Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137090 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hafiz Priyansyah
"Pembahasan mengenai budaya populer selalu berkembang seiring dengan perkembangan media yang mendukung penyebaran mereka. Fandom media hiburan tersebut menjadi objek studi yang menarik banyak peneliti untuk melihat praktik budaya yang ada di dalamnya. Fandom anime, contohnya, merupakan salah satu pelanggan utama dalam studi mengenai praktik budaya yang terjadi dalam komunitas mereka masing-masing. Dalam penelitian ini, terdapat pembahasan mengenai bagaimana fandom anime di Indonesia membuat animeme (meme dengan topik anime) dengan nilai budaya yang terdiri dari budaya anime dan beragam budaya masyarakat Indonesia. Melalui praktik textual poaching (Jenkins, 1992) ini, akan ditelaah bagaimana fandom anime daring di Indonesia memaknai keberadaan mereka sebagai komunitas transnasional (Appadurai, 1996). Data berupa meme anime yang didapatkan dari Twitter akan dibahas dengan menggunakan kedua konsep tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana fandom anime telah berkembang dari taraf komunitas transnasional yang memahami nilai-nilai budaya antar negara, menjadi komunitas transregional yang menunjukkan pemahaman akan nilai-nilai budaya yang berasal dari anime dan daerah-daerah tertentu di Indonesia. Istilah transregional menjadi cenderung lebih cocok untuk mewakili fenomena pengaruh budaya yang tidak lagi terbatas kenegaraan, melainkan kedaerahan ini. Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat ikut berkontribusi pada perkembangan studi mengenai budaya populer, fandom, dan komunitas transnasional yang sering juga disebut sebagai global citizen.

Discussions regarding popular culture has always developed in parallel with the development of the media that spreads them. Said media’s fandom becomes an interesting study that attracts many researchers to unravel the cultural practices they conduct. The anime fandom, for example, is a usual suspect for the study of their cultural practices. This research discusses how Indonesian anime fandom creates animemes (anime-themed memes) with the cultural values of anime culture and the culture of the people in Indonesia. Through this practice of textual poaching (Jenkins, 1992), this research will analyze how anime fandom practice their existence as a transnational community (Appadurai, 1996). The data discussed by these two theories are in the form of anime memes obtained from Twitter. The result shows that anime fandom has developed from a transnational community that practices the cultural values of a nation, into a transregional community that practices the cultural value of anime and particular regions in Indonesia. The term “transregional” tend to become much more suitable to represent the cultural influence of not only a nation or a country, but also a particular region’s culture. The researcher hopes that this research can contribute to the development of popular culture study, especially the study of fandom and transnational community, who are often referred to as global citizen."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Skripsi ini membahas tentang gaya busana kawaii yang merepresentasikan budaya Jepang yang kini telah tersebar ke banyak negara dalam skala transnasional. Penulisan ini difokuskan pada pengguna gaya busana kawaii di Kanada Rusia dan Makau untuk mengukur penerimaan gaya busana kawaii di masing masing negara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa gaya busana kawaii berkembang menjadi budaya transnasional karena telah memenuhi karakteristik karakteristik kebudayaan transnasional.

This thesis discusses about kawaii fashion that represents Japanese culture has diffused to many countries on a transnational scale. This research is mainly focused on kawaii fashion wearers in Canada Russia and Macau to measure the acceptance of kawaii fashion in each country. Results from this study indicate that kawaii fashion developed into transnational culture because it has met the characteristics of transnational culture theory."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S62082
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robihah
"Budaya populer Thailand semakin berkembang seiring dengan meningkatnya antusiasme publik terhadap industri entertainment Thailand. Perkembangan ini membentuk suatu kolektif penggemar yang kemudian mendefinisikan dirinya sebagai "Thai Enthusiast". Penelitian ini menganalisis perkembangan fandom digital dan budaya penggemar "Thai Enthusiast" di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode etnografi digital atau netnografi, meliputi wawancara mendalam secara daring dan observasi partisipan secara digital di media sosial. Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa budaya populer Thailand di Indonesia mulai berkembang pesat terutama semenjak pandemi. Perkembangan ini membawa hadirnya ragam budaya penggemar yang direpresentasikan melalui berbagai praktik penggemar dalam ruang-ruang digital. Dalam aktivitasnya, setiap penggemar saling berbagi perspektif dan berbagi makna dalam mengekspresikan relasi emosional dengan idol dan mengkonseptualisasikan nilai tentang fandom digitalnya.

Thai popular culture is growing along with the increasing public enthusiasm for the Thai entertainment industry. This development formed a fan collective which later defined itself as a "Thai Enthusiast". This study analyzes the development of digital fandom and fan culture of "Thai Enthusiast" in Indonesia. This research was conducted using digital ethnographic methods or netnography, including online in-depth interviews and digital participant observation on social media. The findings in this study indicate that Thai popular culture in Indonesia has begun to develop rapidly, especially since the pandemic. This development presents a variety of fan culture which is represented through various fan practices in digital spaces. In their activities, each fan shares perspectives and shares meaning in expressing emotional relationships with idols and conceptualizing values about their digital fandom."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Balqis Cemal Xaviera Hadi
"Terdapat mutualisme (hubungan saling menguntungkan) antara penggemar dan industri budaya populer. Adanya perspektif negatif terkait penggemar yang menyatakannya sebagai sesuatu yang pasif dan tidak terberdayakan perlu diubah. Berangkat dari hal tersebut, penulis melakukan studi terhadap penggemar NCT (NCTzen) melalui karya penggemar Alternate Universe (AU) dan novel Butterflies yang dibuat oleh Alesa Cakes. Tulisan ini bertujuan untuk melihat mutualisme antara Alesa Cakes sebagai penggemar NCT dan industri budaya populer. Penulis melakukan analisis deskriptif dengan memerhatikan beberapa aspek, yaitu (1) penggemar sebagai textual poacher, (2) penggemar sebagai pemasaran industri budaya populer (fan-labour), (3) fantrepreneurship dan karya penggemar, dan (4) produsage pada karya penggemar. Dari analisis yang dilakukan, ditemukan bahwa Alesa Cakes berhasil memberdayakan dirinya melalui komersialisasi karya penggemar Alternate Universe (AU) Butterflies menjadi sebuah novel dengan judul serupa. Penciptaan karya penggemar tersebut turut menguntungkan industri budaya populer karena membantu memasarkan produk media, yaitu Haechan (NCT) pada khalayak umum.

There is mutualism between fans and the popular culture industry. There is a negative perspective regarding fans who declare it as something passive and helpless that needs to be changed. Based on this, the author studied NCT fans (NCTzen) through Alternate Universe (AU) fan art and the Butterflies novel by Alesa Cakes. This paper aims to see the mutualism between Alesa Cakes as a fan of NCT and the popular culture industry. The author conducts a descriptive analysis by paying attention to several aspects, namely (1) fans as textual poachers, (2) fans as the marketing for the popular culture industry (fan-labour), (3) fantrepreneurship and fanworks, (4)Production of fanworks. From the analysis conducted, it was found that Alesa Cakes succeeded in empowering herself through the commercialization of the fan work Alternate Universe (AU) Butterflies into a novel with a similar title. The creation of fan art also benefits the popular culture industry because it helps market the media product, namely Haechan (NCT), to the general public."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rara Firlina
"JKT48, grup penyanyi yang merupakan sister group idola asal Jepang AKB48, saat ini merupakan penyanyi yang cukup dikenal di Indonesia karena fanatisme fansnya. Salah satunya adalah Kaskus JKT48 yang merupakan komunitas fandom penggemar JKT48 dan terbentuk online dari forum online kaskus. Kaskus JKT48 cukup terkenal karena kekompakan dan eksistensinya di kalangan fans JKT48. Penelitian ini kemudian ingin mengetahui bagaimana dinamika hubungan yang terjadi pada Kaskus JKT48 sehingga membuat Kaskus JKT48 sebagai komunitas online menjadi kompak. Dinamika hubungan dapat terjadi dari interaksi online dan offline, ikatan, pemaknaan identitas anggota sebagai bagian dari Kaskus JKT48, dan penggunaan media sosial (forum online dan Twitter) sebagai media komunikasi komunitas. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan paradigma interpretif dan menggunakan strategi etnografi.
Hasil dari penelitian ini yaitu terjadi dinamika komunitas Kaskus JKT48 karena interaksi online offline yang terus menerus terjadi. Dinamika berdampak pada ikatan dan kekompakan komunitas yang berkurang. Dinamika juga terjadi karena identitas anggota mulai terkontestasi dan muncul clique (kelompok dalam kelompok). Interaksi online dengan menggunakan berbagai media sosial juga menjadi pemicu munculnya dinamika dalam Kaskus JKT48 akibat adanya overload information dan membuat kejenuhan pada anggota komunitas.

JKT48, a singer group which is Japanese idol sister group of AKB48 , is now a well-known singer in Indonesia because of fanaticism fans. One of them is Kaskus JKT48, the fandom community JKT48 fan that formed online by online forums known as Kaskus. Kaskus JKT48 is quite famous because of its coheisveness and its existence among JKT48 fans. This study want to know how the dynamics of the relationships that occur on Kaskus JKT48 thus making Kaskus JKT48 as a cohessive online community. The dynamics of the relationship can occur from online and offline interaction, bonding, meaning the identity of members as part of JKT48 Kaskus, and the use of social media ( online forums and Twitter ) as a community communication medium. This research use qualitative and interpretive paradigm by using ethnographic strategy.
The results of this study are the dynamics of JKT48 Kaskus community due to online and offline interactions that keep happen in it. The dynamics caused impact on bond and reduced community cohesiveness. Dynamics also occur because of the identity of the members began contested and appear clique ( groups within groups ). Online interaction using a variety of social media is also a trigger of dynamics in Kaskus JKT48 due to information overload and began appearing saturation on community members.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S58279
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Nabila Andani
"ABSTRAK
Produce 101 Season 2 merupakan salah satu acara audisi bakat yang berhasil meraih kesuksesan besar di Korea Selatan. Kemunculannya juga membawa perubahan besar dalam konsep fandom idola K-Pop. Fandom idola K-Pop kini tidak hanya menjadi konsumen namun juga produser (prosumer) dari grup idola K-Pop favorit mereka. Fandom Produce 101 Season 2 dapat dijadikan salah satu subjek untuk meneliti perilaku prosumer dari fandom idola K-Pop, karena mereka bertindak sebagai konsumen sekaligus produser dari acara tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa peran fandom Produce 101 Season 2 sebagai prosumer dalam perkembangan budaya populer Korea, khususnya K-Pop. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa akibat perilaku prosumer fandom Produce 101 Season 2, fandom idola K-Pop lebih berani untuk tampil di hadapan publik, tidak lagi pasif dan sudah menjadi fandom yang berpartisipasi serta mengarahkan idolanya untuk sukses.

ABSTRACT
Produce 101 Season 2 is one of the talent auditions that hit a big success in South Korea. This program also brought a big change in the concept of K-Pop idol fandom. Now K-Pop idol fandom is not only a consumer but also a producer (prosumer) of their favorite K-Pop idol group. Produce 101 Season 2 fandom can be used as a case to examine prosumer behavior of K-Pop idol fandom, because they acted as a consumer as well as a producer of this program. This study uses qualitative method. The purpose of this study is to analyze the role of Produce 101 Season 2 fandom as a prosumer in the development of Korean popular culture, especially K-Pop. The results of this study show that due to the behavior of Produce 101 Season 2 fandom as a prosumer, K-Pop idol fandom is more confident to appear in public, no longer passive and has become a participative fandom who direct their idols to success."
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Audria Sabila Andjani
"Dalam beberapa tahun terakhir, tingkat partisipasi para fans dalam fandom telah mencapai tingkat keterlibatan yang semakin tinggi. Karya fans yang berfokus pada ‘slashing’ atau pada pasangan laki-laki telah sering menjadi subyek diskusi akademis karena dianggap sebagai wadah untuk mengeksplorasi konstruksi gender. Namun, hanya sedikit penelitian akademis yang dilakukan pada karya self-insert karena karya heterosexual diasumsikan tidak memiliki potensi subversif yang sama seperti karya ‘slashing’. Penelitian ini akan berfokus pada karya self-insert dalam bentuk fan work baik dalam bentuk visual ataupun textual pada fandom anime pada khususnya, karena secara historis, fandom anime lebih dikenal sebagai fandom yang didominasi laki-laki. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan mengambil konsep dari gender performativity theory, penelitian ini akan membandingkan dan mengkaji protagonis wanita dalam karya self-insert di fandom anime dan bagaimana karya tersebut telah mengeksplorasi secara kreatif identitas gender dan seksual mereka sebagai bentuk perlawanan terhadap norma gender konvensional.
In recent years, fan participation in their respective fandoms have reached new levels of higher and deeper involvement than ever before. Fan made works that focus on ’slashing’ or the pairing of two male characters have been subject to plenty of academic discussions as they offer rich data to explore gendered discourses in the narrative construction of fictional and real-life identities. However, there has been less academic research done on self-insertion fan works where the author inserts her own self into the narrative. Self-insertion fan works more often than not, focus on heterosexual relationships, and thus has been neglected by scholars as it is assumed that heterosexual works do not have the same subversive potential as slash fan works do. Though self-insertion fan works has been seen as an inherently feminine practice, this paper will focus on self-insertion fan works in the form of fan fiction, and visual forms of self-insert fan works by the anime fandom in particular, as the anime fandom has been historically known to be more male dominated. By using a qualitative approach to the study and drawing on concepts from gender performativity theory, this paper will compare and examine the female protagonists in several chosen self-insert fan works in the anime fandom and how the female authors have creatively explored and played with their gendered and sexual identities as a form of resistance to conventional gendered discourses.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rosenna Ernady Rabbani
"Studi ini meneliti aktivitas donasi fandom K-Pop dari grup perempuan asal Korea Selatan, GFRIEND dan Dreamcatcher, yang ada di Indonesia. Berdasarkan wawancara mendalam dengan penggemar, artikel ini membahas makna budaya donasi sebagai budaya partisipatoris bagi BUDDY dan InSomnia. Budaya donasi yang difokuskan adalah donasi atas nama idola. Penelitian ini berfokus pada konstruksi makna yang dibangun oleh kedua fandom melalui kegiatan berdonasi. Dalam tulisan ini budaya fandom merupakan budaya yang dimiliki oleh seseorang atau suatu kelompok untuk menunjukan kegemarannya sebagai sebuah dukungan terhadap suatu objek. Tulisan ini menganalisis kegiatan berdonasi atas nama idola sebagai bentuk budaya partisipatoris dengan objek penelitian fandom BUDDY dan fandom InSomnia Indonesia untuk memahami makna yang dikonstruksi melalui kegiatan berdonasi itu. Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara dan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fandom BUDDY dan InSomnia memaknai donasi sebagai wadah bagi penggemar untuk membangun citra positif idola dan fandom. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dalam berdonasi untuk membangun citra positif idola bukan hanya karena faktor untuk mendorong popularitas saja, tetapi juga terdapat faktor moralitas di dalamnya.

This study examines the donation activities of K-Pop fandom from South Korean girl groups, GFRIEND and Dreamcatcher, in Indonesia. Based on in-depth interviews with fans, this article discusses the cultural meaning of donation as a participatory culture for BUDDY and InSomnia. The donation culture in this study focused on donating on behalf of idols. This study focuses on the meaning construction built by both fandoms through donating activities. In this study, fandom culture is a culture that is owned by a person or group to show their passion as a support for an object. This paper analyzes the activity of donating on behalf of idols as a form of participatory culture with the research object of the BUDDY fandom and the InSomnia Indonesia fandom to understand the meaning constructed through the donation activity. This study uses a qualitative approach with interview methods and descriptive analysis. The results of this study indicate that the BUDDY and InSomnia fandom interpret donations as a forum for fans to build a positive image of idols and fandoms. In this study, it was found that the donation activities to build a positive image of an idol is not only a factor to encourage popularity, but also a factor of morality in it."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mimandita Atsari
"Artikel ini membahas bagaimana budaya otaku sebagai sebuah budaya populer visual Jepang dikonsumsi oleh kaum muda di Jakarta. Budaya ini juga direproduksi melalui identifikasi diri mereka. Studi ini menggunakan kerangka berpikir industri budaya oleh Adorno dan Horkheimer. Peneliti berargumen bahwa budaya otaku anime, manga, dan video games bekerja sebagai mass consumption dengan menawarkan fungsi image creation atau fantasi akan dunia. Hal ini mendukung bekerjanya industri budaya sebagaimana digambarkan oleh Adorno dan Horkheimer. Temuan data menunjukkan bahwa budaya otaku, di satu sisi mendukung prinsip bekerjanya industri budaya, namun di sisi lain memunculkan kapasitas agensi melalui tiga tahap pengidentifikasian otaku dan reproduksi narasi dari para penggemarnya. Ditemukan pula bahwa budaya otaku mampu menjadi budaya populer yang bersifat transnasional karena memenuhi kebutuhan sosial kaum muda yang berbeda latar belakang kebangsaan. Budaya otaku menjadi suatu hal yang dekat dalam kehidupan sebagian kaum muda yang menemani mereka menuju kedewasaan.

This article discusses how otaku culture as a Japanese visual popular culture is consumed by youths in Jakarta. This culture is also reproduced through self identification. It is argued that otaku culture anime, manga, and video games works to generate mass consumption by offering an image creation or fantasy function. This supports how culture industry works as explained by Adorno and Horkheimer. It is found that otaku culture, on one side supports the principal function of culture industry, but on the other creates a capacity of agency through three stages of otaku identification and reproduction of narratives by its fans. It is also found that otaku culture can become a transnational popular culture for its function that mediates social needs of particular youths with different national backgrounds. Otaku culture becomes a close matter in the lives of particular youths that accompanies them as they grow into adulthood.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mimandita Atsari
"ABSTRAK
Artikel ini membahas bagaimana budaya otaku sebagai sebuah budaya populer visual Jepang dikonsumsi oleh kaum muda di Jakarta. Budaya ini juga direproduksi melalui identifikasi diri mereka. Studi ini menggunakan kerangka berpikir industri budaya oleh Adorno dan Horkheimer. Peneliti berargumen bahwa budaya otaku anime, manga, dan video games bekerja sebagai mass consumption dengan menawarkan fungsi image creation atau fantasi akan dunia. Hal ini mendukung bekerjanya industri budaya sebagaimana digambarkan oleh Adorno dan Horkheimer. Temuan data menunjukkan bahwa budaya otaku, di satu sisi mendukung prinsip bekerjanya industri budaya, namun di sisi lain memunculkan kapasitas agensi melalui tiga tahap pengidentifikasian otaku dan reproduksi narasi dari para penggemarnya. Ditemukan pula bahwa budaya otaku mampu menjadi budaya populer yang bersifat transnasional karena memenuhi kebutuhan sosial kaum muda yang berbeda latar belakang kebangsaan. Budaya otaku menjadi suatu hal yang dekat dalam kehidupan sebagian kaum muda yang menemani mereka menuju kedewasaan.

ABSTRACT
This article discusses how otaku culture as a Japanese visual popular culture is consumed by youths in Jakarta. This culture is also reproduced through self identification. It is argued that otaku culture anime, manga, and video games works to generate mass consumption by offering an image creation or fantasy function. This supports how culture industry works as explained by Adorno and Horkheimer. It is found that otaku culture, on one side supports the principal function of culture industry, but on the other creates a capacity of agency through three stages of otaku identification and reproduction of narratives by its fans. It is also found that otaku culture can become a transnational popular culture for its function that mediates social needs of particular youths with different national backgrounds. Otaku culture becomes a close matter in the lives of particular youths that accompanies them as they grow into adulthood."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>