Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190357 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lidya Rahmawati
"Putusan hakim yang diterbitkan berlaku sebagai undang-undang, dan mempunyai daya eksekutorial. Terhadap putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, dapat diajukan peninjauan kembali untuk kembali melakukan pemeriksaan terhadap sebuah perkara. Dalam praktik, dapat terjadi titik singgung diantara dua kamar peradilan yang menerbitkan putusan yang saling bertolak belakang seperti yang terjadi pada putusan Nomor Perkara 162 PK/TUN/2015 dan 1053 PK/PDT/2019. Kedua putusan tersebut memutuskan diantara PT Pasir Prima Coal Indonesia dan PT Mandiri PT Mandiri Sejahtera Energindo Indonesia (PT MSEI) yang berhak mengelola wilayah izin usaha pertambangan di kabupaten Penajam Paser Utara. Dari latarbelakang tersebut menimbulkan pertanyaan, langkah apakah yang dapat ditempuh oleh para pihak atas terdapatnya titik singgung diantara kedua putusan tersebut serta langkah apa yang dapat diambil oleh pemerintah selaku pemegang wewenang pengelolaan mineral dan batubara apabila para pihak tidak mau menempuh penyelesaian secara hukum acara yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini menggunakan cara penelitian yuridis normative dengan pendekatan kasus dan perbandingan yang bertujuan untuk menganalisis bagaimana pertimbangan hakim di dua kamar peradilan dalam perkara sengketa mengenai wilayah izin usaha pertambangan serta bagaimanakah penyelesaian perkara tersebut dari hukum acara serta apa tindakan pemerintah agar tetap dapat menjalankan fungsinya. Dari penelitian tersebut didapat hasil bahwa para pihak dapat menempuh upaya peninjauan kembali kedua merujuk kepada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2014 dengan komposisi majelis hakim dari kamar perdata, kamar tata usaha negara, dan dari unsur pimpinan Mahkamah Agung. Hasil kedua yang diperoleh dari penelitian ini adalah pemerintah pusat yang telah memiliki kewenangan pengelolaan mineral dan batubara dapat melakukan evaluasi perizinan berdasarkan prinsip first come first serve, kriteria administrative berdasarkan Permen ESDM Nomor 43 Tahun 2015, serta pengujian berdasarkan Pasal 53 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

The court’s verdict is valid as law, and has executorial power. To against a court’s verdict that has permanent legal force, a reconsideration can be submitted to re-examine a case. In practice, there can be a tangent point between two judicial chambers that issue contradictory decisions, as happened in the decisions of Case Number 162 PK/TUN/2015 and 1053 PK/PDT/2019. The two decisions decided between PT Pasir Prima Coal Indonesia (PT PPCI) and PT Mandiri Sejahtera Energindo Indonesia (PT MSEI) which party had the right to manage the mining business permit area in North Penajam Paser Regency. From those background, the question that arises is what kind of legal effort can be taken by the parties regarding the tangent point between the two verdicts and actions can be taken by the government as the holder of the mineral and coal management authority if the parties refuse to take legal settlements based on procedural law in Indonesia. This study uses a normative juridical research method with a case and comparison approach which aims to analyze how the judge’s consideration in the two judicial chambers in dispute cases related to the mining business permit area and how the case is resolved from procedural law and what government actions can be decided to carry out its functions. From the research, it was found that the parties could take a second reconsideration, referring to the Circular Letter of the Supreme Court Number 5 of 2014 with the composition of the panel of judges from the civil chamber, the state administration chamber, and from the chairman of the Supreme Court. The second result obtained from this study is that the central government which has the authority to manage minerals and coal can evaluate the licenses based on the principle of first come first serve, administrative criteria based on the Minister of Energy and Mineral Resources Number 43 of 2015, and testing the licenses decree itself based on Article 53 paragraph (2) letter (a) Act Number 5 Year 1986."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Priyo Utomo
"Penelitian ini mengambil kasus dari PT Z berdasarkan data perusahaan pada tahun pajak 2019. PT Z melakukan transaksi penjualan dan pembelian dengan pihak afiliasinya yang berada di Indonesia, Jepang, China, Singapura, dan Thailand. PT Z merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi informasi yang memiliki dua lini usaha berbeda, yaitu penyedia jasa dan distributor. Oleh karena itu penyusunan laporan penetapan harga transfer harus dilakukan secara tersegmentasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan yang dihadapi oleh PT Z dalam menerapkan segmented transfer pricing documentation dan menganalisis implikasi yang ditimbulkan dari penerapan segmented transfer pricing documentation dalam menentukan kewajaran suatu transaksi afiliasi pada PT Z. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan sumber informasi berasal dari studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga permasalahan yang dihadapi PT Z dalam menerapkan laporan penetapan jarga transfer tersegmentasi, mulai dari penentuan karakteristik usaha, analisis FAR, hingga permasalahan terkait segmentasi laporan keuangan. Implikasi yang ditimbulkan adalah dapat memberikan kemudahan dalam penentuan metode harga transfer, memberikan kemudahan dalam pencarian data pembanding, serta memberikan tingkat kesebandingan yang lebih akurat.

This study took the case of PT Z based on the company’s data in the 2019 tax year. PT Z conducts sales and purchases transactions with its affiliates located in Indonesia, Japan, China, Singapore, and Thailand. PT Z is a company engaged in information technology that has two different business lines, namely service providers and distributor. Therefore, the transfer pricing documentation must be arranged in a segmented manner. This study aims to analyze the problems faced by PT Z in the application of segmented transfer pricing documentationand analyze the implications arising from the application of segmented transfer pricing documentation in determining the arm’s length of an affiliated transaction at PT Z. This study is a descriptive research type and used a qualitative approach, with sources of information coming from literature studies and in-depth interviews. The results of this study indicate that there are three problems faced by PT Z in implementing segmented transfer pricing documentation, starting from determining business characteristics, FAR analysis, to problems related to segmentation of financial statements. The implications are to provide convenience in determining the transfer pricing method, provide convenience in finding comparison data, and provide a higher degree of comparability."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahdrian Iqbal
"Penelitian di dalam skripsi ini adalah mengenai Peninjauan Kembali atas Peninjauan Kembali di dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Ncgara/Penelitian ini adalah peneiitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan penelitian kepustakaan. Menurut Pasal 132 Undang-Undang No.5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara bahwa terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tctap dapat diajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Peninjauan Kembali adaiah suatu bentuk upaya hukum luar biasa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. Menurut Pasal 24 Ayat (2) Undang-Undang No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Ke hakiman menyatakan terhadap putusan Peninjauan Kembali tidak dapat dilakukan Peninjauan Kembali. Di dalam penelitian diketemulam putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan perrnohonan Peninjauan Kembali atas putusan Peninjauan Kembali di dalam Peradilan Tata Usaha Negara. Dasar hukum yang digunakan Hakim dalam perkara tersebut adalah Surat Edaran . Mahkamah. Agung No.I0 tentang Pengajuan Pennohonan Peninjauan Kembali yang menyatakan Peninjauan Kembali terhadap putusan Peninjauan Kembali dapat diterima apabila 'terdapat dua putusan Peninjauan Kembali yangbertentangan satu dengan yang lain.

Research in this thesis is on the judicial review of judicial review within the State Administrative Court. This research is a normative legal research using library research approach. According to Article 132 of Law No. 5 of 1986 regarding the State Administrative Tribunal that the decision has gained legal force that can still be filed to the Supreme Court judicial review. Judicial review is a form of extraodinary legal remedies against court decisions that have obtained legal binding ,and the parties concerned may submit the review to the Supreme Court, if there are any matters or .circumstances specified in statute. According to Article 24 2Paragraph (2) of Law No.48 of 200Q on Judicial Power states against the decision of judicial review can not be judicial review.In the study found that the decision of the Supreme Courl·grairted judiCial review againSt the.decision of jad.icial review in the State Administrative Court. The legal basis used was the pdge in the case of Supreme Court Circular Letter No.lO of Filing Petition stating pdicial review judicial review judicial review against the decision can be a.x:epted if there are two judidal review decisions that contradict each other."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S44087
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Ain Aziziyah
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang proses pelegalisasian suatu akta perjanjian
perdamaian yang dibuat di bawah tangan. Akta perjanjian perdamaian di bawah
tangan ini dilegalisasi oleh dua Notaris yang berbeda, pada waktu dan tempat
yang berbeda pula. Disamping itu, pada akta perjanjian perdamaian dibawah
tangan yang dibahas ini tidak dicantumkan tanggal, sehingga tidak jelas kapan
perjanjian ini dibuat. Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka akta perjanjian
perdamaian dibawah tangan ini diperkarakan oleh salah satu pihak yang membuat
perjanjian melalui gugatan perdata dan sudah diputuskan oleh Pengadilan Negeri
dengan Putusan Nomor 108/PDT.G/2008/PN.JKT.PST Tanggal 22 April 2009.
Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk yuridis normatif dan bersifat
eksplanatoris dan preskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat
Notaris melakukan legalisasi atas akta dibawah tangan, Notaris harus mengikuti
syarat –syarat dan ketentuan yang telah diatur dan ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan. Peran dan tanggung jawab Notaris dalam pelaksanaan
legalisasi adalah mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal
surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 15 ayat 2 huruf a Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (“Undang-undang Tentang Jabatan Notaris”). Dalam
praktek, Notaris harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Undang-undang
Tentang Jabatan Notaris dan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1874 dan 1874a
Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai syarat-syarat legalisasi.

ABSTRACT
This dissertation discuss about the legalization process of a deed of settlement
agreement which is privately made. The privately made deed of settlement
agreement was legalized by two different notaries, at different times and venues.
In addition, the deed of settlement agreement does not states any dates, and
therefore cause uncertainty on when the agreement was signed. Due to the above
facts, the privately made settlement agreement was disputed by one of the party of
the agreement who then submitted a civil lawsuit, and further, a ruling of the case
was handed down by the District Court through its Ruling No.
108/PDT.G/2008/PN.JKT.PST Dated 22 April 2009. This study is a judicial
normative study, explanatory and prescriptive. The result of this study shows that,
when the Notary intend to carry out legalization of a deed which is privately
made, the respective Notary must comply with the terms and condition set and
governed by the prevailing laws. The role and responsibility of a Notary in the
process of legalization is to validate the signature of the parties and to confirm
the date of the privately made agreement by registering it in a special book, as
regulated under Article 15 (2) (a) of Law No.30 of 2004 on the Notary (“Notary
Law”). In practice, a notary must comply with the provisions of Notary Law and
Law Article 1874 and 1874(a) of the Indonesian Civil Code on the requirement to
carry out legalization."
Universitas Indonesia, 2013
T35114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adirizal Muhammad Dito
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai definisi konsumen dari UU No. 8 Tahun 1999 Tentang perlindungan konsumen yang dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK dan Pengadilan. Fokus dari penelitian ini adalah meninjau sejauh mana seseorang dapat dikatakan sebagai seorang konsumen dalam sebuah transaksi. Pembahasan di dalam penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan dan hasil wawancara dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK serta Pengadilan. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan metode kualitatif. Penelitian ini mengangkat sebuah kasus antara Namin dengan PT. Transport Nusantara Indonesia mengenai pengalihan hak milik mobil taksi di dalam perjanjian campuran kemitraan dengan jual-beli angsuran. Kasus ini berawal pada saat Namin menandatangani perjanjian kemitraan dengan PT. Transport Nusantara Indonesia yang didalamnya terdapat klausula pengalihan hak milik mobil taksi dengan secara angsuran. Pada pertengahan dalam berjalannya perjanjian ini, Namin terjatuh sakit dan tidak dapat memenuhi prestasinya untuk mengangsur mobil taksinya. Kemudian PT. Transport Nusantara Indonesia secara sepihak mengambil mobil yang sedang di angsur oleh Namin. Hal ini jelas merugikan Namin sebagai pihak yang telah mengangsur mobil tersebut selama kurang lebih empat tahun, kemudian Namin mengajukan gugatan sebagai konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa konsumen BPSK . Kasus ini dimenangkan oleh Namin hingga ke tingkat kasasi. BPSK dan Pengadilan berpendapat bahwa Namin merupakan seorang konsumen karena keberadaan hak milik dari mobil tersebut telah berada di Namin. Hal itu diakibatkan oleh adanya klausula pengalihan hak di dalam perjanjian kemitraan tersebut. Disarankan kepada para pihak yang akan mengadakan sebuah perjanjian agar menjelaskan perjanjian tersebut secara rinci dan jelas.

ABSTRACT
This thesis discusses about the definition of consumer based to the law No. 8 year 1999 about consumer protection, referring to the verdicts established by Consumer Dispute Settlement Agency and Disctrict Courts. This thesis main focus is to review extent on how someone could become a consumer in every transactions. This research was conducted through literature study and results interview with the Dispute Settlement Agency and the District Courts. This research is a normative juridical with qualitative method. This research lift a case between Namin and PT. Transport Nusantara Indonesia about transfer property rights for a taxi car, which had been written on the partnership agreement between them. This case begins when Namin signed the partnership agreement with PT. Transport Nusantara Indonesia that follow a clause which regulate about the transfer of propert right of the taxi car by gradually payments. In the middle of their agreement, Namin was suffering from a disease therefore Namin could not accomplish Namin rsquo s job to fulfill the daily payment. Thereafter, PT. Transport Nusantara Indonesia forcibly withdraw the taxi car from Namin. This is clearly a huge loss for Namin, since Namin has already paid his obligation for 4 years. Furthermore, Namin sued PT. Transport Nusantara Indonesia with consumer claim to Consumer Dispute Settlement Agency. For those parties who are about to arrange an agreement are highly recommend to interpret the agreement detailed and clearly before the establishment."
2017
S70041
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ineke Mayliana
"Penelitian ini membahas mengenai beberapa permasalahan, seperti pembahasan tentang implikasi dari konsistensi pelaksanaan peraturan serta ketentuan yang berlaku disktor pertambangan terhadap perlindungan investor dalam hal pemberian izin. Kemudian persoalan tentang efisiensi dalam proses penyelesaian sengketa izin usaha wilayah pertambangan. Serta pihak yang berhak atas kuasa pertambangan di konawe Utara berdasarkan fakta hukum dan rasionlitas para majelis Hakim. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif.
Hasil penelitian ini adalah bahwa masalah konsistensi peraturan terhadap pemberian izin pertambangan belum tercapai, sehingga harus ada sosialisasi peraturan di tingkat pemerintah daerah dan koordinasi yang kuat antara pihak yang terkait, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Kemudian, proses penyelesaian sengketa yang ditempuh tidak efisien bagi investor, sehingga dianjurkan adanya lembaga khusus untuk menyelesaikan permasalahan pertambangan agar lebih efektif dari segi waktu dan biayas. Berdasarkan fakta hukum dan rasionalitas para hakim, maka jelas pihak yang berhak atas kuasa pertambangan tersebut adalah PT. DIPM karena telah sesuai dengan prosedur yang ada.

This research discusses about several issues, such as a discussion of the implications of the consistent implementation of the rules and regulations of the mining sector in terms of investor protection licensing. Then the question of the efficiency of the dispute resolution process mining license area. As well as the party entitled to Mining in Northern Konawe based on legal facts and rationality of the Panel of Judges. This research is normative.
The results of this study is that the problem of consistency rules for granting mining licenses have not been achieved, so there should be laws and regulations at the local level and strong coordination between the parties involved, both at central and regional levels. Then, the dispute resolution process adopted inefficient for investors, so it is recommended a special agency to resolve the problem of mining to be more effective in terms of time and cost. Based on the legal facts and rationality of the judges, it is clear that the parties are entitled to power mining is PT.DIPM due in accordance with established procedures.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Tsaniati Putri
"Skripsi ini membahas mengenai penerbitan dan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP), khususnya terkait dengan tumpang tindih IUP yang dapat terjadi baik antar IUP maupun dengan sektor lain seperti sektor kehutanan. Hal tersebut perlu segera diselesaikan karena dapat menimbulkan ketidakpastian dalam penanaman modal dibidang pertambangan di Indonesia. Hasil penelitian yuridis normatif menunjukkan bahwa penerbitan IUP dilakukan setelah pemohon atau peserta lelang mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan memenuhi syarat untuk mendapatkan IUP. Sedangkan pencabutan IUP dapat dilakukan jika pemegang IUP tidak memenuhi kewajiban dalam peraturan perundang-undangan. Terkait dengan pencabutan IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM) hal tersebut telah tepat, karena PT RTM tidak memenuhi kewajibannya untuk memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan. Untuk mencegah timbulnya tumpang tindih IUP, dibutuhkan peningkatan koordinasi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, baik yang sifatnya sektoral maupun yang sifatnya lintas sektoral. Selain itu peningkatan pengawasan oleh Pemerintah terhadap penerbitan dan pencabutan IUP yang dilakukan oleh Kepala Daerah di Indonesia juga diperlukan.

This essay examines the issuance and revocation of Mining Business License (IUP), specifically related to the overlapping IUP which can occur either between IUP or with other sectors like forestry. The overlapping of IUP need to be resolved immediately seeing that it may cause uncertainty for investments in Indonesia’s mining industry. Normative juridical research results show that the issuance of IUP can be conducted after the applicant or bidders get Mining Business License Area and eligible as IUP holder. While the revocation of IUP can be done if the IUP holder does not fulfill the obligations under the laws and regulations. Related to the revocation of IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM), such decision was right, because PT RTM does not fulfill its obligation to have Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan to conduct mining activities in forest areas. To prevent the overlapping Mining Business License, an increased coordination between Government and Local Government is needed, be it sectorial or cross-sectorial in nature. Furthermore, the government must establish oversight towards the issuance and revocation of mining licenses by Regent and Governor in Indonesia."
2014
S57722
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Cahyono
"Sebelum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berlaku, penyelesaian sengketa antara Pemerintah dengan penanam modal (investor) diselesaikan berdasarkan kesepakatan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), dimana para pihak dapat menentukan forum penyelesaian sengketa baik melalui arbitrase nasional maupun internasional atas dasar kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian. Namun saat ini dengan berubahnya rezim kontrak menjadi rezim perizinan ketentuan penyelesaian sengketa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menentukan bahwa setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diselesaikan melalui pengadilan dan arbitrase dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berubahnya rezim ini telah merubah posisi negara yang sebelumnya sejajar dalam sebuah kontrak karena bertindak sebagai subyek hukum perdata menjadi lebih tinggi sebagai regulator berada diatas perusahaan pertambangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan penyelesaian sengketa pada UU Minerba yang diatur pada pasal 154 menimbulkan multi tafsir dan ada kalanya justru tidak dapat dilaksanakan, karena dapat diartikan secara berbeda oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yang berakibat kepada ketidak-pastian hukum. Sehingga untuk membangun kepastian hukum sesuai dengan kehendak dan kesepakatan subyek hukum (yang bersengketa), maka ketentuan penyelesaian sengketa pada UU Minerba perlu diperjelas dan dilakukan sinkronisasi dengan ketentuan perundang-undangan penanaman modal dan arbitrase Indonesia, baik mengenai substansi maupun rumusannya.

Abstract
Prior to the enactment of Law Number 4 of 2009 concerning Mining and Coal, the settlement of disputes between the Government and investors resolved in the agreement of Contract of Work (CoW) and Coal Mining Exploitation Working Arrangements (CMEWA), where the parties can determine the dispute of settlement forum either through national or international arbitration. However, the current Mining dispute settlement provisions for investment pursuant to the provisions of Law Number 4 of 2009 concerning Mining and Coal, determines that any disputes that arise in the implementation of IUP, IPR, or IUPK resolved through domestic courts and arbitration in accordance with the provisions of the Law. Changes in contract regime into permitting regimes has impact on changing the position of state that were previously equal in a contract to be higher in the licensing system. Thus the government's position as regulators are above the mining company. The results showed that the provision regarding dispute resolution on Mining Law, provoke to multi-interpretations that lead to legal uncertainty. Thus to build a law certainty in accordance with the will and the subject of legal agreement (the dispute), the dispute settlement provisions of the Mining Law needs to be clarified and synchronized with Indonesian Investment Law (Law Number 25 of 2007) and Arbitration Law (Law Number 30 of 1999), either on substance or formulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S532
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtar Yogasara
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum PT MMP atas Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi yang sudah didapatkan melalui SK Menteri ESDM No. 3109 Tahun 2014 yang kemudian dibatalkan oleh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 211/G/2014/P.TUN.JKT tanggal 14 Juli 2014, jo. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 271/B/2015/PT.TUN.JKT tanggal 14 Desember 2015, Jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 255 K/TUN/2016 tanggal 11 Agustus 2016. Pembatalan tersebut disebabkan oleh tidak dipenuhi-nya Izin Pemanfaatan Pulau Kecil dari Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh PT MMP dan juga terdapat kesalahan dari instansi yang berwenang yakni Kementerian ESDM dan Kementerian kelautan dan Perikanan yang tidak dapat memberikan Izin Pemanfaatan Pulau Kecil kepada PT MMP. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, pemberian Izin Usaha Pertambangan PT MMP sejati-nya telah sesuai dengan Pasal 65 UU No. 4 Tahun 2009. Kedua, Putusan Pengadilan sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 211/G/2014/P.TUN.JKT tanggal 14 Juli 2014, jo. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 271/B/2015/PT.TUN.JKT tanggal 14 Desember 2015, Jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 255 K/TUN/2016 tanggal 11 Agustus 2016 yang mencabut Izin Usaha Pertambangan PT MMP telah sesuai dalam menerapkan hukum, akan tetapi Kementerian ESDM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan seharusnya bertanggung jawab atas pembatalan tersebut. Ketiga, Perlindungan terhadap PT MMP selaku pelaku usaha yang Izin Usaha Pertambangan-nya dicabut adalah perlindungan secara hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 165 UU No. 4 Tahun 2009.

The focus of this thesis regarding the protection of PT MMP over its Mining Business Licenses which get through from Ministry of Energy and Mineral Resources Decree No. 3109 of 2014 but then got annulled by the Administrative Court Jakarta Verdict No. 211/G/2014/P.TUN.JKT dated July 14, 2014, jo. High Administrative Court Jakarta Verdict No. 271/B/2015/PT.TUN.JKT dated December 14, 2015, Jo. Cassation Verdict by the Supreme Court No. 255 K/TUN/2016 dated August 11, 2016. The annulment is caused by the Permission of Isle Utilization from Ministry of Marine Affairs and Fisheries is not fulfilled by PT MMP and also there is a mistake from the authorized institution such as Ministry of Energy and Mineral Resources and Ministry of Marine Affairs and Fisheries which cannot provide the Permission of Isle Utilization to PT MMP. This research is a legal research adopting normative juridical approach. The result of the research showed that: First, Mining Business Licenses of PT MMP is in accordance with the Article 65 to Law No. 4 of 2009. Second, the Verdict of The Court that has annulled the Mining Business Licenses of PT MMP is appropriate regarding to its implementation of law, but Ministry of Energy and Mineral Resources and Ministry of Marine Affairs and Fisheries should be responsible for the annulment. Third, the legal protection of PT MMP regarding to the revocation of its Mining Business Licenses is only criminal protection which has been regulated in Article 165 to Law No. 4 of 2009."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Biandari Ratih Hanggarwati
"ABSTRAK
Undang-undang Jabatan Notaris dan peraturan perundang-undangan terkait menentukan bahwa prosedur pemeriksaan laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran jabatan oleh Notaris harus dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah, hingga Majelis Pengawas Pusat. Penyimpangan prosedur penanganan laporan hingga berujung pada keluarnya 2 (dua) putusan yang berbeda untuk 1 (satu) perkara yang sama, yaitu Putusan Nomor 04/B/Mj.PPN/2012 dan Putusan Nomor 07/B/Mj.PPN/V/2013, menimbulkan asumsi adanya pelanggaran asas ne bis in idem oleh Majelis Pengawas Pusat Notaris. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, artinya suatu analisis data yang didasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan terhadap suatu kasus yang berujung pada munculnya 2 (dua) putusan yang berbeda yang dikeluarkan oleh Majelis Pengawas Pusat Notaris untuk 1 (satu) perkara yang sama dikaitkan dengan tuduhan pelanggaran asas ne bis in idem terhadapnya. Sedangkan dari segi pendekatannya, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Tuduhan pelanggaran terhadap asas ne bis in idem pada putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris Nomor 04/B/Mj. PPN/2012 dan putusan Nomor 07/B/Mj.PPN/V/2013 tidak terbukti, karena kedua putusan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan Majelis Pengawas Pusat Notaris telah menjalankan kewenangannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

ABSTRAK
Notary Act and related legislation determines that the procedures in handling public reports on allegations of malfeasance by a Notary should be done in stages, starting from the District Supervisory Assembly, Provincial Supervisory Assembly, to the Central Supervisory Assembly. Hazy procedures in handling a reported case has led to the issuance of 2 (two) different decisions by the Central Supervisory Assembly, i.e. decision No. 04/B/Mj.PPN/2012 and decision No. 07/B/Mj.PPN/ V/2013, which has evoked an assumption that the ne bis in idem principle had been violated. In accordance to the problems and objective of the research, this research was categorized as an analytical and descriptive research, which was an analysis of data based on the general law theory applied to a case that has led to the issuance of aforementioned decisions issued by Central Supervisory Assembly. Based on the approach, this research uses a normative juridical approach. Alleged violations of ne bis in idem principle towards Central Supervisory Assembly decision No. 04/B/Mj.PPN/2012 and No. 07/B/Mj.PPN/ V/2013 was not proven, because both decisions were inseparably linked to one another, and Central Supervisory Assembly has been implementing its authority in accordance with the legislation in force."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42455
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>