia is one of the most prevalent infectious diseases in patients with chronic kidney disease (CKD). Antibiotics used in pneumonia often require dose adjustments. A cross-sectional study was conducted to determine antibiotic dose appropriateness and its impact on patients’ outcomes and length of stay (LOS) at the Persahabatan National Respiratory Hospital Jakarta. Patients’ data were retrospectively reviewed between 2021 and 2023 using the total sampling method. Statistical analyses were performed with the Chi-squared analyses for dose appropriateness and outcomes and the Mann-Whitney test for LOS. A total of 111 samples were included in the study, with the majority being males with a median age of 59 and end-stage renal disease. Cefoperazone was prescribed more than any other antibiotics, followed by levofloxacin and cefotaxime. Most patients (51,4%) received antibiotics with inappropriate dose adjustment. Low estimated glomerular filtration rate (eGFR) (p < 0,001; RR = 1,048) and haemodialysis (p = 0,003; RR = 0,571) were independently associated with inappropriate dose adjustment. No statistically significant association was found between dose appropriateness and clinical outcome; other associated factors include a high Charlson comorbidity index (CCI) score (p = 0,007; RR = 1,829), type of therapy (p = 0,023; RR = 1,183), and sepsis (p < 0,001; RR = 0,368). Inappropriate dose adjustments were associated with a longer LOS (p < 0,001). Other associated factors include haemodialysis (p = 0,019). These findings indicate substantial dose adjustment inappropriateness that requires immediate attention and collaboration by pharmacists and other healthcare professionals to ensure appropriate adjustment."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aini
"Konsep penyinaran radiasi pada kasus kanker paru-paru menggunakan teknik perencanaan IMRT umumnya dikendalikan otomatis oleh komputer. Suatu perencanaan IMRT masih melibatkan langkah-langkah non intuitif, iteratif menyesuaikan keputusan subjektif perencana berdasarkan pendekatan trial and error. Guna mempermudah seorang perencana radioterapi melakukan optimasi suatu perencaan IMRT pada kasus kanker paru-paru, digunakan metode neural network untuk memprediksi distribusi dosis berdasarkan data perencanaan sebelumnya. Tujuan dari penggunaan metode neural network ini yakni untuk memprediksi distribusi dosis pada volume PTV dengan validasi pada perencanaan sebelumnya, juga memprediksi distribusi dosis untuk dosis yang mencover 95% volume target. Sehingga hal ini dapat mempermudah seorang perencana mengambil keputusan secara objektif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas perencanaan yang dihasilkan berdasarkan pemodelan neural network memiliki tingkat homogenitas (HI) yaitu 0,09 ± 0,02 dan tingkat konformitas (CI) yaitu 1,2 ± 0,27. Dengan mempertimbangkan rata-rata distribusi dosis rata-rata yang diterima OAR seperti paru-paru kanan sebesar 0,20 ± 0,15, paru-paru kiri 0,18 ± 0,15, Jantung 0,16 ± 0,09 dan Spinal Cord 0,17 ± 0,09

The concept of irradiation in lung cancer cases using IMRT planning techniques is generally controlled automatically by a computer. An IMRT plan still involves non-intuitive steps, iteratively adjusting the planner's subjective decisions based on a trial-and-error approach. The neural network method was used to predict the dose distribution based on the prior planning data to make it simpler for a radiotherapy planner to decide on an IMRT plan in cases of lung cancer. The goal of applying this neural network method is to predict the dose distribution for doses that cover 95% of the target volume as well as the dose distribution in the PTV volume with validation in the prior plan. As a result, a planner may find it simpler to make decisions that are objective. The results obtained indicate that the quality of planning produced based on neural network modelling has a homogeneity index (HI) of 0,09 ± 0,02, and the conformity index (CI) of 1,2 ± 0,27. Since the average dose received by OAR is taken into consideration, the right lung receives 0,2 ± 0,15, the left receives 0,18 ± 0,15, the heart receives 00,16 ± 0,09, and the spinal cord receives 0,17 ± 0,09."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyhan Fikri Mushaddaq
"Kanker serviks tetap menjadi penyebab utama kematian terkait kanker di kalangan perempuan secara global, dengan kebutuhan yang terus meningkat akan pengobatan yang lebih efektif. Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT) memberikan distribusi dosis yang presisi, namun membutuhkan waktu perencanaan yang lama. Penelitian ini mengembangkan model prediksi distribusi dosis menggunakan Support Vector Regression (SVR) untuk mempercepat perencanaan radiasi pada kanker serviks. Model ini dilatih dengan dataset 102 pasien yang memiliki stadium kanker konsisten dan diuji pada dataset baru dengan 71 pasien dengan stadium acak. Metode yang digunakan melibatkan pre-processing data DICOM, ekstraksi fitur radiomic dan dosiomic, normalisasi, serta training model dengan GridSearchCV dan k-fold cross-validation untuk optimisasi parameter. Hasil menunjukkan bahwa SVR dapat memprediksi dosis dengan Mean Absolute Error (MAE) yang mendekati nilai klinis, dengan MAE rata-rata 0,08 untuk prediksi dosis pada organ risiko seperti kandung kemih dan rektum. Prediksi Homogeneity Index (HI) dan Conformity Index (CI) juga menunjukkan akurasi tinggi, dengan nilai prediksi HI sebesar 0,100 dan CI sebesar 0,954 dibandingkan nilai klinis HI 0,113 dan CI 0,953. Analisis statistik menunjukkan bahwa model ini dapat mengurangi waktu perencanaan tanpa mengorbankan akurasi dosis, meskipun perbaikan diperlukan untuk beberapa prediksi organ seperti femur. Temuan ini menegaskan pentingnya ukuran dataset dan konsistensi stadium dalam meningkatkan kinerja model prediksi dosis radiasi dan menunjukkan potensi SVR sebagai alat bantu dalam perencanaan radioterapi.

Cervical cancer remains a leading cause of cancer-related deaths among women worldwide, highlighting the need for more effective treatments. Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT) provides precise dose distribution but involves lengthy planning times. This study develops a dose distribution prediction model using Support Vector Regression (SVR) to expedite radiotherapy planning for cervical cancer. The model was trained on a dataset of 102 patients with consistent cancer stages and tested on a new dataset of 71 patients with random stages. The methodology included pre-processing DICOM data, feature extraction for radiomic and dosiomic data, normalization, and training using GridSearchCV and k-fold cross-validation for parameter optimization. Results indicate that SVR can predict doses with a Mean Absolute Error (MAE) close to clinical values, with an average MAE of 0,08 for dose predictions in organs at risk such as the bladder and rectum. Predicted Homogeneity Index (HI) and Conformity Index (CI) also show high accuracy, with predicted HI at 0,100 and CI at 0,954 compared to clinical values of HI 0,113 and CI 0,953. Statistical analysis reveals that the model can reduce planning time without sacrificing dose accuracy, although improvements are needed for some organ predictions like the femur. These findings underscore the importance of dataset size and stage consistency in enhancing the performance of radiation dose prediction models and demonstrate the potential of SVR as a tool to assist in radiotherapy planning."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This book focuses on the analysis of dose-response microarray data in pharmaceutical settings, the goal being to cover this important topic for early drug development experiments and to provide user-friendly R packages that can be used to analyze this data. It is intended for biostatisticians and bioinformaticians in the pharmaceutical industry, biologists, and biostatistics/bioinformatics graduate students.
Part I of the book is an introduction, in which we discuss the dose-response setting and the problem of estimating normal means under order restrictions. In particular, we discuss the pooled-adjacent-violator (PAV) algorithm and isotonic regression, as well as inference under order restrictions and non-linear parametric models, which are used in the second part of the book. Part II is the core of the book, in which we focus on the analysis of dose-response microarray data. All methodological issues in the book are illustrated using real-world examples of dose-response microarray datasets from early drug development experiments."
Berlin: Springer, 2012
e20420490
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Purwoko Nugroho
"Maraknya penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa tentu perlu mendapat perhatian yang serius. Diperlukan sebuah langkah strategis guna mengatasi permasalahan demand ini, salah satunya adalah melalui pendidikan karakter dan pemberian motivasi. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pendidikan karakter dan motivasi terhadap perubahan perilaku pelajar penyalahguna narkoba. Fokus dalam penelitian ini adalah pelajar SMP Master Kota Depok yang pernah menyalahgunakan narkoba. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif melalui alat ukur berupa 53 item pertanyaan yang tertuang dalam kuesioner, yang dilanjutkan dengan pendekatan kualitatif melalui alat berupa wawancara (mixed-methods explanatory). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 34 pelajar menggunakan purposive sampling. Data kuantitatif yang didapat akan diuji dengan uji regresi linear berganda menggunakan aplikasi SPSS 23.0. Data kualitatif yang didapat akan digunakan sebagai pelengkap data kuantitatif. Terdapat dua temuan dalam penelitian ini, dimana temuan pertama didapat bahwa variabel pendidikan karakter dan motivasi memengaruhi variabel perubahan perilaku sebesar 59.7%. Artinya masih ada variabel lain yang juga memengaruhi perubahan perilaku sebesar 40,3%. Melalui pendekatan kualitatif, penulis mencoba menggali variabel lain tersebut dan didapatkan temuan yang kedua bahwa ada variabel dukungan sosial yang juga memengaruhi perubahan perilaku namun belum diketahui seberapa besar variabel dukungan sosial memengaruhi perubahan perilaku.

The rise of drug abuse among students and students certainly needs serious attention. A strategic step is needed to overcome this demand problem, one of which is through character education and motivation. For this reason, this study aims to see the effect of character education and motivation on changes in behavior of drug abusers. The focus of this research was Depok Middle School students who had abused drugs. This study uses a quantitative approach through measuring instruments in the form of 53 items in the questionnaire, followed by a qualitative approach through mixed-methods explanatory. The sample used in this study amounted to 34 students using purposive sampling. The quantitative data obtained will be tested by multiple linear regression tests using the SPSS 23.0 application. Qualitative data obtained will be used as a complement to quantitative data. There are two findings in this study, where the first finding is that character education and motivation variables influence the behavior change variable by 59.7%. This means that there are still other variables that also affect behavior change by 40.3%. Through a qualitative approach, the author tries to explore other variables and found the second finding that there are social support variables that also influence behavior change but it is not yet known how much the social support variable influences behavior change."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T52808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiatul Husni
"Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi dosis radiasi pada kanker otak menggunakan model Support Vector Regression (SVR) dan membandingkan hasilnya dengan dosis radiasi klinis, kemudian menghitung perbedaan dari kedua nilai tersebut. Data yang digunakan merupakan 178 data perencanaan radioterapi yang meliputi file DICOM yang berisi citra CT simulator dan citra kontur CT simulator. Data diekstraksi menggunakan 3D Slicer yang memberikan informasi mengenai data radiomik dan dosiomik pada setiap OAR (mata, saraf optik, lensa mata, dan batang otak) dan PTV. Data dosiomik dinormalisasi terhadap volume PTV dan dosis preskripsi dari masing-masing pasien. Data radiomik dan dosiomik yang telah dinormalisasi akan menjadi input data untuk model SVR. Pada model SVR digunakan kernel radial basis function (RBF) dengan 2 parameter yaitu epsilon dan C. Dalam penelitian ini didapatkan nilai parameter yang optimal dengan menggunakan gridsearch yaitu epsilon = 0,01 dan C = 1, dengan k-fold validasi bernilai 5. Hasil yang didapatkan pada PTV D98% dan HI menunjukkan nilai p value < 0,05 yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai klinis dengan nilai prediksi SVR. Sedangkan pada nilai CI, OAR, PTV D2%, dan PTV D50% didapatkan nilai p value > 0,05 yang artinya tidak terdapat perbedaan nilai yang signifikan.

This study aims to predict the radiation dose for brain cancer using the SVR model and compare it with the clinical radiation dose, then calculate the difference between the two values. The data used consists of 178 radiotherapy planning datasets, including DICOM files containing CT simulator images and CT simulator contour images. The data is extracted using 3D Slicer, which provides information on radiomic and dosiomic data for each OAR (eyes, optic nerves, lenses, and brainstem) and PTV. The dosiomic data is normalized against the PTV volume and each patient's prescription dose. The normalized radiomic and dosiomic data will serve as input data for the SVR model. The SVR model uses a radial basis function (RBF) kernel with two parameters, epsilon and C. The study found the optimal parameter values using gridsearch, which are epsilon = 0.01 and C = 1, with a k-fold validation value of 5. The results for PTV D98% and HI showed a p value < 0.05, indicating a significant difference between the clinical values and the SVR model predictions. For CI, OAR, PTV D2%, and PTV D50%, the p value was > 0.05, indicating no significant difference between the values."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>