Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106165 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadhlillah Ardito Armaz
"Peristiwa banjir yang melanda sebagian besar wilayah Barabai pada awal tahun 2021 lalu menimbulkan kerugian yang cukup besar. Selain dari genangannya, terjadi pula banjir bandang berkecepatan tinggi serta mengandung puing-puing di daerah hulu yang merusak sejumlah infrastruktur dan bangunan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangunan air yang mampu mengendalikan banjir bandang tersebut dengan cara mengimplementasikan bangunan air yang sesuai dan dengan melakukan simulasi banjir pada aplikasi HEC-RAS. Selain kondisi ekstrem, simulasi banjir periode ulang 100 tahunan juga dijalankan sebagai alternatif desain. Hasil simulasi menunjukkan bahwa aliran berkecepatan tinggi mampu dikendalikan dengan menerapkan check dam dan tanggul. Kedua bangunan tersebut dirancang dari segi dimensi dan stabilitasnya terhadap guling, geser, dan overstress. Hasil analisis menujukkan bahwa bangunan kondisi ekstrem memiliki dimensi yang lebih besar dibandingkan kondisi banjir 100 tahunan. Bangunan air yang telah memenuhi syarat digambar sebagai rekomendasi penanggulangan banjir untuk wilayah Barabai di masa mendatang.

A flood that occurred in 2021 caused damage to Barabai and the surrounding area. Beside the inundation, fast moving water containing debris upstream is also responsible for the severe infrastructural damage and other buildings. This study aims to design appropriate structures to control the flash flood by implementing those structures and simulating the flood using HEC-RAS. In addition to extreme condition, this study also analyze the same event by using a smaller 100-year return period flood as an alternative. Simulation results show that the implementation of check dams and levees could control the velocity of flood. Both the check dams and levees are then designed to withstand oncoming forces by analyzing their stabilities against overturning moments, shear effects, and overstresses. The design process results in bigger dimension of structures designed to control the extreme condition. Drawings of structure are then commended to be used for future solution against flash flood."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Utami Khairana
"Banjir bandang merupakan pemicu terjadinya bencana hidrometeorologi yang banyak menimbulkan kerugian material bahkan jiwa. Berdasarkan variabel stabilitas tanah, frekuensi hari hujan ekstrim, dan karakteristik banjir bandang ditinjau dari lama landaan, tinggi landaan, dan material yang terbawa, penelitian ini mengungkapkan wilayah bahaya banjir bandang di pesisir barat Kabupaten Sukabumi; yang dilanjutkan dengan analisis kerentanan wilayah terhadap banjir bandang dengan menerapkan metode scoring yang mengaplikasikan AHP dan SIG.
Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa wilayah bahaya banjir bandang terjadi pada bagian hilir daerah aliran dengan jarak dari sungai sejauh 500 meter. Kemudian kerentanan wilayahnya, DA Cisolok dan Cimaja merupakan wilayah dengan kelas kerentanan rendah dan sedang memiliki tingkat keterpaparan dan tingkat kapasitas adaptif yang cenderung berimbang. Sedangkan untuk DA Ci Sukawayana yang merupakan wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi memiliki tingkat sensitivitas dan tingkat kapasitas adaptif yang sama.

Flash floods are a trigger hydrometeorological disasters that cause material losses and even many victims. Based on stability index variables, the frequency of extreme rainfall and flash floods characteristic of overwhelming in terms of the duration, height, and floated material, the study revealed flood hazard areas on the west coast Sukabumi; followed by analysis of the vulnerability of the flash floods areas by implementing a scoring method that applies AHP and GIS.
Spatial analysis results indicate that the region of the danger of flash floods occur in the downstream areas of the river flow with a distance of 500 meters from river. Cisolok and Cimaja is a region with low and moderate vulnerability levels has exposure and adaptive capacity levels tend to be balanced. As for Ci Sukawayana which is a region with a high degree of vulnerability has a level of sensitivity and adaptive capacity in the same level.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61125
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kustamar
"Larantuka is a subdistrict of East Flores Regency, on the eastern end of Flores Island, East Nusa Tenggara, Indonesia. Most of the land area of larantuka located on the foot hill of the Ile mandiri Mountain which is a flate area of the Larantuka Strait Larantuka is the risk area for the deluge floods disaster when the hard rainy happened. Deluge floods is the floods followed by rock material which is result of the landslide process. Because that, all the rivers which have river-basin is the Risk landslide area is the deluge floods rivers. Deluge floods disaster has a specific kind and to overcome the impact of deluge floods disaster it is needed the specific study. Indetification of the disaster risk area is needed in management of deluge floods disaster phases. Deluge floods disaster phases are prevention phase, early warning system phase, evacuation disaster victim phase and post disaster management phase. Prevent phase are done to prevent of deluge floods disaster with inprove the quality of the landcover area and build natural teras. If the landslide happen, the flow of surf ace stream are directed to cover the interest area."
[s.l.]: Buletin Keairan: Media Informasi Kegiatan Penelitian Keairan, 2008
551 BKMIKPK 1:1 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bintar Permana
"ABSTRAK
DAS Cisadane Bagian Hulu luasnya 85.161,098 ha, wilayah terbagi atas dua DAS besar yaitu DAS Cianten 42.324 ha dan DAS Cisadane Hulu 42.837 ha yang tebagi lagi menjadi 5 Sub, yaitu : Ciampea, Ciapus, Cianten, Ciaruteun, dan Cisadane Hulu Pada Periode tahun 2005-2015. Tujuan penelitian ini menganalisis penutupan dan perubahan lahan di Hulu DAS Cisadane pada perioede 2005, 2010 dan 2015 menggunakan citra landsat 5 dan 8 untuk mengetahui alih fungsi lahan kemudian dihubungkan dengan data banjir BNPB 2013 dan data curah hujan BMKG tahun 2013. Untuk mengetahui sebaran curah hujan menggunakan Metode Polygon Thiessen curah hujan dihitung dengan berdasarkan pengaruh tiap tiap stasiun pengamatan. Cara yang digunakan dalam metode ini adalah dengan menghubungkan semua stasiun yang ada lalu membagi dua sama panjang garis penghubung dari dua stasiun pengamatan ini dan ditarik garis tegak lurus di titik pembagi. perubahan penggunaan lahan di Bagian Hulu DAS Cisadane terhadap banjir bandang. Pada periode tahun 2005-2010 di Bagian Hulu DAS Cisadane telah terjadi perubahan penggunaan lahan meningkatnya luas area terbangun dan pertanian lahan kering, namun sebaliknya terjadi pengurangan pertanian lahan basah, tubuh air dan tanah terbuka. Sedangkan pada periode 2010-2015 telah terjadi perubahan penggunaan lahan yaitu meningkatnya luas area terbangun, hutan, pertanian lahan basah dan tanah terbuka, namun sebaliknya terjadi pengurangan pertanian lahan kering dan tubuh air.

ABSTRACT
The Size of the upper Cisadane watershed was 85,161,098 ha. This upper watershed was divided into two big watersheds Cianten 42.324 ha and Cisadane Hulu 42.837 ha, also five sub watersheds, namely Ciampea, Ciapus, Cianten, Ciaruteun and Cisadane Hulu in between 2005 2015. The objectives of this research were to analyze the land cover and landuse change in the upper area of Cisadane Watershed in 2005, 2010 and 2015 using landsat images 5 and 8 to determine the land conversion to be linked to the BNPB 2013 flood data and BMKG 2013 precipitation data. Thiessen Polygon Method was used to calculated the precipitation distribution based on the impact in each observation station. This method used to connect all the available observation station than divided equally the length of the connecting line between two observation stations and drag a perpendicular line to the dividing point of the land use change in upper area of Cisadane Watershed to flash floods. Between 2005 2010 the land use change in the upper Cisadane Watershed already occurred, higher developing area and dryland farming, but in the contrary, lessen numbers in wet agriculture, water bodies and open land. In the periods of 2010 2015 the land use change numbers for developing area forest, wet agriculture, and open land has increased, but in the opposites decreasing occurs for dryland agriculture and water bodies. "
2017
T48349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restu Gunawan
"Flood is indeed a big problem in Jakarta as a metropolitan city. From the colonial era to present day, flood has not yet been resolved adequately. Fisiography cycles, space competition, and the management of flood seem to be significant factors affected the continuous problem of flood in Jakarta.
Seeing from the perspective of tisiography which is related to geomorphology, geology, and hydrology, ?lowland of Jakarta formed from rivers? sedimentation thousand years ago. This in fact has formed areas below the sea level like swamp and lake areas. Sedimentation process was accelerated after the eruption of the Motmt Salak in 1699, in which newly lowland has been increasing each year around 15-50 metres depending on flood and wind direction. Due to this sedimentation, Jakarta topography is flat where water could not tlow smoothly.
The emergence of Jakarta as settlement areas originated from the Sunda Kelapa Kingdom that developed in the Jakarta coastal area. This process of settlement has developed rapidly along with the VOC conquered Jakarta. Being a central of the colonial trading, population has increased dramatically that also extended the size of Jakarta. In 1830, the city extended toward southem part, well-know as Weltevreden. Menteng was built in 1918 alter the development of Jakarta itself.
The increasing number of population from 1948 - 1950 was occurred when the capital of the country moved from Yogyakarta to Jakarta. After 1970s population booming has happened in Jakarta which consequently increasing number of buildings could not be avoided. The construction of housing complexes, trading centres, and industries have even conducted in the restricted areas for any buildings, including the environmental geology area of 1,2 and 3. The impact of these constructions could be clearly seen through the decreasing of absorbing water areas. Therefore, flooding areas have increased rapidly. From 1892 to 1930 flood had been around Weltevreden area, but in 1985 floods have reached the outskirts of Jakarta, including Bintaro, Ciputat, and Pasar Minggu.
To solve the flood, structural approach has been applied since 1911. During colonial period flood, especially in 1919, the canal of Kali Malang and Manggarai water control were built. After the independence, 1970 - 1985, floods have been managed by constructing Cengkareng drain, Cakung drain and so forth. Though government has spent a lot of funding, flood could not be stopped it. Flood is indeed a difficult homework for government of Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
D890
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Darmayudha Prawira
"Pelacakan banjir adalah prosedur untuk menentukan waktu dan besarnya aliran di suatu titik dari suatu hidrograf yang diketahui atau diasumsikan pada satu atau lebih titik di hulu. Pelacakan banjir dapat dilakukan sebesar areal DAS ataupun alur DAS. Pada penelitian ini, pelacakan banjir dilakukan pada alur. Terdapat dua metode pelacakan banjir di alur yang memiliki perbedaan yang signifikan, yaitu metode Muskingum-cunge dan metode Kinematic Wave. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efisiensi dari metode pelacakan banjir melalui alur menggunakan metode Muskingum-cunge (metode dengan kebutuhan data sedikit) dan metode Kinematic Wave (metode yang kebutuhan datanya lebih detail). Efisiensi dievaluasi berdasarkan perbandingan hasil simulasi terhadap data pengamatan. Hasil simulasi kedua metode berupa hidrograf yang menunjukan besar debit dalam rentang waktu tertentu. Aspek utama hidrograf yang dibandingkan adalah besar debit puncaknya. Dari hasil perbandingan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa hasil simulasi menggunakan metode Kinematic Wave memberikan besar debit puncak yang lebih mendekati pengamatan dibandingkan debit puncak simulasi dengan metode Muskingum-cunge. Akan tetapi, beda kedua hasil simulasi menunjukan hasil tidak begitu jauh, walaupun metode Kinematic Wave menggunakan data yang lebih detail. Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa metode Muskingum-cunge lebih efisien dibanding metode Kinematic Wave dalam melakukan pelacakan banjir karena memberikan hidrograf yang cukup mendekati dengan kebutuhan data yang lebih sedikit.

Flood routing is a procedure to determine the time and magnitude of a flow at a point from a hydrograph that is known or assumed at one or more points upstream. Flood tracking can be done as large as watershed area or watershed flow. In this study, flood tracking was carried out on the reach. There are two methods of flood tracking in the reach that have significant differences, namely Muskingum-cunge method and Kinematic Wave method. This study aims to evaluate the efficiency of the method of flood tracking through flow using the Muskingum-cunge method (a method with little data requirements) and the Kinematic Wave method (a method that needs more detailed data). Efficiency is evaluated based on comparison of simulation results with observational data. The simulation results of the two methods are in the form of a hydrograph which shows the amount of discharge in a certain time period. The main aspect of the hydrograph that is compared is the large peak discharge. From the results of comparisons that have been made, it can be seen that the simulation results using Kinematic Wave method give a large peak discharge which is closer to the observation than the peak simulation discharge with Muskingum-cunge method. However, the two different simulation results show results not so far, although the Kinematic Wave method uses more detailed data. Based on these results it can be concluded that Muskingum-cunge method is more efficient than Kinematic Wave method in conducting flood tracking because it provides a hydrograph that is close enough to fewer data requirements.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Nurhidayati
"Banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi di Indonesia, termasuk di Jakarta. Jakarta telah mengalami banjir besar akibat hujan yang lebat terutama pada tahun 1996, 2002, 2007, 2013, dan 2014 yang mengakibatkan kerusakan yang cukup besar dan memakan korban jiwa. Menganalisis pola spasial tingkat kerentanan wilayah Kecamatan Cengkareng terhadap banjir berdasarkan keterpaparan bahaya banjir dan penilaian kerentanan sosial merupakan tujuan dari penelitian ini. Data kejadian banjir tahun 2015-2019 digunakan untuk mendapatkan wilayah keterpaparan banjir. Data kependudukan digunakan untuk mendapatkan wilayah tingkat kerentanan sosial. Kerentanan wilayah terhadap banjir di Kecamatan Cengkareng didominasi oleh tingkat kerentanan sangat rendah yakni dengan persentase 93,8% dari total luas wilayah. Sisanya merupakan tingkat kerentanan rendah sebesar 1,4%, sedang 2,5%, tinggi 2,1% dan sangat tinggi 0,2%. Tingkat kerentanan sangat tinggi hanya terdapat di RW 16 Kelurahan Cengkareng Timur dengan luas banjir 4 hektar. Tingkat kerentanan wilayah sangat tinggi dibentuk oleh tingkat keterpaparan banjir tinggi dan tingkat kerentanan sosial sangat tinggi.

Flood is the most frequent disaster in Indonesia, including in Jakarta. Jakarta has experienced heavy flooding due to heavy rain, especially in the 1996, 2002, 2007, 2013 and 2014 which caused considerable damage and casualties. Analyzing the spatial pattern level of vulnerability of place in Cengkareng District towards flood based on flood exposure and social vulnerability assessment is the purpose of this study. Data of flood events in 2015-2019 were used to obtain the area of flood exposure. Population data is used to obtain the area of social vulnerability. Vulnerability of place in Cengkareng
District towards Flood is dominated by a very low level of vulnerability with a percentage of 93.8% of the total area. Low vulnerability percentage is 1.4%, moderate 2.5%, high 2.1% and very high 0.2%. The very high level of vulnerability only takes place in RW 16 of Cengkareng Timur Sub-District with a flood area about 4 hectares. The very high level of vulnerability formed by a high level of flood exposure and a very high level of social vulnerability."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Fairuz
"ABSTRAK
Dalam membantu perencanaan tata ruang dalam mengatasi efek urbanisasi yang dapat mengakibatkan deteriorisasi bertahap pada bantaran banjir, sehingga meningkatkan frekuensi banjir, dibutuhkan simulasi secara realistik yang merepresentasikan banjir di bantaran banjir yang mengenai tempat tinggal. Simulasi ini perlu dilakukan karena dampak dari banjir yang merusak tempat tinggal, dimana tempat tinggal dibangun dalam zona banjir tetapi masih dalam batas izin zona huni. Simulasi pemodelan menggunakan parameter CFD dengan metode finite element, dengan membuat skenario geometri yang pernah diuji secara fisik. Perilaku geometri bangunan yang diteliti adalah efek besar wall opening (jendela) yaitu model 1 dengan 1 jendela dan model 2 dengan 2 jendela, dan efek orientasi geometri bangunan saat diputar 0°, 30°, 45°, 60° dan 90° saat dialiri banjir terhadap sebaran gaya impak banjir, gaya total bangunan dan reduksi kecepatan aliran di dalam bangunan. Dari hasil simulasi didapatkan bahwa geometri bangunan dengan jendela lebih besar lebih baik dalam menahan gaya impak banjir dan mereduksi kecepatan aliran banjir. Selanjutnya grafik gaya impak banjir dan gaya total orientasi 0°-30°-60°-90° pada model 1 dan model 2 mengalami kecenderungan meningkat seiring dengan bertambahnya sudut putaran. Dalam mereduksi kecepatan, grafik reduksi orientasi 0°-30°-60° pada model 1 dan model 2 juga mengalami kecenderungan meningkat seiring dengan bertambahnya sudut putaran. Sedangkan pada sudut 45° pada model 1 dan model 2 menunjukkan perilaku yang berbeda-beda.

ABSTRACT
In spatial planning in overcoming the effect of urbanization which can lead to gradual deterioration of flood banks, thereby increasing the frequency of flooding, realistic simulations are needed that represent floods on floodplains that concern housing. This simulation needs to carried out because of the impact of floods that damage homes, where built in flood zones but are still within the limits of habitable zone permits. Modelling in CFD parameters with finite element method, by creating geometric scenarios that have been physically tested. The geometric behavior of the building studied was the effect of large window openings, namely model 1 with 1 window and model 2 with 2 windows, and the effect of geometric orientation of the building when rotated 0°, 30°, 45°, 60° and 90° when flood induced the building based on flood impact force, total force of building and reduction of flow velocity in buildings. From the simulation results, it was found that building geometry with larger openings was better at resisting the impact strength of floods and reducing the velocity of flood flows. Furthermore, the graph of flood impact force and the total force of orientation 0°-30°-60°-90° in model 1 and model 2 have a tendency to increase when the rotation angle increases. In order to reducing flood velocity, the reduction graph of orientation 0°-30°-60° in model 1 and model 2 also has a tendency to increase with increasing rotation angle. While at orientation 45° in model 1 and model 2 shows different behavior."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Setiadi T.
"Dalam keyataannya bencana alam kini tidak melulu disebabkan oleh faktor alam saja tetapi dapat juga kemunculannya dipengaruhi oleh faktor manusia dan semua kelalaian yang dilakukan olehnya. Pemerintah dalam hal ini yang bertanggung jawab untuk menjaga lingkungan hidup agar tetap terjaga kelestariannya, apabila pemerintah dianggap telah lalai dalam menjaga lingkungannya dan akibat kelalaian itu timbul kerugian maka pemerintah dapat digugat atas dasar perbuatan melawan hukum. Atas kerugian yang dideritanya akibat banjir, warga DKI Jakarta yang diwakili oleh beberapa kelompok berdasarkan jenis kerugian yang dideritanya mengajukan gugatan secara class action kepada pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab atas buruknya penanganan bencana banjir yang terjadi tahun 2007 ini. Pihak Tergugat terdiri dari beberapa kelompok yang dibentuk berdasarkan jenis kerugian yang dideritanya, masing-masing kelompok itu diwakili oleh oleh wakil kelompoknya.
Dalam beracara di Pengadilan Para Penggugat tidak diwakili oleh kuasa hukumnya melainkan beracara sendiri sebagai Penggugat langsung. Bahwa berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata suatu perbuatan melawan hukum baru dapat dituntut ganti kerugian apabila telah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:Perbuatan tersebut harus melawan hukum, perbuatan tersebut harus menimbulkan kerugian, perbuatan tersebut harus ada unsur kesalahan, perbuatan tersebut harus ada hubungan sebab akibat.
Hal yang menjadi masalah adalah bagaimana caranya membuktikan suatu bencana alam disebabkan karena adanya unsur kesalahan dari Pemda DKI Jakarta bukan semata-mata karena faktor alam, sehingga kerugian materiil maupun imateriil yang dialami oleh warga disebabkan oleh karena adanya perbuatan melawan hukum Pemda DKI Jakarta baik dalam ketentuan hukum acara perdata maupun dalam kenyataannya dilakukan oleh para pihak dalam praktik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan dengan melakukan studi dokumen.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S22452
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ermi Agustiningrum
"Sungai Ciliwung merupakan sungai terpanjang di wilayah Jabodetabek, yang mempunyai dampak terbesar ketika musim hujan tiba. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam menanggulangi potensi banjir tetapi belum menampakkan hasil yang maksimal. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dibahas mengenai upaya konservasi apa saja dapat yang dilakukan dalam mengurangi debit banjir yang terjadi serta seberapa besar pengurangannya.
Dari hasil perhitungan menggunakan metode rasional didapatkan debit aliran tahun 2012 dengan batasan kala ulang 2 tahunan (R2) sebesar 323,37 m3/det, R5 sebesar 426,54 m3/det, R10 sebesar 448,65 m3/det, dan R20 sebesar 503,16 m3/det, dengan peningkatan debit aliran (Q) sebesar 3,72% dari tahun 2010. Setelah debit banjir diketahui, dilakukan analisis mengenai usaha konservasi apa saja yang dapat dilakukan dalam penanganan banjir beserta persentase pengurangan debit banjir yang terjadi.
Hasil yang didapatkan adalah kombinasi antara (1) kolam pengumpul air hujan (50%) pada kawasan pemukiman, perdagangan, dan rumah tinggal, rorak (75%) pada kawasan perkebunan, dan parit resapan (75%) pada kawasan persawahan ; serta (2) kombinasi antara biopori (50%) pada kawasan pemukiman, perdagangan, dan rumah tinggal, rorak (75%) pada kawasan perkebunan, dan parit resapan (75%) pada kawasan persawahan, merupakan cara yang paling efektif dalam mengurangi kenaikan debit aliran, yaitu sebesar 86% untuk periode ulang hujan 2 tahunan (R2); 65% untuk R5 ; 62% untuk R10 ; serta 56% untuk R20.

Ciliwung River is the longest river in the Jabodetabek area, and has the greatest impact when the rainy season arrives. Various efforts have been made by the government to tackling the potential of floods, but have not revealed the maximum results. This study has been focused on what kind of conservation efforts can be made to reduce the flood discharge and how much the reduction.
Using rational method, the computed flood discharge (Q) based on 2012 condition are 323,37 m3/s for 2-year return period, 426,54 m3/s for 5-year, 448,65 m3/s for 10-year, and 503,16 m3/s for 20-year respectively. Within two years (from 2010 to 2012) the discharge (Q) increased by 3,72%. After the discharge were known, an analysis about the kind of the conservation efforts that could be applied, as well as the percentage of flood discharge reduction was conducted.
The results show that the following combinations: (1) rain harvesting (50%) on residential areas, business district, and houses; dry swale (75%) on plantation area; and infiltration trenches (75%) on rice-fields; as well as (2) biopori (50%) on residential areas, business district, and houses; dry swale (75%) on plantation area; and infiltration trenches (75%) on rice-fields, are the most effective flow rate reduction amounting to 86% for 2-year return period (R2), 65% for R5; 62% for R10, as well as 56% for R20.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>