Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86970 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Ayu Puspitasari
"Pemberdayaan perempuan menjadi salah satu faktor penting dalam pembangunan. Kurangnya pemberdayaan perempuan dapat menyebabkan hasil negatif pada kesehatan dan kematian anak. Kesehatan anak menjadi bagian dari sustainable development goals (2030) yang dapat dilihat melalui penurunan angka kematian bayi dan balita. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh pemberdayaan perempuan terhadap kematian balita setelah di kontrol dengan variabel umur ibu, daerah tempat tinggal, pendidikan suami, jarak lahir, paritas, status imunisasi dasar, dan berat lahir. Sampel berjumlah 16.409 perempuan berusia 15-49 tahun yang terakhir melahirkan pada periode tahun 2012-2017 diambil dari SDKI 2017. Pemberdayaan perempuan diukur dengan menggunakan indeks komposit yang dibangun dari empat indikator yaitu tingkat pendidikan, status pekerjaan, partisipasi dalam pengambilan keputusan rumah tangga dan sikap istri terhadap pemukulan yang dilakukan suami dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA). Selanjutnya, estimasi pengaruh pemberdayaan perempuan terhadap kematian balita menggunakan model regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemberdayaan perempuan berpengaruh secara signifikan terhadap kematian balita setelah dikontrol dengan umur ibu saat melahirkan, jarak lahir, dan berat lahir. Komponen pemberdayaan perempuan yaitu status pekerjaan (p <0,001; AOR: 1,49 ; 95% CI: 1,21-1,83) memiliki pengaruh secara statistik dengan kematian balita, sedangkan faktor tingkat pendidikan (p 0,666; AOR: 0,93; 95% CI: 0,72-1,30), partisipasi dalam pengambilan keputusan keluarga (p 0,732; AOR: 1,08; 95% CI: 0,68-1,72), dan sikap istri terhadap pemukulan yang dilakukan suami (p 0,806; AOR: 1,03; 95% CI: 0,83-1,26) tidak berpengaruh secara signifikan dengan kematian balita. Hal ini menekankan pentingnya pemberdayaan perempuan untuk mengurangi kematian balita.

Women’s empowerment has generally been recognized as one of the most important factors for development. A lack of empowerment may lead to negative outcomes on child health and mortality. Child health being part of sustainable development goals (2030) can be traced through reduced infant and under five mortality rates. The present study is an attempt to examine the association between women’s empowerment and under five mortality. Sample of 16.409 women aged 15-49 years who had their last childbirth in period 2012-2017 were drawn from 2017 Indonesia Demographic and Health Survey. Composite index was considered to measure women’s empowerment. Principal Component Analysis (PCA) has been employed to measure women's empowerment using four indicators, namely education level, employment status, participation in household decision-making and attitude toward wife beating. Adjusted associations between women’s empowerment and under five mortality were examined using binary logistic regression by controlling the influence of socioeconomic and biodemographic variables as potential confounders. The findings from multivariate analysis indicated statistically significant associations between women empowerment and under five mortality after controlled by maternal age, birth interval, and birth weight. Working women were 1,49 times more likely to experienced under-five mortality (95% CI=1,21-1,83). However, education level, participation in household decision-making and attitude toward wife beating were not associated with under-five mortality. This highlights the importance of women’s empowerment by increasing women’s educational level, participation in labor force, and reducing women’s vulnerability to domestic violence in efforts to reduce infant mortality.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugrahayu Suryaningrum
"Penurunan AKB di Indonesia dihadapkan permasalahan kesenjangan AKB antarkabupaten/kota yang menunjukkan adanya keterkaitan antarwilayah yang berpengaruh. Sebagian besar kematian bayi disebabkan oleh faktor maternal yang dapat dicegah dan diperbaiki selama kehamilan. Usia ibu saat melahirkan merupakan salah satu prediktor terkuat dalam kematian bayi yang sangat erat berkaitan dengan perkawinan usia anak. Dengan mempertimbangkan efek spasial antarkabupaten/kota, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan perkawinan usia anak dengan kematian bayi kabupaten/kota di Indonesia yang dikontrol oleh pengaruh faktor ibu, rumah tangga, dan kesehatan. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat dependensi spatial pada AKB kabupaten/kota di Indonesia. Model Regresi Analisis Spatial Durbin menunjukkan bahwa perkawinan usia anak berhubungan positif dan signifikan dengan AKB kabupaten/kota. Selain itu, AKB tidak hanya dipengaruhi oleh variabel penjelas dalam kabupaten/kota tersebut melainkan juga dipengaruhi oleh AKB kabupaten/kota tetangga dan beberapa variabel penjelas kabupaten/kota tetangga. Oleh karena itu, untuk menurunkan AKB suatu wilayah, maka perlu membangun wilayah sekitarnya, membangun akses ke wilayah dengan fasilitas kesehatan yang baik agar pemanfaatan pelayanan kesehatan meningkat dan mengurangi AKB suatu wilayah. Pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi juga sangat penting untuk melakukan sosialisasi dan edukasi pentingnya pendewasaan usia perkawinan. Dengan demikian remaja khususnya perempuan dapat merencanakan pendidikan, pekerjaan, dan pernikahan dengan matang serta mempunyai pengetahuan kesehatan reproduksi yang baik sehingga diharapkan AKB Indonesia semakin menurun.

The decline in IMR in Indonesia is faced with the problem of IMR gaps between districts/cities which indicate that there are interregional linkages that are influential. Most infant deaths are caused by maternal factors that can be prevented and corrected during pregnancy. Maternal age at delivery is one of the strongest predictors of infant mortality, which is closely related to child marriage. By considering the spatial effects between districts/cities, this study aims to study the relationship of child marriage to IMR in Indonesia which is controlled by the influence of maternal, household, and health factors. The results of the analysis show that there are spatial dependencies on IMR in Indonesia. The Analysis Regression Spatial Durbin Model shows that child marriage has a positive and significant relationship with IMR. In addition, IMR is not only influenced by the explanatory variables in the district, but also influenced by IMR in neighboring districts and several explanatory variables in neighboring districts. Therefore, to reduce the IMR in a region, it is necessary to develop the surrounding area, build access to areas with good health facilities so that the utilization of health services increases and reduces the IMR in an area. Utilization of technology, information and communication is also very important to socialize and educate the importance of maturing the age of marriage. In this way, adolescents, especially women, can plan their education, work and marriage carefully and have good reproductive health knowledge so that it is expected that the Indonesian IMR will decrease."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Indriyani
"ABSTRAK
Polusi dapur dalam rumah tangga, terutama akibat penggunaan bahan bakar masak merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang berpengaruh terhadap kesehatan penghuni rumah, salah satunya pada balita. Penyebab kematian utama balita di Indonesia berdasarkan data WHO adalah pneumonia.untuk mengetahui hubungan polusi dapur rumah tangga dan kematian balita 0 ndash; 59 bulan di Indonesia berdasarkan data SDKI tahun 2012Hubungan antara polusi dapur rumah tangga dengan kematian balita dianalisis dengan menggunakan cox regressionPada kelompok balita anak pertama dengan BBLR risiko kematian akibat bahan bakar masak tidak aman dan dapur di dalam rumah adalah 1,4 kali 0,52 ndash; 3,78 dan risiko kematian akibat bahan bakar masak tidak aman dan dapur di luar rumah hampir tidak ada PR 1,03, 95 CI 0,25 ndash; 4,21 . Pada kelompok anak kedua dengan BBL normal risiko kematian akibat bahan bakar masak tidak aman dan dapur di dalam rumah adalah 1,76 kali 95 CI 0,9 ndash; 3,45 dan risiko kematian akibat bahan bakar masak tidak aman dan dapur di luar rumah lebih tinggi yaitu 1,83 kali 95 CI 0,8 ndash; 4,16 . Pada keseluruhan balita, didapatkan risiko kematian akibat bahan bakar masak tidak aman dan dapur di dalam rumah adalah 1,11 kali 0,76 ndash; 1,62 dan risiko kematian akibat bahan bakar masak tidak aman dan dapur di luar rumah 0,93 kali 95 CI 0,59 ndash; 1,48 .Risiko kematian balita meningkat pada rumah tangga dengan bahan bakar tidak aman berdasarkan letak dapur. Pada anak pertama dengan BBLR lebih rentan mengalami kematian akibat polusi udara rumah tangga, sementara pada kelompok anak kedua dengan BBL normal, berisiko untuk mengalami kematian akibat polusi udara rumah tangga. Kata kunci: polusi dapur rumah tangga, bahan bakar masak, letak dapur, kematian balita

ABSTRACT
Kitchen pollution, mainly due to the use of cooking fuel is one public health problem that affects the health of residents, particularly in infants. The main cause of mortality under five in Indonesia based on data from WHO was pneumonia.This study aims to determine the association of kitchen pollution and under five mortality in Indonesia based on data from Demographic and Health Survey 2012.The association between kitchen pollution and under five mortality was analysed by cox regression method.Under five mortality for the first born children and low birth weight group, risk of death from polluting cooking fuels and the kitchen in the house was 1.4 times 0.52 to 3.78 and almost no risk of death from polluting cooking fuels and outdoor kitchens PR 1.03 95 CI 0.25 to 4.21 . While, for the second and subsequent born children with normal birth weight group, risk of death from polluting cooking fuels and the kitchen in the house was 1.76 times 95 CI 0.9 to 3.45 and the risk of death from polluting cooking fuels and outdoor kitchens home is 1.83 times higher 95 CI 0.8 to 4.16 . For total group of under five children, risk of death due to polluting cooking fuels and the kitchen in the house was 1.11 times 0.76 to 1.62 and the risk of death from polluting cooking fuels and outdoor kitchens 0.93 times 95 CI 0.59 to 1.48 .Risk to death increased in households with polluting fuel by the kitchen location. For first born child with low birth weight were more susceptible to death from household air pollution, while the second and subsequent born group of children with normal birth weight were at risk of death from household air pollution.Keywords kitchen pollution, cooking fuel, kitchen location, under five mortality"
2017
T47039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu Djody H.S.
"ABSTRAK
Masalah kependudukan di Indonesia ditandai oleh besarnya jumlah penduduk, tingginya angka pertumbuhan penduduk, struktur penduduk yang masih muda, persebaran penduduk antar daerah yang tidak merata dan kualitas kehidupan penduduk yang masih perlu ditingkatkan (Repelita V, 1989). Dari permasalahan kependudukan yang dihadapi ini telah ditetapkan pokok-pokok kebijaksanaan kependudukan antara lain berupa upaya yang terarah pada penurunan angka kematian.
Kematian atau mortalitas sebagai masalah kependudukan sebenarnya telah diperhatikan dan dipelajari oleh para demografer mulai tahun 1950-an. Perhatian pada dekade berikutnya kemudian beralih pada masalah fertilitas sehubungan dengan adanya ledakan jumlah penduduk di berbagai belahan dunia terutama di negara-negara berkembang.
Namun demikian mortalitas pada akhir-akhir ini kembali banyak mendapat perhatian dengan pandangan yang lebih baru dan perspektif yang lebih luas. Berbagai alasan pokok sehubungan dengan meningkatnya perhatian pada masalah mortalitas antara lain diberikan oleh Utomo (1985):
1. Pengertian tentang kontribusi penurunan mortalitas terhadap penurunan fertilitas, yang selanjutnya akan memperlambat pertumbuhan penduduk. Dalam rangka menurunkan angka pertumbuhan penduduk, disamping dilakukan pengendalian fertilitas, penurunan mortalitas terutama mortalitas bayi dan anak akan sangat efektif dalam mengenalkan norma keluarga kecil di kalangan masyarakat, walaupun untuk sementara waktu penurunan mortalitas akan meningkatkan jumlah penduduk.
2. Persepsi tentang perlunya untuk mengkaji kembali masalah mortalitas dan morbiditas dari sisi kualitas penduduk, kapasitas manusia dan produktivitas secara ekonomi.
3. Memudarnya pendapat bahwa mortalitas akan mengalami penurunan dengan sendirinya dengan meningkatnya pembangunan ekonomi.
Karena pendapat ini, pada dekade tahun 1960-an dan 1970-an, masalah mortalitas dikesampingkan dan perhatian jauh lebih banyak ditujukan pada masalah fertilitas untuk pengendalian pertumbuhan penduduk. Perhatian terhadap masalah mortalitas segera meningkat setelah adanya berbagai kenyataan yang menunjukkan bahwa mortalitas di berbagai negara berkembang tidak mengalami penurunan seperti yang diharapkan, malahan untuk beberapa negara tertentu mengalami peningkatan.
Angka kematian di Indonesia telah turun selama 30 tahun terakhir ini, namun dibandingkan dengan negara tetangga penurunan tersebut masih relatif kecil. Malaysia, Hongkong dan Singapura mengalami penurunan kematian yang cepat setelah Perang Dunia Kedua (Utomo, dkk, 1984). Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya jumlah kematian di Indonesia antara lain adalah perkembangan teknologi di bidang pertanian dan perkembangan industri modern, munculnya perkembangan fasilitas penyaluran bahan makanan dan jasa, kemajuan sanitasi lingkungan dan program kesehatan masyarakat (BKKBN, 1982)."
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Aquinas Syukur Rejo Tonda
"ABSTRAK
Latar Belakang Kegagalan mengenali pasien yang memiliki risiko mortalitas tinggi dapat menyebabkan luaran yang buruk Karena itu penilaian yang cepat dan tepat terhadap perubahan tanda vital sangat penting untuk menghindari keterlambatan penanganan yang dapat memengaruhi luaran pasien Beberapa modul triase telah dirancang sebagai sistem pendukung dalam pengambilan keputusan untuk memandu perawat dokter triase agar dapat mengambil keputusan yang tepat Penelitian ini akan menjelaskan seberapa besar modul triase di IGD RSCM dapat memprediksi mortalitas untuk luaran 24 jam dan 7 hari Metode Penelitian ini merupakan penelitian prognostik dengan desain penelitiannya adalah studi kohort retrospektif pada 529 data pasien dengan usia lebih dari 18 tahun yang menjalani prosedur triase di Instalasi Gawat Darurat RSCM Luaran mortalitas pasien dibagi menjadi mortalitas 24 jam dan mortalitas 7 hari Hasil Dari hasil analisis kurva ROC didapatkan area under the curve modul triase untuk luaran 24 jam adalah 0 787 IK 95 0 690 0 885 lebih besar daripada area under the curve modul triase untuk luaran 7 hari yakni sebesar 0 662 IK 95 0 597 0 726 Hal ini berarti performa modul triase IGD RSCM lebih baik dalam memprediksi mortalitas 24 jam daripada untuk memprediksi mortalitas 7 hari Berdasarkan perhitungan nilai prediktif modul triase untuk luaran 24 jam didapatkan rasio kemungkinan positif PLR untuk kategori resusitasi sebesar 11 36 sedangkan untuk kategori lain didapatkan 1 11 untuk kategori emergency 1 69 untuk kategori urgent 0 4 untuk kategori non urgent dan 0 23 untuk kategori false emergent Kesimpulan Modul triase IGD RSCM dapat memprediksi angka mortalitas pasien non bedah Kemampuan prediksi berdasarkan performa diskriminasi berada pada level Fair Test Performa modul triase IGD RSCM lebih baik dalam memprediksi mortalitas 24 jam daripada untuk memprediksi mortalitas 7 hari.
ABSTRACT
Background Failure to identify high risk patients can lead to poor outcomes Therefore quick and precise assessment of the changes in vital signs is very important to avoid delays in treatment which may affect patient outcomes Some triage module has been designed as a support system in decision making to guide the nurse physician triage in order to take the right decision This study will explain how the triage modules in the ED of RSCM can predict the outcomes of mortality for 24 hours and 7 days Methods This is a prognostic study with the design of the study was a retrospective cohort study on 529 patient data with more than 18 years of age who underwent the procedure triage in the ED of RSCM Mortality outcomes of patients were divided into 24 hour mortality and 7 days mortality Based on the calculation of predictive value for the triage module outcome in 24 hours obtained positive likelihood ratio PLR for category resuscitation is 11 36 while for other is 1 11 for emergency category 1 69 for urgent category 0 4 for non emergency categories and 0 23 for false emergent category Results The results of ROC curve analysis obtained an area under the curve for the 24 hours outcome was 0 787 95 CI 0 690 to 0 885 greater than the area under the curve for 7 days outcomes 0 662 CI 95 0 597 to 0 726 This means that the performance of the ER triage module of RSCM better in predicting of 24 hours mortality rather than for predicting 7 days mortality Conclusions ED triage module of RSCM can predict mortality of non surgical patients The predictive ability based on the performance of discrimination is Fair Test ER triage module performance is better in predicting of 24 hours mortality rather than for predicting 7 days mortality Keywords triage module ED of RSCM predict outcome."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Onetusfifsi Putra
"Angka kematian bayi merupakan indikator kesehatan dan kesejahteraan suatu negara. Pengelompokkan bayi menurut WHO dibagi atas masa neonatal dan postneonatal. Sehingga mengetahui determinan pada setiap kategori merupakan sesuatu yang penting untuk dilakukan. Analisis data survei menggunakan data SUPAS 2015 dilakukan untuk melihat determinan sosial kematian bayi. Analisis menggunakan regresi logistic dan regresi linear untuk mengestimasi angka kematian bayi pada setiap provinsi di Indonesia. Hasil penelitian didapatkan bahwa kematian neonatal disebabkan oleh faktor yang bersifat endogen seperti usia ibu melahirkan dan paritas, sedangkan postneonatal disebabkan oleh faktor yang bersifat eksogen, seperti pendidikan ibu, sosial ekonomi, dan faktor lingkungan. Model determinan sosial yang dibentuk dapat menjelaskan kematian pada setiap provinsi sebesar 78%. Berdasarkan telaah didapatkan proporsi kematian neonatal terhadap kematian bayi semakin tinggi seiring dengan rendahnya angka kematian bayi. Artinya tingkat kesehatan di Indonesia semakin baik. Diharapkan kepada pemerintah dalama mengatasi neonatal lebih fokus ke faktor endogen dan postneonatal ke faktor eksogen. Selanjutnya variabel determinan sosial menjadi fokus untuk menurunkan angka kematian bayi.

The infant mortality rate is the indicator of the countrys health and welfare. The WHO grouping of babies is divided into infant, neonatal and postneonatal. So knowing the determinants in each category is something important to do. Analysis of survey data using SUPAS 2015 data is conducted to see the social determinants of infant mortality. The analysis used logistic regression and linear regression to estimate infant mortality in
each province in Indonesia. The results showed that neonatal is caused by more endogenous factors such as maternal age and parity, while postneonatal was caused by more exogenous factors, such as maternal education, socio-economic, and environmental factors. The social determinant model can explain mortality in each province by 78%. Based on the study, the proportion of neonatal deaths to infants is higher as the mothers education increases and socioeconomic status in the family. This means that the health level in Indonesia is getting better. It is hoped that the government will focus on endogenous factors in overcoming neonatal and exogenous factors for postneonatal. Furthermore, social determinant variables are the focus for reducing infant mortality.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sartika Rani
"Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kematian ibu adalah : status reproduksi yang meliputi umur, paritas dan jarak kehamilan, status kesehatan yang dapat dilihat dari status gizi dan dapat diukur melalui Berat Badan (BB) serta lingkar lengan atas (LILA), perilaku sehat yang meliputi pemeriksaan kehamilan pertama (K1), pemeriksaan kehamilan keempat (K4), penolong persalinan dan faktor-faktor tidak terduga. AKI di Kabupaten Majalengka mengalami peningkatan yang sangat tajam dari tahun 2010 sebesar 132,83 per 100.000 kelahiran hidup meningkat menjadi 206,49 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu di Kabupaten Majalengka Tahun 2011. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi case control. Hasil analisis bivariat ditemukan hubungan bermakna pada K1 (p=0,000), K4 (p=0,000) dan penolong persalinan (p=0,000). Variabel tidak berhubungan adalah umur, paritas, jarak persalinan, BB dan LILA.

Factors that influence the occurrence of maternal mortality are reproduction ?. That include age, fertility ?., spacing of pregnancy, health ? can be seen from the nutritional?. And can be measured by weight and upper arm circumference, healty behavior, including the first prenatal care (K1), prenatal care fourth (K4), auxiliary labor and unforeseen factors. AKI in Majalengka District has increased very sharply from 2010 ?132,83 / 100.000 live births rose to 206,49 / 100.000 live births in 2011. General purpose of this study was to gain an overview of factors that influence maternal mortality in Majalengka District in 2011. This study is a quantitative research design with case control study. Result of bivariate analysis found significant relationships in K1 (p value=0,000), K4 (p value=0,000) and the helper of labor (p value=0,000). Unrelated variables are age, fertility ?., spacing of pregnancy, weight loss and LILA."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hartono Sriwandoko
"ABSTRAK
Latar Belakang : Kematian ibu hamil tahun 2018 di RSUD Sultan Imanudin Pangkalan Bun sebanyak 15 kasus kematian ibu hamil, dimana standar indikator mutu pelayanan PONEK RS adalah zero tolerance pada kematian ibu hamil. Kematian ibu hamil ini berkaitan dengan kinerja PONEK RS yang tidak optimal. Upaya memperbaiki kinerja PONEK di RS dilakukan dengan evaluasi implementasi PONEK yang dikaitkan dengan standar indikator mutu kinerja dan mutu pelayanan PONEK berdasarkan teori mutu pelayanan Donabedian. Penyelenggaraan dan keberhasilan PONEK perlu dilakukan monitoring dan evaluasi, sehingga dapat menjadi dasar untuk pengembangan dan peningkatan mutu pelayanan PONEK. Harapannya dengan pencapaian standar mutu kinerja dan pelayanan PONEK yang optimal dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kejadian kematian ibu hamil.
Tujuan : Evaluasi implementasi PONEK dan kejadian kematian ibu hamil di RSUD Sultan Imanudin tahun 2018.
Metode : Cros sectional study, yakni dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien dan dokumen PONEK RS, mulai Januari - Desember 2018. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling. Evaluasi implementasi PONEK dilakukan untuk mengetahui mutu kinerja dan mutu pelayanan PONEK dilakukan dengan analisis quality of care Donabedian. Hasil implementasi PONEK di analisis dengan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) untuk melihat faktor utama dari kelemahan sistem PONEK. Analisis kinerja juga dilakukan dengan alat bantu elemen penilaian SNARS edisi 1.
Hasil : Waktu tanggap kamar bedah (rpn=392), waktu tanggap kamar bersalin (rpn=343) dan waktu tanggap pelayanan darah cito (rpn=294) sebagai faktor utama penyebab kegagalan sistem PONEK dengan risk priority number sangat tinggi dan sebagai prediktor kuat yang berkaitan dengan kematian ibu hamil. Analisis kinerja pelayanan PONEK menurut standar elemen penilaian SNARS edisi 1 menunjukkan adanya pemenuhan sebesar 76,92 %.
Kesimpulan : Implementasi PONEK RSUD Sultan Imanudin tidak konsisten menjalankan perannya sebagai RS rujukan yang mampu PONEK karena tidak sesuai dengan indikator mutu pelayanan PONEK yaitu zero tolerance terhadap kematian ibu hamil. Mutu kinerja pelayanan PONEK RSUD Sultan Imanudin tidak optimal disebabkan pemenuhan kinerja PONEK hanya mencapai 76,92 %. Mutu penyelenggaraan kinerja pelayanan PONEK yang tidak optimal karena masih ditemukan kelemahan kinerja PONEK yang tidak memenuhi standar mutu kinerja pelayanan PONEK. Faktor-faktor utama penyebab kelemahan PONEK berdasarkan analisis FMEA yang mempunyai risk priority number tinggi adalah waktu tanggap kamar bedah dan kamar bersalin lebih dari 30 menit, waktu tanggap pelayanan darah cito lebih dari 60 menit dan AMP internal RSUD hampir tidak pernah dilakukan.

ABSTRACT
Background : Pregnant women died in 2018 at Sultan Imanudin Pangkalan Bun Regional Hospital as many as 15 cases of maternal mortality, where the standard indicator for quality of PONEK Hospital services was zero tolerance for maternal mortality. The death of pregnant women is related to the non-optimal performance of the PONEK Hospital. Efforts to improve the performance of PONEK in hospitals are carried out by evaluating the implementation of PONEK that is associated with the performance quality standard indicators and PONEK service quality based on Donabedian service quality theory. The implementation and success of PONEK need to be monitored and evaluated, so that it can be the basis for the development and improvement of the quality of PONEK services. It is hoped that by achieving optimal quality standards of performance and PONEK services it can be utilized to reduce the incidence of maternal mortality.
Objective : Evaluation of the implementation of PONEK and the incidence of maternal mortality in Sultan Imanudin Regional Hospital in 2018.
Method : Cros sectional study, using secondary data from patient medical records and PONEK hospital documents, from January to December 2018. Sampling was done in total sampling. Evaluation of the implementation of PONEK is carried out to determine the quality of performance and the quality of PONEK services is carried out by analyzing the quality of care Donabedian. The results of the PONEK implementation are analyzed with the Failure Mode Effect Analysis (FMEA) to see the main factors of the weaknesses of the PONEK system. Performance analysis was also carried out with the SNARS assessment element 1 edition.
Results : Operating room response time (rpn = 392), delivery room response time (rpn = 343) and cito blood service response time (rpn = 294) as the main factors causing PONEK system failure with very high risk priority number and as a strong predictor related to death of pregnant women. An analysis of the performance of PONEK services according to the SNARS assessment element standard edition 1 shows the fulfillment of 76.92%.
Conclusion : The implementation of PONEK Sultan Imanudin Regional Hospital is inconsistent in carrying out its role as a referral hospital that is capable of PONEK because it is not in accordance with the PONEK service quality indicators, namely zero tolerance for maternal mortality. The quality of PONEK Sultan Imanudin Hospital services performance is not optimal due to the fulfillment of PONEK performance only reaching 76.92%. Quality of carrying out PONEK service performance is not optimal because there are still weaknesses in PONEK performance that does not meet PONEK service quality service standards. The main factors causing PONEK weakness based on FMEA analysis which has a high risk priority number are the operating room and delivery room response time is more than 30 minutes, cito blood service response time is more than 60 minutes and internal RSUD AMP is almost never."
2020
T54962
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vony Julianti Kiding
"Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator tingkat pembangunan kesehatan dan kualitas hidup suatu negara. Kabupaten Banjar memiliki jumlah kematian neonatal tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan. Kematian neonatal tidak disebabkan oleh satu faktor saja melainkan multifaktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian neonatal di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan tahun 2014-2015. Metode penelitian kasus kontrol, analisis multivariat menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan bermakna dengan kematian neonatal adalah berat lahir bayi OR=5,8, 95 CI:3,0-11,1, pendidikan ibu OR=4,5, 95 CI:1,6-12,8, komplikasi kehamilan OR=2,7, 95 CI: 1,6-4,6, umur kehamilan OR=2,4, 95 CI: 1,1-5,0 , frekuensi kunjungan ANC standar OR=2,2, 95 CI:1,2-4,1, tempat persalinan OR=2,1, 95 CI:1,1-3,9 dan paritas OR=2,1, 95 CI:1,2-3,6, sedangkan pekerjaan OR=1,8, 95 CI:0,9-3,5 sebagai variabel confounding. Faktor yang paling besar pengaruhnya adalah berat lahir bayi. Bayi berat lahir ≤ 2500 gram memiliki risiko 5,8 kali 95 CI 3,0-11,1 lebih tinggi mengalami kematian neonatal dibanding bayi berat lahir> 2500 gram. Peningkatan wawasan dan kompetensi bidan melaui pelatihan penatalaksanaan kasus BBLR, strategi KIE mengenai faktor-faktor kematian neonatal serta membuat gagasan untuk meningkatkan kunjungan ANC standar perlu diupayakan untuk menurunkan angka kematian neonatal di Kabupaten Banjar.

Infant mortality rate is one indicator of health development level and quality oflife of a country. Kabupaten Banjar has the highest of neonatal mortality numbersin South Borneo. Neonatal mortality is not caused by a single factor but multifactor. This study aims to determine the factors associate with neonatal mortality in Kabupaten Banjar, South Borneo in 2014 2015. The methods of this study is case control, multivariate analysis used logistic regression. The results of this study indicate that the factors significantly associated with neonatal mortality are birth weight OR 5,8, 95 CI 3,0 11,1, maternal education OR 4,5, 95 CI 1,6 12,8, pregnancy complications OR 2,7, 95 CI 1,6 4,6 gestational age OR 2,4, 95 CI 1,1 5,0 , frequency of standard ANC visits OR 2,2, 95 CI 1,2 4,1, place of delivery OR 2,1, 95 CI 1,1 3,9 and parity OR 2,1, 95 CI 1,2 3,6 and occupational OR 1,8, 95 CI 0,9 3,5 as a confounding variabel. The factor that must impact is birth weight. Birth weight le 2500 gram is5,9 times higher 95 CI 3,1 11,3 to neonatal mortality than birth weight ge 2500gram. Increased insight and competence of midwife through training of case management of low birth weight, communication information and education strategies about factors of neonatal mortality and creates ideas for increase the ANC visits are required to reduce neonatal mortality in Banjar District.Keywords factors of mortality neonatal."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Mutiara Putri
"ABSTRACT
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yaitu 22 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 menurut ASEAN, meski mengalami penurunan tetapi masih termasuk kedalam lima negara dengan AKB tertinggi di antara negara-negara ASEAN pada tahun 2015. Hal ini menunjukan bahwa AKB di Indonesia masih merupakan masalah yang perlu untuk diperhatikan agar dapat menekan AKB yang tinggi. Menurut Prichett dan Summers, kegiatan pencegahan dan pengobatan pada pelayanan kesehatan terkait kematian bayi dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi. Faktor sosial ekonomi yang berkaitan dengan kelangsungan hidup bayi menurut teori Mosley dan Chen yaitu daerah tempat tinggal, status ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Salah satu faktor yang berperan dalam kelangsungan hidup bayi yaitu daerah tempat tinggal ibu yang mana merupakan lingkungan terdekat suatu individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan daerah tempat tinggal ibu dengan kematian bayi di Indonesia tahun 2017. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 dengan desain studi cross sectional. Sampel pada penelitian ini yaitu seluruh bayi lahir hidup tunggal dalam 5 tahun (2013-2017), yang dilahirkan oleh wanita usia 15-49 tahun yang menetap di Indonesia sebanyak 14.211. Hasil dari penelitian menunjukan daerah tempat tinggal ibu berdasarkan kota desa tidak berhubungan dengan kematian bayi setelah variabel perancu dikendalikan,

ABSTRACT
The Infant Mortality Rate (IMR) in Indonesia is 22 per 1000 live births in 2015 according to ASEAN, although it has decreased but it is still included in the five countries with the highest IMR among ASEAN countries in 2015. This shows that the IMR in Indonesia is still a problem that need to be considered in order to be able to suppress a high IMR. According to Prichett and Summers, prevention and treatment activities in health services regarding infant mortality is influenced by socio-economic factors. Socio-economic factors related to the survival of infants according to Mosley and Chens theory are the area of residence, economic status, education, and others. One of the factors that play a role in the survival of the infant is the area where the mother lives, which is the closest environment to an individual. This study aims to determine the relationship between maternal residential area and infant mortality in Indonesia in 2017. This study uses secondary data from the Indonesian Health Demographic Survey in 2017 with a cross sectional study design. The sample in this study was all single-born infants in 5 years (2013-2017), who were born to women aged 15-49 years who lived in Indonesia as many as 14,211. The results of the study showed that the maternal residential area based on the urban rural was not related to infant mortality after confounding variables were controlled."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>