Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111128 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Faris Al Ghifari
"Penelitian ini membahas mengenai pelayanan kesehatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Buitenzorg tahun 1882-1897. Reformasi kesehatan jiwa di Eropa pada awal abad ke-19 memperkenalkan metode baru yang lebih modern dalam merawat pasien gangguan jiwa, yang dikenal dengan moral treatment (terapi moral). Reformasi serupa juga ingin diterapkan pemerintah Belanda di koloninya, Hindia-Belanda. Hal ini disebabkan karena kondisi pelayanan kesehatan jiwa di sana sangatlah buruk dan beberapa penderita gangguan jiwa ada yang membahayakan masyarakat. Kemudian pemerintah kolonial Belanda berupaya mendirikan rumah sakit jiwa pertama di Buitenzorg atau yang dikenal dengan nama Het Krankzinnigengesticht Buitenzorg pada tahun 1882. Rumah sakit tersebut menerapkan metode perawatan yang sama seperti yang sedang berkembang di Eropa. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari tahapan heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Penulis menemukan bahwa reformasi kesehatan jiwa tersebut telah menghapus stigma lama yang menyatakan gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan karena berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya metafisik. Lalu para ilmuan psikiatri berlomba-lomba mencari cara menyembuhkan penderita gangguan jiwa dengan pendekatan yang lebih ilmiah. Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa metode perawatan psikiatri modern yang berkembang di Eropa pada abad 19, turut mempengaruhi pemulihan pasien gangguan jiwa di Hindia-Belanda.

This study discusses mental health services at the Buitenzorg Mental Hospital in 1882-1897. Mental health reforms in Europe at the beginning of the 19th century introduced a new, more modern method of treating mental patients, known as moral treatment. Similar reforms also wanted to be implemented by the Dutch government in its colony, the Dutch East Indies. This is because the condition of mental health services there is very bad and some people with mental disorders are a danger to the community. Then the Dutch colonial government attempted to establish the first mental hospital in Buitenzorg or known as Het Krankzinnigengesticht Buitenzorg in 1882. The hospital implementing the same treatment methods as those developing in Europe. This research uses historical method which consists of heuristic, critique, interpretation and historiography stages. The author finds that the psychiatry reform have removed the old stigma that mental disorders cannot be cured because they are related to things that are metaphysical in nature. Then the psychiatrist scientists are competing to find ways to cure people with mental disorders with a more scientific approach. This study concluded that modern psychiatric treatment methods that developed in Europe in the 19th century, also influenced the recovery of mental patients in the Dutch East Indies."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faris Al Ghifari
"Penelitian ini membahas mengenai pelayanan kesehatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Buitenzorg tahun 1882-1897. Reformasi kesehatan jiwa di Eropa pada awal abad ke-19 memperkenalkan metode baru yang lebih modern dalam merawat pasien gangguan jiwa, yang dikenal dengan moral treatment (terapi moral). Reformasi serupa juga ingin diterapkan pemerintah Belanda di koloninya, Hindia-Belanda. Hal ini disebabkan karena kondisi pelayanan kesehatan jiwa di sana sangatlah buruk dan beberapa penderita gangguan jiwa ada yang membahayakan masyarakat. Kemudian pemerintah kolonial Belanda berupaya mendirikan rumah sakit jiwa pertama di Buitenzorg atau yang dikenal dengan nama Het Krankzinnigengesticht Buitenzorg pada tahun 1882. Rumah sakit tersebut menerapkan metode perawatan yang sama seperti yang sedang berkembang di Eropa. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari tahapan heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Penulis menemukan bahwa reformasi kesehatan jiwa tersebut telah menghapus stigma lama yang menyatakan gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan karena berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya metafisik. Lalu para ilmuan psikiatri berlomba-lomba mencari cara menyembuhkan penderita gangguan jiwa dengan pendekatan yang lebih ilmiah. Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa metode perawatan psikiatri modern yang berkembang di Eropa pada abad 19, turut mempengaruhi pemulihan pasien gangguan jiwa di Hindia-Belanda.

This study discusses mental health services at the Buitenzorg Mental Hospital in 1882-1897. Mental health reforms in Europe at the beginning of the 19th century introduced a new, more modern method of treating mental patients, known as moral treatment. Similar reforms also wanted to be implemented by the Dutch government in its colony, the Dutch East Indies. This is because the condition of mental health services there is very bad and some people with mental disorders are a danger to the community. Then the Dutch colonial government attempted to establish the first mental hospital in Buitenzorg or known as Het Krankzinnigengesticht Buitenzorg in 1882. The hospital implementing the same treatment methods as those developing in Europe. This research uses historical method which consists of heuristic, critique, interpretation and historiography stages. The author finds that the psychiatry reform have removed the old stigma that mental disorders cannot be cured because they are related to things that are metaphysical in nature. Then the psychiatrist scientists are competing to find ways to cure people with mental disorders with a more scientific approach. This study concluded that modern psychiatric treatment methods that developed in Europe in the 19th century, also influenced the recovery of mental patients in the Dutch East Indies."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurdjanah Julistia
"Usia sekolah dasar adalah masa penanaman perilaku sehat sedini mungkin. Pada masa sekolah, siswa diberikan pengetahuan, sikap dan perilaku sehat dengan harapan akan membentuk kebiasaan hidup sehat sampai masa dewasa. Oleh sebab itu, masa usia sekolah dasar sangat panting dalam pembangunan SDM kesehatan.Upaya pembinaan kesehatan sekolah selama ini telah dijalankan melalui program yang dinamakan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Puskesmas Sukasari adalah salah satu puskesmas yang memiliki sekolah binaan dan siswa binaan UKS yang banyak dibandingkan dengan puskesmas lainnya. Mengingat banyaknya jumlah sekolah dan siswa yang dipantau oleh Puskesmas Sukasari, maka kebutuha.n untuk menciptakan Sistem Informasi yang menggunakan teknologi komputer dirasa sudah mendesak.
Permasalahan yang ada adalah belum ada Sistem Aplikasi Praktis Program UKS. Sehingga penelitian ini bertujuan mengembangkan Sistem Aplikasi Praktis Program UKS yang dapat menginput data, mengolah dan menganalisis data UKS, dan menyajikan hasil analisis berdasarkan indikator program UKS. Diharapkan hasilnya nanti dapat mempermudah dan memperlancar kegiatan puskesmas, terutama untuk penyusunan tindak lanjut program UKS.
Sistem Aplikasi Praktis Program UKS ini akan dilaksanakan di bagian Sie Kesehatan Puskesmas Kota Tangerang. Adapun sampel penelitian diambil dari laporan bulanan program UKS tahun 2005. Proses pelaksanaan pengembangan sistem ini dilaksanakan hanya sampai tahap uji cobs prototype di laboratorium FKMUI.
Dalam mewujudkan tujuan penelitian maka pendekatan yang digunakan dalam kerangka pikir adalah pendekatan sistem (masukan, proses dan keluaran). Aplikasi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam, studi dokumen, observasi dan melalui tahap pengembangan sistem yang terdiri dari pengumpulan kebutuhan, perancangan cepat prototype, pembentukan prototype, evaluasi prototype dengan pemakai, hasil sistem atau dikenal dengan metode Sistem Development Life Cycle (SDLC). Langkah-langkah Pengembangan Sistem yang dilakukan dimulai dari tahap Perencanaan, tahap Analisis Sistem, tahap Perancangan Sistern, dan tahap Implementasi Sistem.
Dari basil telaah dokumen dan wawancara rnendalam ditemukan beberapa kendala dalam mengerjakan pelaporan UKS. Dalam alur pelaporan ditemukan beberapa kendala pada input, proses dan output. Penulis kemudian merancang aplikasi yang dibatasi pada kegiatan yang meliputi standar pelayanan UKS, kegiatan BIAS dan Penjaringan/Screening di tingkat puskesmas.
Sistem Aplikasi Praktis UKS ini memerlukan spesifikasi software dan hardware sebagai berikut : a) Kebutuhan Software: Sistem operasi Windows 98120001xp, Office 2000 atau lebih tinggi, dan Microsoft Access; b) Kebutuhan Hardware: Pentium III atau lebih tnggi, RAM 128 MB, Hardisk 10 GB, dan monitor SVGA
Dalam rancangan database UKS ini meliputi beberapa file yang sating berhubungan yaitu Data Master (File sekolah, file siswa), Data Kegiatan (File sarana, File kegiatan), Laporan (disajikan dalam bentuk tabel dan grafik) dan Pemeliharaan Data (File backup dan restore).
Pengembangan sistem aplikasi ini masih memiliki beberapa kekurangan sehingga pengembangan dari sistem harus terns dilakukan untuk mengikuti kebutuhan pemakai.Sedang kelebihannya dengan adanya basis data maka akan memudahkan bagi pengguna untuk pemasukan, pencarian maupun pengambilan data dan informasi yang dibutuhkan dengan cepat.
Agar sistem baru ini dapat berjalan maka diperlukan pelatihan bagi teknisi clan Jana dan komitmen yang kuat dan Kepala Puskesmas Kota Tangerang agar pengembangan sistem ini berkesinambungan.

Primary school age is the crucial period to instill healthy lifestyle in children. During this period, children are equipped with knowledge of how to lead a healthy life so that they will have healthy habits later on as adults. Therefore, it is important to develop human resources on health during the primary school age. Effort to promote health issues in schools has been run through a program called School Health Program (SHP). In Tangerang, there is one Puskesmas, Sukasari Puskesmas, that fosters more schools' SHP than the other Puskesmas in the city. Concerning the number of schools and students that this Puskesmas supervises, it is urgent to make Computerized Information System to support the Puskesmas and SHP itself.
One major problem in sustaining the program is there is no integrated Database Information System of SHP available. This research aims to develop an integrated database information system which can input data of SHP, process and analyze the data, and present the analyses based on the program indicator of SHP. It is expected that the outcome of this system will ease and promote the clinic's work, especially in constructing the follow up program of SHP.
The development of Integrated Aplication System of SHP will be done in Health Unit of Puskesmas of Tangerang, Banten Province. The research sample was taken from monthly report of SHP in 2005. The process of the system development implementation was executed up to prototype try out phase in the laboratory of Faculty of Public Health, University of Indonesia.
This research applied the systemic approach (input, process, and output). The database system development used the qualitative approach through intensive interviews, documents study, observation, and system developmental phase which consists of collecting what are needed, System Development Life Cycle (SDLC).
The document study and intensive interviews showed that there are several obstacles in doing the SHP report, such as difficulties in the input, process and output phases. The writer then designed a system which is limited on the activities related to SHP services, BIAS, and screening in Puskemas level.
The Database Information System of SHP needs the following software and hardware requirements: a) Software: Windows Operation System 98120001Xp, Microsoft Office 2000 or higher, and Microsoft Access; b) Hardware: Pentium III or higher, 128 MB RAM, 10 GB HDD, and SVGA monitor.
In the database design, there are several files that are interrelated, named Master Data (school files, student files), Activity Data (facility files, activity files), Report (presented in forms of tables and charts) and Data Maintenance (backup file and restore).
There are yet some flaws in this system development; therefore, it is necessary to continuously advance the system according to the users' needs. Apart from that, this new system has some good features. It is more complete than the previous system (the analyses are based on the available indicators) and the output display is more informative and attractive (as they are presented in forms of tables and charts based on the activities of each school or puskesmas). In addition, because of the database availability, users can easily make some inputs, do some searches and quickly take data or information that they need.
In order to run the new system well, it is necessary to have some training for the technicians. Funding and strong commitment from the Head of Puskesmas of Tangerang are also fundamental in sustaining the system advancement in the future.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ratna Nur Hawati
"Memberikan pelayanan dengan kualitas terbaik, bukanlah sesuatu yang mudah bagi pengelola Rumah Sakit. Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit menyangkut hidup para pasiennya sehingga bila terjadi kesalahan dalam tindakan medis maka dapat berdampak buruk bagi pasien. Dampak tersebut dapat berupa sakit bertambah parah, kecacatan bahkan kematian. Tantangan ini, harus dihadapi oleh setiap Rumah Sakit yang ada di Indonesia, tidak terkecuali Rumah Sakit Agung.
Saat ini Rumah Sakit Agung adalah Rumah Sakit yang baru memiliki akreditasi D Pratama. Dalam satu tahun ke depan. Rumah Sakit Agung berencana untuk melakukan akreditasi menjadi C Madya sebagai salah satu usahanya untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Permasalahan yang dihadapi oleh Rumah Sakit Agung adalah terjadinya penurunan kualitas layanan yang ditunjukkan dari penurunan angka kesembuhan dan peningkatan jumlah keluhan yang diberikan oleh pasien rawat inap. Hal tersebut merupakan salah satu indikator yang menunjukkan terjadinya ketidakpuasan pasien atas pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Agung. Jika kondisi ini tidak segera diatasi. maka akan mengakibatkan berkurangnya kepercayaan pasien terhadap mutu pelayanan yang diberikan oleh Rurnah Sakit Agung.
Selama ini, pengukuran kualitas pelayanan yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit Agung, masih terbatas hanya untuk megetahui kualitas pelayanan tanpa mengidentifikasi variabel yang dinilai penting oleh pasien dalam membentuk kepuasan pasien. OIeh karenanya, karya akhir ini ditulis untuk menyempurnakan pengukuran kepuasan pasien yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit Agung selama ini.
Survei kepuasan dilakukan terhadap 4 faktor penentu kepuasan pasien yakni Pelayanan dokter, Pelayanan peruwat, Administrasi, Keadaan lingkungan dun Fasilitas rawat inap. Survei tidak hanya dilakukan untuk melihat kualitas layanan akan tetapi juga untuk melihat nilai kepentingan variabel-variabel pada masing-masing faktor tersebut. Hasil Survei akan disajikan dalam bentuk analisis kuadran sehingga akan tergambarkan 4 kondisi sebagai berikut :
A. Kuadran A, menunjukkan atribut-atribut pelayanan yang dianggap sangat penting oleh pasien akan tetapi belum dapat dipenuhi oleh Rumah sakit Agung secara optimal.
B. Kuadran B, menunjukkan atribut-atribut pelayanan yang dianggap punting oleh pasien dan telah dapat dipenuhi dengan baik oleh Rumah sakit Agung
C. Kuadran C, menunjukkan atribut-atribut pelayanan yang dianggap kurang penting dan telah dapat dipenuhi dengan baik oleh Rumah sakit Agung
D. Kuadran D, menunjukkan atribut-atribut pelayanan yang dianggap kurang penting namun telah dijalankan dengan sangat baik oleh Rumah sakit Agung.
Hasil survei pada periode bulan Juli - Agustus 2006 menunjukkan hasil sebagai berikut :
I. Analisis Tingkat Kepentingan dan Persepsi Kualitas Layanan Dokter Berdasarkan hasil analisis terhadap layanan dokter dapat disimpulkan bahwa kualitas layanan dokter Rumah Sakit Agung secara umum dipersepsikan cukup baik oleh pasiennya. Hal tersebut dapat diketahui dari tujuh variabel layanan dokter pada hasil analisis per ruang rawat, hanya terdapat tiga variabel yang perlu ditingkatkan kualitasnya.
Berdasarkan hasil analisis terhadap tingkat kepentingan dan persepsi kualitas layanan dokter dapat disimpulkan terdapat perbedaan persepsi antara pasien Super VIP. VIP dan Utama dengan pasien kelas I, II dan III. Hasil analisis pada pasien Super VIP, VIP dan Utama menunjukkan bahwa dokter lebih sering melakukan visit kepada pasien. Selain itu, variabel layanan dokter lainnya juga telah memenuhi harapan pasien sehingga sebaiknya tetap dipertahankan kualitasnya oleh pihak Rumah Sakit Agung.
Pada hasil analisis pada pasien kelas I, II dan III diperoleh terdapat tiga variabel layanan dokter yang sebaiknya ditingkatkan kualitasnya oleh Rumah Sakit Agung. Ketiga variabel tersebut adalah visit dokter, contact dokter dan kejelasan informasi dari dokter. Dari ketiga variabel tersebut, variabel yang memiliki tingkat kepentingan tertinggi adalah variabel kejelasan informasi dokter oleh karena itu, sebaiknya variabel ini menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan kualitas layanan dokter.
II. Analisis Tingkat Kepentingan dan Persepsi Kualitas Layanan Perawat
Berdasarkan hasil analisis terhadap layanan perawat dapat disimpulkan bahwa kualitas layanan perawat secara umum masih kurang baik menurut pasien. Hal tersebut dapat dilihat dari delapan variabel layanan perawat pada hasil analisis per ruang rawat terdapat 6 variabel yang perlu ditingkatkan kualitasnya.
Berdasarkan hasil analisis layanan perawat secara keseluruhan diperoleh dua variabel layanan perawat yang sebaiknya ditingkatkan kualitasnya yakni variabel kecepatan perawat dan perhatian perawat. Hasil analisis per ruang rawat menunjukkan bahwa adanya perbedaan persepsi kualitas layanan dan tingkat kepentingan pada pasien Super VIP, VIP dan Utama dan Kelas I dengan Pasien Kelas II serta Pasien KelasIII. Menurut pasien Super VlP, V1P dun Utama dan Pasien Kelas 1, variabel yang sebaiknya ditingkatkan kualitasnya adalah kecekatan perawat dan informasi dari perawat. Diantara kedua variabel tersebut, variabel informasi dari perawat memiliki tingkat kepentingan yang lebih penting dibandingkan kecekatan perawat.
Menurut pasien kelas II variabel yang sebaiknya ditingkatkan kualitasnya adalah kecepatan ( respon perawat ) dan visit perawat. Variabel visit perawat dinilai memiliki nilai lebih penting dibandingkan kecepatan perawat.
Menurut pasien kelas II variabel yang sebaiknya ditingkatkan kualitasnya adalah kecepatan perawat, perhatian perawat, visit dan keramahan perawat. Diantara keempat variabel tersebut, variabel perhatian perawatlah yang memiliki nilai lebih penting.
Berdasarkan hasil analisis per ruang rawat tersebut dapat disimpulkan bahwa ada enam variabel layanan perawat yang sebaiknya ditingkatkan kualitasnya oleh pihak Rumah Sakit Agung. Keenam variabel tersebut adalah kecekatan perawat, informasi dari perawat, kecepatan perawat dan visit perawat, perhatian perawat dan keramahan perawat. Diantara keenam variabel layanan tersebut variabel perhatian perawat adalah variabel yang memiliki nilai kepentingan tertinggi. Berdasarkan hal itu, maka sebaiknya pihak Rumah Sakit menempatkan variabel tersebut sebagai prioritas pertama dalam upaya peningkatan kualitas perawat.
III. Analisis Tingkat Kepentingan dan Persepsi Kualitas Layanan Bagian Administrasi.
Hasil analisis terhadap layanan bagian administrasi menunjukkan bahwa kualitas layanan administrasi dipersepsikan kurang baik oleh pasiennya. Hal tersebut dapat disimpulkan dari hasil analisis layanan administrasi per ruang rawat yang menunjukkan terdapat 3 variabel dari 4 variabel layanan administrasi yang membutuhkan upaya peningkatan kualitas. Ketiga variabel ini adalah variabel keramahan petugas, informasi dari petugas dan tarif:
Hasil analisis pada layanan bagian administrasi oleh pasien secara keseluruhan menunjukkan dua variabel yang perlu ditingkatkan kualitasnya yaitu : keramahan petugas dan informasi dari petugas. Konsisten dengan hasil analisis secara keseluruhan, hasil analisis pada pasien kelas I & II menunjukkan hanya dua variabel yang dibutuhkan upaya perbaikan yakni variabel 1 keramahan petugas dan informasi dari petugas. Hasil analisis pada pasien Super VIP, VIP dan Utama menunjukkan bahwa variabel keramahan petugas sebagai satu-satunya variabel yang membutuhkan upaya perbaikan. Selain keramahan dan informasi dari petugas, variabel tarif juga perlu dievaluasi kembali menurut pasien kelas III.
Variabel keramahan adalah variabel yang sebuiknya dijadikan sebagai prioritas utama dalam upaya perbaikan kualitas layanan bagian administrasi di Rumah Sakit Agung.
IV. Analisis Tingkat Kepentingan dan Persepsi Terhadap Lingkungan dan Fasilitas RS
Hasil analisis tingkat kepcntingun dan persepsi terhadap lingkungan dan fasilitas Rumah Sakit menunjukkan bahwa kualitas lingkungan dan fasilitas RS dipersepsikan biasa saja oleh pasien. Hal ini bisa dilihat dari hasil analisis terhadap lingkungan dan fasilitas RS per ruang rawat yang menunjukkan bahwa dari enam variabel terdapat tiga variabel yang membutuhkan upaya perbaikan. Ketiga variabel tersebut adalah kebersihan, kualitas fasilitas dan kualitas makanan.
Hasil analisis pada pasien VIP dan kelas 1 menunjukkan tiga variabel yang membutuhkan perbaikan yaitu kebersihan, kualitas fasilitas dan kualitas makanan. Hasil ini berbeda dengan hasil analisis pada pasien kelas II dan III menunjukkan bahwa hanya ada dua variabel yang membutuhkan upaya perbaikan yaitu kebersihan dan kualitas makanan.
Di antara ketiga variabel yakni variahel kebersihan. kualitas fasilitas dan kualitas makanan, variabel kebersihan adalah variabel yang memiliki nilai kepentingan tertinggi. Berdasarkan hal itu. maka sebaiknya variabel kebersihan dijadikan sebagai prioritas utama dalam upaya perbaikan lingkungan RS dan fasilitasnya.

Most hospital and healthcare organizations in Indonesia faces a high competition. Service quality excellence is a must to survive in healthcare industry. Healthcare organization wasn't sufficient just to deliver high quality medical or clinical care but also have to added market satisfaction to their list of goal.
Agung Hospital is a hospital with D Pratama accreditation in Jakarta. In the next year, this hospital is planning to upgrade it's accreditation to C Madya as a strategy to quality improvement. Agung Hospital faces two problems. This problem is deceased cure rate and increasing complaint from patient. This problem is indicator for quality improvement in Agung Hospital.
Agung Hospital have developed a patient survey, satisfaction measurement in this hospital consist of a `performance only program', which looks purely at service ratings but not the importance of service to patients. Studies and practice have shown that while patient input is essential in regards to rating the performance in service rating. A hospital must also know what patient expect from a service and the aspects they feel are important. This paper presents an application of Importance and Performance Analysis for satisfaction measurement at Agung Hospital. From the past research, this technique has shown the capability to provide management with valuable information for both satisfaction measurement and the efficient allocation of resources, all in easily applicable format.
Patient Satisfaction variables were identified through in deep interview with 10 (ten) patient in Agung Hospital. These variables were developed and incorporated into a survey instrument. These variables are: Doctor's care, nursing care, administration and hospital environment and facility.
The importance and performance of service was rated by 5 liken scales. Importance and performance scores attained from survey instrument are plotted onto four quadrants:
A. Quadrant A. Importance and performance ratings both meet or exceed service quality standards
B. Quadrant B. Importance and performance ratings both fall short of service quality standards
C. Quadrant C. Performance scores do not meet the service quality standard but respondents do not place a high level of importance on the service.
D. Quadrant D. Performance meets or exceeds service quality standards, but a low level of importance is assigned to this particular service.
RESULT
1. Importance and Performance Analysis for Doctor's Care
The result from Analysis indicates there are three variables where the hospital can concentrate on improving doctor performance quality. These variables are doctor visit, contact doctor and information from doctor.
2. Importance and Performance Analysis for Nursing Care
The result from Analysis indicates there are six variables where the hospital can concentrate on improving nurse performance quality. These variables are kecekatan perawat, nurse contact and visit, nurse courtesy, nurse friendliness and nurse information.
3. Importance and Performance Analysis for Administration division
The result from Analysis indicates there are two variables where the hospital can concentrate on improving administration division performance quality. These variables are officer friendliness and officer information.
4. Importance And Performance Analysis for Hospital environment and facility
The result from Analysis indicates there are three variables where the hospital can concentrate on improving administration division performance quality. These variables are cleans, facility quality and food quality.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18455
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adri Wihananto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang customer satisfaction pada mahasiswa selama mengikuti program pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Binaniaga dan mencari informasi permasalahan yang ada pada setiap atribut yang dianggap penting oleh mereka. Penelitian ini menggabungkan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan desain eksploratori.

ABSTRACT
This study emphasize on the customer satisfaction level of Sekolah Tinggi Ilmu Eknomi Binaniaga's student. It also analyze which attribute is considered to be more important. The purpose of this study is to understand how the university can increase their service quality and fulfill the student's expectation."
2011
T36854
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nisita Izzadina
"Kesadaran masyarakat dan informasi mengenai kesehatan mental telah berkembang pesat. Reaksi yang ditimbulkan setelah merasakan adanya gangguan mental itu sendiri bisa jadi kompleks, salah satunya yaitu menyalurkannya menjadi estetika yang diunggah di internet. Penelitian ini mengulas lebih jauh bagaimana praktik dan dinamika yang terjadi dalam pengekspresian konten estetika gangguan mental di media sosial. Dilakukan analisis mengenai alasan yang melatarbelakangi subjek untuk mengunggah konten estetika gangguan mental di internet, batasan bentuk konten estetika gangguan mental yang diterima oleh warganet, serta dampak dari pengunggahan konten estetika gangguan mental di media sosial sebagai bentuk ekspresi. Penelitian ini menggunakan metode etnografi digital. Observasi dilakukan pada tiga media sosial yaitu Twitter, TikTok, dan Instagram, serta dilakukan wawancara kepada tujuh narasumber yang merupakan penyintas gangguan mental yang pernah melihat konten estetika gangguan mental di media sosial, tiga di antaranya turut mengunggah konten estetika gangguan mental. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa alasan informan mengunggah konten estetika gangguan mental di media sosial yaitu untuk ekspresi diri. Praktik pengunggahan yang dilakukan oleh penyintas ini juga menunjukkan adanya agensi, serta tindakan pengunggahan konten dipengaruhi oleh perkembangan internet. Mengenai batasan, terdapat ambivalensi yang terjadi dalam pandangan terhadap penggunaan estetika dalam pengekspresian gangguan mental di media sosial. Pada praktik ini, terdapat dampak positif maupun negatif bagi warganet maupun pengunggah konten.

Nowadays, public awareness and information about mental health has grown rapidly. The reaction towards mental illness itself can be complex, one of which is channeling it into an aesthetic that is uploaded on the internet. This research attempts to understand the practices and dynamics that occur in the expression of aesthetic content of mental illness on social media. In this regard, an analysis was carried out on the reasons for uploading aesthetic content of mental illness on the internet, the limitations of the forms of aesthetic content of mental disorders that would be accepted by netizens, and the impact of uploading aesthetic content of mental illness on social media as a form of expression. This research uses digital ethnographic methods. Observations were made on three social media, namely Twitter, TikTok, and Instagram, and interviews were also conducted with seven interviewees who are survivors of mental illness who have seen aesthetic content of mental illness on social media, three of whom also uploaded aesthetic content of mental illness. From this study, it was found that the reason for informants uploading aesthetic content with mental disorders on social media was for self-expression. The practice of uploading aesthetic content also shows the existence of agency among the survivors, and the act of uploading content is influenced by the growth of the internet. Regarding boundaries, there is ambivalence that occurs in the use of aesthetics in expressing mental disorders on social media. In uploading this content, there are positive and negative impacts for netizen and the content uploaders."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1985
616.890 231 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Enjeline
"Profil temperamen terdiri atas novelty seeking, harm avoidance, dan reward dependence. Individu dengan novelty seeking yang tinggi dan harm avoidance yang rendah dilaporkan lebih rentan mengalami adiksi, namun adiksi smartphone berbeda dengan adiksi zat karena smartphone digunakan dan dibutuhkan rutin oleh hampir semua orang. Kelompok usia muda, terutama mahasiswa kedokteran, merupakan kelompok dengan paparan tinggi terhadap penggunaan smartphone. Mereka juga dianggap masih terpengaruh oleh temperamen yang dimilikinya dibandingkan orang yang lebih dewasa. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui profil temperamen dan korelasinya dengan kerentanan terhadap adiksi smartphone pada mahasiswa kedokteran di Jakarta. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang pada bulan Agustus 2017 hingga Juli 2018. Pengambilan sampel ditetapkan secara probability sampling berupa systematic random sampling. Instrumen Temperament and Character Inventory (TCI) digunakan untuk menilai temperamen, dan instrumen Smartphone Addiction Scale (SAS) digunakan dalam penilaian risiko adiksi smartphone. Dari 185 sampel, mayoritas responden perempuan, usia 20 tahun, dan belum menikah. Rerata pemakaian smartphone dalam sehari adalah 7,83 jam (Simpang Baku/SB 4,03) dengan usia awal penggunaan smartphone adalah 7,62 tahun (SB 2,60). Komunikasi dan mengakses media sosial ditemukan sebagai kegiatan yang paling banyak dilakukan subyek penelitian melalui smartphone. Lebih dari 50% subyek penelitian memiliki profil temperamen harm avoidance tinggi (53%). Pada analisis regresi logistik multivariat, hanya temperamen HA tinggi yang signifikan secara statistik (OR 2,035; 95% IK 1,119 hingga 3,701), sedangkan durasi pemakaian smartphone ≥ 6 jam dan akses hiburan melalui smartphone merupakan faktor perancu. Temuan dalam penelitian ini serupa dengan penelitian lainnya, yaitu terdapat hubungan antara profil temperamen dengan risiko adiksi smartphone. Penelitian dengan keterlibatan jenis individu yang lebih beragam serta inklusi jenis adiksi lainnya perlu dilakukan sebagai studi lanjutan.

Temperament profiles consist of novelty seeking, harm avoidance, and reward dependence. An individual with high novelty seeking and low harm avoidance have been reported to be more susceptible to addiction, but smartphone addiction is different from substance addiction because smartphones are used and needed daily by almost everyone. Younger groups, especially medical students, are groups with high exposure to smartphone usage. They are also considered still affected by their temperament. Therefore, this research aimed to find out the temperament profile and its correlation with vulnerability to smartphone addiction of medical students in Jakarta. The research was conducted with cross sectional design in August 2017 until July 2018. Sampling was determined by systematic random sampling. The Temperament and Character Inventory (TCI) instrument was used to assess temperament, while the Smartphone Addiction Scale (SAS) instrument was used in smartphone addiction risk assessment. Of the 185 samples, the majority respondents were female, aged 20 years, and unmarried. The average smartphone usage in a day was 7.94 hours (Standard Deviation/ SD 3.92) with the initial age of smartphone usage was 7.58 years (SD 2.43). Most respondents used smartphone for communication and accessing social media. Over 50% of subjects had temperament profile of high harm avoidance (60%). In multivariate logistic regression analysis, only high HA temperament (OR 2.035; 95% CI 1.119 to 3.701) was statistically significant, while duration of smartphone use ≥ 6 hours and smartphone access for entertainment were considered as confounding factors. The findings in this study are similar to other studies. There is a relationship between the temperament profiles and the risk of smartphone addiction. Further research with the involvement of more diverse types of individuals and the inclusion of other types of addiction needs to be conducted."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aila Johanna
"Masalah psikologis pada donor ginjal pascatransplantasi berhubungan dengan waktu pemulihan dan perbaikan fungsi yang lebih lama, dan faktor psikososial dapat memengaruhi kesehatan jiwa setelah prosedur transplantasi. Penelitian ini menilai gambaran psikopatologi donor ginjal pascatransplantasi, serta beberapa faktor yang ditemukan dapat memengaruhi perkembangan psikopatologi pada donor, yaitu mekanisme koping, temperamen, dan relasi donor-resipien. Studi potong lintang dilakukan dengan pengambilan data daring pada 93 donor ginjal pascatransplantasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Uji bivariat dilakukan untuk menilai hubungan antara psikopatologi dengan mekanisme koping, temperamen, dan relasi donor-resipien. Masalah emosi ditemukan pada 9,7%, gejala ansietas pada 8%, dan gejala depresi pada 2% donor. Mekanisme koping denial dan substance use berhubungan dengan masalah emosi, denial dan self distraction berhubungan dengan ansietas, sedangkan venting berhubungan dengan gejala depresi. Temperamen harm avoidance berhubungan dengan masalah emosi dan gejala ansietas. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara relasi donor-resipien dengan psikopatologi. Penelitian ini menunjukkan perlunya dilakukan skrining psikopatologi pada donor ginjal pascatransplantasi. Skrining dapat menggunakan SRQ-20 untuk menilai masalah emosi, dan dapat menggunakan tambahan GAD-7 untuk menilai gejala ansietas. Identifikasi mekanisme koping dan adanya harm avoidance tinggi pada donor ginjal perlu diidentifikasi untuk merancang pendampingan psikiatri yang tepat.

Psychological problems in kidney donors are associated with longer recovery and return to daily functioning, and psychosocial factors may influence posttransplantation mental health. This study aims to provide the psychopathological profile in posttransplant kidney donors, as well as factors known to influence psychopathological development in donors: coping mechanism, temperament, and donor-recipient relationship. A cross sectional study was conducted having 93 posttransplant kidney donors in Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta completed online questionnaires. Bivariate tests assessed any associations between psychopathology and coping mechanisms, temperament, and donor-recipient relationship. This study found that emotional problems were identified in 9.7%, anxiety in 8%, and depressive symptoms in 2% donors. Denial and substance use were the coping mechanisms associated with emotional problems, denial and self distraction were associated with anxiety, while venting was associated with depressive symptoms. Harm avoidance was the temperament associated with emotional problems and anxiety. No significant association was found between donor-recipient relationship and psychopathology. This study highlighted the need for pscyhopathology screening in posttransplant kidney donors. Screening with SRQ-20 can identify any emotional problems, and employing an additional GAD-7 can further assess anxiety. Coping mechanisms and harm avoidance in kidney donors should be identified to better design psychiatric provisions."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakina Oktavianti
"Latar belakang: Angka sensitivitas interpersonal lebih tinggi terjadi pada mahasiswa kedokteran dibandingkan dengan mahasiswa pada umumnya, kejadian mental distress di mahasiswa kedokteran sangat tinggi, terlebih pada mahasiswa kedokteran tingkat 3. Sementara itu, resiliensi merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan mental. Penelitian ini bertujuan untuk menilai korelasi antara resiliensi dan sensitivitas interpersonal pada mahasiswa kedokteran.
Metode: Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah potong lintang. Subjek merupakan 116 mahasiswa FKUI tingkat 3. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah SCL-90 bagian sensitivitas interpersonal dan CD-RISC 25 untuk menilai tingkat sensitivitas interpersonal dan resiliensi. Data resiliensi dan sensitivitas interpersonal dianalisis korelasinya dengan Uji Spearman.
Hasil: Mayoritas dari subjek yaitu sebanyak 83 mahasiswa (71,6%) merupakan mahasiswa berjenis kelamin perempuan. Sebaran dari usia subjek berkisar antara 18 hingga 22 tahun dengan median 21 tahun. Sebagian besar subjek, yaitu sebanyak 90 mahasiswa (77,6%) berasal dari daerah Jabodetabek. Latar belakang sosioekonomi dari subjek dinilai berdasarkan pendidikan terakhir Ayah serta pendapatan bulanan, yang mana sebagian besar pendidikan terakhir Ayah dari subjek yaitu S1/D4 sebanyak 49 mahasiswa (42,2%) lalu pendapatan bulanan sebagian besar berkisar >Rp15.000.000,00 sebanyak 80 mahasiswa (69,0%). Sebagian besar subjek yaitu 107 mahasiswa (92,2%) saat ini tinggal bersama dengan orang tua atau wali serta mayoritas dari subjek memeluk agama Islam, yaitu 78 mahasiswa (67,2%). Rerata nilai resiliensi subjek adalah 69,39 ± 14,11, median dari nilai sensitivitas interpersonal adalah 8 dengan nilai minimal 0 dan maksimal 32. Hasil dari uji Spearman terhadap resiliensi dan sensitivitas interpersonal menunjukkan bahwa hasil signifikan (p<0,05) serta terdapat korelasi negatif yang sedang antara resiliensi dengan sensitivitas interpersonal (r = -0,462).
Kesimpulan: Resiliensi dan sensitivitas interpersonal memiliki korelasi yang sedang dan negatif, yaitu apabila resiliensi semakin tinggi maka sensitivitas interpersonal semakin rendah.

Introduction: Number of interpersonal sensitivity in medical students is higher than common university students, mental distress occurrence is more common in medical students, especially in third-year medical students. Meanwhile, resilience is a factor that can affect mental health. This study was conducted to assess the correlation between resilience and interpersonal sensitivity among medical students.
Method: The design used in this study is cross-sectional. Subjects are 116 third-year students of FMUI. This study used interpersonal sensitivity section of SCL-90 and CD-RISC 25 questionnaire to evaluate interpersonal sensitivity and resilience. Resilience and interpersonal sensitivity data were analyzed for their correlation by Spearman’s test.
Result: The majority of the subjects are women (71,6%) with total 83 students. The age ranges from 18-22 years old with a median 21 years old. Most of the subjects, with total 90 students (77,6%) are from Jabodetabek. Meanwhile the socio-economic background of the subjects is based on their Father’s last education and income per month, with the majority is a bachelor’s degree/diploma (42,2%) with total 49 students and above >Rp15.000.000,00 (69,0%) with total 80 students. Most of the subjects (92,2%) are living with their parents or guardians and majority of the subjects are Muslim (67,2%). The mean of the subjects’ resilience is 69,39 ± 14,11, and the median of the subjects’ interpersonal sensitivity is 8 with minimum score 0 and maximum score 31. Based on Spearman’s test, resilience and interpersonal sensitivity are significantly correlated (p<0,05) and they are correlated moderately and negatively (r = -0,462).
Conclusion: Resilience and interpersonal sensitivity are correlated moderately and negatively (p<0,05) and (r<0). Therefore, the higher resilience score, the lower interpersonal sensitivity score.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>