Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129178 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alexander Tanri
"Aset kripto sekarang diakui sebagai komoditas di bursa berjangka, dan dalam menciptakan sistem untuk memungkinkan perdagangan aset kripto, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditas telah memberikan pedoman tertentu bagi pihak-pihak yang terlibat untuk memastikan bahwa perdagangan dapat dilakukan tanpa masalah. Salah satu syaratnya adalah adanya asuransi bagi pihak yang menyimpan aset kripto secara online, yaitu pihak penyimpanan dan pedagang. Namun Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi tidak memberikan spesifikasi mengenai asuransi aset kripto, yang berarti bahwa perusahaan asuransi harus membuat asuransi aset kripto sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan sebagai badan yang mengatur perasuransian. Dengan demikian, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana asuransi aset kripto akan diatur, serta bagaimana implementasinya, dengan menilai undang-undang asuransi yang ada serta penerapan asuransi aset kripto di Amerika Serikat, Britania Raya dan Kanada. Tulisan ini menggunakan penelitian hukum normatif karena sebagian besar akan didasarkan pada doktrin, undang-undang yang ada dan dokumen hukum lainnya. Melalui penelitian ini, penulis telah mencapai kesimpulan bahwa asuransi aset kripto dimungkinkan dan akan diklasifikasikan sebagai asuransi properti. Sebelum dipasarkan, produk asuransi itu sendiri harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23 Tahun 2015 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13 Tahun 2016 tentang Laporan Produk Asuransi Bagi Perusahaan Perasuransian.

Crypto asset is now recognized as a commodity in futures exchange, and in creating a system to enable the trade of crypto assets, the Commodity Futures Trading Supervisory Agency has provided certain guidelines for the parties involved to ensure that the trade can be conducted without any issues. One of the requirements is insurance for parties that holds crypto assets in an online wallet, namely depositories and merchants. However, the Commodity Futures Trading Supervisory Agency does not provide specifications regarding crypto asset insurance, which meant that an insurance company should create a crypto asset insurance in accordance with existing laws and regulations, which are the Indonesian Commercial Code, Law Number 40 of the Year 2014 regarding Insurance, as well as Financial Services Authority Regulations since they are the body which regulates insurance. Thus, this writing aims to find out how crypto asset insurance would be regulated, as well as how will it be implemented, by assessing existing laws and crypto asset insurance in the United States, the United Kingdom, and Canada. This thesis uses normative legal research since the research will be largely based on doctrine, existing laws and other legal documents. Through this research, the author has reached the conclusion that crypto asset insurance is possible and will be classified as property insurance. Prior to being sold, the insurance product itself should have fulfilled the requirements set by Financial Services Authority Regulation Number 23 of the Year 2015 and Financial Services Authority Circular Letter Number 13 of the Year 2016 regarding Insurance Product Report for Insurance Companies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Theresia
"

Kehadiran aset kripto (crypto asset) sebagai suatu komoditi yang diperdagangkan di Indonesia sudah diakui secara legal oleh pemerintah sejak tahun 2018. Meskipun perdagangan aset kripto dinaungi oleh Bappebti sebagai lembaga pengawas dan pengatur yang berwenang, sejumlah lembaga negara dan lembaga pemerintah lainnya masih menolak keberadaan aset kripto seperti Bitcoin, dengan alasan keberadaan aset kripto bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Selain itu, dalam penyelenggaraan perdagangan aset kripto yang baru berlangsung selama 1 (satu) tahun masih memiliki sejumlah kendala yang mengakibatkan konsekuensi ketidaksesuaian tugas dan fungsi pokok berdasarkan hukum yang berlaku, antara lain penggunaan redaksional “pasar fisik aset kripto” dan ketidakhadiran bursa berjangka dalam perdagangan komoditi aset kripto. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi aset kripto berdasarkan hukum kebendaan, mengidentifikasi aset kripto sebagai suatu komoditi, dan mengetahui keabsahan aset kripto dalam perdagangan komoditi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan perbandingan hukum. Penelitian menggunakan alat berupa studi dokumen peraturan perundang-undangan, penelurusan literatur, serta wawancara narasumber dari lembaga pemerintah terkait dengan pendekatan kualitatif.


The emergence of crypto asset as a commodity traded in Indonesia has been legally recognized by the government since 2018. Although the crypto asset market is under the auspices of Bappebti as the supervisory and regulatory authority, a number of state institutions and other government agencies still reject the existence of crypto asset such as Bitcoin, on the grounds that it is contrary to Law Number 7 of 2011 concerning Currency. In addition, the emerging market that has only lasted for 1 (one) year still has a number of obstacles that result in discrepancy of main duties and functions based on applicable law, including the use of editorial “pasar fisik aset kripto” (physical market of crypto asset) and the absence of a future exchange in crypto asset commodity trading. This study aims to identify crypto asset based on property law, to identify crypto asset as a commodity, and to determine the validity of crypto asset in commodity trading in Indonesia. This study uses a juridical-normative research method with legislative and legal comparative approach. Study of legal documents, literature research, and a series of in-depth interviews from related government institutions are used as tools of data collection with qualitative approach.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dani Triardi
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan investor komoditi Aset Kripto dalam peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan komoditi Aset Kripto di Indonesia dan perbandingannya terhadap regulasi di Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan hukum. Secara umum, peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan komoditi Aset Kripto di Indonesia telah mengakomodir perlindungan investor Aset Kripto dan memiliki prinsip perlindungan yang menyerupai perlindungan investor Aset Kripto dalam regulasi di Amerika Serikat. Namun berdasarkan studi komparasi yang dilakukan, terdapat beberapa ketentuan yang perlu diatur lebih lanjut dalam regulasi di Indonesia untuk memaksimalkan perlindungan investor komoditi Aset Kripto di Indonesia. Ketentuan yang perlu diatur lebih lanjut dalam regulasi perdagangan komoditi Aset Kripto di Indonesia antara lain: persyaratan bagi Pedagang Fisik Aset Kripto dalam rangka memperoleh persetujuan otoritas; ketentuan anti manipulasi dan penipuan; penyediaan Dana Kompensasi; pemberian imbalan kepada whistleblower; komponen informasi perdagangan komoditi Aset Kripto yang wajib dipublikasikan; kewajiban penyelenggara perdagangan komoditi Aset Kripto untuk memiliki prosedur internal tindakan pemulihan data; dan perlakuan atas unit komoditi Aset Kripto yang diperoleh dari pra-penjualan Aset Kripto.

This thesis discusses the protection of crypto asset commodity investors in the crypto asset commodity trading laws and regulations in Indonesia and its comparison with regulations in the United States. The research method used in writing this thesis is normative juridical with a comparative law approach. In general, Indonesian crypto asset commodity trading laws and regulations have accommodated the protection of crypto asset investors and have protection principles that resemble crypto asset investors' protection in the United States regulations. However, based on the comparative study conducted, there are several provisions that need to be further regulated in Indonesian regulations to maximize the protection of crypto asset commodity investors in Indonesia. The provisions that need to be further regulated in the crypto asset commodity trading law and regulation in Indonesia include: requirements for crypto asset traders in order to obtain the authority's approval; anti-manipulation and fraud provisions; the provision of compensation funds; compensation for whistleblowers; the component of crypto asset commodity trading information that must be published; the obligation of the crypto asset commodity trading operator to have internal procedures for data recovery actions; and the treatment of crypto asset commodity units obtained from the pre-sale of crypto assets."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saka Triawan
"Tulisan ini menganalisis mengenai legalitas Badan Usaha untuk menjadi Pelanggan Aset Kripto di Indonesia sehubungan dengan larangan Badan Usaha untuk menjadi Pelanggan Aset Kripto sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) Di Bursa Berjangka. Bahwa bila membandingkan pada regulasi yang ada di Negara lain yaitu Singapura, Thailand, dan Jerman, ketiganya mengizinkan Badan Usaha untuk dapat menjadi Pelanggan Aset Kripto, saat ini masih terdapat disharmonisasi peraturan tentang Aset Kripto di Indonesia baik antara ketentuan larangan Pelanggan Aset Kripto berbentuk Badan Usaha dan diperbolehkannya adanya legal arrangement bagi Pelanggan Aset Kripto, serta adanya peraturan mengenai pajak Aset Kripto yang menyebutkan bahwa penjual dan pembeli Aset Kripto dapat berupa individu maupun Badan Usaha. Bahwa disisi lain adanya mekanisme jual beli Aset Kripto melalui exchanger luar negeri dan DeFi exchange juga menjadi opsi bagi Badan Usaha untuk secara legal memiliki Aset Kripto menyebabkan pasar Aset Kripto di Indonesia saat ini belum dapat digunakan secara maksimal.

This thesis analyzes the legality of Business Entities becoming Crypto Asset Customers in Indonesia in connection with the prohibition on Business Entities becoming Crypto Asset Customers as regulated in Commodity Futures Trading Supervisory Agency Regulation Number 13 of 2022 concerning Amendments to CoFTRA Regulation Number 8 of 2021 concerning Guidelines for Organizing Trading Physical Market for Crypto Assets (Crypto Assets) on the Futures Exchange. Whereas if we compare the existing regulations with other countries, namely Singapore, Thailand and Germany, all of the three allow Business Entities to become Crypto Asset Customers, currently there is still disharmony in the regulations regarding Crypto Assets in Indonesia, including the provisions prohibiting Crypto Asset Customers in the form of Business Entities. and allowing legal arrangements for Crypto Asset Customers, as well as regulations regarding Crypto Asset tax which state that sellers and buyers of Crypto Assets can be individuals or Business Entities. On the other hand, the existence of a mechanism for buying and selling Crypto Assets through foreign exchangers and DeFi exchange is also an option for Business Entities to legally own Crypto Assets, which means that the Crypto Asset market in Indonesia cannot currently be used optimally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryani Sinduningrum
"Tulisan ini menganalisis bagaimana pelindungan hukum terhadap investor yang melakukan investasi aset kripto di Indonesia; bagaimana upaya kolaboratif antara Pemerintah, Otoritas Pengawas, dan Pelaku Industri Kripto untuk meningkatkan efektivitas pengaturan kripto dalam mengembangkan ekosistem finansial di Indonesia; dan bagaimana tanggung jawab Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) kepada Investor Kripto serta peran Pemerintah dan Otoritas Pengawas dalam hal terjadi PFAK yang menjadi Ilegal. Tulisan ini disusun dengan metode penelitian doktrinal. Hasil penelitian adalah pelindungan hukum industri kripto telah terlindungi dengan hadirnya Bursa Berjangka, Lembaga Kliring, dan Kustodian yang hak dan kewajibannya diatur dalam Perbappebti 13 Tahun 2020 juncto Perbappebti 8 Tahun 2021 serta diatur juga hak dan kewajiban PFAK dan Investor Kripto dalam perjanjian pelanggan. Pelindungan hukum lainnya dijamin dalam UUPDP, UUITE, dan UUPPSK. Namun terdapat kelemahan yaitu dalam perspektif syariah, kripto dianggap haram karena unsur perjudian dan ketidakpastian nilai. Namun dengan pesatnya industri kripto perlu diatur regulasinya. Kementerian Perdagangan, OJK, Pelaku Industri Kripto, dan Kementerian/Lembaga terkait telah melakukan kolaborasi namun harus ditingkatkan karena terdapat tantangan seperti peralihan tugas kepada OJK, literasi dan edukasi yang tidak hanya di kota besar saja, pelindungan data pribadi, hingga sifat terbuka dari aparat penegak hukum. Peluangnya yaitu potensi token lokal menjadi ‘go international’, potensi pendapatan pajak, dan potensi kripto menjadi virtual currency. Apabila izin usaha PFAK dicabut, PFAK harus mengembalikan aset investor dalam jangka waktu tertentu sedangkan Pemerintah berperan melakukan pembekuan izin usaha, pencabutan izin usaha, dan pengumuman public serta Pemerintah mendorong pembentukan lembaga kliring yang menjamin 70% dana yang berhasil di deposit dan kustodian menjamin 70% aset kripto yang berhasil ditransaksikan. Peran OJK adalah mengajukan permohonan pailit kepada PFAK walaupun dirasa tidak implementatif karena dikhawatirkan OJK bersifat subjektif. Upaya hukum yang dapat ditempuh Investor Kripto adalah penyelesaian jalur non-litigasi melalui LAPS-SJK dan BAKTI serta jalur litigasi diajukan gugatan wanprestasi kepada PFAK melalui Pengadilan Negeri.

This thesis analyzes how the legal protection of investors who invest in crypto assets in Indonesia; how collaborative efforts between the Government, Supervisory Authorities, and Crypto Industry Players to increase the effectiveness of crypto regulation in developing the financial ecosystem in Indonesia; and how the responsibility of Crypto Asset Physical Traders (PFAK) to Crypto Investors as well as the role of the Government and Supervisory Authorities in the event of PFAK becoming Illegal. This paper is prepared using doctrinal research method. The result of the research is that the legal protection of the crypto industry has been protected by the presence of the Futures Exchange, Clearing House, and Custodian whose rights and obligations are regulated in Perbappebti 13 of 2020 in conjunction with Perbappebti 8 of 2021 and also regulates the rights and obligations of PFAK and Crypto Investors in customer agreements. Other legal protections are guaranteed in UUPDP, UUITE, and UUPPSK. However, there are weaknesses, from a sharia perspective, crypto is considered haram because of the element of gambling and uncertainty of value. However, with the rapid development of the crypto industry, it is necessary to regulate it. The Ministry of Trade, OJK, Crypto Industry Players, and related Ministries/Institutions have collaborated but must be improved because there are challenges such as the transfer of duties to OJK, literacy and education that are not only in big cities, protection of personal data, and the open nature of law enforcement officials. The opportunities are the potential for local tokens to 'go international', potential tax revenue, and the potential for crypto to become virtual currency. If PFAK's business license is revoked, PFAK must return investor assets within a certain period of time while the Government has the role of freezing business licenses, revoking business licenses, and public announcements and the Government encourages the establishment of clearing houses that guarantee 70% of successfully deposited funds and custodians guarantee 70% of successfully transacted crypto assets. OJK's role is to submit a bankruptcy application to PFAK even though it is deemed not implementable because it is feared that OJK is subjective. Legal action that can be taken by Crypto Investors are non-litigation settlement through LAPS-SJK and BAKTI and litigation filed a default suit against PFAK through the District Court."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rama Ananda Dienta Putra
"Penetapan aset kripto sebagai suatu komoditi yang diperdagangkan di bursa berjangka dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2018. Sebagai komoditi dalam bursa berjangka, aset kripto diawasi serta diregulasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti. Perdagangan aset kripto dilaksanakan melalui pasar fisik aset kripto yang melibatkan beberapa pihak antara lain Bappebti, Pedagang Fisik Aset Kripto atau Calon Pedagang Fisik Aset Kripto, Pelanggan Aset Kripto, Lembaga Kliring Berjangka, Bursa Berjangka, dan Pengelola Tempat Penyimpanan. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan dalam perdagangan aset kripto ditentukan oleh Bappebti yang terdiri dari jual beli, pertukaran, penyimpanan, dan pemindahan aset kripto. Namun, dalam praktiknya, terdapat calon pedagang fisik aset kripto yang melaksanakan kegiatan di luar yang telah ditentukan oleh Bappebti. Bentuk kegiatan atau layanan tersebut adalah gadai kripto. Gadai kripto merupakan layanan di mana aset kripto milik pelanggan akan dijadikan objek jaminan gadai terhadap perjanjian utang piutang antara pelanggan dan pedagang aset kripto. Peraturan Bappebti Nomor 13 Tahun 2021 menyatakan bahwa layanan yang hendak diselenggarakan di luar yang telah ditentukan haruslah mendapat persetujuan dari Bappebti. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana pengaturan aset kripto, jenis kebendaan aset kripto, dan legalitas layanan gadai kripto di Indonesia.

The issuance of crypto asset as a commodity traded in futures exchange is outlined in the Regulation of The Minister of Trade of The Republic Indonesia Number 99 of 2018. As a commodity in futures exchange, crypto asset is supervised and regulated by Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi or Bappebti. Trading of crypto asset is carried out through physical market of crypto assets which involves several parties such as Bappebti, Physical Traders of Crypto Assets, Prospective Physical Traders of Crypto Assets, Crypto Assets Customers, Futures Clearing Institute, Futures Exchange, Management of Crypto Assets Storage. Trade of crypto assets can be done in several forms of activity which are determined by Bappebti such as buy and sell, conversion, deposit, and transfer of crypto assets. However, there is prospective physical trader of crypto assets which held activity that has not been determined yet by Bappebti. The form or service of the activity is called gadai kripto. Gadai kripto is a service where customers of crypto assets place their crypto assets as a collateral to loan agreement between customers and traders of crypto assets. Regulation of CoFTRA Number 13 of 2021 states that any form of service or activity outside the ones Bappebti has determined should be submitted to Bappebti in order to acquire approval. With the use of juridical normative research method, this study will analyze on the regulation of the crypto assets, the property of crypto assets, and legality of gadai kripto service in Indonesia"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Ismoyo
"Penelitian ini bertujuan untuk mengusulkan penerapan konsep pajak penghasilan final (PPh final) atas transaksi perdagangan aset kripto di pasar fisik aset kripto berdasarkan teori hard-to-tax (HTT). Menurut Das-Gupta (1994), hard-to-tax groups memiliki banyak transaksi sehingga membuat penghasilan dari sektor tersebut menjadi lebih kompleks untuk diawasi, sehingga persyaratan kepatuhan wajib pajak yang lebih rendah dan peran pihak ketiga sangat penting dalam menangani hard-to-tax groups. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara kepada responden dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), pedagang aset kripto, serta kuesioner terbuka yang diberikan kepada sampel pelanggan aset kripto. Data tersebut dianalisis menggunakan thematic analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transaksi perdagangan aset kripto di pasar fisik aset kripto tergolong dalam sektor HTT sehingga Pajak Penghasilan (PPh) final dianggap sebagai alternatif pemajakan yang tepat dibandingkan pengenaan pajak berbasis capital gain. Berdasarkan prinsip dasar perpajakan, hampir seluruh aspek terpenuhi, kecuali prinsip horizontal dan vertical equity. Untuk tindak lanjut, diperlukan tarif yang setara atau lebih rendah dibandingkan dengan PPh final yang dikenakan atas transaksi penjualan saham di bursa efek, kesiapan penyelenggara pasar fisik aset kripto untuk melakukan withholding tax, bursa berjangka yang mengawasi pasar fisik aset kripto, serta payung hukum setingkat Peraturan Pemerintah untuk menerapkan PPh Final tersebut.

This study proposes implementing the concept of final income tax on crypto-asset trading transactions in the crypto assets physical market based on hard-to-tax (HTT) theory. According to Das-Gupta (1994), hard-to-tax groups have a large number of transactions that make income from the sector more complex to monitor, so that lower taxpayer compliance requirements and the role of third parties are essential in dealing with hard-to-tax groups. The data in this study were collected through interviews with respondents from the Directorate General of Taxes (DGT), the Commodity Futures Trading Regulatory Agency (CoFTRA), crypto-asset traders, and an open questionnaire was given to a sample of crypto-asset customers. The data were analyzed using thematic analysis. The study results indicate that crypto asset trading transactions in the physical market of crypto assets belong to the HTT sector, so the Final Income Tax is considered an appropriate alternative to taxation. Based on the fundamental principles of taxation, almost all aspects are met, except for horizontal and vertical equity principles. An equivalent or lower tax rate to the final income tax on the stock exchange, the readiness of crypto assets physical market operators to carry out withholding taxes, futures exchanges that oversee the physical market for crypto assets, and a legal standing at the level of a Government Regulation is required to implement the Final Income Tax."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Earlene Shefila
"Aset kripto merupakan aset digital yang memiliki nilai investasi dan diakui sebagai komoditas oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Aset kripto diperdagangkan dalam bursa aset kripto, yang sebagian tersedia dalam platform mobile. Ulasan pengguna terkait kurangnya usability dalam aplikasi pertukaran aset kripto di Indonesia banyak ditemukan pada Apple App Store. Sejumlah ulasan mengatakan bahwa fitur-fitur pada aplikasi sulit dan rumit digunakan sehingga menjadi penghalang bagi mereka untuk menggunakan aplikasi pertukaran aset kripto dengan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan menganalisis isu-isu terkait usability dan mungkin ditemukan pada aplikasi pertukaran aset kripto yang diteliti. Untuk memulai penelitian, pemilihan aplikasi yang diteliti dilakukan dengan mengurutkan peringkat dan jumlah unduhan aplikasi, yang menghasilkan tiga aplikasi: Indodax, Tokocrypto, dan Pintu. Aplikasi ini kemudian dianalisis dan dibandingkan terkait arsitektur informasi dan halaman setiap fitur utama yang ada saat ini. Selanjutnya, dilakukan wawancara kontekstual dan usability testing dengan kelompok partisipan pengguna dan non-pengguna yang masing-masing terdiri dari lima peserta, serta heuristic evaluation dilakukan oleh tiga ahli berdasarkan Nielsen’s Ten Usability Heuristics Principles. Hasil completion rate untuk setiap aplikasi dari partisipan adalah 83% untuk Indodax, 86% untuk Tokocrypto, dan 87% untuk Pintu dan menghasilkan tujuh permasalahan usability sementara evaluator ahli menemukan 41 masalah usability dengan sebagian besar pelanggaran ditemukan terhadap prinisip aesthetic and minimalist design. Data ini kemudian dikelompokkan dan ditriangulasi untuk menentukan prioritas masalah. Seperangkat rekomendasi desain dan low-fidelity mock up dibangun sebagai solusi dari permasalahan yang ditemukan. Hasil penelitian menemukan bahwa aplikasi pertukaran aset kripto di Indonesia masih memiliki banyak ruang untuk perbaikan, terutama pada aspek learnability.

Crypto assets are digital assets that have investment value and are recognised as commodities by the Indonesian Commodity Futures Trading Regulatory Agency (Bappebti). Crypto assets are sold in crypto assets exchanges, with some being available in mobile platforms. Numerous reviews concerning the lack of usability in using crypto assets exchange were found in app stores, mostly saying that difficult and complicated feature hinder them from using the app to trade crypto assets efficiently. This study aims to evaluate the usability issues that crypto assets exchange applications in Indonesia may have. To approach the study, applications are chosen by sorting the ratings and number of downloads, which comes down to three apps: Indodax, Tokocrypto, and Pintu. These apps are then analysed and compared for their information architecture and main feature pages. Next, contextual interviews and usability testing are conducted with a user and non-user group consisting of five participants each and heuristics evaluation done by three experts based on Nielsen’s Ten Usability Heuristics. The completion rate for each apps from the users are 83% for Indodax, 86% for Tokocrypto, and 87% for Pintu while expert evaluators found 41 usability problems with most violating the eighth principle which is aesthetic and minimalist design. These data are then clustered and triangulated to make a prioritization of problems. A set of design recommendations and low-fidelity mock ups are constructed as a solution to the problems found. This study found that crypto exchange mobile applications in Indonesia still have plenty of room for improvement, especially in the learnability aspect. "
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lendra Dika Kurniawan
"Aset kripto seperti Bitcoin menggunakan pencatatan terdistribusi pada jaringan blockchain yang diperkuat dengan sistem kriptografi menjadikannya sebuah teknologi yang efisien dan anonim, namun kelebihan tersebut berpotensi menimbulkan risiko penyalahgunaan aset kripto sebagai media kejahatan dunia maya. Terdapat dugaan kuat penggunaan aset kripto sebagai media pencucian uang, hal ini karena kompleksitas kripto yang membuat tindak kejahatan sulit diketahui. Ditambah minimnya intervensi pemerintah terhadap aset kripto menjadikannya sebagai kedok yang ideal bagi para pelaku kejahatan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif yang dilengkapi dengan wawancara, selain itu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan yang diuraikan secara deskriptif analitis. Terkait konstruksi dari risiko pencucian uang melalui urgensi pengaturan aset kripto adalah perlunya pengaturan aset kripto yang menjadi urgensi tersendiri karena aset kripto memiliki sistem yang kompleks sehingga menimbulkan berbagai faktor-faktor yang membuat aset kripto rentan disusupi pencucian uang. Adapun upaya yang dilakukan untuk mitigasi risiko pencucian uang melalui aset kripto adalah; kanalisasi perdagangan aset kripto di bursa berjangka, pemeriksaan pedagang fisik aset kripto & daftar aset kripto yang diperdagangkan, penerapan Program Anti Pencucian Uang & Pendanaan Terorisme (APU-PTT) pada perdagangan fisik aset kripto, dan mekanisme pelaporan dan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas seperti Bappebti dan PPATK.

Cryptographic asset such as Bitcoin use distributed ledger on a blockchain network that uses a cryptographic system as an efficient and anonym technology, But there is  potential risk to crypto used as a cyber crime media. There are strong allegations of using crypto assets as a medium for money laundering, this is because the complexity of crypto makes the crime unknown. Plus the lack of government intervention in crypto assets is used as an ideal cover for criminals. This research uses the juridical-normative method which is equipped with interviews, besides the approach used is a law approach which is described in an analytical descriptive manner. Related to the construction of money laundering through the urgency of regulating crypto assets is the need for regulation of crypto assets which is of special importance because crypto assets have a complex system that creates various factors that make crypto assets vulnerable to being infiltrated by money launderyng. The efforts is to mitigate the risk of money laundering through crypto assets are; crypto asset trading channelization on futures exchanges, crypto asset futures brokerage check & legalized crypto asset listing, implementation of the Anti-Money Laundering & Terrorism Financing Program (AML-ATF) on crypto asset trading, and reporting and monitoring mechanisms carried out by authorities such as Bappebti and PPATK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza Dharmaputra
"Cryptocurrency dapat diklasifikasikan sebagai bentuk aset digital berbasis atau mata uang virtual pada jaringan yang didistribusikan, dan banyak cryptocurrency adalah jaringan terdesentralisasi berdasarkan teknologi blockchain. Menurut Badan Pengatur dan Perdagangan Berjangka Komoditas (“Bappebti”) mata uang kripto dianggap sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa yang akan datang, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditas sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10/2011. Setelah mempertimbangkan perdagangan aset kripto sebagai komoditas. Bappebti mengeluarkan peraturan yang memberikan skema peraturan umum terperinci tentang pengoperasian pasar berjangka aset kripto fisik melalui Peraturan Bappebti No. 5/2019 tentang Ketentuan Teknis yang Mengatur Perdagangan Berjangka Fisik Aset Crypto. Tesis ini memiliki pertanyaan penelitian yaitu 1) Bagaimana regulasi mengenai prinsip mengenal nasabah dalam kaitannya dengan Anti Pencucian Uang dan pencegahan pendanaann terorisme serta rekomendasi FATF dalam perdagangan aset kripto? 2) Bagaimana implementasi program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme oleh Tokocrypto? Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, berdasarkan regulasi yang tertuang dalam Peraturan Bappebti No.5 / 2019 serta peraturan perundang-undangan lainnya seperti pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang serta pencegahan dan pemberantasan pendanaan terorisme. Bappebti sebagai regulator untuk ketentuan teknis perdagangan aset kripto telah menerapkan langkahlangkah manajemen risiko sekaligus menetapkan persyaratan manajemen risiko untuk semua pihak yang terlibat, seperti melakukan Uji Tuntas Pelanggan (“CDD”).

Cryptocurrencies can be classified as a form of digital asset based or virtual currency on network that is distributed across, and many cryptocurrencies are decentralized network based on blockchain technology. According to Commodity Futures Trading and Regulatory Agency (“Bappebti”) cryptocurrencies are considered as commodity which can be traded in future exchanges, in respect to Law Number 32 of 1997 about Commodity Futures Trading as amended by Law Number 10 /2011. After having considered crypto assets trading as a commodity. Bappebti issued a regulation which provide a detailed general regulatory scheme on the operation of the physical crypto-asset futures market through Bappebti Regulation No. 5/2019 on Technical Provisions Governing Physical Futures Trading of Crypto Assets. This thesis has the research question of 1) How is the regulation regarding to Know Your Customer Principle in relation to anti-money laundering and counter terrorism financing policy and FATF Recommendations on physical trading of crypto asset? 2) How is the implementation of Know Your Customer Principles in combating money laundering and counter terrorism financing program by Tokocrypto? This thesis uses the normative juridical research method, based on regulation stated in Bappebti Regulation No. 5/2019 as well as other laws such as prevention and eradication of money laundering crime and prevention and eradication of terrorism financing. Bappebti as the regulator for the technical provision of crypto asset trading has both implemented risk management measures as well as stipulating risk management requirements for all parties involved, such as performing Customer Due Dilligence (“CDD”)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>