Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171812 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nidaul Izzah
"Bacopa sp. merupakan genus tanaman air yang umumnya digunakan sebagai tanaman hias akuarium. Sekitar 60 spesies Bacopa tersebar di seluruh dunia. Namun, data molekuler dan analisis filogenetik terhadap spesies-spesies tersebut masih sangat terbatas. Studi ini dilakukan untuk mengidentifikasi tujuh spesies Bacopa menggunakan penanda molekuler dan mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies melalui nilai jarak genetik. Sebanyak tujuh spesies Bacopa diamati secara morfologi dan diidentifikasi secara molekuler menggunakan sekuens rbcL melalui metode DNA Barcoding dan RAPD marker. Hasil amplifikasi DNA Bacopa sp. divisualisasikan pada gel agarosa dengan konsentrasi 1,5% (rbcL) dan 2% (RAPD marker). Data yang didapatkan kemudian diolah menggunakan aplikasi MEGA (rbcL) dan NTSys (RAPD marker) untuk diketahui hubungan kekerabatannya. Amplifikasi tujuh spesies Bacopa sp. menggunakan rbcL menghasilkan tujuh amplikon yang berukuran sekitar 600 bp. Selain itu, amplifikasi menggunakan delapan primer RAPD juga berhasil dilakukan pada lima spesies Bacopa sp. dan menunjukkan tingkat polimorfisme sebesar 100%. Bacopa rotundifolia dan B. myriophylloides tidak berhasil diamplifikasi oleh delapan primer RAPD karena ketidakcocokan cetakan DNA dengan primer. Analisis filogenetik berdasarkan sekuens rbcL menggunakan metode UPGMA menunjukkan bahwa tujuh spesies Bacopa memiliki rentang jarak genetik 0,000—0,024, sedangkan berdasarkan RAPD, tujuh spesies Bacopa memiliki rentang jarak genetik 0,000—0,625. Identifikasi menggunakan sekuens rbcL lebih dianjurkan karena hasil RAPD sulit untuk diinterpretasikan dan dapat menimbulkan salah tafsir.

Bacopa sp. is a genus of aquatic plants commonly used as aquarium ornamental plants. About 60 species of Bacopa are distributed throughout the world. However, data on molecular identification and phylogenetic analysis of this species are still limited. This study was conducted to identify seven species of Bacopa using molecular markers and determine the relationship among species through the value of genetic distance. A total of seven species of Bacopa were observed morphologically and identified molecularly using rbcL sequences through DNA barcoding and RAPD marker methods. The results of Bacopa DNA amplification were visualized on agarose gel with a concentration of 1.5% (rbcL) and 2% (RAPD marker). The data obtained then processed using the MEGA (rbcL) and NTSys (RAPD marker) applications to determine the relationship among them. Amplification of seven species Bacopa sp. using rbcL resulted in an amplicon measuring about 600 bp. In addition, amplification using eight RAPD primers was also successfully carried out on five species of Bacopa and showed a polymorphism rate of 100%. Bacopa rotundifolia and B. myriophylloides were not successfully amplified by eight RAPD primers due to a mismatch of DNA templates with primers. Phylogenetic analysis based on rbcL sequences using the UPGMA method showed that seven Bacopa species had a genetic distance range of 0.000-0.024, while based on RAPD, seven Bacopa species had a genetic distance range of 0.000-0.625. Identification using the rbcL sequence is recommended because RAPD results are difficult to interpret and can lead to misinterpretation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaika Rajabdihara Kurniawan
"

Cantigi ungu (Vaccinium varingiifolium) merupakan tumbuhan yang teramati hanya dapat tumbuh di daerah pegunungan dengan ketinggian 1800—3340 mdpl di Indonesia. Cantigi ungu memiliki manfaat sebagai sumber makanan dan memiliki kadar antioksidan yang tinggi. Vaccinium spp. di Amerika telah didomestikasi sehingga memiliki nilai komersial. Proses domestikasi tersebut melibatkan identifikasi morfologi, tetapi identifikasi secara molekuler lebih baik digunakan agar breeding menjadi efisien dan efektif. Identifikasi molekuler dapat menggunakan DNA barcoding dan rekonstruksi filogeni. Consortium for the Barcode of Life (CBOL) telah menetapkan bahwa matK dan rbcL merupakan gen penanda (DNA barcoding) yang ideal dalam identifikasi tumbuhan terestrial. Gen matK dan rbcL merupakan gen yang berada pada kloroplas. Hasil analisis filogenetik Cantigi ungu yang ada hanya menggunakan gen penanda ITS. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dan mengonfirmasi kekerabatan sekuens Cantigi ungu yang dikoleksi dari Gunung Gede, Gunung Tangkuban Parahu dan Kawah Putih Ciwidey menggunakan gen penanda matK dan rbcL dengan rekonstruksi pohon filogeni. DNA Cantigi Ungu dari tiga tempat berbeda di Jawa Barat diisolasi menggunakan kit ekstraksi DNA tanaman kemudian dilakukan amplifikasi PCR dan optimasi suhu annealing. Suhu annealing optimal Cantigi ungu pada matK adalah 52°C dan rbcL adalah 55°C. Hasil amplifikasi PCR tersebut kemudian disekuensing, dilakukan contig sekuens, di-trimming dan diunggah pada GenBank. Hasil BLAST sekuens ketiga sampel Cantigi ungu pada kedua gen menunjukkan bahwa ketiga sampel Cantigi ungu merupakan spesies yang sama. Hasil analisis alignment menunjukkan bahwa ketiga sampel Cantigi ungu memiliki indeks similaritas 100% pada kedua gen. Hasil Rekonstruksi pohon filogeni dengan Vaccinium spp. dan out-group menunjukkan bahwa ketiga sampel berada pada cabang yang sama, mengindikasikan bahwa ketiga sampel tersebut berasal dari spesies yang sama, Vaccinium varingiifolium.


The Purple Cantigi (Vaccinium varingiifolium) is a plant observed to only grow in mountainous areas at altitudes of 1800—3340 meters above sea level in Indonesia. The Purple Cantigi has benefits as a food source and possesses a high level of antioxidants. Vaccinium spp. in America has been domesticated, thus having commercial value. The domestication process involves morphological identification, but molecular identification is preferably used for efficient and effective breeding. Molecular identification can utilize DNA barcoding and phylogenetic reconstruction. The Consortium for the Barcode of Life (CBOL) has established that matK and rbcL are ideal marker genes (DNA barcoding) for identifying terrestrial plants. The matK and rbcL genes are located in the chloroplast. The only available results of the phylogenetic analysis of purple Cantigi use the ITS marker gene. This research aims to analyze and confirm the sequence relationships of the Purple Cantigi collected from Mount Gede, Mount Tangkuban Parahu, and Kawah Putih Ciwidey using the matK and rbcL marker genes with phylogenetic tree reconstruction. DNA of the Purple Cantigi from three different places in West Java was isolated using a plant DNA extraction kit and then subjected to PCR amplification and annealing temperature optimization. The optimal annealing temperature for the Purple Cantigi in matK was 52°C, and in rbcL was 55°C. The PCR amplification results were sequenced; contig sequences were performed, trimmed, and uploaded to GenBank. BLAST results of the sequence of the three Purple Cantigi samples on both genes showed that all three samples are the same species. Alignment analysis showed that all three Purple Cantigi samples have a 100% similarity index on both genes. Phylogenetic tree reconstruction with Vaccinium spp. and out-group showed that all three samples are on the same branch, indicating they belong to the same species, Vaccinium varingiifolium.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisawati Susanto
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa yang hidup intraselular. Infeksi primer pada wanita hamil dapat menyebabkan abortus, kematian intrauterin dan kelainan kongenital pada. bayi, sedangkan pada penderita imunokompromais infeksi dapat berakibat fatal. Diagnosis toksoplasmosis biasanya dilakukan dengan pemeriksaan serologi, namun pemeriksaan ini tidak memuaskan, sedangkan pengobatan dini perlu dilakukan. Reaksi rantai polimerase (PCR) dengan target gen B1 dan gen P30 dengan cara ekstraksi DNA yang sederhana merupakan salah satu teknik yang dapat mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi minimal DNA T.gondii yang masih terdeteksi dengan gen B1 dan gen P30. PCR dengan target gen B1 dilakukan pada berbagai konsentrasi DNA murni T.gondii yaitu : 5; 2,5; 1; 0,1; 0,01; 0,001; 0,0001 dan 0,00001 ng / 50 µl larutan PCR. Konsentrasi DNA murni T.gondii dalam DNA darah manusia sehat adalah 25; 10; 5; 2,5; 1; 0,1; 0,01; 0,001 dan 0,0001 ng / 50 µl larutan PCR. Berbagai jumlah takizoit dalam 100 µl darah manusia sehat adalah 1000; 100; 50; 40; 30; 20; 10; 5 dan 1 takizoit Untuk PCR dengan target gen P30 dipakai konsentrasi DNA murni T.gondii sebagai berikut : 1; 0,5; 0,25; 0,1; 0,01; 0,001 dan 0,0001 ng / 50 µl larutan PCR. Konsentrasi DNA murni T.gondii dalam DNA manusia sehat adalah : 10; 5; I; 0,25; 0,05; 0,01; 0,025 ng / 50 pl larutan PCR; serta jumlah takizoit dalam 100 µl darah manusia sehat adalah 1000; 100; 50; 40; 30; 20 dan 10.
Hasil dan kesimpulan : Dengan cara ekstraksi DNA sederhana konsentrasi minimal DNA T.gondii yang masih terdeteksi dengan target gen B1 adalah 0,0001 ng , untuk campuran DNA murni dengan DNA manusia sehat 0,001 ng dan untuk campuran darah manusia sehat dengan suspensi takizoit DNA dari 1 takizoit dengan target gen P30 terdeteksi DNA murni 0,001 ng, untuk campuran DNA murni dengan DNA manusia sehat 0,025 ng dan untuk campuran darah manusia sehat dengan suspensi takizoit DNA dari 20 takizoit.
Kesimpulan :
1. Dengan cara ekstraksi sederhana uji dengan target gen B1 lebih sensitif dari gen P30.
2. Jumlah siklus yang diperlukan pada penelitian ini adalah 50 siklus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julie Dewi Barliana
"Tujuan: Mengetahui hubungan polimorfisme genetik MnSOD Ala-9Val dengan retinoblastoma pada pasien-pasien di Indonesia, serta menilai hubungan polimorfisme gen MnSOD ini dengan aktivitas enzim SOD.
Disain: Penelitian kasus-kontrol
Metode: Polimorfisme gen MnSOD Ala-9Va1 dideteksi pada 35 pasien retinoblastoma yang berasal dari Divisi Pediatri Departemen Mata RS Cipto Mangunkusumo Jakarta dan 81 kontrol anak sehat dengan menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) dan restriction fragment length polymorphism (RFLP) menggunakan enzim restriksi NgoMIV. Aktivitas SOD dinilai dengan menggunakan prinsip perubahan dl-epinefrin menjadi adenokrom yang dapat dibaca dengan spektrofotometer.
Hasil: Pada penelitian ini hanya ditemukan genotip Val/Val dan Ala/Val. Frekuensi polimorfisme gen MnSOD genotip Ala/Val meningkat pada kelompok kasus dibandingkan kontrol meskipun tidak bermakna (OR 2,643 95% CI=0,850-8,217). Frekuensi ale! juga meningkat pada kelompok pasien dibandingkan kontrol (OR=2,46, 95% CI=0,829-7,302). Aktivitas SOD lebih tinggi pada kelompok kasus daripada kontrol (p=0,433). Namun tidak ditemukan perbedaan aktivitas SOD antara kelompok genotip Val/Val dan Ala/Val.
Kesimpulan: Sejauh ini frekuensi polimorfisme gen MnSOD Ala-9 Val genotip Ala/Val meningkat pada pasien retinoblastoma, namun genotip ini belum dapat dikatakan sebagai faktor resiko retinoblastoma. Selain itu tidak ditemukan hubungan bermakna antara polimorfisme gen MnSOD Ala-9 Val dengan retinoblastoma dan aktivitas SOD.

Objectives: In the present study, we investigated the genetic association between a functional polymorphism Ala-9Va1 in the human manganese SOD (MnSOD) gene and retinoblastoma; and the association between this polymorphism and SOD activity.
Methods: This case-control study was examined in 35 retinoblastoma cases and 81 controls. The Ala-9Val polymorphism was detected by PCR and RFLP using NgoMV restriction enzyme. SOD activities was evaluated by the changes of dlepinefrin to adenochrom which measured by spectrofotometry.
Results: No significant differences in the allelic or genotipic distribution between retinoblastoma and controls were observed. Retinoblastoma risk was slightly elevated in Ala/Val genotype (OR: 2,643, 95%CI: 0,85-8,217) as compared with Va JVal genotype. We did not find AlalAla genotype in both groups. There was significant difference in SOD activity between cases and controls (p=0,033). The SOD activity was higher in retinoblastoma than controls.
Conclusions: The MnSOD gene polymorphism Ala-9Val was not found to be associated with retinoblastoma in this case-control study. It seemed that the Ala-9Val polymorphism was not a risk factor for retinoblastoma. There was also no association between MnSOD gene Ala-9VaI polymorphism and SOD activities. Studies with a larger sample size are needed to confirm the findings.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Andriani Wisaksono
"Latar Belakang: Kanker kepala dan leher merupakan penyakit yang disebabkan oleh proliferasi sel tidak terkontrol yang terpicu oleh faktor genetik dan lingkungan. Telomerase Reverse Transcriptase (TERT) merupakan gen untuk menginstruksikan pembuatan telomerase yang mencegah terjadinya pemendekan telomer. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis distribusi polimorfisme gen TERT pada kanker kepala dan leher dan non-kanker kepala dan leher. Metode: 50 sampel kanker kepala dan leher sebagai kelompok kasus dan 50 sampel non-kanker kepala dan leher sebagai kelompok kontrol. TERT VNTR MNS16A dicampur dengan ddH2O, enzim polimerase dan template DNA, lalu dianalisis menggunakan teknik PCR-VNTR dilanjutkan dengan elektroforesis untuk dianalisis. Dilanjutkan dengan analisis statistik menggunakan uji Continuity Correction. Hasil: Genotip LL ditemukan lebih tinggi pada kanker kepala dan leher dan non-kanker kepala dan leher. Genotip dan alel polimorfik ditemukan lebih tinggi pada kanker kepala dan leher (100% dan 88%) daripada nonkanker kepala dan leher (82% dan 47%). Uji Continuity Correction antara kanker kepala dan leher dan non-kanker kepala dan leher menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna (p-value=0.242). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara polimorfisme TERT VNTR MNS16A dan kanker kepala dan leher.

Background: Head and neck cancer is a disease caused by uncontrolled cell proliferation triggered by genetic and environmental factors. Telomerase Reverse Transcriptase (TERT) is a gene to instruct the manufacture of telomerase which prevents telomere shortening. Objective: This study aimed to analyze the distribution of the TERT gene polymorphisms in head and neck cancer and non-head and neck cancer. Methods: 50 samples of head and neck cancer as the case group and 50 samples of non-head and neck cancer as the control group. TERT VNTR MNS16A was mixed with ddH2O, polymerase enzyme and DNA template, then analyzed using PCR-VNTR technique followed by electrophoresis for analysis. Followed by statistical analysis using the Continuity Correction test. Results: The LL genotype was found to be higher in head and neck cancer and non-head and neck cancer. Polymorphic genotypes and alleles were found to be higher in head and neck cancers (100% and 88%) than in non-head and neck cancers (82% and 47%). Continuity Correction test between head and neck cancer and non-head and neck cancer showed no significant difference (p-value=0.242). Conclusion: There is a relationship between the TERT VNTR MNS16A polymorphism and head and neck cancer."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Noryken Br.
"Latar belakang: Periodontitis adalah penyakit kronis terlokalisasi pada jaringan penyangga gigi. Penyebab penyakit ini multifaktorial, termasuk faktor genetik.
Tujuan: Menganalisis hubungan polimorfisme genetik IL-10 pada laki-laki terhadap derajat keparahan periodontitis.
Metode: Menggunakan tehnik PCR dan RFLP (enzim RSA I), dianalisis dengan elektroforesis dan divisualisasi menggunakan Gel Doc.
Hasil: 44 sampel normal terdapat genotip: CC 27,27%, CA 41,37%, AA 11,36%; 70 kelompok periodontitis : ringan CC 50%, CA 12,5%, AA 37,5%; sedang: CC 38,9%, CA 47,2%, AA 13,9%; berat: CC 42,3%, CA 30,8%, AA 19,4%.
Kesimpulan: Ditemukan gambaran polimorfisme IL-10 pada pada penelitian ini, namun tidak berhubungan dengan derajat keparahan periodontitis.(p>0.05).

Background: Periodontitis is a chronic disease localized to the supporting tissue and bone of teeth. It is multifactorial, including genetic factors.
Aim: To analyze the relationship of genetic polymorphisms in the IL-10 men against the severity of periodontitis.
Methods: Using PCR and RFLP techniques (RSA enzyme I), were analyzed by electrophoresis and visualized using the Gel Doc.
Results: 44 normal samples contained genotypes: CC 27.27%, 41.37% CA, AA 11.36%; 70 samples of periodontitis: a light CC 50%, CA 12.5% ​​AA 37.5%; were: CC 38.9%, CA 47.2%, AA 13.9%, by weight: 42.3% CC, CA 30.8%, 19.4% AA.
Conclusion: We found the distribution of the IL-10 genetic polymorphism in the normal group and periodontitis groups, but not related to the severity of periodontitis. (P> 0.05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45349
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasman
"Untuk mengetahui adanya persaingan dalam pemanfatan tumbuhan air sebagai pakan oleh Pila sp. dan Pomacea sp. telah dilakukan suatu penelitian deskriptifeksperimental di green house Biologi FMIPA UI, Depok. Dalam penelitian, digunakan Pila sp. dan Pomacea sp. yang masing-masing dikelompokkan berdasarkan ukuran tinggi cangkang yaitu kelompok 1 (0-1,49 cm), kelompok I I (I ,5-2,49 cm), kelompok I I I (2,5-3,49 cm), kelompok 1V (3,5-4,49 cm), kelompok V (4,5-5,49 cm). Masing-masing kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan 3 Jenis tumbuhan air yaitu daun padi, daun teratai dan Hydrilla sebagai pakannya. Pengamatan kecepatan makan masing-masing kelompok dilakukan setiap 24 jam selama 5 hari.
Kesimpulan yang dapat diambil dari data hasil pengamatan adalah: Tumbuhan Hydrilla merupakan tumbuhan air yang paling banyak dikonsumsi; Kecepatan makan rata-rata Individu masing-masing kelompok terhadap Hydrilla baru terlihat berbeda pada kelompok III (2,5-3,49 cm); Kecepatan makan rata-rata Pita sp. per hari semakin meningkat sesuai dengan pertambahan ukuran tinggi cangkang (sampai dengan ukuran tinggi cangkang 3,5-4,49 cm) kemudian menurun dan cenderung konstan pada ukuran tinggi cangkang 4,5-5,49 cm); Kecepatan makan rata-rata Pomacea sp. per hari semakin meningkat sesuai dengan pertambahan ukuran tinggi cangkang."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sarumpaet, Angela Tiffani Tassa
"Methylenetetrahydrofolate Reductase (MTHFR) adalah enzim yang penting dalam pembentukan metabolime folate dan methionine. Kadar enzim ini sangat tinggi di testis dan berperan penting dalam spermatogenesis oleh karena itu dapat mempengaruhi proses metilasi dan sintesis DNA. Apabila terdapat mutasi gen, kemungkinan besar akan mempengaruhi aktivitas MTHFR dan menyebabkan infertilitas pada pria. Beberapa studi menemukan polimorfisme pada posisi C677T yang akan mengakibatkan defisiensi enzim MTHFR dan menurunkan aktifitas metabolisme folat.
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis polimorfisme gen MTHFR C677T pada pria azoospermia di Indonesia. Penelitian ini menggunakan studi cross sectional dengan pengambilan sampel darah tepi dari 83 pasien pria azoospermia dan 38 pria normal sebagai kelompok kontrol. DNA diisolasi dan diperbanyak menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR), dan dipakai teknik RFLP, menggunakan enzim HinfI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara distribusi genotip (CC,CT, dan TT) gen MTHFR C677T (p=0.959) dengan azoospermia. Demikian juga antara distribusi alotip (allele T dan homozigot allele C) dengan azospermia (p=0.325).
Sebagai kesimpulan, dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermakna baik genotip maupun alotip polimorfisme gen MTHFR C677T dengan azoospermia. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian menggunakan sampel dari subjek dengan etnis yang lebih homogen.

Methylenetetrahydrofolate reductase (MTHFR) is an enzyme essential for the metabolism of folate and methionine. MTHFR enzyme level is very high in testis and has a an important role in spermatogenesis because of its methylation role in DNA synthesis. If there is a gene mutation, it will affect MTHFR activity and is likely to cause infertility in men. Several studies found the polymorphism in gene C677T will lead to a deficiency in the enzyme activity of MTHFR and lower folate metabolism.
The purpose of this research is to see whether there is any association between the polymorphisms of MTHFR C677T gene azoospermia men in Indonesia. This cross-sectional study usig peripheral blood samples from 83 male patients and 38 normal male azoospermia as a control group and then the DNA isolation is performed and it is amplified by PCR. Afterwards, RFLP is done with enzyme HinfI.
Results showed no association between genotype (CC,CT and TT) of the MTHFR gene polymorphism and azoospermia (p = 0.959), as well as the association between alotip (consist allele T and homozygot allele C) and azoospermia (p = 0.325).
In summary, there is no association either genotype and allotype in MTHFR gene polymorphism C677T polymorphism and azoospermia. Therefore, extended study should be undertaken using sample from subject with ethnically homogenous.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Djayaputera
"Latar Belakang: Karies gigi adalah penyakit dan infeksi rongga mulut yang paling umum terjadi di dunia. Karies merupakan penyakit multifaktorial yang dipengaruhi oleh faktor hospes, agen, lingkungan dan waktu. Kondisi dari suatu hospes dipengaruhi oleh gen yang dimiliki hospes, seperti gen MBL2. Gen MBL2 menginstruksikan pembentukan kompleks protein yang akan berikatan dengan agen patogen dan bekerja sama dengan sistem imun menghancurkan agen patogen pada lingkungan oral. Penelitian mengenai polimorfisme gen MBL2 G161A pada penderita karies telah dilakukan di berbagai negara, akan tetapi penelitian tersebut belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan gen MBL2 G161A pada penderita karies di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara polimorfisme gen MBL2 G161A pada penderita karies di Indonesia.
Metode: Analisis polimorfisme gen MBL2 G161A dilakukan dengan metode PCR-RFLP dengan enzim restriksi BanI.
Hasil: Dalam penelitian ini, pada kelompok karies ditemukan enam sampel dengan genotip GG, 29 sampel dengan genotip GA, dan 15 sampel dengan genotip AA. Sedangkan pada kelompok non-karies, ditemukan 43 sampel dengan genotip GG, tujuh sampel dengan genotip GA, dan tidak ditemukan genotip AA. Pada kelompok karies ditemukan 42 alel G dan 59 alel A, dan pada kelompok non-karies ditemukan 93 alel G dan 7 alel A.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna pada distribusi polimorfisme gen MBL2 G161A antara kelompok karies dengan non-karies (p = 0.001).

Background: Dental caries is the most common disease and infection of the oral cavity in the world. Caries is a multifactorial disease that is influenced by host, agents, environment and time factors. The condition of a host is influenced by the host's genes, such as the MBL2 gene. The MBL2 gene instructs the formation of a protein complex that binds to pathogens and works together with the immune system to destroy pathogens in the oral environment. Research on the MBL2 G161A gene polymorphism in caries patients has been carried out in various countries, but such research has never been conducted in Indonesia. Therefore, this study was conducted to determine the relationship of the MBL2 G161A gene in caries patients in Indonesia.
Objective: To determine the relationship between the MBL2 G161A gene polymorphism in caries patients in Indonesia.
Methods: Analysis of the MBL2 G161A gene polymorphism was carried out by the PCR-RFLP method with the BanI restriction enzyme.
Results: In this study, in the caries group there were six samples with GG genotype, 29 samples with GA genotype, and 15 samples with AA genotype. Whereas in the non-caries group, there were 43 samples with GG genotype, seven samples with GA genotype, and no AA genotype. In the caries group found 42 G alleles and 59 A alleles, and in the non-caries group 93 G alleles and 7 A alleles were found.
Conclusion: There were significant differences in the distribution of the MBL2 G161A gene polymorphism between caries and non-caries groups (p = 0.001).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adnan Fanani
"Latar Belakang: Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai oleh BMD yang rendah dan mikroarsitektur jaringan tulang yang memburuk akibat kerapuhan tulang yang meningkat dan kerentanan terhadap patah tulang. Beberapa faktor lingkungan dan genetik dianggap dapat berkontribusi terhadap terjadinya penyakit osteoporosis. Salah satu gen yang dapat mempengaruhi proses resorpsi tulang adalah gen LRP5 Gen LRP5 telah terbukti memainkan peran penting dalam biologi tulang. LRP5 adalah protein transmembran dan berfungsi sebagai co-receptor untuk protein Wnt. LRP5 diekspresikan dalam osteoblast dan mempengaruhi pembentukan tulang dengan mengubah Wnt signaling.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya polimorfisme dan perbedaan polimorfisme gen LRP5 Q89R pada wanita pascamenopause dengan osteoporosis.
Metode: 100 bahan biologis tersimpan (50 sampel wanita pascamenopause dengan osteoporosis dan 50 sampel individu sehat) dianalisa menggunakan teknik PCR-RFLP dengan enzim retriksi AvaII, selanjutnya data diuji secara statistik menggunakan uji Chi-square.
Hasil: Ditemukan banyak genotip QQ baik pada kelompok osteoporosis dan non-osteoporosis. Pada kelompok osteoporosis terdapat 93% genotip QQ dan 3% genotip QR dan tidak ditemukan genotip RR. Pada kelompok non-osteoporosis, terdapat 100% genotip QQ dan tidak ditemukan genotip QR dan RR.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna pada distribusi polimorfisme gen LRP5 Q89R antara penderita osteoporosis dengan kelompok non-osteoporosis (p = 0.105).

Background: Osteoporosis is a disease characterized by low bone mineral density (BMD) and deteriorating bone tissue microarchitecture due to increased bone fragility and susceptibility to fractures. Some environmental and genetic factors are considered to contribute to the occurrence of osteoporosis. One of the genes that can affect the bone resorption process is the LRP5 gene. The LRP5 gene has been shown to play an important role in bone biology. LRP5 is a transmembran protein and functions as a co-receptor for Wnt protein. LRP5 is expressed in osteoblasts and affects bone formation by changing Wnt signaling.
Objective: This research aims to look for genetic polymorphism and differentiate the distribution LRP5 Q89R gene polymorphism in postmenopausal woman with osteoporosis.
Methods: 100 stored biological samples (50 samples of postmenopausal woman with osteoporosis and 50 healthy control samples) were analyzed with PCR-RFLP technique using AvaII restriction enzyme, and subsequently assessed with statistical analysis using Chi-square test.
Result: QQ genotype was found with the highest amount in both samples. The postmenopausal group has 94% of GG genotype, 6% of QR genotype, and no RR genotype was found. The healthy control group has 100% of GG genotype and no QR and RR genotype was found. Based on Fisher-Extract test, there is no significant association between LRP5 Q89R and postmenopausal osteoporosis (p value = 0.105).
Conclusion: The genetic polymorphism of LRP5 Q89R in postmenopausal woman was found, but the polymorphism didnt have any association with osteoporosis in Indonesia populations."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>