Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137610 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bima Shazi Rajendra Kirana
"Teknologi finansial berbasis Peer to Peer Lending mengalami perkembangan pesat di Indonesia. Data Statistik Fintech Periode Desember 2020 milik OJK
menunjukkan bahwa seiring pesatnya pertumbuhan pengguna layanan Peer to Peer Lending, angka Tingkat Keberhasilan Bayar 90 Hari (TKB90) justru mengalami
penurunan yang artinya semakin banyaknya kasus gagal bayar pada aktivitas Peer to Peer Lending. Akan tetapi AFPI melalui Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Secara Bertanggung Jawab justru mewajibkan seluruh penyelenggara Peer to Peer Lending untuk menyatakan bahwa risiko gagal bayar ditanggung sepenuhnya oleh pemberi pinjaman kecuali diatur lebih lanjut mengenai pertanggungan. Platform x sebagai penyelenggara inovasi keuangan digital dalam klaster aggregator dengan Peer to Peer Lending sebagai
salah satu layanannya hadir dengan mengusung inovasi berupa dana proteksi guna melindungi pemberi pinjaman ketika mengalami gagal bayar. Akan tetapi pada laman surat pembaca masih ditemukan adanya aduan dari pengguna platform x terkait gagal bayar. Oleh karena itu, Penulis mengangkat dua pokok permasalahan yaitu bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman pada penyelenggaraan teknologi finansial berbasis Peer to Peer Lending di Indonesia dan implementasinya oleh platform x dalam kasus gagal bayar. Bentuk penelitian pada skripsi ini bersifat yuridis-normatif dengan tipologi penelitian deskriptif yang didukung oleh alat pengumpulan data berupa bahan pustaka dan wawancara.
Kesimpulan yang didapat ialah pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman terhadap kasus gagal bayar dalam penyelenggaraan teknologi
finansial berbasis Peer to Peer Lending di Indonesia sudah cukup beragam untuk menjamin kepastian hukum, akan tetapi pengaturan itu masih bersifat umum dan
tidak ada pengaturan khusus mengenai kasus gagal bayar, platform x telah mengimplementasikan pengaturan tersebut dalam kasus gagal bayar dengan cukup baik akan tetapi masih terdapat beberapa kewajiban yang belum sepenuhnya platform x laksanakan.

Financial technology based on Peer to Peer Lending is experiencing rapid development in Indonesia. OJK's December 2020 Fintech Statistical Data shows that along with the rapid growth of Peer to Peer Lending service users, the 90-Day Payment Success Rate (TKB90) has actually decreased, which means that there are more cases of default in Peer to Peer Lending activities. However, AFPI through its Code of Conduct for Responsible Financial Technology Based on Peer to Peer Services requires all Peer to Peer Lending providers to state that the risk of default is fully suffered by the lender unless further regulated regarding coverage. Platform x as the provider of digital financial innovation in the aggregator cluster with Peer
to Peer Lending as one of its services comes by bringing innovation in the form of protection funds to protect lenders when they against the case of default. However, on the reader's letter page, there are still complaints from platform x users regarding
default case. Therefore, the author raises two main issues, namely how to regulate legal protection for lenders in the implementation of financial technology based on Peer to Peer Lending in Indonesia and its implementation by platform x in case of default. The form of research in this thesis is juridical-normative with a descriptive
research typology supported by data collection tools in the form of library materials and interviews. The conclusion obtained is that the regulation regarding legal protection for lenders against default cases in the implementation of Peer to Peer Lending-based financial technology in Indonesia is diverse enough to ensure legal certainty, but the arrangement is too general and there are no special arrangements
regarding default cases. Platform x has implemented these arrangements in the case of default quite well but there are still some obligations that platform x has not fully implemented.
"
Depok: Fakultas Hukum, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inesya Zeahira
"ABSTRAK
Kemajuan teknologi keuangan telah melahirkan konsep peer-peer lending (P2P Online lending yang membuka akses pinjaman tanpa peran lembaga keuangan seperti bank. Namun, perannya sebagai perantara membawa beberapa ancaman bagi pemberi pinjaman, yang mana mereka tidak selalu bisa mengharapkan jaminan keamanan seperti layanan bank konvensional, sehingga kredibilitas platform itu sendiri menjadi faktor penentu dan membuat pelapor memilih platform berdasarkan reputasi dan kepercayaannya. Penelitian ini mencoba untuk memahami persepsi investor terhadap platform P2P lending dan bagaimana reputasi tersebut. mempengaruhi kepercayaan pemberi pinjaman, dan apakah kepercayaan dapat menilai hubungan tersebut.Menggunakan 160 pemberi pinjaman Sebagai responden, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Moderated Regression Analysis (Linear Regression) dengan bantuan SPSS 23 untuk pengujian model yang diusulkan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa keamanan dan perlindungan memiliki pengaruh terbesar pada reputasi platform. Reputasi itu sendiri ditemukan memiliki efek positif pada kesediaan untuk memberikan pinjaman. Sedangkan kepercayaan ternyata tidak memiliki efek moderasi, melainkan pengaruh positif terhadap keputusan investasi pemberi pinjaman sebagai variabel independen.

ABSTRACT
The advancement of financial technology has given birth to the concept of peer-peer lending (P2P Online lending that opens access to loans without the role of an institution finance like a bank. However, its role as intermediary carries some threats to lenders, which they cannot always expect security guarantees like conventional bank services. So that credibility the platform itself becomes a determining factor and makes the informer choose a platform based on their reputation and trustworthiness. This research trying to understand investors' perceptions of P2P lending platforms and how that reputation affects lenders' confidence, and whether trust can judge the relationship. Using 160 lenders As respondents, this research was conducted using the Moderated Regression method Analysis (Linear Regression) with the help of SPSS 23 for model testing The proposed. The results show that security and protection have the biggest influence on a platform's reputation. Reputation itself was found to have a positive effect on willingness to provide loans. While trust It was found to have no moderating effect, but rather a positive influence on lenders' investment decisions as an independent variable."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tadjoedin Saman
"Layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi atau yang saat ini kita kenal sebagai salah satu layanan financial teknology peer to peer lending merupakan salah satu bentuk perkembangan teknologi informasi dibidang sektor jasa keuangan yang pada saat ini diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui POJK No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Penelitian ini hendak membahas mengenai peran Otoritas Jasa Keuangan dalam mengatur dan melindungi konsumen yang menggunakan layanan pada sektor jasa keuangan di Indonesia dan bentuk perlindungan konsumen sektor jasa keuangan berupa mekanisme penyelesaian sengketa yang menggunakan jasa layanan peer to peer lending (pinjaman online) ilegal oleh Otoritas Jasa Keuangan menurut Peraturan Perundang-Undang. Metode penelitian yang digunaan adalah dengan menggunakan penelitian yuridis normatif yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif. Kesimpulan pertama dalam penelitian ini adalah dalam perlindungan konsumen yang menggunakan layanan pada sektor jasa keuangan di Indonesia, prinsip perlindungan konsumen mengacu pada POJK No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Kedua, terhadap konsumen yang menggunakan layanan jasa pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi berpedoman pada POJK No.77/POJK.01/2016, namun POJK ini hanya melindungi konsumen yang menggunakan layanan pinjam meminjam yang sudah terdaftar dan berizin resmi di OJK. Sehingga, terhadap konsumen yang menggunakan layanan pinjam meminjam yang tidak terdaftar resmi atau ilegal tidak mendapatkan perlindungan oleh OJK. Namun seharusnya OJK tidak serta merta lepas tangan dalam memberikan perlindungan kepada konsumen yang menggunakan peer to peer lending ilegal karena OJK memiliki concern dalam memberikan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan di Indonesia, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK.

Peer to Peer Lending is a form development of information technology in financial services sector, which is currently regulated by Indonesian Financial Services Authority Regulation No. 77/POJK.01/2016 on Information Technology-based Loans and Lending Services. This thesis will analyze the role of the Indonesian Financial Services Authority in regulating and protecting consumers’ rights and their usage of financial services and other consumers protection effort, especially in regards to financial services dispute resolution mechanisms. This research will analytically describe principles of consumers protection who have used financial services under the Financial Services Authority Regulation No. 1/POJK.07/2013 on Consumer Protection in Financial Services Sector. Furthermore, consumers who used Peer to Peer Lending services based on Financial Services Authority Regulation No. 77/POJK.01/2016 will find that this regulation only protects consumers who used loans and lending services which have been officially registered and authorized by the Indonesian Financial Services Authority. Other legal consequences which include, but not limited to, leakage of personal information, financial default, or any other legal actions beyond the regulations’ limit remains unprotected. But, OJK should not able to say that OJK cannot provide protection to consumers who use illegal peer to peer lending because OJK has concern in providing consumer protection in the financial services sector in Indonesia, as stipulated in article 28 of law No. 21 Year 2011 on OJK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Alexandra
"Kehadiran teknologi finansial memudahkan masyarakat untuk mengakses produk dan jasa keuangan. Salah satu jenis teknologi finansial, yaitu layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI) menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi individu dan pelaku usaha kecil. Dalam LPMUBTI, pemberi pinjaman menghadapi berbagai macam risiko. Penelitian ini membahas dua permasalahan. Pertama, membahas bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI dan peraturan terkait lainnya. Kedua, membahas bagaimana implementasi perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman dan bagaimana tanggung jawab penyelenggara LPMUBTI terhadap pemberi pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian yang didapatkan adalah, berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016, Penyelenggara LPMUBTI wajib melakukan perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif dan represif tersebut mampu memberikan perlindungan secara komprehensif bagi pemberi pinjaman dari risiko gagal bayar dan memberikan perlindungan secara mendasar bagi pemberi pinjaman dari risiko kebocoran data. Dalam prakteknya, Penyelenggara juga menyediakan opsi asuransi untuk melindungi Pemberi Pinjaman dari gagal bayar. Penelitian ini memberikan dua saran untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman. Pertama, menyarankan agar dibentuk suatu badan pusat data yang mengelola dan melindungi data pribadi dan data transaksi para pengguna LPMUBTI. Kedua, menyarankan agar dibuat pengaturan hukum yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi untuk lebih melindungi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI.

Emergence of financial technology democratizes access to financial products and services. Peer to peer lending (P2P Lending), an application of financial technology, becomes an accessible alternative for individuals and small businesses in Indonesia to obtain financing. In P2P Lending, lenders may face various risks. This research examines two problems. First, it examines the legal protection for lenders in P2P Lending based on Financial Services Authority’s Regulation (POJK) no. 77/POJK.01/2016 on P2P Lending Services and other related regulations is examined. Second, it examines the implementation of legal protection for lenders and the responsibilites of P2P Lending companies to lenders. The method used in this research is juridical-normative with descriptive-analytical typology. On the regulatory problem, this research shows that, according to POJK no. 77/POJK.01/2016 and other related regulations, P2P Lending companies must implement preventive and repressive measures. These preventive and repressive measures comprehensively cover default risk and rudimentarily cover data breach risk. On the implementation problem, P2P companies have been offering insurance and provision fund to minimize lenders’ risk of loss. This research provides two suggestions to improve legal protection for lenders. First, creation of an institution that manages and protects P2P Lending participants’ personal and transactional data. Second, creation of regulations to comprehensively cover the issues of data privacy to improve the protection of lenders in P2P Lending"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonando Lucky Pradana Dyan Putra
"Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi membawa dampak terhadap perkembangan digital dengan munculnya inovasi Fintech di bidang jasa keuangan salah satunya layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (layanan Peer to Peer (P2P) Lending).
Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana perlindungan sektor jasa keuangan berbasis teknologi informasi dan sistem pendanaan bersama melalui layanan P2P Lending menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia serta akibat hukum yang timbul sebagai upaya perlindungan konsumen. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan doktrin doktrin ilmu hukum menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Pengaturan penyelenggaraan layanan P2P Lending sudah bersifat spesifik dan
menimbulkan terpusatnya regulasi P2P Lending. Akibat hukum yang ditimbulkan dari penyelenggara layanan P2P Lending yang merugikan, terdapat pertanggungjawaban penyelenggara selaku pelaku usaha kepada Pemberi Dana dan Penerima Dana yang merasa dirugikan dapat berupa perdata maupun pidana. Pemberi Dana dan Penerima Dana diharapkan cermat dalam memilih dan mempergunakan kegiatan layanan P2P Lending agar hak dan kewajiban yang dimiliki dapat terlindun

The use of advances in information technology has had an impact on digital development with the emergence of Fintech in the field of financial services, one of which is Information Technology-Based Co-Funding services (Peer to Peer (P2P) Lending). The problem on this research is how to protect the information technology-based financial
services sector and the joint funding system through P2P Lending according to the Indonesian laws and regulations, as well as the legal consequences that arise in order to protect consumers. This research uses normative juridical methods with a statutory and a doctrinal approach to legal science using primary, secondary and tertiary legal materials. Arrangements for the implementation of P2P Lending are specific and have
resulted in the centralization of P2P Lending. The legal consequences arising from the detrimental P2P Lending, there is the responsibility from the organizers as business actors to Pemberi danas and Penerima danas who feel aggrieved can be either civil or criminal. Pemberi danas and Penerima danas are expected to be selective in choosing and using P2P Lending so that their rights and obligations can be protected.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radian Adi Nugraha
"Perkembangan teknologi finansial di satu sisi terbukti membawa manfaat bagi konsumen, pelaku usaha, maupun perekonomian nasional, namun di sisi lain memiliki potensi risiko yang apabila tidak dimitigasi secara baik dapat mengganggu sistem keuangan. Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman dalam penyelenggaraan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) atau Peer-to-Peer Lending khususnya terkait risiko wanprestasi/default dan fraud oleh Penyelenggara LPMUBTI, baik yang disediakan oleh peraturan perundang-undangan maupun penerapannya dalam Perjanjian. Selain itu penulis juga melakukan penelusuran dan perbandingan hukum di China dan India sebagai pembanding terhadap pranata hukum perlindungan pemberi pinjaman dalam industri LPMUBTI.

The rapid development of financial technology sector on the one hand has proven to bring benefits to consumers, business society and the national economy, but on the other hand has potential risks which if not properly mitigated could disrupt the state financial system. This thesis discusses the legal protection for lenders in the Information Technology-Based Money Lending Services or Peer-to-Peer Lending spesifically related to the risk of lending default and fraud by P2P Company, not only which already provided by laws and regulations but also its implementation in the Agreement. Furthermore, the author also conducts law research and comparisons in China and India as a comparator to Indonesias laws and regulations related to lender protection in the P2P lending."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Wahyuningtyas
"Tesis ini membahas tentang perbandingan hukum atas peraturan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi di Indonesia dan Inggris (Studi Kasus: Peer To Peer Lending). Metode penelitian yang digunakan adalah perbandingan hukum. Saat ini di Indonesia layanan ini sedang marak yang biasa dikenal dengan pinjaman online. Adapun perbandingan dengan memilih negara Inggris karena negara ini salah satu pelopor dari trend teknologi finansial di dunia. Dengan melakukan penelitian ini maka diketahui peraturan terkait dengan layanan ini baik di Indonesia diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, sedangkan di Inggris diatur dalam Peraturan Financial Conduct Authority, sehingga dapat diperoleh perbandingan pelaksanaan layanan ini.

This thesis discusses the legal comparison of information technology-based money lending service regulations in Indonesia and the United Kingdom. The research method used is legal comparison. At present in Indonesia this service is on the rise, commonly known as online loans. The comparison by choosing the United Kingdom because this country is one of the pioneers of the trend on financial technology in the world. By conducting this research, it is known that the regulations related to this service, in Indonesia are regulated by Otoritas Jasa Keuangan Regulation, while in the UK it is regulated in the Financial Conduct Authority Regulation, so that a comparison of the implementation of this service can be obtained."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arief
"Tesis ini membahas perlindungan hukum bagi penerima pinjaman terhadap pelanggaran mekanisme penagihan dalam peer to peer lending dengan mengkaji peraturan apa saja yang mengatur mengenai peer to peer lending di Indonesia, dan bagaimana perlindungan hukum bagi penerima pinjaman terhadap pelanggaran mekanisme penagihan dalam peer to peer lending. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan teknik pengolahan data secara kualitatif sehingga menghasilkan penelitian dalam bentuk deskriptif analitis. Dalam hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan Pengaturan mengenai peer to peer lending di Indonesia adalah sebagai perlindungan hukum bagi pengguna dan penyelenggara dari jasa P2P Lending tersebut. Hal tersebut diatur secara khusus dalam POJK 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam-Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, POJK 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, SEOJK 18/SEOJK.02/2017 Tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, dan SEOJK 21/SEOJK.02/2019 tentang Regulatory Sandbox. Perlindungan hukum penerima pinjaman P2PLending dalam hal terjadinya pelanggaran saat penagihan dapat dibedakan sebagai berikut: Perlindungan bagi penerima pinjaman pada penyelenggara P2PLending legal, yaitu berdasarkan POJK Nomor 18/POJK.07/2018 tentang layanan Pengaduan Konsumen Sektor Jasa Keuangan maka, penerima pinjaman yang merasa dirugikan disaat penagihan dapat terlebih dahulu mengajukan penyelesaian kepada penyelenggara P2P Lending, apabila tidak mendapat kesepakatan maka penerima pinjaman dapat melakukan upaya hukum melalui litigasi maupun non litigasi dan apabila tidak ada upaya hukum non litigasi dapat melakukan pengaduan ke Otoritas Jasa Keuangan. Perlindungan bagi Penerima pinjaman pada P2P Lending illegal tidak mengikuti aturan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan, sehingga tidak tersedia lembaga khusus untuk menampung pengaduan penerima pinjaman, maka bentuk perlindungan hukum yang diberikan akan menyesuaikan dengan tindakan pelanggaran petugas penagihan terhadap peraturan perundangan-undangan yang ada.

This thesis discusses the legal protection for loan recipients against the violations of the peer to peer lending (P2P Lending) billing mechanism by examining the regulations governing the P2P lending in Indonesia, and the legal protection for loan recipients against the violations of billing mechanisms in P2P lending. The method used is a normative juridical literature method with qualitative data processing techniques, resulting in descriptive-analytical research. The result concluded that the regulation regarding peer to peer lending in Indonesia serves as legal protection for users and operators of the P2P Lending service. This is specifically regulated in POJK 77/POJK.01/2016 regarding Information Technology-Based Borrowing and Lending Services, POJK 13/POJK.02/2018 regarding Digital Financial Innovation in the Financial Services Sector, SEOJK18/SEOJK.02/2017 regarding Governance and Information Technology Risk Management in Information Technology-Based Borrowing and Lending Services, and SEOJK 21/ SEOJK.02/2019 regarding Regulatory Sandbox. The legal protection for P2P Lending loan recipients in the event of a violation during the billing process can be distinguished as follows: Protection for loan recipients at legal P2P Lending operators based on POJK Number 18 / POJK.07 / 2018 regarding Consumer Complaint services in the Financial Services Sector. The loan recipients who feel disadvantaged during the billing process can first submit a settlement to the P2P Lending organizer. If there is no agreement, the loan recipient can take legal action through litigation and non-litigation, and if there is no non-litigation legal remedy, he can file a complaint with the Financial Services Authority (Otoritas Jasa Keuangan, OJK). Protection for loan recipients in illegal P2P lending does not follow the rules set by the Financial Services Authority. Therefore, no institution will accommodate complaints from loan recipients. Thus, the form of legal protection provided will be adjusted to the actions conducted by billing officers that violated the existing laws and regulations"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niko Muhammad Iskandar
"

Dalam beberapa waktu terakhir financial technology atau biasa disebut fintech mengalami pertumbuhan yang amat pesat.  Salah satu kategori fintech yang sedang marak perkembangannya ialah peer to peer lending. Peer to peer lending menghubungkan akses pinjam dan meminjam dana berbasis online tanpa harus bertatap muka antara peminjam  (borrower) dan pendana (lender). Pada negara Indonesia peer to peer lending memiliki pertumbuhan jauh lebih pesat ketimbang pertumbuhan bank bila dilihat dari sisi akumulasi dana yang dipinjamkan kepada nasabah, dimana dalam dua tahun beroperasi akumulasi pinjaman yang telah disalurkan peer to peer lending mencapai 25 Triliun Rupiah. Karena terkenal dengan berbagai risiko serta kejahatan dari peer to peer lending di negara lain, banyak masyarakat masih terbilang ragu untuk berinvestasi pada peer to peer lending. Maka dari itu, para perusahaan peer to peer lending yang beroperasi di Indonesia membutuhkan strategi yang untuk meningkatkan keinginan meminjamkan dana (willingness to lend) pada masyarakat. Dalam pembuatan strategi tersebut, akan diteliti pengaruh faktor faktor yang signifikan dalam mempengaruhi keinginan meminjamkan dana (willingness to lend). Setelah didapatkan faktor tesebut, penelitian ini akan menggunakan importance-satisfacion analysis berdasarkan diskusi dengan expert dalam menentukan strategi mana yang tepat untuk dilakukan perusahaan peer to peer lending dalam meningkatkan keinginan meminjamkan dana (willingness to lend) serta meningkatkan satisfaction pada masyarakat Indonesia.


In recent years, financial technology or commonly called fintech experienced very rapid growth. One of the categories of fintech that is booming is peer to peer lending. Peer to peer lending connects online loan access and borrowing funds without having to meet face to face between the borrower and lenders. In Indonesia, peer to peer lending has a much faster growth than bank growth when viewed from the side of accumulated funds lent to customers, where in the two years of operation accumulated loans that have been channeled reached 25 Trillions Rupiah. Because it has known for its various risks and crimes from peer to peer lending in other countries, many people are still fairly hesitant to invest in peer to peer lending. Therefore, peer to peer lending companies which operated in Indonesia need a strategy to increase willingness to lend to the community. In making this strategy, the effect of factors that are significant in influencing willingness to lend will be examined. After obtaining these factors, this study will use importance-satisfacion analysis based on discussion with expert in determining which strategy is right for the company to increasing the willingness to lend as well as increasing satisfaction in Indonesian society

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bianca Shakila
"Dengan tingginya risiko sistem keamanan yang ditimbulkan perusahaan financial technology membuat diperlukannya proses manajemen risiko dari pihak regulator untuk mengurangi mengurangi potensi fallibility/kerawanan sistem keamanan pada perusahaan financial technology bidang peer to peer lending di Indonesia. Dalam proses pelaksanaannya diperlukan kerjasama antara Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informasi serta Asosiasi Fintech Pendanaan bersama Indonesia (AFPI). Penelitian ini mengacu pada teori risk management in public sector dan dalam menganalisis digunakan framework COSO ERM. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan post- positivist dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan beberapa aktor yang terlibat dan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen risiko yang dilakukan pemerintah yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) terbukti dapat mengurangi potensi fallibility security system pada perusahaan fintech peer to peer lending karena sudah memenuhi enam dari tujuh indikator, yakni pengawasan dan tata kelola risiko, struktur operasional, identifikasi risiko, tingkat keparahan risiko, prioritas riisiko, dan respons risiko. Namun terdapat satu indikator yang tidak terpeuhi yaitu komitmen dalam nilai inti entitas. Selain itu, penyebab dari kerawanan sistem keamanan perusahaan fintech peer to peer lending dapat dipengaruhi oleh faktor internal yaitu penerapan standar pengamanan data perusahaan, sumber daya perusahaan, serta ketersediaan roadmap manajemen risiko. Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi adalah ketidakpastian peraturan pemerintah, dalam kasus ini peraturan pemerintah sangat penting dalam melakukan proses pelaksanaan manajemen risiko.

The high risk of the security system posed by financial technology companies requires a risk management process from the regulator to reduce the potential fallibility of security systems in financial technology companies in the peer to peer lending sector in Indonesia. In the implementation process, cooperation between the Financial Services Authority, the Ministry of Communication and Information and the Indonesian Joint Funding Fintech Association (AFPI) is required. This research refers to the theory of risk management in the public sector and in analyzing the COSO ERM framework is used. The approach in this study uses a post-positivist approach with data collection techniques through in-depth interviews with several actors involved and literature study. The results of this study indicate that risk management carried out by the government, namely the Financial Services Authority (OJK) and the Ministry of Communication and Information (Kominfo), is proven to reduce the potential fallibility of the security system in peer to peer lending fintech companies because it fulfills six of the seven indicators, namely supervision. and risk governance, operational structure, risk identification, risk severity, risk priority, and risk response. However, there is one indicator that is not fulfilled, namely commitment in the core values of the entity. In addition, the cause of the security system vulnerabilities of peer to peer lending fintech companies can be influenced by internal factors, namely the implementation of standards for securing company data, company resources, and the availability of risk management roadmaps. Meanwhile, the external factor that affects is the uncertainty of government regulations, in this case government regulations are very important in carrying out the process of implementing risk management."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>