Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164811 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devia Anindita Putri
"Kepailitan adalah debitur yang sedang berada dalam keadaan kesulitan keuangan untuk membayar utangnya kepada kreditur dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan. Karyawan/pekerja ialah salah satu pihak yang pada kala suatu perusahaan dipailitkan, namun seringkali pengusaha mengabaikan hak konstitusionalnya karyawan/pekerja tersebut dalam proses kepailitan. Yang menjadi latar belakang masalah dalam penulisan ini yaitu hak-hak karyawan dalam perkara kepailitan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku dan kedudukan hak-hak karyawan terhadap tagihan pajak menurut putusan Pengadilan Niaga. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode yuridis normatif. Dan teori hukum yang digunakan adalah teori kepastian hukum dan perlindungan hukum. Hak-hak karyawan/pekerja untuk melindungi para pekerja dalam hubungan kerja serta memberikan jaminan kepastian hukum kepada para pekerja. Dalam ketentuan UU ketenagakerjaan, dijelaskan mengenai kesejahteraan karyawan/pekerja untuk memenuhi kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat rohaniah dan jasmaniah untuk meningkatkan produktivitas kerja yang aman dan sehat. Dalam ketentuan KUHPerdata juga dijelaskan mengenai hak pekerja sebagai kreditur terhadap piutangnya diberikan keistimewaan. Kedudukan hak karyawan terhadap tagihan utang pajak/hak negara yang sebelum dinyatakan putusan MK No. 67/PUUXI/ 2013, utang pajak/negara memiliki kedudukan yang lebih tinggi sebagai kreditur sesuai dengan peraturan UU KUP. Dalam ketentuan tersebut dianggap Tagihan Utang Pajak/Negara sebagai kreditur preferen yang mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajaknya dan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Sedangkan setelah adanya putusan MK No. 67/PUU-XI/2013 tersebut yang memberikan perlindungan terhadap hak pekerja, sehingga memberikan hak istimewa untuk para karyawan/pekerja mendapatkan hak yang lebih tinggi dibanding kreditur lain, sehingga dalam pembayaran utangnya didahulukan dan berada diatas kreditur separatis.

Bankruptcy is a debtor who is in a state of financial difficulty to pay his debts to creditors declared bankrupt by a court decision. Employee/worker is one of the parties when a company is bankrupt, but often employers ignore the constitutional rights of the employee/worker in the bankruptcy process. The background of the problem in this paper is the rights of employees in bankruptcy cases according to the applicable laws and regulations and the position of employee rights against tax bills according to the decision of the Commercial Court. The research method used in this thesis is the normative juridical method. And the legal theory used is the theory of legal certainty and legal protection. The rights of employees/workers to protect workers in employment relationships and provide legal certainty guarantees to workers. In the provisions of the Manpower Act, it is explained about the welfare of employees/workers to meet spiritual and physical needs and/or needs to increase work productivity safely and healthily. In the provisions of the Civil Code, it is also explained that the rights of workers as creditors to their receivables are given privileges. The position of the employee's rights to the claim for tax debt/state rights before the Constitutional Court's decision number 67/PUU-XI/2013, tax/state debt has a higher position as a creditor by the provisions of the KUP Law. In this provision, it is considered that the Claim for Tax/State Debt is considered as a preferred creditor who has pre-emptive rights for the tax claim and has a higher position. Meanwhile, after the decision of the Constitutional Court number 67/PUU-XI/2013 which protects workers' rights, thus providing special rights for employees/workers to get higher rights than other creditors, so that in paying their debts they take precedence and are above the separatist creditors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang, Esther Melinia
"Dalam praktik kepailitan, pelaksanaan pemberesan harta pailit seringkali terhambat oleh berbagai kendala, salah satunya ketika terjadi tumpang tindih antara sita umum pailit dengan sita pidana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pemberesan harta pailit dalam hal terjadi sita pidana terhadap harta pailit dengan mengkaji kedudukan sita umum pailit terhadap sita pidana, serta mengetahui pula kedudukan harta pailit terhadap putusan pengadilan dalam perkara pidana dengan menganalisis putusan pengadilan dalam perkara gugatan lain-lain. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan metode studi kepustakaan. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa kedudukan sita pidana lebih didahulukan daripada sita umum pailit, sehingga proses pemberesan harta pailit harus ditunda untuk sementara waktu. Berdasarkan analisis terhadap Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-Lain/2018/PN.Jkt.Pst dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, kedudukan harta pailit didahulukan dibanding putusan pengadilan dalam perkara pidana, sehingga amar putusan yang menetapkan perampasan harta pailit untuk negara bersifat non-executable.

In the practice of bankruptcy, the implementation of bankruptcy assets settlement is often hampered by various obstacles, one of which is when there is an overlap between the general bankruptcy confiscation and the criminal confiscation. This research was conducted to determine how the process of bankruptcy assets settlement in the event of criminal confiscation towards the bankruptcy assets by examining the position of general bankruptcy confiscation against criminal confiscations, also to determine the position of bankruptcy assets against court decisions in criminal cases by analyzing court decisions. This type of research is normative legal research with a literature study method. The result of the research shows that the position of criminal confiscation takes precedence over general bankruptcy confiscation, therefore the settlement of bankruptcy assets must be temporarily postponed. Based on the analysis of the Court Decision Number 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2018/PN.Jkt.Pst and Court Decision Number 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, the position of bankruptcy assets takes precedence towards court decisions in criminal cases. Thus, the verdict in criminal cases that stipulates the forfeiture of bankruptcy assets for the government is non-executable
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicko Pratama
"Penelitian skripsi ini membahas mengenai hak-hak buruh atas perusahaan yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, dan Pemutusan Hubungan Kerja tidak dapat dihindarkan. Penulis menggunakan metode Yuridis Normatif dengan memperhatikan norma yang tertulis dan berlaku terkait dengan pemutusan hubungan kerja dan peraturan terkait mengenai kepailitan dengan memperhatikan pertimbangan hakim PN. Denpasar. Penelitian ini, menggunakan bahan hukum primer seperti perundang-undangan dan juga yurisprudensi, selain itu bahan hukum sekunder dan tersier sebagai penunjang. Penulis,menggunakan pendekatan kualitatif yang dapat menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, sehingga dapat diperoleh hasil adanya inisiatif dari mantan buruh yang bekerja sebagai salah satu kreditor, untuk tetap aktif hingga pada tahap pemberesan utang-piutang perusahaan yang telah dinyatakan pailit untuk mendapatkan bagian sesuai haknya yang telah ditentukan. Karena ditolaknya permohonan kasasi oleh mahkamah agung karena kurangnya prasyarat untuk menuntut haknya sehingga menjadi tidak dapat sama sekali didapatkan.

This study aimed to determine whetherThis thesis research discusses the rights of laborers to companies that have been declared bankrupt by the Commercial Court, and Termination of Employment can not be avoided. The author uses the Normative Juridical method by observing the written and applicable norms related to the termination of employment and related regulations concerning bankruptcy with due consideration of the judges of the PN. Denpasar. This study, using primary legal materials such as legislation and also jurisprudence, besides secondary and tertiary legal material as a supporter. The author, using a qualitative approach that can generate analytical descriptive data, ie what is stated by the target research in writing or orally, so that can be obtained the result of the initiative of the former workers who work as one of creditors, to remain active until the stage of debt settlement due debts of companies that have been declared bankrupt to obtain parts according their rights. Due to the rejection of the supreme cassation appeal by the supreme court due to the lack of prerequisites to claim its rights so that it can not be at all obtained "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Maesa
"Berbagai persoalan yang berkembang dalam berbagai perkara-perkara kepailitan yang terjadi di Indonesia masih memiliki banyak kelemahan, terutama apabila menyangkut kepailitan terhadap perusahaan asing dalam bentuk holding company. Perusahaan grup semakin mendominasi kegiatan usaha dan memiliki peran penting dalam pembangunan. Konstruksi perusahaan grup terpisah secara hukum namun berada dalam satu kesatuan ekonomi. Permohonan PKPU oleh anak perusahaan terhadap holding company yang berakhir pailit dalam satu perusahaan grup merupakan hal yang tidak biasa. Permohonan PKPU tersebut terjadi pada kasus kepailitan AcrossAsia Limited sebagai holding company yang berkedudukan di Hong Kong dan dipailitkan oleh anak perusahaannya yaitu PT. First Media Tbk. Apakah permohonan PKPU tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah hukum kepailitan, bagaimana tanggung jawab holding company yang pailit terhadap anak perusahaan dalam satu perusahaan grup, dan apa saja hambatan dalam penerapan cross-border insolvency dalam hukum kepailitan terkait adanya putusan pengadilan asing. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, kasus, sejarah, dan pendekatan analisis. Kepailitan terhadap holding company oleh anak perusahaan merupakan penyalahgunaan kekuasaan holding company dan trik bisnis yang memanfaatkan instrumen hukum kepailitan untuk menghindari kewajiban terhadap pihak ketiga. Hukum kepailitan di Indonesia perlu merumuskan insolvensi tes terhadap permohonan pailit debitor, hal tersebut diperlukan agar tidak terjadi kepailitan terhadap perusahaan yang masih solven. Dalam pengaturan cross-border insolvency, UU Kepailitan Indonesia belum mengakomodasi aturan mengenai cross-border insolvency dalam UNCITRAL Model Law. Hal tersebut menyulitkan proses eksekusi harta debitor pailit di luar negeri dan pemerintah Indonesia juga perlu melakukan perjanjian bilateral maupun multilateral dengan negara lain dalam hal pengakuan putusan pengadilan asing.

Various problems that develop in various cases of bankruptcy that occurred in Indonesia still has many weaknesses, particularly when it concerns of foreign companies bankruptcy in the form of holding company. The domination of Company group business activity increasingly raising and have an important role in development. The construction of group company is legally separated but it is in one economic entity. The Suspension of Debt Payment Obligation PKPU petition by subsidiaries against its holding company that ends in insolvency in one of the group company is uncommon. The PKPU petition occurred in the bankruptcy case of AcrossAsia Limited as a holding company with legal domiciled in Hong Kong and bankrupted by its subsidiary PT. First Media Tbk. Is the PKPU petition of its case is in accordance with the principle of bankruptcy law, how is the responsibility of the insolvent holding company to its subsidiary in the one of the group company, and what 39 s are the obstacles in implementing of the cross border insolvency in bankruptcy law related to the foreign court resolution. The legal research method that used is legal normative research, with the statute, case, historical and analytical approach. The bankruptcy of a holding company by its subsidiary is an abuse of holding company powers and business tricks that take an advantage of bankruptcy legal instruments to avoid liability to the third parties. Bankruptcy law in Indonesia needs to formulating insolvency test to the debtor bankruptcy petitioner, due it is necessary to avoid bankruptcy against the company that is still solvent. In a cross border insolvency regulations, the Indonesian Bankruptcy Law has not accommodated the rules of UNCITRAL Model Law on cross border insolvency. This matter makes complicating the execution process of the bankrupt debtor assets abroad and Indonesian government also needs to enter into bilateral and multilateral agreements with other countries in the recognitions of foreign courts resolution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Anastasia Asyifa
""ABSTRAK
"
Skripsi ini membahas mengenai kepailitan Sindu Dharmali yang berkedudukan hukum sebagai personal guarantor. Dewasa ini, perjanjian utang-piutang seringkali diikuti oleh perjanjian jaminan, salah satunya adalah personal guarantee. Dengan adanya perjanjian jaminan ini, personal guarantor dibebankan tanggung jawab untuk memenuhi perikatan debitor manakala debitor itu sendiri tidak memenuhinya. Apabila personal guarantor tersebut juga tidak dapat memenuhinya, maka kreditor dapat mengajukan permohonan kepailitan terhadap personal guarantor tersebut. Di Indonesia sendiri belum ada peraturan yang mengatur secara tegas mengenai kepailitan guarantor, sehingga menimbulkan perbedaan pendapat mengenai guarantor yang dapat dipailitkan. Namun apabila mengacu pada ketentuan KUHPerdata dan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang maka personal guarantor dimungkinkan untuk dipailitkan. Salah satu kasus kepailitan terhadap personal guarantor adalah kasus yang dibahas dalam tulisan ini yaitu kasus kepailitan Sindu Dharmali dalam Putusan No. 04/PAILIT/2012/PN.NIAGA.SMG. Kata kunci: kepailitan, personal guarantor, perjanjian jaminan
<"
"
"ABSTRACT
"
This thesis discusses the bankruptcy of Sindu Dharmali whose legal position as personal guarantor. Nowadays, debt agreement often followed by guarantee agreement, for example is personal guarantee. With this guarantee agreement, personal guarantor is charged with responsibility to fulfill the debtor rsquo s engagement when he does not fulfill it. If the personal guarantor also can not fulfill it, then the creditor may propose bankruptcy against the personal guarantor. In Indonesia, there has been no firm regulation regarding guarantor bankruptcy, thus causing differences of opinion regarding guarantor who bankrupted. But if it refers to the provisions of Indonesian Civil Code and Indonesian bankruptcy law, then the personal guarantor is possible to bankrupt. One of the personal guarantor bankruptcy cases is the case discussed in this thesis, the bankruptcy case of Sindu Dharmali in the Supreme Court Decision No. 04 PAILIT 2012 PN.NIAGA.SMG. Keywords bankruptcy, personal guarantor, guarantee agreement"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremiah Ernest Doloksaribu
"Terdapat beberapa model bisnis yang dapat digunakan oleh seorang pengusaha dalam membangun bisnisnya. Salah satunya adalah menggunakan jenis Induk-Anak Perusahaan (Perusahaan Grup). Menggunakan model bisnis apa pun, sering kali kegagalan tidak dapat dihindari. Kesulitan finansial dengan berbagai faktor, menjadi alasan dari gagalnya suatu bisnis. Kepailitan hadir sebagai solusi bagi seorang pengusaha untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Tetapi kehidupan ekonomi di Indonesia masih banyak ditemukan kekurangan. Kosongnya pengaturan mengenai Induk-Anak Perusahaan menjadi salah satunya. Padahal praktik Induk-Anak Perusahaan bukan hanya satu atau dua entitas di Indonesia, tetapi banyak sekali digunakan bagi pengusaha. Selain itu juga dalam hukum kepailitan di Indonesia tidak luput dari segala kekurangannya. Tidak hadirnya tes insolvensi, membuat suatu perusahaan dapat dengan mudah pailit selama memenuhi persyaratan pailit yang diatur dalam UUKPKPU, padahal perusahaan tersebut masih mampu untuk membayar utang-utangnya. Tulisan ini hadir membahas masalah-masalah tersebut, mulai dari urgensi tes insolvensi di Indonesia, studi kasus penerapan insolvensi tes dalam kasus kepailitan PT Hanson International Tbk yang menjadi contoh semrawutnya hukum ekonomi di Indonesia, serta eksekusi kepailitan yang dalam hal terjadinya kepailitan Induk-Anak Perusahaan di Indonesia. Tulisan ini menggunakan metode pendekatan dalam bentuk kualitatif, yang kemudian menyimpulkan bahwa PT Hanson International Tbk belum dalam keadaan insolven, serta menyimpulkan eksekusi harta pailit dalam bentuk saham yang dimiliki Induk Perusahaan terhadap Anak Perusahaannya.

There are several business models that can be used by an entrepreneur in building his business. One of them is using the Parent-Subsidiary type (Group Company). Using any business model, failure is often inevitable. Financial difficulties with various factors become the reason for the failure of a business. Bankruptcy comes as a solution for an entrepreneur to be able to solve these problems. However, economic life in Indonesia still has many shortcomings. The absence of regulations regarding the Parent-Subsidiary Company is one of them. Whereas the practice of Parent-Subsidiary Company is not only one or two entities in Indonesia but is widely used for entrepreneurs. In addition, Indonesian bankruptcy law is not free from shortcomings. The absence of an insolvency test means that a company can easily go bankrupt as long as it meets the bankruptcy requirements stipulated in the UUKPKPU, even though the company is still able to pay its debts. This paper discusses these issues, starting from the urgency of the insolvency test in Indonesia, a case study of the application of the insolvency test in the bankruptcy case of PT Hanson International Tbk, which is an example of the chaos of economic law in Indonesia, as well as the execution of bankruptcy in the event of Parent-Subsidiary bankruptcy in Indonesia. This paper uses a qualitative approach, which then concludes that PT Hanson International Tbk is not yet insolvent and concludes the execution of bankruptcy assets in the form of shares owned by the Parent Company against its Subsidiaries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felton Hartato
"

Notaris dalam membuat akta lalai karena tidak memperhatikan lebih lanjut objek yang dibuat. Seorang istri dari debitur pailit mengagunkan tanah yang merupakan harta pailit sehingga perlu untuk diteliti lebih dalam. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis jangka waktunya serta akibat hukum dari kelalaian seorang notaris dalam membuat akta yang objeknya merupakan harta pailit. Metode penelitan yang digunakan adalah penelitian normatif dengan sumber data yaitu data sekunder. Kemudian diambil kesimpulan bahwa tidak ada berakhirnya atau jangka waktu tanggung jawab seorang debitur dalam suatu kasus kepailitan. Menurut Undang Undang Kepailitan setelah diputus pailit, harta debitur menjadi termasuk dalam harta pailit dan kemudian dapat di eksekusi. Apabila harta yang dimilikinya dapat menutupi semua utang yang dimilikinya, maka seorang debitur telah melaksanakan kewajibannya setelah adanya penetapan eksekusi dari pengadilan. Namun apabila harta pailit yang dimiliki belum dapat melaksanakan seluruh hutang yang dimilikinya, maka suatu saat apabila debitur menjalankan hidupnya dan melaksanakan usahanya kemudian mengalami kesuksesan dan telah memiliki harta kembali, maka kurator atau kreditur lainnya dapat melakukan pembukaan kasus pailit kembali guna memperoleh pembayaran dari hutangnya yang dulu dengan tanpa jangka waktu tertentu. Artinya sampai seumur hidup debitur hutang tersebut tetap tercatat. Serta dalam kasus yang diambil, dijelaskan bahwa istri dari debitur pailit, dengan sengaja mengagunkan sebidang tanah yang merupakan bagian dari harta pailit yang merupakan atas nama istri debitur pailit. Akan tetapi, karena tidak adanya perjanjian kawin, maka harta tersebut menjadi harta bersama. Maka, yang terjadi terhadap akta pemberian hak tanggungan yang dibuat oleh notaris tersebut adalah batal demi hukum karena terjadinya Actio Pauliana.


Notary in making the deed negligent because it does not pay further attention to the object being made. A wife of a bankrupt debtor pledges the land which is bankrupt property so it needs to be investigated more deeply. The purpose of this study is to analyze the responsibility of the bankrupt debtor and the time period and legal consequences of the notary's failure to make a deed whose object is bankrupt property. The research method used is normative research with data sources, namely secondary data. Then conclusions are drawn that there is no end or duration of responsibility for a debtor in a bankruptcy case. According to the Bankruptcy Law after being declared bankrupt, the debtor's assets are included in the bankrupt assets and can then be executed. If the assets they have can cover all their debts, a debtor has fulfilled his obligations after the execution of the court is determined. However, if the bankruptcy assets that have not been able to carry out all the debt it has, then one day if the debtor runs his life and conducts his business then experiences success and has had the assets back, then the curator or other creditors can open a bankruptcy case again in order to obtain payment from his debts which are first with no specific period. This means that for the lifetime of the debtor the debt remains recorded. And in the case taken, it was explained that the wife of the bankrupt debtor deliberately pledged a piece of land that was part of the bankrupt property which was in the name of the bankrupt debtor's wife. However, due to the absence of a marriage agreement, the property becomes joint property. So, what happened to the deed of granting the mortgage right made by the notary was null and void by law because of the Actio Pauliana.

"
2020
T54812
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusin Yanasriksa Halintari
"Penelitian ini membahas mengenai tindakan actio pauliana oleh Kurator sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 461 K/Pdt.Sus-Pailit/2019. Putusan tersebut dilatarbelakangi oleh perbuatan hukum yang dilakukan oleh RSW yang merupakan istri sah dari Debitor Pailit DH, dengan membebani obyek yang merupakan harta bersama dalam perkawinan dengan Hak Tanggungan untuk pelunasan utangnya dengan PT Bank PMRSA. Perkawinan keduanya dilangsungkan setelah Debitor Pailit dinyatakan pailit sebagaimana dalam suatu Putusan Pengadilan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status harta bersama yang didapatkan setelah putusan pernyatan kepailitan dan dimasukkan sebagai boedel pailit akibat tindakan actio pauliana dari Kurator, serta perlindungan hukum yang dapat diberikan kepala PT Bank PRMSA selaku pihak ketiga tersangkut. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, yang merupakan suatu penelitian dengan mengacu kepada norma-norma atau asas-asas hukum untuk selanjutnya dibuat suatu interpretasi terhadap suatu peraturan hukum. Adapun tipologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris, yang menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam dari suatu gejala. Hasil analisa menyatakan bahwa perbuatan hukum yang dilakukan oleh RSW terhadap harta bersamanya dengan Debitor Pailit adalah melanggar ketentuan dalam UU PKPKU, sehingga tindakan actio pauliana yang dilakukan oleh Kurator adalah tepat, serta perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada PT Bank PRMSA adalah dengan memberikannya kesempatan untuk tampil sebagai Kreditor Konkuren atau dapat mengajukan tuntutan ganti rugi terhadap piutang yang dimilikinya kepada Debitor Pailit.

This research discusses the actions taken by the Curator in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 461 K/Pdt.Sus-Pailit/2019. The decision was caused by legal action conducted by RSW as the legal wife of DH as a bankrupt debtor related to marital property with a Mortgage to pay off its debt to PT Bank PMRSA. The marriage was held after the bankrupt debtor is declared bankrupt in a court decision. The purpose of this research was to determine the status of marital property obtained after the decision to declare bankruptcy and was included as a bankruptcy property due to actio pauliana by the curator, also the legal protection that the head of PT Bank PRMSA as the third party in this matter. To answer these problems, normative juridical legal research methods are used, which is a study by referring to legal norms or principles to further make an interpretation of a legal rule. The research typology used in this research is explanatory research, which describes or explains more deeply of a symptom. The results of the analysis show that the legal actions taken by RSW against the assets together with the Bankrupt Debtor violate the provisions in the PKPKU Law, so the actions of actio pauliana taken by the Curator are appropriate, and the legal protection that can be given to PT Bank PRMSA is by giving it the opportunity to appear as a creditor. Concurrent or may request compensation for account receivables calculated from the Bankrupt Debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Suwenli
"Skripsi ini membahas mengenai analisis yuridis pertimbangan hakim dalam putusan perkara 01/Pdt.Sus.Actiopauliana/2014/PN.Niaga.Jkt.Pstdan02/Pdt.Sus.Actiopauliana/2014/P N.Niaga.Jkt.Pst berdasarkan UUK-PKPU.dan perbandingan antara pengaturan Actio pauliana di Indonesia dengan Belanda dan Amerika Serikat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris. Actio pauliana menurut undang-undang adalah hak yang diberikan kepada seorang kreditor melalui kurator untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitor terhadap harta kekayaan yang diketahui oleh debitor perbuatan tersebut akan merugikan kreditor.
Berdasarkan analisis pada putusan perkara putusan perkara nomor 01, majelis hakim sudah tepat dalam menerapkan hukum dan unsur-unsur actio pauliana, hanya saja dalam pembuktian unsur kerugian seharusnya perbuatan debitur merugikan karena hanya menguntungkan kreditur tertentu saja, Kemudian pada analisis putusan perkara nomor 02, masih permasalahan dalam penerapan hukumnya, terutama karena hakim terlalu berpatokan pada 'titel recht' milik tergugat, dan tidak melihat pada barang bukti lainnya yang menunjukkan adanya indikasi bahwa debitur bertujuan merugikan kreditur lainnya. Pengaturan Actio pauliana di Indonesia secara materil sama dengan di Belanda, hanya berbeda secara formil. Tetapi Indonesia bisa banyak belajar dari Pengaturan Actio pauliana di Amerika Serikat yang lebih membantu kurator dan pengadilan dalam menangani pembatalan perbuatan debitur pailit yang merugikan kreditur.

This thesis discusses the analysis of judicial consideration from the judge in the Court Judgement 01/ Pdt.Sus.Actiopauliana/ 2014/ PN.Niaga.Jkt.Pst and 02/ Pdt.Sus .Actiopauliana/ 2014/ PN.Niaga.Jkt.Pst under the UUK-PKPU.dan comparison between the regulation ofActio pauliana in Indonesia and the regulation of Actio paulianain the Netherlands and the United States. This research is a normative juridical research. The type of the research is explanatory.Actio pauliana is a statutory rights that are granted to a creditor through a curator to apply to the court for avoidance of all the action that are voluntarily done by the debtor towards the assets of the debtor that by such actions the debtors realize the debtors would harm the rights of the creditors.
Based on the analysis of court judgement number 01, the judge has applied the law and the elements of actio pauliana properly, but when proving the element of loss , the debtor action should be proven to have harm the creditors because his action gave benefit just to certain creditors, so that other creditors harmed. Then in the analysis fromcourt judgement number 02, there are still many problems in implementing the law, especially since the judge is too focused on the "title recht", and did not look at other evidence that indicates the debtor has real intents to harm the creditors right. The regulation of Actio pauliana in Indonesia is materially the same as in the Netherlands, differ only formally. But Indonesia can learn a lot from the regulation of Actio pauliana in the United States because it is more pratical for curator and judges in handling the avoidance of debtor action which intent to harm the creditors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Olivia Rachel Anggraeni
"Renvoi prosedur dalam perkara kepailitan merupakan suatu lembaga penyelesaian terhadap perselisihan antara kreditor, debitor pailit, dengan kurator atas daftar piutang yang telah dibuat oleh kurator. Perselisihan ini timbul pada proses pencocokan piutang dan sering terjadi jika kurator menolak suatu nilai atau sifat/peringkat piutang yang telah diajukan oleh kreditor pada masa pengajuan tagihan. Pasal 127 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang secara tegas mengatur bahwa proses pemeriksaan perkara renvoi prosedur dilaksanakan secara sederhana. Maksud dari kata “sederhana” yang terkandung dalam aturan tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut dalam ketentuan Hukum Acara Renvoi Prosedur pada UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang maupun Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 109/KMA.SK/IV/2020 tentang Pemberlakuan Buku Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Putusan Nomor 2/Pdt.Sus-Renvoi Prosedur/2021/PN Niaga Jakarta.Pst., merupakan salah satu putusan yang dalam bagian pertimbangan hakimnya telah menerapkan ketentuan Pasal 127 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hasil penelitian yuridis-normatif ini menjelaskan bahwa pemeriksaan secara sederhana dalam renvoi prosedur dilaksanakan tanpa adanya tahap eksepsi (kecuali eksepsi kewenangan mengadili), replik, duplik, rekonvensi, intervensi, serta pembatasan alat bukti yang dapat diajukan. Penulis memandang bahwa sudah saatnya diatur makna dan penjelasan dari pemeriksaan secara sederhana dalam renvoi prosedur agar adanya kejelasan mengenai tahapan beracara serta kepastian proses renvoi prosedur bagi para pihak.

Renvooi procedure in bankruptcy cases is an establishment for settling disputes between creditors, bankrupt debtors and the curator over list of credits made by the curator. This dispute arises in the process of claim adjustment and often occurs when the curator rejects a value or nature/ranking of credits that has been submitted by creditors at the time of submission of the claim. Article 127 paragraph (3) Law no. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment explicitly stipulates that the process of examining renvooi procedure cases is carried out in a simple examination. The meaning of the word "simple" contained in the paragraph is not further explained either in Law no. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment nor Decree of the Chief Justice of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 109/KMA.SK/IV/2020 on Enforcement of the Handbook for Settlement of Bankruptcy Cases and Suspension of Debt Payment. Court Verdict Number 2/Pdt.Sus-Renvoi Procedure/2021/PN Niaga Jakarta.Pst., is one of the verdicts in which the judge’s consideration section has applied Article 127 paragraph (3) Law no. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment. The results of this juridical-normative research explains that simple examination of renvooi procedure is carried out without any exception stages (except exception to the authority to adjudicate), reply, rejoinder, reconvention, intervention, and limitations to the submitted evidence. Writer suggest that it is time to regulate the meaning and explanation of simple examination in renvooi procedure so that there is explication regarding the stages of the proceeding as well as certainty of the renvooi procedure process for the parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>