Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159687 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Puspasari
"Di Indonesia, kegiatan telefarmasi atau pelayanan kefarmasian jarak jauh telah berkembang luas dan banyak digunakan masyarakat, termasuk pada pembelian obat dengan resep. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari pelayanan ini, namun terdapat hambatan dan tantangan karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan, dan studi yang serupa, termasuk pada penjaminan mutu. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana kegiatan telefarmasi dalam pelayanan resep dilakukan dan mengevaluasi mutu pelayanan berdasarkan kepuasan pasien. Pengembangan kuesioner sebagai instrumen dilakukan berdasarkan dimensi mutu pelayanan kesehatan menurut WHO dan divalidasi dua tahap. Survei online yang dilakukan menghasilkan 106 responden sebagai subjek penelitian. Informasi sosiodemografi, implementasi, dan kepuasan responden terhadap kegiatan telefarmasi diperoleh dari jawaban kuesioner. Kuesioner memenuhi uji validitas dan reliabilitas dengan nilai r masing-masing item pertanyaan kuesioner bervariasi dari 0,378 – 0,857 (r tabel=0,361) dan rentang nilai cronbach’s alpha 0,805 – 0,900 pada setiap bagian kuesioner. Sebagian besar responden (35%) melakukan kegiatan telefarmasi di Jakarta dan komunikasi dengan apoteker/petugas farmasi dilakukan secara tulisan (46,23%) dan lisan (20,76%). Persentase pasien puas pada setiap dimensi dari yang tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah aman (96,2%); adil (90,6%); aksesibilitas (80,2%); efektif (76,4%); efisien (71,7%), dan berpusat pada pasien (61,3%). Uji beda rerata untuk melihat faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada rata-rata skor kepuasan pasien kelompok jenis kelamin (p=0,017). Dari hasil analisis skor kepuasan, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pasien (83%) puas terhadap kegiatan telefarmasi yang dilakukan dimana dimensi pelayanan yang berpusat pada pasien memiliki persentase pasien puas yang paling rendah sehingga perlu dilakukan peningkatan mutu pelayanan.

In Indonesia, telepharmacy or remote pharmaceutical care have developed and are widely used by citizen, including prescriptions drug transaction. Many benefits can be obtained from this service, but there are obstacles and challenges due to limited experience, knowledge, and similar studies, including quality assurance. This study aims to explore how telepharmacy activities in prescribing services works and evaluate service quality based on patient's satisfaction. The development of questionnaire as research instrument carried out based on WHO quality of care dimensions and was validated for two stages. The online survey conducted and resulted 106 respondents as research subjects. Respondents' sociodemographic information, implementation, and satisfaction score on telepharmacy were obtained. The questionnaire fulfills validity and reliability test with r value for each question varying from 0.378-0.857 (r table=0.361) and Cronbach's alpha values range at 0.805-0.900 in each part of the questionnaire. Most respondents (35%) using telepharmacy services in Jakarta and the communication with pharmacist have carried out by text (46.23%) and verbal (20.76%). The number of satisfied patients for each dimension from the most satisfied, respectively was safe (96.2%); equitable (90.6%); accessible (80.2%); effective (76.4%); efficient (71.7%), and patient-centered (61.3%). Mean difference test to assess factors affecting patient satisfaction showed that there was a significant difference in average of patient satisfaction scores for gender group (p = 0.017). Based on analysis results, we can conclude that most patient (83%) are satisfied with telepharmacy activities and patient-centered dimension has the lowest satisfied patients, so it necessary to improve services quality."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Fadillah Achmad
"Telefarmasi merupakan salah satu bentuk lebih luas dari telemedicine yang didefinisikan sebagai pelayanan kefarmasian melalui penggunaan teknologi telekomunikasi dan informasi kepada pasien dalam jarak jauh sehingga tidak memerlukan tatap muka. Swamedikasi merupakan pelayanan telefarmasi yang sering dilakukan, dimana konsumen memiliki kebebasan dalam memilih obat sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Penelitian ini bertujuan memberi gambaran mengenai pelayanan swamedikasi secara telefarmasi serta mengevaluasi implementasi pelayanan telefarmasi berdasarkan data kepuasan pasien yang mengacu kepada enam dimensi mutu kualitas pelayanan menurut WHO. Penelitian dilakukan menggunakan metode penelitian deskriptif analitik dengan desain peneltian cross sectional. Pengumpulan data dilakukan secara restrospektif menggunakan data primer yang diperoleh dari kuesioner yang disebarkan secara online. Kuesioner pada penelitian ini telah dinyatakan valid karena telah lolos uji validitas dan reliabilitas. Jumlah responden yang mengisi kuesioner berjumlah 194 orang tetapi hanya 120 responden yang sesuai kriteria. Sebagian besar responden (33%) melakukan swamedikasi secara telefarmasi di Jakarta dengan media yang paling banyak digunakan adalah Halodoc/GoMed. Hasil penelitian menunjukkan, pasien puas dengan penggunaan telefarmasi dengan persentase pada dimensi efektif (76,7%), efisien (63,3%), aksesibilitas (84,2%), berpusat pada pasien (57,5%), adil (81,7%), dan aman (91,7%). Uji beda rerata menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada kategori usia, tingkat pendidikan, dan tingkat penghasilan karena memiliki nilai signifikansi <0,05. Berdasasrkan hasil analisis dapat disimpulkan 75,8% responden merasa puas dan 24,2% merasa cukup puas terhadap pelayanan swamedikasi secara telefarmasi yang digunakan dimana dimensi berpusat pada pasien memiliki tingkat kepuasaan paling rendah sehigga diperlukan peningkatan mutu pelayanan.

Telepharmacy is a broader form of telemedicine which is defined as pharmaceutical services by telecommunications and information technology to remote patients so that they don’t require face-to-face contact. Self-medication is a telepharmacy service that is often used, where consumers have the freedom to choose drugs according to their wishes and needs. This study aims to provide an overview of self-medication services by telepharmacy and evaluate the implementation of telepharmacy services based on patient satisfaction data that refers to the six dimensions of service quality according to WHO. This research was conducted using descriptive analytic research method with a cross sectional research design. Data collection was carried out retrospectively using primary data obtained from questionnaires distributed online. The questionnaire in this study has been declared valid because it has passed the validity and reliability test. The number of respondents who filled out the questionnaire was 194 people but only 120 respondents met the inclusion criteria. Most respondents (33%) self-medicate via telepharmacy in Jakarta with the most widely used media being Halodoc/GoMed. The results showed that patients were satisfied using telepharmacy with a percentage on the dimensions of effective (76.7%), efficient (63.3%), accessible (84.2%), patient-centered (57.5%), equitable (81.7%), and safe (91.7%). The mean difference test showed that there were significant differences in the categories of age, education level, and income level because it had a significance value of <0.05. Based on the results of the analysis, it can be concluded that 75.8% of respondents are satisfied and 24.2% are quite satisfied with the telepharmacy self-medication service used where the patient-centered dimension has the lowest level of satisfaction so that it needs to be done to improve service quality. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Manuela
"Mutu pelayanan kefarmasian merupakan salah satu praktik standar kefarmasian untuk memberikan pelayanan yang baik dan tepat demi menyehatkan masyarakat. Pemastian akan pemenuhan mutu pelayanan farmasi klinik yang dilakukan dapat diperoleh dari evaluasi terhadap performa layanan kepada pasien serta kesesuaian obat dalam resep dengan formularium puskesmas. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas menjelaskan bahwa evaluasi mutu pelayanan kefarmasian merupakan hal yang wajib dilakukan sehingga penulisan laporan ini bertujuan untuk mengevaluasi gambaran mutu pelayanan di Instalasi Farmasi Puskesmas Kecamatan Cakung sesuai dengan standar yang berlaku dan kesesuaian peresepan obat dengan formularium puskesmas serta merekomendasikan perbaikan pelayanan yang belum memuaskan. Penelitian dilakukan dengan studi literatur, observasi langsung kegiatan pelayanan di instalasi farmasi, survei melalui penyebaran angket ke pasien rawat jalan di ruang tunggu instalasi farmasi, mencatat daftar obat yang diresepkan dengan di formularium, dan berdiskusi dengan apoteker penanggung jawab. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa waktu tunggu pelayanan resep obat jadi diperoleh rata-rata selama 8,15 menit dan obat racikan 24,33 menit, persentase ketepatan pengkajian resep diperoleh sebesar 94,44% dan pemberian informasi obat 100%. Tingkat kepuasan pasien dinilai dari parameter fasilitas sebesar 93,33%, keandalan 97,77%, daya tanggap 100%, jaminan 100%, dan kepedulian 100%. Penulisan resep dengan formularium puskesmas juga sudah sesuai. Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Cakung sudah sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian dan penulis merekomendasikan penambahan tenaga kerja di ruang apotek, pengkajian resep dengan lebih cermat, dan penyusunan tempat duduk yang rapi.

The quality of pharmaceutical services is one of the standard pharmaceutical practices to provide appropriate services to society. The fulfillment of the quality of clinical pharmacy services can be obtained from evaluating the performance of services to patients and the suitability of drugs in prescriptions with the formulary. Minister of Health 74 of 2016 Concerning Standards for Pharmaceutical Services at Community Health Centers explains that evaluation of the pharmaceutical services is mandatory, so this report aimed to evaluate the service quality at the Cakung Health Center in accordance with applicable standards, conformity of drug prescriptions to the formulary and to recommend service improvements. The research was done through literature studies, direct observation of service activities, questionnaires surveys to outpatients in the pharmacy waiting room, recording the list of prescribed drugs in the formulary, and discussion with the pharmacist in charge. The results of the evaluation showed the waiting time for prescription drug service was on average 8.15 minutes and for concoctions 24.33 minutes, the prescription review accuracy was 94.44%, and drug information delivery was 100%. The level of patient satisfaction was assessed from the facility parameters of 93.33%, 97.77% reliability, 100% responsiveness, 100% assurance, and 100% care. Prescription writing with the formulary was also appropriate. It was concluded that the quality of pharmaceutical services at the Cakung Health Center was in accordance with Pharmaceutical Service Standards and the authors recommended adding more workers to the pharmacy room, more careful prescription studies, and neat seating arrangements."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmah Auliya Yusuf
"Indikator pelayanan pasien sebagai standar WHO dalam evaluasi penggunaan obat rasional belum diterapkan di Indonesia. Menurut penelitian, umur dan pendidikan memiliki hubungan yang signifikan terhadap pengetahuan pasien tentang penggunaan obat benar. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi rasionalitas penggunaan obat berdasarkan indikator pelayanan pasien WHO di Puskesmas Pancoran Mas tahun 2020. Penelitian menggunakan desain observasional dan rancangan cross-sectional. Sampel berjumlah 60 responden, terdiri dari 30 responden hasil observasi dan 30 responden hasil wawancara. Analisis data univariat yang dilakukan menunjukkan rata-rata waktu konsultasi medis adalah 3,7 ± 2,0 menit; rata-rata waktu penyiapan dan penyerahan obat adalah 3,0 ± 0,3 menit; kesesuaian penyerahan obat adalah 96,6% ± 18,2%; pelabelan obat yang cukup adalah 97,5 ± 7,6%, dan pasien dengan pengetahuan obat benar adalah 87,5 ± 12,7%. Analisis bivariat inferensial dilakukan dengan metode Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov yang didapatkan hasil data tidak terdistribusi normal dan Uji Korelasi Spearman yang didapatkan hasil bahwa adanya hubungan sedang antara umur (p = 0,028; r = -0,402) dan pendidikan (p = 0,035; r = 0,387) terhadap pengetahuan pasien. Hanya satu dari lima parameter indikator pelayanan pasien yang memenuhi standar WHO. Sehingga penggunaan obat di Puskesmas Pancoran Mas dianggap tidak rasional.

Patient care indicators as WHO standard in the evaluation of rational drug use have not been applied in Indonesia. According to research, age and education have a significant relationship to patients' knowledge about the appropiate of drugs. The study was conducted to evaluate the rationality of drug use based on WHO patient care indicator at the Pancoran Mas Public Health Center in 2020. The study used an observational and cross-sectional design. The sample comprises of 60 respondents, consisting of 30 respondents from the observation results and 30 respondents from the interviews. The univariate data analysis carried out estimated that the average time for medical consultation was 3.7 ± 2.0 minutes; the average time of preparation and delivery of the drug was 3.0 ± 0.3 minutes; suitability of drug delivery was 96.6% ± 18.2%, adequate drug labeling was 97.5 ± 7.6%, and patient with correct drug knowledge was 87.5 ± 12.7%. Inferential bivariate analysis was performed using the Kolmogorov Smirnov Normality Test method, where the results were not normally distributed, and where the Spearman Correlation Test results reflected a medium relationship between age (p = 0,028; r = -0,402) and education level (p = 0,035; r = 0,387) met patient knowledge. After all, only one of five parameters corresponded to the WHO standards, concluding that the use of drugs in the Pancoran Mas Public Health Center is considered irrational."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifanny Adelia Dewinasjah
"Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, dimana mutu atau kualitasnya perlu dijaga agar dapat meningkatkan kepuasan pasien. Pelayanan kefarmasian di apotek terdiri dari dua kegiatan, baik kegiatan manajerial ataupun pelayanan farmasi klinik. Apoteker yang bekerja di suatu apotek perlu melakukan evaluasi secara berkala terhadap dua aspek tersebut agar mutu pelayanan di apotek tersebut terjaga. Penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini adalah terkait evaluasi mutu pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma Summarecon Bekasi berdasarkan indikator jumlah penolakan barang atau obat, waktu tunggu pelayanan resep obat, dan analisa resep. Observasi dan pengumpulan data dilakukan selama 28
hari. Terdapat penolakan barang atau obat sebanyak 45 kali dengan tingkat persentase paling banyak yaitu obat keras dan paling sedikit adalah barang HV lainnya.
Berdasarkan waktu tunggu pelayanan untuk obat resep racik dan non racik di Apotek Kimia Farma Summarecon Bekasi sudah baik dan sesuai dengan standar yang berlaku. Petugas Apotek Kimia Farma Summarecon Bekasi pun dinilai sudah melakukan pengkajian resep dengan tepat dan cermat untuk mencegah terjadinya medication error. Evaluasi mutu pelayanan kefarmasian di Summarecon Bekasi berdasarkan ketiga indikator tersebut sudah dilaksanakan dengan baik, namun sebaiknya evaluasi untuk
selanjutnya dilakukan atas dua faktor yaitu persepsi pasien dan layaan sesungguhnya yang diharapkan oleh pasien.

Pharmaceutical services are an integral part of health services, where quality needs to be maintained in order to increase patient satisfaction. Pharmaceutical services in pharmacies consist of two activities, either managerial activities or clinical pharmacy services. Pharmacists who work in a pharmacy need to periodically evaluate these two aspects so that the quality of service at the pharmacy is maintained. The research carried out in this final assignment is related to evaluating the quality of pharmaceutical services at Kimia Farma Summarecon Bekasi Pharmacy based on indicators of the number of refusals of goods or medicines, waiting time for prescription drug services, and prescription analysis. Observations and data collection were carried out for 28 days. There were 45 rejections of goods or medicines with the highest percentage being hard drugs and the least being other HV goods. Based on the waiting time, the service for compounded and non-mixed prescription medicines at Kimia Farma Summarecon Bekasi Pharmacy is good and in accordance with applicable standards. Kimia Farma Summarecon Bekasi Pharmacy staff were also assessed as having reviewed prescriptions appropriately and carefully to prevent medication errors. Evaluation of the quality of pharmaceutical services at Summarecon Bekasi based on these three indicators has been carried out well, but further evaluation should be carried out on two factors, namely the perception of the actual service received by the patient and the actual service expected by the patient."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tissi Meirita Siswitono
"Dalam menghadapi era globalisasi di berbagai bidang, sudah sewajarnya rumah sakit juga harus dapat mengembangkan setiap sistem pelayanan yang ada. Rumah sakit dituntut untuk bisa memahami keinginan, kebutuhan dan selera yang diinginkan oleh pelanggan dan biasanya sesuai dengan trend yang ada.
Atas landasan tersebut maka latar belakang penelitian ini adalah bagaimana menganalisa karakteristik profil pasien rawat Map non kelas III agar dapat mempertahankan dan meningkatkan pelayanannya sehingga menjadi profit terbaik bagi rumah sakit. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan metode Customer Relationship Management (CRM) yang berorientasi pada memaksimalkan ailai pelanggan.
Metode yang digunakan adalah deskriptif analitik, desain cross sectional dengan melakukan check list data profil 100 pasien rawat Map non kelas III bulan Maret 2006. Analisa data secara kuantitatif menggunakan analisis univariat, analisis bivariat korelasi data oneway anova.
Hasil penelitian yang didapat adalah terlihat adanya 5 hubungan yang bermakna dari karakteristik profil pasien rawat imp, seperti adanya hubungan karakteristik antara jumlah tagihan pasien dengan usia pasien dimana pasien usia dewasa memiliki jumlah tagihan lebih besar. Hubungan antara karakteristik jumlah tagihan pasien dengan penanggung jawab pasien dimana penanggung jawab ayah Iebih besar daripada penanggung jawab pasien lainnya. Hubungan antara karakteristik jumlah tagihan pasien dengan status pemikahan pasien dimana pasien yang sudah menikah memiliki jumlah tagihan yang lebih besar. Hubungan karakteristik antara lama perawatan dengan usia pasien yang menunjukkan bahwa pasien usia dewasa memiiiki lama perawatan lebih lama hubungan antara lama perawatan dengan penanggung jawab pasien yang menunjukkan bahwa penanggung jawab selain ayah memilih lama had rawat terlama. Semua hal tersebut dapat menjadi informasi penting bagi bagian pemasaran yang nantinya dapat di lakukan prediksi potensial revenue bagi rumah sakit dengan metode CRM.
Dengan mengidentifikasi karakteristik profil pasien diharapkan dapat mengembangkan strategi CRM di Rumah Sakit Pasar Reba yang nantinya dapat menjadi bagan dari strategi pemasaran di masa yang akan datang.

When facing the globalization era in various fields, it is also common for hospitals to develop all its provided services. Hospitals have to understand the needs, demands and preference of its patrons, and this is usually in line with the current trend. Given the above, the background of this thesis is how to analyze the profile characteristics of in-patients non-class III in order to achieve retention and increase service thus gain maximal profit for the hospital. This is done by utilizing the Customer Relationship Management (CRM) Method which is ,orientated at maximalizing patron values.
The method utilized is descriptive analysis using cross sectional design by making a data profile check list of 100 in-patients non-class III during March 2006. Quantitative data analysis utilizing univariat analysis, bivariat analysis with oneway anova data correlation.
The results of this research show that there are 5 valuable relationships from the profile characteristics of in-patients, respectively the relationship between a patient's hospital bill with their age: adult patients have a larger bill. The relationship between the characteristic of the patient's hospital bill with the patient's care-taker: patient's fathers have more responsibility than other care-takers. The relationship between the patient's hospital bill with their marital status: married patients have larger hospital bills. The relationship between the length/duration of hospitalization with-the age of patients: adult patients have a longer hospitalization period. The relationship of the length/duration of hospitalization with the patient's caretaker: a patient's caretaker other the father prefer a longer period of hospitalization. All of the above can become vital information for the hospital's marketing department. In the long run, marketing will be able to predict the potential revenue for the hospital by utilizing the CRM Method.
By identifying the patient's profile characteristics, Pasar Rebo Hospital can develop the CRM strategy, thus becoming a part of the marketing strategy in the future.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20004
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Jacinda Yasmin Purnama Putri
"Penggunaan obat yang tidak rasional menjadi salah satu tantangan bagi negara berkembang karena tingginya jumlah kasus yang terjadi jika dibandingkan negara maju. Hal ini dapat berdampak negatif pada aspek ekonomi maupun kesehatan bagi masyarakat. WHO telah merancang indikator pelayanan pasien untuk mengidentifikasi resep dan pelayanan oleh tenaga kesehatan melalui pengadaan nilai optimum sebagai upaya untuk menjaga kerasionalan penggunaan obat. Evaluasi pelayanan obat menggunakan indikator pelayanan pasien masih jarang dilakukan di rumah sakit wilayah Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelayanan obat menggunakan indikator pelayanan pasien di Klinik Umum Rumah Sakit Universitas Indonesia. Penelitian ini dilakukan secara prospektif dengan metode observasi untuk waktu konsultasi medis dan penyiapan obat, pelabelan dan kesesuaian penyerahan obat serta melakukan wawancara untuk mengetahui pengetahuan pasien. Sampel diambil secara consecutive sampling yaitu 100 untuk waktu konsultasi medis dan 99 untuk aspek lainnya. Analisis data univariat menunjukkan hasil waktu konsultasi medis 12,44 ± 8,1 menit; waktu penyiapan obat 2738,79 ± 1729,3 detik;  kesesuaian penyerahan obat (96,25%); pelabelan obat memadai (100%); dan pengetahuan pasien (78,78%). Kemudian, dilakukan analisis bivariat terhadap pengetahuan pasien. Uji Korelasi Spearman menunjukkan nilai p=0,111, r=0,161 (usia); uji Mann-whitney U test nilai p=0,014 (tingkat pendidikan), nilai p=0,075 (jenis kelamin). Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa tidak semua aspek indikator memenuhi nilai optimum dan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan pasien, maka dari itu pelayanan pasien di Rumah Sakit Universitas Indonesia masih perlu ditingkatkan.

Irrational use of drugs is one of the challenges in developing countries because of the high number of cases that occur when compared to developed countries. It can have a negative impact on economic and public health aspects. WHO has designed patient care indicators to identify prescriptions and services by health workers through the provision of optimum values in an effort to maintain rational drug use. Evaluation of drug services using patient care indicators is slightly done in Indonesia, especially in hospitals. This research was conducted to evaluate drug services using patient care indicators in the general outpatient at The University of Indonesia Hospital. It was conducted prospectively with observation for consultation and dispensing time, adequately labeled, and drugs actually dispensed also using the interview to determine patient's knowledge. Samples were taken consecutively with 100 samples for consultation time and 99 samples for other aspects. The univariate data analysis shows results for consultation time is 12,44 ± 8,1 minutes; drugs dispensing time is 2738,79 ± 1729,3 seconds; drugs actually dispensed is (96,25%); adequately labeled (100%); and patient's knowledge is (78,78%). Then, conducted bivariate analysis of patient’s knowledge. Spearman Correlation test analysis showed p=0,111, r=0,161 (age); Mann-whitney U Test showed p=0,014 (educational), p=0,075 (gender). Based on the results, it is concluded that not all aspects of indicators meet the optimum values and there was a relationship between educational level with patient's knowledge, therefore patient care at The University of Indonesia Hospital still needs to be improved."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Nurmayanti
"Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bertujuan untuk memahami peranan, tugas, fungsi, tanggung jawab apoteker di pemerintahan khususnya di Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sehingga penulis dapat memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis melakukan pekerjaan di pemerintahan dan memiliki gambaran nyata tentang permasalahan kefarmasian di pemerintahan. Sedangkan tujuan dari tugas khusus yang berjudul Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose (ATC/DDD) dari Metformin dan Simvastatin adalah untuk mengetahui metode ATC/DDD Metformin dan Simvastatin serta membandingkannya dengan dosis yang digunakan di Indonesia.

Pharmacist Internship Program at Directorate of Pharmaceutical Care Directorate of Pharmaceutical and Medical Devices Ministry of Health Republic of Indonesia aims to understand the role, duties, functions, responsibilities of pharmacists in government, especially in the Directorate of Pharmaceutical Care. So I can have the insight, knowledge, skills and practical experience doing work in the government and have a real picture of the problems in the administration of pharmacy. While the purpose of the special task with the title Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose (ATC/DDD) of Metformin and Simvastatin is to determine the method of ATC/DDD Metformin and Simvastatin and compared with the doses used in Indonesia."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Dwisastri
"Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga BPOM RI bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab Apoteker di BPOM RI. Mengetahui khususnya peran Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam pencapaian misi BPOM RI. Tugas khusus yang diberikan berjudul Perkembangan Pembuatan Bahan Baku Obat di Indonesia. Tujuan dari tugas khusus ini adalah mengetahui perkembangan pembuatan bahan baku obat di Indonesia serta melakukan studi mengenai usaha untuk mengembangkan pembuatan bahan baku obat secara mandiri bagi rakyat Indonesia.

Pharmacist internship at Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga BPOM RI aims to know and understand the role, functions, positions and responsibilities of Pharmacist in BPOM RI.
Knowing the particular role of Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga in achieving mission BPOM RI. The internship given a special assignment titled Development from Manufacture of Pharmaceutical Raw Material in Indonesia . The purpose of this particular assignment are determine the development from manufacture of pharmaceutical raw material and conducted an analysis about effort to develop the manufacture of pharmaceutical raw material independently for Indonesian people.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rida Afriyenti
"Tesis ini membahas hubungan antara persepsi dimensi kualitas pelayanan kesehatan dengan kepuasan pasien Askes di Puskesmas Sukasari di Kota Tangerang. Penelitian ini dilakukan karena peneliti melihat adanya penurunan kunjungan pasien Askes pada tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain longitudinal. Teori yang digunakan untuk melihat dimensi kualitas adalah teori Cronin and Taylor (1992) yang terdiri dari lima variabel yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi kualitas yang signifikan berhubungan dengan kepuasan adalah tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty dimana tangible adalah variabel dimensi kualitas yang paling kuat hubungannya dengan kepuasan.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan agar puskesmas meningkatkan kenyamanan pasien dengan meningkatkan fasilitas yang ada, meningkatkan kedisiplinan jadwal pelayanan, meningkatkan kesigapan dokter dan perawat, serta meningkatkan keterampilan perawat. Dinas Kesehatan perlu upaya peningkatan pembinaan kedisiplinan dan meningkatkan pelayanan puskesmas Sukasari menjadi rawat inap serta PT Askes perlu upaya peningkatan pelayanan dengan memberikan informasi hak dan kewajiban peserta Askes dan memfasilitasi program-program pencegahan di puskesmas lain di Kota Tangerang.

This thesis explores the relationship between perceptions of the dimensions of quality of health care at the health center patient satisfaction Askes Sukasari Tangerang City. This research was conducted because researchers saw a decrease in patient visits in 2012 Askes. This study is an observational study with a longitudinal design. Theory that used to see the dimensions of quality is the theory of Cronin and Taylor (1992) which consists of five variables: tangible, reliability, responsiveness, assurance, and empathy. The results showed that the quality dimension significantly related to satisfaction is tangible, reliability, responsiveness, assurance, empathy and tangible is the variable dimension quality where the most powerful relationship with satisfaction.
Based on this study, the researcher suggests the health center to improve their Askes patients? satisfaction through their Public Health Care Services by improving their facility, improving discipline in their service schedule, improving the responsiveness of the doctors and nurses, and improving the skills of their nurses. Based on this study, the researcher suggests the health center to improve their Askes patients? satisfaction through their Public Health Care Services by improving their facility, improving discipline in their service schedule, improving the responsiveness of the doctors and nurses, and improving the skills of their nurses. Health Department needs to increase efforts to prove service discipline and coaching clinic Sukasari be hospitalized. PT Askes need to improve services by providing information rights and obligations of participants and facilitate prevention programs in other health centers in the city of Tangerang.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35697
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>