Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152945 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian R.T.L. Syam
"Sastra sebagai cerminan kondisi masyarakat tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Saat ini ada banyak karya sastra yang mengangkat kebudayaan dalam sastra dengan tema kedaerahan. Salah satunya adalah cerpen “Rambu Solo’” karya Sulfiza Ariska. Cerpen tersebut mampu memberikan gambaran yang baik mengenai upacara Rambu Solo’ sebagai kebudayaan masyarakat Toraja yang masih dilakukan hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan warna lokal dan representasi sistem kepercayaan aluk todolo masyarakat Toraja dalam cerpen “Rambu Solo’” karya Sulfiza Ariska. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cerpen “Rambu Solo’” karya Sulfiza Ariska memuat beberapa hal terkait warna lokal. Pertama, adanya penggunaan nama diri yang mengacu pada hari dan tempat kelahiran, serta bentuk panggilan yang digunakan masyarakat Toraja. Kedua, cerpen “Rambu Solo’” bertema proses perjuangan keluarga Raiya untuk menyelenggarakan upacara Rambu Solo’ bagi Ambe. Ketiga, latar tempat dalam cerpen adalah Tongkonan, sumbung, dan dapur. Selain itu, warna lokal juga ditunjukkan dengan adanya motivasi masyarakat Toraja saat mempersembahkan hewan ternak dalam Rambu Solo’, mata pencarian, prosesi pemakaman dalam Rambu Solo’, dan makna ukiran bagi masyarakat Toraja. Representasi sistem kepercayaan aluk todolo dalam cerpen “Rambu Solo’” dihadirkan melalui adanya objek penyembahan, pokok ajaran aluk, dan hukum dalam aluk todolo.

Literature as a reflection of the condition of society cannot be separated from culture. Currently there are many literary works that raise culture in literature with regional themes. One of them is the short story “Rambu Solo’” by Sulfiza Ariska. The short story is able to provide a good picture of the ceremony Rambu Solo’ as a Toraja culture which is still practiced today. This study aims to explain the local color and representation of the belief system of aluk todolo people of Toraja in the short story “Rambu Solo’” by Sulfiza Ariska. This study uses a qualitative descriptive method with a sociology of literature approach. The results showed that the short story “Rambu Solo’” by Sulfiza Ariska contained three things related to local colors. First, there is the use of self-names that refer to the day and place of birth, as well as the form of calling used by the Toraja people. The short story “Rambu Solo’” is themed on the process of the Raiya family's struggle to hold a ceremony Rambu Solo’ for Ambe. Second, the setting in the short story is Tongkonan, sumbung, and the kitchen. Third, the local color is also shown by the motivation of the Toraja people when offering livestock in the ceremony Rambu Solo’, livelihood, funeral processions in the ceremony Rambu Solo’, and the meaning of carving for the Toraja people. Representation belief system aluk todolo in the short story “Rambu Solo’” presented through their object of worship, the basic teachings of aluk and the law in aluk todolo."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dian R.T.L. Syam
"Sastra sebagai cerminan kondisi masyarakat tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Saat ini ada banyak karya sastra yang mengangkat kebudayaan dalam sastra dengan tema kedaerahan. Salah satunya adalah cerpen “Rambu Solo’” karya Sulfiza Ariska. Cerpen tersebut mampu memberikan gambaran yang baik mengenai upacara Rambu Solo’ sebagai kebudayaan masyarakat Toraja yang masih dilakukan hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan warna lokal dan representasi sistem kepercayaan aluk todolo masyarakat Toraja dalam cerpen “Rambu Solo’” karya Sulfiza Ariska. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cerpen “Rambu Solo’” karya Sulfiza Ariska memuat beberapa hal terkait warna lokal. Pertama, adanya penggunaan nama diri yang mengacu pada hari dan tempat kelahiran, serta bentuk panggilan yang digunakan masyarakat Toraja. Kedua, cerpen “Rambu Solo’” bertema proses perjuangan keluarga Raiya untuk menyelenggarakan upacara Rambu Solo’ bagi Ambe. Ketiga, latar tempat dalam cerpen adalah Tongkonan, sumbung, dan dapur. Selain itu, warna lokal juga ditunjukkan dengan adanya motivasi masyarakat Toraja saat mempersembahkan hewan ternak dalam Rambu Solo’, mata pencarian, prosesi pemakaman dalam Rambu Solo’, dan makna ukiran bagi masyarakat Toraja. Representasi sistem kepercayaan aluk todolo dalam cerpen “Rambu Solo’” dihadirkan melalui adanya objek penyembahan, pokok ajaran aluk, dan hukum dalam aluk todolo.

Literature as a reflection of the condition of society cannot be separated from culture. Currently there are many literary works that raise culture in literature with regional themes. One of them is the short story “Rambu Solo’” by Sulfiza Ariska. The short story is able to provide a good picture of the ceremony Rambu Solo’ as a Toraja culture which is still practiced today. This study aims to explain the local color and representation of the belief system of aluk todolo people of Toraja in the short story “Rambu Solo’” by Sulfiza Ariska. This study uses a qualitative descriptive method with a sociology of literature approach. The results showed that the short story “Rambu Solo’” by Sulfiza Ariska contained three things related to local colors. First, there is the use of self-names that refer to the day and place of birth, as well as the form of calling used by the Toraja people. The short story “Rambu Solo’” is themed on the process of the Raiya family's struggle to hold a ceremony Rambu Solo’ for Ambe. Second, the setting in the short story is Tongkonan, sumbung, and the kitchen. Third, the local color is also shown by the motivation of the Toraja people when offering livestock in the ceremony Rambu Solo’, livelihood, funeral processions in the ceremony Rambu Solo’, and the meaning of carving for the Toraja people. Representation belief system aluk todolo in the short story “Rambu Solo’” presented through their object of worship, the basic teachings of aluk and the law in aluk todolo."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aga Daruwiranda
"Penelitian ini membahas warna lokal tradisi budaya karapan sapi di Madura. Korpus penelitian ini adalah cerita pendek Sapi-Sapi Karapan karya Zainal A. Hanafi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeksipsikan karapan sapi dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan karya Zainal A. Hanafi menjadi identitas budaya masyarakat Madura, (2) mengungkapkan warna lokal serta keunikan yang terjadi dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan karya Zainal A. Hanafi, dan (3) menjelaskan aspek budaya dan ekonomi tokoh utama mempengaruhi warna lokal sehingga terjadi transformasi budaya serta menemukan solusi untuk permasalahan yang ada. Penelitian ini menggunakan metode penelitian gabungan, yaitu kualitatif dan deskriptif. Penelitian ini menggunakan studi pustaka. Teori yang digunakan bersumber dari beberapa ahli berupa struktur dalam (intrinsik), yaitu penokohan dan latar; struktur luar (ekstrinsik) warna lokal dan kajian intertekstual sebagai media untuk mengkaji warna lokal berupa identitas budaya, yaitu karapan sapi di Madura dalam aspek budaya dan ekonomi serta keterkaitannya sehingga terjadi transformasi budaya karapan sapi dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tradisi karapan sapi merupakan budaya yang mengungkapkan jati diri masyarakat Madura sesuai gambaran dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan. Tradisi tersebut patut dilestarikan, namun dengan beberapa catatan yang akan dibahas pada penelitian ini.

This study discusses the local color of the karapan sapi cultural tradition in Madura. The corpus of this research is the short story Sapi-Sapi Karapan by Zainal A. Hanafi. This study aims to (1) describes the karapan sapi in the short story Sapi-Sapi Karapan by Zainal A. Hanafi to become the cultural identity of the Madurese community, (2) reveal the local color and uniqueness that occurs in the short story Sapi-Sapi Karapan by Zainal A. Hanafi, and (3) explains the cultural and economic aspects of the main character influencing local colors so that cultural transformation occurs and finds solutions to existing problems. This study used a combined research method, namely qualitative and descriptive. This study used library research. The theory used comes from several experts in the form of internal structure (intrinsic), namely characterization and setting; the external structure (extrinsic) of local colors and intertextual studies as a medium to study local colors in the form of cultural identity, namely karapan sapi in Madura in cultural and economic aspects and their relationship so that there is a cultural transformation of karapan sapi in the short story Sapi-Sapi Karapan. Based on the results of the study, it can be concluded that the karapan sapi tradition is a culture that expresses the identity of the Madurese community according to the description in the short story Sapi-Sapi Karapan. This tradition should be preserved, but with some notes that will be discussed in this study."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aga Daruwiranda
"Penelitian ini membahas warna lokal tradisi budaya karapan sapi di Madura. Korpus penelitian ini adalah cerita pendek Sapi-Sapi Karapan karya Zainal A. Hanafi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeksipsikan karapan sapi dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan karya Zainal A. Hanafi menjadi identitas budaya masyarakat Madura, (2) mengungkapkan warna lokal serta keunikan yang terjadi dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan karya Zainal A. Hanafi, dan (3) menjelaskan aspek budaya dan ekonomi tokoh utama mempengaruhi warna lokal sehingga terjadi transformasi budaya serta menemukan solusi untuk permasalahan yang ada. Penelitian ini menggunakan metode penelitian gabungan, yaitu kualitatif dan deskriptif. Penelitian ini menggunakan studi pustaka. Teori yang digunakan bersumber dari beberapa ahli berupa struktur dalam (intrinsik), yaitu penokohan dan latar; struktur luar (ekstrinsik) warna lokal dan kajian intertekstual sebagai media untuk mengkaji warna lokal berupa identitas budaya, yaitu karapan sapi di Madura dalam aspek budaya dan ekonomi serta keterkaitannya sehingga terjadi transformasi budaya karapan sapi dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tradisi karapan sapi merupakan budaya yang mengungkapkan jati diri masyarakat Madura sesuai gambaran dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan. Tradisi tersebut patut dilestarikan, namun dengan beberapa catatan yang akan dibahas pada penelitian ini.
This study discusses the local color of the karapan sapi cultural tradition in Madura. The corpus of this research is the short story Sapi-Sapi Karapan by Zainal A. Hanafi. This study aims to (1) describes the karapan sapi in the short story Sapi-Sapi Karapan by Zainal A. Hanafi to become the cultural identity of the Madurese community, (2) reveal the local color and uniqueness that occurs in the short story Sapi-Sapi Karapan by Zainal A. Hanafi, and (3) explains the cultural and economic aspects of the main character influencing local colors so that cultural transformation occurs and finds solutions to existing problems. This study used a combined research method, namely qualitative and descriptive. This study used library research. The theory used comes from several experts in the form of internal structure (intrinsic), namely characterization and setting; the external structure (extrinsic) of local colors and intertextual studies as a medium to study local colors in the form of cultural identity, namely karapan sapi in Madura in cultural and economic aspects and their relationship so that there is a cultural transformation of karapan sapi in the short story Sapi-Sapi Karapan. Based on the results of the study, it can be concluded that the karapan sapi tradition is a culture that expresses the identity of the Madurese community according to the description in the short story Sapi-Sapi Karapan. This tradition should be preserved, but with some notes that will be discussed in this study.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salupuk, Rensianti Tia A
"Rambu solo’ merupakan ritual upacara kematian yang dimaknai sebagai bentuk penghormatan dan pemujaan kepada arwah nenek moyang oleh masyarakat Suku Toraja. Rambu solo’ juga memiliki kaitan dengan sistem stratifikasi sosial, yaitu pelaksanaannya yang harus memperhatikan status sosial orang yang akan diupacarakan. Namun, pelaksanaan upacara adat pemakaman rambu solo’ tampaknya mulai mengalami perubahan secara perlahan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkapkan dinamika agama dan status sosial-ekonomi yang berpengaruh terhadap perubahan pelaksanaan rambu solo’ dari masa ke masa dan implikasinya terhadap respon masyarakat Toraja dalam melihat upacara rambu solo’. Penulis menggunakan metode studi pustaka dengan melakukan telaah terhadap kajian-kajian mengenai fenomena sosial budaya yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini juga melibatkan wawancara mendalam sebagai bentuk validasi dalam melihat perubahan pelaksanaan rambu solo’ di masa sekarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan rambu solo’ mulai mengalami perubahan pada masa pasca-kemerdekaan. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh masuknya agama Kristen dan adanya aktivitas merantau yang turut mengubah status sosial-ekonomi masyarakat Toraja. Lebih lanjut, perubahan tersebut kemudian menimbulkan tiga respon dan sikap yang berbeda di antara masyarakat Toraja terhadap pelaksanaan rambu solo’, yakni 1) Pelaksanaan rambu solo’ tetap pada aturan lama, dan disesuaikan dengan status sosial, 2) Pelaksanaan rambu solo’ tidak lagi hanya berdasarkan status sosial, tetapi juga kemampuan ekonomi, dan 3) Pelaksanaan rambu solo’ mulai ditinggalkan karena dianggap tidak lagi relevan, menjadi ajang adu gengsi/prestise, dan hanya bentuk pemborosan. Pada akhirnya, keberadaan upacara rambu solo’ yang semakin meningkat memicu munculnya berbagai pandangan terhadap pelaksanaannya yang juga dilakukan dengan cara berbeda-beda.

Rambu solo' is a death ceremony which is interpreted as a form of tribute to and worship of ancestral spirits by the Toraja people. Rambu solo' also associated with the social stratification system, that is, its implementation must be taken into account the social status of the person to be held the ceremony for. However, the implementation of the traditional rambu solo' funeral ceremony seems to be slowly changing. The purpose of this study is to reveal the dynamics of religion and socio-economic status that affect the changes in the implementation of rambu solo' from time to time and the implications towards the perception of the Toraja people in seeing the rambu solo’ ceremony. The author uses the literature study method by conducting a research of literatures on socio-cultural phenomena that have been carried out previously. This research also involves interviews as forms of validation in seeing changes in the implementation of rambu solo' in the present. The results showed that the implementation of rambu solo' began to change in the post-independence period. This change was influenced by the entry of Christianity and the existence of wandering activities that changed the socio-economic status of the Toraja people.. Furthermore, this change then stir different responses among the Toraja people towards the implementation of rambu solo', namely 1) the implementation of rambu solo' remained on the old rules, and was adjusted to social status, 2) the implementation of rambu solo' was no longer based solely on social status, but rather economic capability, and 3) The implementation of rambu solo’ is starting to be abandoned because it is considered no longer relevant, becomes an arena for prestige competition, and is just a form of waste. In the end, the existence of rambu solo' ceremony which keep increasing triggered the emergence of various perspectives on its implementation which was carried out in different ways."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amatory Pramesti Tandungan
"Toraja terkenal dengan rumah adatnya yaitu, Tongkonan dan juga upacara kematiannya yakni Rambu Solo’. Dalam pelaksanaan Rambu Solo’ tidak terlepas aturan-aturan yang terdapat dalam kepercayaan Aluk Todolo sebagai warisan leluhur masyarakat Toraja secara khusus kosmologinya. Pengaruh tersebut juga terlihat di rumah adat Toraja, yakni tongkonan. Dalam rambu solo’ sendiri ada beberapa tingkatan dengan berbagai macam kegiatan. Dalam skripsi ini dibahas mengenai keselarasan pola ruang yang ada dalam tongkonan dan juga rambu solo’. Data-data didapatkan melalui penelusuran studi literatur, survey langsung, wawancara, dan dilengkapi dengan menonton video dokumentasi. Untuk memperjelas keselarasan yang ada antara tongkonan dan rambu solo’ digunakan variabel yang sama untuk analisis organisasi ruangnya yakni, organisasi spasial, orientasi, sirkulasi, dan juga sumbu. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa keselarasan antara tongkonan dan rambu solo’ terlihat di organisasi spasial, orientasi dan juga sumbunya.

Toraja is famous for its traditional house, the Tongkonan, and its death ceremony, Rambu Solo'. The implementation of Rambu Solo' cannot be separated from the rules contained in the belief of Aluk Todolo as the ancestral heritage of the Toraja people, specifically its cosmology. This influence can be seen in the Toraja traditional house, namely the tongkonan. In rambu solo' itself, there are several levels with various kinds of activities. This thesis discusses the alignment of the spatial patterns in the tongkonan and the rambu solo. The datas are collected through literature study, direct surveys, interviews, and equipped with watching video documentation. To clarify the interrelationship between tongkonan and rambu solo', the same variables are used to analyze the spatial organization, such as spatial organization, orientation, circulation, and axes. Based on the analysis conducted, it can be concluded that the alignment between the tongkonan and the rambu solo' is seen in the spatial organization, orientation, and also the axis."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvie Ekadian Putri
"Artikel ini berisi uraian mengenai penyajian warna lokal Korsika yang tercermin dalam sebuah cerita pendek berjudul Une Vendetta karya Guy de Mauppasant. Cerita pendek yang mengisahkan tradisi untuk melakukan vendetta di Korsika pada abad ke-19 ini memperlihatkan bahwa balas dendam atas kematian anggota keluarga akibat dibunuh sangat penting karena hal ini menyangkut martabat keluarga serta agama dan kepercayaan masyarakat Korsika. Agama Katolik di Korsika pada masa itu sudah berakulturasi dengan kebudayaan setempat sehingga masyarakat Korsika percaya bahwa arwah anggota keluarga yang meninggal hanya dapat tenang di surga apabila balas dendam dapat terlaksana. Selain itu, pada abad ke-19, kehidupan masyarakat Korsika masih sangat sederhana dan sumber kehidupan sehari-hari mereka adalah berburu. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat Korsika untuk memiliki anjing peliharaan karena anjing selalu dimanfaatkan untuk berburu. Penelitian menggunakan pendekatan struktural dari Roland Barthes.

This article contains a description of the Corsican local color that is reflected in Une Vendetta, a short story by Guy de Mauppasant. The short story that tells of a tradition in Corsica to make a vendetta in the 19th century shows that revenge for the death of a family member who was killed is very important because it concerns the dignity of the family, religion and belief Corsican society. Religion in Corsica at that time already acculturated to the local culture so they believe that the spirits of the Corsican family members who died only be calm in paradise when revenge can be accomplished. Moreover, in the 19th century, the daily life in Corsica was very severe and the source of their daily lives is hunting. Therefore, it is important for Corsican society to have a pet dog because the dog always used to hunt. The study uses a structural approach of Roland Barthes.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yuda Prinada
"Karya sastra ditulis berdasarkan imajinasi dan realitas kehidupan. Salah satu realitas tersebut adalah masalah kekuasaan. Cerita pendek berjudul “Penguburan Kembali Sitaresmi” karya Triyanto Triwikromo merupakan contoh karya sastra yang mengusung isu kekuasaan dengan latar tahun 1965. Penelitian ini bermaksud menunjukkan representasi kekuasaan yang tercermin dalam cerpen “Penguburan Kembali Sitaresmi” karya Triyanto Triwikromo yang dirumuskan ke dalam dua pertanyaan penelitian, yaitu (1) bagaimana representasi kekuasaan yang tercermin di dalam “Penguburan Kembali Sitaresmi”? dan (2) bagaimana dampak kekuasaan terhadap kehidupan masyarakat dalam “Penguburan Kembali Sitaresmi”? Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah menunjukkan representasi kekuasaan dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat di dalam “Penguburan Kembali Sitaresmi”. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra, serta konsep representasi dan kekuasaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuasaan dibentuk oleh pengetahuan masyarakat—yang sudah digiring pikirannya untuk menyalahkan Sitaresmi sebagai anggota Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia). Pengetahuan tersebut dimanfaatkan oleh penguasa untuk menciptakan legitimasi atas kebenaran sebagai sesuatu yang absolut. Tokoh Aku dan Sitaresmi menjadi agen yang menentang kekuasaan tersebut. Dengan demikian, melalui cerpen ini terlihat bahwa kekuasaan memberi dampak terhadap masyarakat berupa (1) pembunuhan dan kekerasan, (2) munculnya kebenaran atau kekuasaan absolut, serta (3) terjadinya pembungkaman terhadap kenyataan sosial.

Literary works are written based on imagination and the reality of life. One of these realities is the issue of power. The short story entitled “Penguburan Kembali Sitaresmi” by Triyanto Triwikromo is an example of literary work that carries the issue of power with a background in 1965. This study intends to show the representation of power as reflected in the short story “Penguburan Kembali Sitaresmi” by Triyanto Triwikromo which is formulated into two research questions, (1) how is the representation of power reflected in the “Penguburan Kembali Sitaresmi”? and (2) what is the impact of power on people’s lives in the “Penguburan Kembali Sitaresmi”? Therefore, the purpose of this study is to show the representation of power and its impact on people’s live in the “Penguburan Kembali Sitaresmi”. The research method used is descriptive qualitative using a sociological approach to literature, as well as the concept of representation and power. The result of the research show that power shaped by public knowledge—which has been led to blame Sitaresmi as a member of Gerwani (Indonesian Women’s Movement). This knowledge is used by the authorities to create legitimacy for the truth as something absolute. The characters “Aku” and “Sitaresmi” become agents who oppose this power. Thus, trough this short story, it can be seen that power has an impact on society in the form of (1) murder and violence, (2) the emergence of absolute truth or power, and (3) the silence of social reality."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Premaswari
"Karya sastra bukan hanya menjadi buah imajinasi seorang penulis, melainkan juga sebagai jembatan aspirasi penggambaran fenomena sosial nyata. Cerpen Feizao ditulis pada tahun 1924, merupakan sebuah karya yang lahir dari buah pemikiran seorang intelektual revolusioner, Lu Xun, yang identik dengan karya sastra realisme kritisnya. Cerpen Feizao memiliki tiga tokoh perempuan pendamping yang membentuk sebuah representasi perempuan pada saat itu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan representasi tiga tokoh perempuan yang dibangun dalam kisah ini. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif analisis dan metode intrinsik penokohan pada tokoh. Hasil dari penelitian ini memaparkan adanya penggambaran perempuan tradisional dan modern yang berusaha diungkapkan Lu Xun melalui tindak dan tutur tokoh-tokoh dalam cerpen.

A Literary works is not only as the result of an authors imagination, but also as an aspiration to portray real social phenomenon. Feizao is a short story that written in 1924 by a revolutionary intellectual, Lu Xun, who was identical with his critical realism works. Feizao short story has three additional women characters that configured a representation of women at that time. The purpose of this study is to reveal the representation of three women characters that created in this story. The research method used by the author is descriptive analysis and intrinsic approach. The results of this study revealed that there is a representation of traditional and modern women that Lu Xun tried to express through actions and dialogues of the characters in the story."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Glenn Peter Thomas
"ABSTRAK
Dalam masyarakat pertanian yang ada di desa-desa, ternyata pertukaran sosial maupun ekonomi dilakukan secara ekstensif, meliputi berbagai aspek kehidupan. Salah satu arena dimana pertukaran sosial terwujud ialah dalam upacara sekitar daur hidup (life cycle) Salah satu upacara daur hidup ialah upacara kematian. Dalam upacara kematian, pertukaran sosial dapat berbentuk saling memberikan tenaga bantuan, benda-benda, termasuk hewan, dalam hal kerbau dan babi yang dipergunakan sebagai hewan sesaji dalam pelaksanaan upacara kematian tersebut. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>