Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133233 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Menik Lestari
"Pokok bahasan penelitian ini adalah multimodalitas dalam percakapan jual beli buah di pasar tradisional Wonogiri. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan multimodalitas yang digunakan penjual dan pembeli buah di pasar tradisional Wonogiri. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tuturan (moda verbal) dan gestur (moda nonverbal) yang terdapat dalam 10 video percakapan transaksi jual beli buah di pasar tradisional Wonogiri. Data tersebut ditranskripsi dengan software ELAN dan diklasifikasikan berdasarkan konsep pasangan berdampingan (adjacency pair) dari teori Analisis Percakapan (Conversation Analysis). Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teori tindak tutur dari Searle (1975) untuk moda verbalnya, sedangkan moda nonverbalnya dianalisis menggunakan teori gestur oleh Mandal (2014) dan Kendon (2004). Adapun kecenderungan tindak tutur yang ditemukan adalah tindak tutur direktif, yang memiliki beberapa variasi, (1) meminta informasi kuantitas buah dengan demonstrativa iki ‘ini’ dan interogativa piro ‘berapa’ disertai gestur memegang dan mengemas buah, (2) meminta informasi harga dengan kata interogativa pinten ‘berapa’ dan numeralia disertai gestur interaktif dan komplemen, (3) meminta jenis buah tertentu dengan penyebutan langsung disertai gestur deiktif dan interaktif, (4) meminta informasi ketersediaan buah dengan verba dhuwe ‘punya’ dan pasangan kata karek iki ‘tinggal ini’ disertai gestur interaktif dan deiktik, (5) menawar harga dengan penggunaan polar question negasi disertai gestur deiktik, dan (6) menawarkan jenis buah lain dengan pasangan kata opo neh ‘apa lagi’ disertai gestur mengemas buah. Sementara itu, kombinasi moda verbal dan nonverbal dalam tindak tutur representatif, yakni (1) memberi informasi kuantitas buah dengan numeralia dan kuantifikator sithik ‘sedikit’ disertai tindakan memilih-milih buah, (2) memberi informasi harga buah dengan penyebutan langsung numeralia disertai tindakan memilih dan mengemas buah (3) memberi informasi kualitas buah dengan memuji fisik dan rasa buah disertai gestur deiktik dan moda visual, dan (4) memberi informasi ketersediaan buah dengan menyebutkan kuantitas ketersediaan atau menyampaikan alasan ketidaktersediaan buah. Kombinasi moda verbal dan nonverbal dilakukan secara sistematis oleh penjual dan pembeli untuk melancarkan proses jual beli buah di pasar tradisional Wonogiri.

The subject of this research is multimodality in the conversation of buying and selling fruit in the Wonogiri traditional market. The purpose of this study is to explain the multimodality used by sellers and buyers of fruit in the Wonogiri traditional market. The data used in this study are speech (verbal mode) and gesture (nonverbal mode) contained in 10 video conversations of fruit buying and selling transactions at the Wonogiri traditional market. The data was transcribed with ELAN software and classified based on the concept of adjacency pair from Conversation Analysis theory. In addition, this study also uses the speech act theory of Searle (1975) for the verbal mode, while the nonverbal mode is analyzed using the gesture theory by Mandal (2014) and Kendon (2004). The tendency of the speech acts found are directive speech acts, which have several variations, (1) asking for information on the quantity of fruit with the demonstrative iki 'this' and interrogative piro 'how much' accompanied by the gesture of holding and packing the fruit, (2) asking for price information with the word Pinten interrogative 'how much' and numeralia with interactive and complementary gestures, (3) asking for certain types of fruit by direct mention accompanied by interactive and deductive gestures, (4) asking for information on fruit availability with the verb dhuwe 'have' and the word pair karek iki 'stay ini ' accompanied by interactive and deictic gestures, (5) bargaining the price by using a polar question negation accompanied by a deictic gesture, and (6) offering other types of fruit with the word opo neh 'what else' paired with the gesture of packing fruit. Meanwhile, the combination of verbal and nonverbal modes in representative speech acts, namely (1) providing information on the quantity of fruit with numeralia and a 'little' sithik quantifier accompanied by the act of choosing fruit, (2) providing information on the price of fruit by direct mention of numeralia accompanied by the act of choosing. and packaging of fruit (3) providing information on fruit quality by praising the physicality and taste of the fruit with deictic gestures and visual modes, and (4) providing information on the availability of fruit by stating the quantity of availability or conveying the reasons for the unavailability of fruit. The combination of verbal and nonverbal modes is carried out systematically by sellers and buyers to expedite the process of buying and selling fruit in the Wonogiri traditional market."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rustono
"ABSTRAK
Implikatur percakapan merupakan konsep yang paling penting di dalam pragmatik (Levinson 1983: 97). Konsep itu merujuk pada implikasi pragmatis tuturan akibat adanya pelanggaran prinsip percakapan, yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan, di dalam suatu peristiwa percakapan dengan situasi tutur tertentu. Penelitian tentang implikatur belum banyak dilakukan, lebih-lebih didalam wacana humor verbal lisan yang berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor. Pemahaman implikatur percakapan juga lebih sulit daripada pemahaman makna tersurat tuturan, lebih-lebih di dalam wacana jenis ini yang penuh dengan berbagai permainan kata.
Penelitian ini bertujuan memaparkan dan memberikan argumentasi tentang implikatur percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip kerja sama dan/atau prinsip kesantunan dan fungsinya sebagai penunjang pengungkapan humor di dalam wacana humor verbal lisan berbahasa Indonesia. Paparan dan argumentasi itu mencakupi pelanggaran prinsip kerja lama sebagai penyebab timbulnya implikatur percakapan yang menunjang pengungkapan humor, pelanggaran prinsip kesantunan sebagai penyebab timbulnya implikatur percakapan yang memerankan fungsi sebagai penunjang pengungkapan humor, aneka implikatur percakapan yang berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor, dan tipe humor verbal lisan yang pe ngun gk apannya ditunjang oleh implikatur percakapan.
Teori yang menjadi landasan di dalam penelitian kualitafif ini adalah teori Grice (1975) tentang implikatur percakapan dan prinsip kerja sama, teori Leech (1983) tentang prinsip kesantunan, serta teori Brown dan Levinson (1978) tentang kesantunan berbahasa. Korpus data penelitian ini berupa transkripsi 36 lakon humor verbal lisan produksi sembilan kelompok pelaku humor yang ditayangkan di televisi dari bulan Februari sarnpai dengan bulan Juni 1997. Metode perekaman dan penyimakan dengan teknik pencatatan digunakan di dalam pengumpulan data. Penetapan kelucuan data penelitian ini dilakukan dengan cara konfirmasi kepada sepuluh informan yang berasal dari sepuluh suku bangsa di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif dan metode analisis pragmatis dengan teknik analisa heuristik Leech (1983).
Dari analisis data penelitian ini diperoleh temuan bahwa pelanggaran prinsip kerja sama Grice (1975), yaitu prinsip percakapan yang membimbing pesertanya agar dapat melakukan percakapan secara kooperatif dan dapat menggunakan bahasa secara efektif dan efisien di dalam melakukan percakapan, terjadi pada bidal: (1) kuantitas, (2) kualitas, (3) relevansi, dan (4) cara. Pelanggaran bidal-bidal itu menjadi penyebab timbulnya implikatur percakapan yang berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor. Tuturan para pelaku humor yang melanggar bidal-bidal itu justru berpotensi menunjang pengungkapan humor karena berbagai implikatur yang dikandungnya itu menambah kelucuan humor. Prinsip kesantunan Leech (1983), yaitu prinsip percakapan yang melengkapi prinsip kerja sama Grice (1975) dan berkenaan dengan aturan yang bersifat social, estetis, dan moral di dalam percakapan juga banyak dilanggar di dalam wacana jenis ini. Pelanggaran prinsip kesantunan yang terjadi pada enam bidal, yaitu bidal (1) ketimbangrasaan, (2) kemurahhatian, (3) keperkenanan, (4) kerendahhatian, (5) kesetujuan, dan (6) kesimpatian dengan dua belas subbidal sebagai jabarannya juga menjadi sumber implikatur percakapan yang memiliki fungsi menunjang pengungkapan humor. Implikasi atas pelanggaran itu adalah timbulnya berbagai implikatur percakapan yang menunjang pengungkapan humor karena kehadirannya menambah kelucuan humor. Implikatur-implikatur yang berfungsi menunjang pengungkapan humor di dalam wacana jenis ini mencakupi: (1) implikatur representatif dengan subjenis: (a) menyatakan, (b) menuntut, (c) mengakui, (d) melaporkan, (e) menunjukkan, (f) menyebutkan, (g) memberikan kesaksian, dan (h) berspekulasi; (2) implikatur direktif yang mencakupi subjenis: (a) memaksa, (b) mengajak, (c) meminta, (d) menyuruh, (e) menagih, (1) mendesak (g) menyarankan, (h) memerintah, dan (i) menantang, (3) implikatur evaluatif dengan subjenis: (a) mengucapkan terima kasih, (b) mengkritik; (c) memuji, (d) menyalahkan, (e) menyanjung, dan (f) mengeluh; (4) implikatur komisif yang meliputi subjenis: (a) berjanji, (b) bersumpah, (c) menyatakan kesanggupan, dan (d) berkaul; serta (5) implikatur isbati dengan subjenis: (a) mengesahkan, (b) melarang, (c) mengizinkan, (d) mengabulkan, (e) membatalkan, dan (f) mengangkat (di dalam jabatan atau status tertentu). Nama-nama implikatur itu sejalan dengan nama-nama jenis tindak tutur hasil taksonomi Fraser (1978). Di samping itu, di dalam wacana jenis ini ditemukan pula implikatur lain yang mencakupi: (a) menyangkal; (b) menuduh, (c) menolak, (d) menggugat, (e) meyakinkan, (f) menyatakan gurauan, dan (g) menghindar sebagai implikatur representatif tambahan; (h) memohon, (i) menawari, (j) menakut-nakuti, dan (k) mengusir sebagai implikatur direktif tambahan; (l) menghina, (m) mengejek; (n) menyombongkan diri, (o) menyatakan keheranan, dan (p) menyatakan kemarahan sebagai implikatur evaluatif tambahan; (q) mengancam sebagai implikatur komisif tainbahan; serta (r) memutuskan (hubungan sosial) sebagai implikatur isbati tambahan. Humor verbal lisan yang pengungkapannya ditunjang oleh implikatur percakapan mencakupi tipe: (1) komik, (2) humor, dan (3) humor intelektual sebagai hasil penggolongan humor menurut ada tidaknya motivasinya; (4) humor seksual, (5) etnik atau suku bangsa, (6) politik, (7) agama, (8) rumah tangga, (9) percintaan, (10) keluarga, (11) hutang piutang, (12) jual beli, (13) tingkah laku manusia, dan (14) humor pembantu sebagai hasil klasifikasi humor atas dasar topiknya; serta (15) olok-olok, (16) permainan kata, dan (17) supresi sebagai hasil pembedaan humor berdasarkan tekniknya.
Berdasarkan temuan itu dapat dinyatakan bahwa secara material bahan penciptaan humor verbal lisan yang ditunjang oleh implikatur percakapan ituberupa wujud tuturan, ekspresi para pelaku humor, dan konteks tuturan yang mendukungnya. Oleh karena kehadiran implikatur percakapan di dalam wacana jenis ini memiliki potensi menggelikan karena mengejutkan, bermakna mustahil, omong kosong, menyinggung perasaan, atau mengancam muka positif atau negatif mitra tuturnya atau pihak lain; kelucuan humor pun bertambah

ABSTRACT
A conversational implicature is the most important concept in pragmatics (Levinson 1983:97). It refers to the pragmatic implication of an utterance caused by the violations of conversational principles, namely cooperative as well as politeness principles, in a certain speech event despite the fact that it is the most important concept; few research studies on conversational implicature have been carried out. This is especially true as regards conversational implicatures as the support of humor expressions. The importance of investigating conversational implicatures lies, among other things on the fact that understanding a conversational implicature is more difficult than comprehending the explicit meaning of an utterance, especially in this kind of discourse, which is rich in puns.
The aims of this research are to explore and to explain conversational implicatures, which arise because of the violations of the cooperative principle and/or politeness principle and its function as the support of humor expressions in Indonesian oral verbal humour. The exploration and explanation encompass the violations of two pragmatic principles that give rise to the conversational implicature supporting humor expressions, the various kinds of conversational implicatures supporting humor expressions, and the types of oral verbal humor, the expression of which is supported by the conversational implicatures.
This qualitative research is based on trice's (1975) theory of conversational implicature and cooperative principle, Leech's (1983) theory of politeness, and Brown and Levinson's (1978) theory of politeness. The source of data is the transcription of thirty-six oral verbal humors shows which were produced by nine comedian groups and broadcast on television from February to June 1997. Recordings and observations (plus note-taking) were used in collecting data. To determine whether or not there was humor, the opinions of ten informants representing ten different Indonesian ethnic groups were sought by asking them to read the transcriptions of the humor shows. The data were subjected to a qualitative and pragmatic analysis as well as Lecch's (1983) heuristic technique.
The findings of the research show that the violation of the cooperative principle occurs as regards (1) the maxim of quantity, (2) the maxim of quality, (3) the maxim of relevance, and (4) the maxim of manner as the genesis of conversational implicatures functioning as the support of humor expressions. The utterances violating one or more of those maxims are very potential as the support of humor expressions because its implicatures add to the humorousness of the discourse. The politeness principle as a social, esthetic, and moral rule and as the complement of the cooperative principle was also violated in this kind of discourse. The violation of six maxims, namely (1) the tact, (2) generosity, (3) approbation, (4) modesty, (5) agreement, and (6) the sympathy maxim with its twelve sub maxims also gives rise to the conversational implicatures supporting humor expressions. The implication of a maxim violation manifests itself in various kinds of conversational implicatures functioning as the support of humor expressions because they make the discourse more humorous. Such conversational implicatures include (1) representative implicatures dealing with (a) stating, (b) claiming, (e) admitting, (d) reporting, (e) pointing out, (f) mentioning, (g) testifying, and (h) speculating, (2) directive implicatures concerning (a) pleading, (b) soliciting, (c) requesting, (d) ordering, (e) demanding, (urging), (g) suggesting, (h) instructing, and (i) daring, (3) evaluative implicatures including (a) thanking, (b) criticising, (c) praising, (d) condemning, (e) applauding, and f) complaining; (4) commissive implicatures dealing with (a) promising, (b) swearing, (c) obligating, and (d) vowing; and (5) establish implicatures concerning (a) forbidding, (b) permitting, (c) granting, (d) cancelling, and (f) appointing. Those conversational implicatures refer to Fraser's (1978) taxonomy of speech acts. In addition, eighteen implicatures of the support of humor expressions were found in oral verbal humor discourse. There are (a) denying, (b) accusing, (c) refusing, (d) protesting against, (e) assuring, (joking), (g) avoiding as additional representative implicatures; (h) begging, (i) offering to, (j) frightening, (k) pursuing as additional directive implicatures; (l) humiliating, (m) mocking, (n) boasting, (o) surprising, (p) being angry as additional evaluative implicatures; (q) threatening as an additional missive implicature; and (r) severing (a social relationship) as an additional establish implicature. Based on humor motivation, the oral verbal humor supported by conversational implicatures includes (1) comic, (2) humor, and (3) wit. Based on its topic, the oral verbal humor supported by conversational implicatures include (1) humor on sex, (2) ethnic group, (3) politics, (4) religion, (5) household, (6) love, (7) family, (8) debtor and creditor, (9) trade, (10) behavior, and on (11) servant. Based on the technique of creating humor, the oral verbal humor supported by conversational implicatures includes (1) ridicule, (2) pun, and (3) suppression.
The general conclusion of this study is that oral verbal humor discourse is rich in conversational implicatures. Among those implicatures, there is much which function as the support of humor expressions. This study also reveals that the materials of oral verbal humor consist of utterances, face expressions, and the context of the humor. Since those conversational implicatures in this kind of discourse have humorous potentials (due to their unpredictable, impossible, and offending elements), the humor is more enhanced.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
D292
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chusni Hadiati
"ABSTRAK
Penelitian mengenai strategi percakapan dalam jual beli tradisional dalam dialek Banyumas
ini merupakan penelitian pragmatik yang berfokus pada analisis percakapan. Penelitian ini
bertujuan untuk merekonstruksi strategi percakapan jual beli tradisional dalam dialek
Banyumas dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh dalam keputusan pembelian
konsumen. Tuturan yang diujarkan oleh penutur merepresentasikan apa yang ada dalam
benak mereka. Strategi percakapan dalam penelitian ini meliputi, kondisi kesahihan tuturan,
strategi bertutur dan strategi kesantunan. Keputusan konsumen dipengaruhi oleh faktor
eksternal dan faktor internal yang direalisasikan melalui tuturan dalam percakapan jual beli.
Data penelitian diperoleh dari percakapan jual beli di pasar tradisional. Penyajian data
dilakukan dengan menggunakan mikro dan makro struktur. Analisis data dilakukan dengan
metode padan pragmatis. Satuan analisis dalam penelitian ini adalah tuturan. Kondisi
kesahihan tuturan dapat dilihat dari konteks tuturan. Pada realisasinya, konteks tuturan dapat
dilihat sebagai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembelian. Faktor eksternal atau
bauran pemasaran adalah faktor-faktor di luar individu yang berpengaruh terhadap keputusan
pembelian. Faktor internal atau black box model yang terjadi dalam benak individu
merupakan faktor dalam diri individu yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian.
Faktor eksternal dan faktor internal itu direalisasikan ke dalam tuturan individu dalam
percakapan jual beli tradisional. Bahasa dalam percakapan jual beli tradional memiliki tiga
fungsi, yaitu fungsi referensial, fungsi afektif, dan fungsi fatis. Penelitian lebih lanjut dapat
dilakukan untuk membuktikan fungsi bahasa dalam percakapan jual beli tradisional dalam
bahasa Jawa dialek Banyumas

ABSTRACT
The research on conversation strategies in traditional selling and buying in Banyumas dialect
is a pragmatic research focuses on conversation analysis. It aims to reconstruct the
conversation strategies in traditional selling and buying in Banyumas dialect and to find out
the factors affecting consumers? behavior. Utterances used in traditional selling and buying
conversation relfect speakers? mind. The conversation strategies include the felicity
condition, the speech strategies, and the politeness strategies. Consumers? behavior is
affected by external and internal factors. Data is gathered from traditional selling and buying
conversations in traditional markets. This qualitative research uses micro and macro structure
to display data and uses pragmatic identity method in analysis. The unit of analysis of this
research is speech or utterance. Felicity condition of each utterance can be seen from the
context. Context is considered as factors affecting consumers? behavior. External factors or
marketing mix are factors outside the consumers which affects the consumers? decision
whether or not to buy the goods. On the other hand, internal factors or the black box model
are factors inside the consumers affecting their decision. It is called as a black box model
since it occurs in buyers? mind. Those external and internal factors are realized in the
utterances used in traditional selling and buying conversation. The language functions in
traditional selling and buying are classified into three types; referential, affective, and phatic.
A further and deeper research needs to conduct to prove the language functions in traditional
selling and buying conversation in Banyumas dialect"
2016
D2246
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aah Hilyati
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memperoleh data empiris tentang struktur percakapan guru-murid Taman Kanak-Kanak (TK) di dalam kelas. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengukur perbedaan frekuensi keikutsertaan dalam percakapan antara murid laki-laki dan murid perempuan, antara murid yang orang tuanya berdomisili di kota dan murid yang orang tuanya berdomisili di pinggiran kota, serta antara murid yang orang tuanya berpendidikan dasar, berpendidikan menengah, dan berpendidikan tinggi.
Penelitian ini dilakukan di empat TK yang terletak di kecamatan kota, Kota Nadia Tangerang, yaitu TK Pertiwi, TR Trisula Perwari, TK Kemala Bhayangkari, dan TK Dharma Putra. Subjek penelitian ini berjumlah 94 orang murid TK dan 4 orang guru TK dari empat TK yang diteliti.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian ini menggunakan perekam pita dan lembar pengamatan sebagai instrumen dan memroses data yang berupa rekaman percakapan guru-murid dengan (1) mentranskripsi; (2) mengelompokkan dan memberi kode percakapan itu berdasarkan variabel jenis kelamin murid, variabel domisili orang tua, dan tingkat pendidikan orang tua; (3) melakukan pengartuan; dan (4) menghitung frekuensi keikutsertaan murid dalam percakapan.
Peneliti menggunakan teknik analisis yang disarankan Sinclair dan Coulthard untuk menganalisis struktur percakapan guru-murid TK. Untuk melihat signifikansi perbedaan frekuensi keikutsertaan dalam percakapan antara murid laki-laki dan murid perempuan dan signifikansi perbedaan frekuensi keikutsertaan dalam percakapan antara murid yang berdomisili di kota dan murid yang berdomisili di pinggiran kota digunakan uji t. Sementara itu, Analisis Variansi satu jalan digunakan untuk melihat signifikansi perbedaan frekuensi keikutsertaan dalam percakapan antara murid yang orang tuanya berpendidikan dasar, berpendidikan menengah, dan berpendidikan tinggi.
Dari 94 subjek penelitian ditemukan 497 buah transaksi yang terdiri dari 240 buah transaksi pancingan guru, 47 buah transaksi pengarahan guru, 37 buah transaksi penerangan guru, 105 buah transaksi pancingan murid, dan 68 buah transaksi penerangan murid. Dalam penelitian ini, pertanyaan merupakan bentuk tuturan yang paling banyak dikemukakan guru dalam bercakap-cakap dengan muridnya.
Perhitungan dengan uji t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang maknawi dalam frekuensi keikutsertaan dalam percakapan antara murid laki-laki dan murid perempuan, serta antara murid yang berdomisili di kota dan murid yang berdomisili di pinggiran kota. Hasil perhitungan Analisis Variansi satu jalan menunjukkan bahwa ada perbedaan yang maknawi dalam frekuensi keikutsertaan dalam percakapan antara murid yang orang tuanya berpendidikan dasar, berpendidikan menengah, dan berpendidikan tinggi.

ABSTRACT
Teacher-Pupil Conversation Analysis of Kindergartens in Tangerang MunicipalityThe focus of this study is to investigate empirical data about the teacher-pupil conversation structure of kindergartens. This study is aims at measuring participation frequency differences in conversations between boys and girls, between pupils of urban parentage and pupils of suburban parentage, and among pupils whose parents' education consist of elementary, secondary, and tertiary level.
The subjects of this study come from urban kindergartens in Tangerang municipality, comprising 94 pupils, and one teacher from each kindergarten. This study used a tape recorder and an observation sheet for collecting the data. The statistical analyses used to compute the data are the t test, one-way ANOVA, and Scheffe multiple comparison method.
A total of 497 transactions were collected, consisting of 240 teacher eliciting transactions, 47 teacher directing transactions, 37 teacher informing transactions, 105 pupil eliciting transactions, and 68 pupil informing transactions. It is also found that there are no significant differences of participation frequency between boys and girls, and between pupils living in the urban neighborhood and those living in the suburban neighborhood. The measurement result of one-way ANOVA shows that there is a significant difference of participation frequency among pupils whose parents' education level is elementary, secondary or tertiary.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thufail Akhdan Zaki
"Penelitian ini membahas mengenai pelanggaran prinsip kerja sama. Penelitian ini betujuan untuk menjelaskan pelanggaran maksim dan cara melanggar maksim dalam Gim “Gyakuten Saiban Yomigaeru Gyakuten”. Teori yang digunakan adalah Teori Prinsip Kerja Sama oleh Herbert Paul Grice dan Jenny Thomas. Metode analisis yang digunakan adalah kualitatif dan dijelaskan secara deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah simak dan catat. Data dipaparkan dengan menampilkan latar belakang tuturan, tuturan dalam bahasa Jepang, romaji, glossing, dan terjemahan bahasa Indonesia. Hasil yang ditemukan terdapat tujuh puluh data pada pelanggaran prinsip kerja sama. Sembilan data yang dipaparkan menjelaskan semua pelanggaran maksim dalam tiga cara melanggar maksim. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terjadi empat pelanggaran maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim hubungan, dan maksim cara, serta tiga cara melanggar maksim, yaitu flouting the maxim, violating the maxim, dan infringing the maxim.

This study discusses the violation of the cooperative principle. This study aims to explain the violation of maxims and the ways to violate the maxim in the “Gyakuten Saiban Yomigaeru Gyakuten” Game. The theory used in this study is the Theory of Cooperative Principle by Herbert Paul Grice and Jenny Thomas. The analytical method used is qualitative and described descriptively. The technique of collecting data is observing and noting. The data are presented by displaying the background context of the speech, speech in Japanese, romaji, glossing, and Indonesian translation. The results are seventy data on violation of the cooperative principle. The nine data presented in this paper describe every violation of maxims in three ways to violate the maxims. This study concludes that four violations of maxims occur, namely the maxim of quantity, the maxim of quality, the maxim of relation, and the maxim of manner, as well as three ways to violate maxims, namely flouting the maxim, violating the maxim, and infringing the maxim."
2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
[place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
499.221 TFA (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Nuryanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis alih kode serta alasan kemunculannya dalam percakapan siswa dan pengajar di Akademi Bina Sarana Informatika Jakarta. Penelitian ini dibatasi pada bahasa lisan bahasa Inggris dan alih kode bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia.
Dari analisis data ditemukan jenis alih kode yang muncul adalah 1) pengulangan kembali makna suatu pesan dalam bahasa lain (reiteration); 2) spesifikasi lawan bicara (addressee specification); 3) penjelas pesan (message qualification); 4) interjeksi atau pelengkap pesan (interjection or sentence fillers); serta 5) kutipan (quotation). Sementara itu, alasan munculnya alih kode yaitu:1) karena alasan retoris yang menggambarkan asosiasi kedua bahasa;2) karena perbedaan status dan formalitas antara peserta tutur;3) topik pembicaraan;4) karena keinginan mengutip perkataan seseorang atau peribahasa;5) karena kekurangan kosakata;6) karena kehadiran peserta lain dalam sebuah percakapan.

This research is aimed to identify the types and reasons of code switching in the conversation among students and also between students and teacher at the Academy of Foreign Language Bina Sarana Informatika Jakarta. This research is limited to spoken English and the code switching of English-Bahasa Indonesia.
Based on data analysis, the types of code switching were identified as follows 1) reiteration; 2) addressee specification; 3) message qualification; 4) interjection or sentence fillers); and 5) quotation. Besides that, the reasons of code switching were identified as 1) because of rethorics reason that associate between those language;2) the differences of status and formalites;3) topic;4) to quote other statements or proverbs;5) because of lack of vocabulary;6) because of other participant join the conversation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
T27549
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Clift, Rebecca
""We live our lives in conversation, building families, societies and civilizations. In over seven thousand languages across the world, the basic infrastructure by which we communicate remains the same. This is the first-ever book-length linguistic introduction to conversation analysis (CA), the field that has done more than any other to illuminate the mechanics of interaction. Starting by locating CA by reference to a number of cognate disciplines investigating language in use, it provides an overview of the origins and methodology of CA. By using conversational data from a range of languages, it examines the basic apparatus of sequence organization: turn-taking, preference, identity construction and repair. As the basic for these investigations, the book uses the twin analytic resources of action and sequence to throw new light on the origins and nature of language use.""
Cambridge, United Kingdom : Cambridge University Press, 2016
302.346 CLI c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Taylor, Grant
New York: McGraw-Hill, 1967
428 Tay e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurun Nabillah
"Percakapan antara seseorang atau lebih merupakan hal yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Implikatur atau pengimplikasian sebuah kalimat berkaitan dalam penyampaian pesan yang dilakukan oleh seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikatur percakapan dan prinsip kerja sama dalam film Solino dengan menggunakan teori implikatur percakapan dari Paul Grice. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan studi pustaka. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan atau pelanggaran dalam prinsip kerja sama. Berdasarkan delapan percakapan antara orang tua dan anak dalam film Solino, terdapat pelanggaran prinsip kerja sama, sehingga komunikasi tidak berjalan dengan baik.

Conversation between people is something that frequently happens in everyday life. Implicature or the implication of a sentence relates on how a message is being delivered by someone. This research aims to analyze conversational implicature and the cooperative principle in Solino, a film by Fatih Akin using Paul Grice s theory. The method used in this research is qualitative approach with literature review. In addition, this research also aims to see the differences or violations in the cooperative principle. According to eight conversations between parents and their children in Solino, there are eight violations of Cooperative Principle, therefore the communication between the two of them didnt go well."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>