Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130493 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anatasya Novritas Putri
"Aplikasi pengelasan dengan material yang berbeda mendapatkan keuntungan dari segi ekonomis. Pada penelitian ini digunakan material antara baja tahan karat austenitik dan baja karbon rendah SS 400 dengan jenis kawat las yang berbeda yaitu ER 309 dan ER 316 dengan metode GMAW. Hal ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari sifat mekanis material. Untuk mengidentifikasi fase penyusun pada sambungan las tak sejenis dilakukan melalui mikroskop optik (OM), dan untuk menguji kekerasan dilakukan menggunakan micro Vickers untuk mendapatkan sifat mekanik lasan yang terdiri dari logam dasar (BM), daerah terpengaruh panas (HAZ), dan logam las (WM). Dari hasil percobaan didapatkan bahwa nilai kekerasan tertinggi ada pada daerah WM dan HAZ sebab memiliki butir yang lebih halus dibandingkan dengan logam induk. Butir yang halus ini akan membuat semakin banyak batas butir sehingga memiliki kekerasan yang lebih tinggi. Struktur mikro yang didapat pada BM dan HAZ SS 316 memiliki fasa austenit sedangkan BM dan HAZ SS 400 memiliki fasa ferit dan perlit. Pada daerah logam las (WM) dengan kawat las ER 309 memiliki kekerasan tertinggi sebesar 258 Hv dibandingkan dengan nilai kekerasan logam las menggunakan kawat las ER 316, 253 Hv, hal ini disebabkan karena adanya kandungan Cr yang lebih tinggi pada ER 309 (23,5%), dibandingkan dengan menggunakan kawat las ER 316 (19,25%).

Welding applications with different materials have an economic advantage. In this study, materials between austenitic stainless steel and SS 400 low carbon steel were used with different types of welding wire, namely ER 309 and ER 316 with the GTAW method. It aims to see the effect on the mechanical properties of the welded joints. To identify the constituent phases of dissimilar welded joints, an optical microscope (OM) was carried out, and the hardness testing, micro Vickers was used to obtaining the mechanical properties of the weldment, which consists of base metal (BM), heat affected zone (HAZ), and weld metal (WM). The experimental results show that the highest hardness values are in the WM and HAZ regions because they have finer grains than the parent metal. These fine grains will create more grain boundaries so that they have higher hardness. The microstructure obtained in BM and HAZ SS 316 has an austenite phase, while BM and HAZ SS 400 have ferrite and pearlite phases. In the weld metal (WM) area with ER 309, the highest hardness is 258 Hv compared to the hardness value of welding metal using ER 316, 253 Hv. This is due to the higher Cr content in ER 309 (23.5 %) than ER 316 (19.25%)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Ronald Hasian
"Baja karbon rendah banyak digunakan di industri pipa, dimana dipersyaratkan memiliki sifat mekanik yang baik. Sifat mekanik bergantung pada struktur mikro logamnya. Baja karbon rendah dipasaran memiliki struktur mikro ferit dengan sifat mekanik rendah. Penelitian ini bertujuan mendapatkan struktur mikro ferit dengan butir lebih halus, diharapkan akan meningkatkan kekuatan dan ketangguhan baja ini. Penelitian dilakukan pada baja karbon rendah 0,12 % C dengan pemanasan temperatur 1100 0C ditahan selama 20 menit, diturunkan pada 650 0C dan ditahan selama 5 jam. Kemudian dilakukan proses pencanaian pada 600 0C dengan derajat deformasi 0 % untuk spesimen A, 50 % untuk spesimen B dan 70 % untuk spesimen C. Kem ian dilakukan pengujian metalografi, kekerasan, pengujian korosi. Hasil penelitian menunjukkan struktur mikronya ferit dan semakin kecil butir maka kekerasan dan ketahanan korosinya semakin baik. Butir terkecil pada spesimen C sebesar 12,77 ?m memiliki kekerasan 167,755 VHN dan laju korosi 5,055 mpy.

Low carbon steel mainly used in pipe industries, which have good mechanical requirement. It, which is in market, has ferrite microstructure with poor mechanical properties. This experiment purposes to get fine grain of ferrite microstructure, so that will increase strength and toughness of steel. It uses low carbon steel 0.12 % C with austenized at 1100 0C for 20 min, then cooled to and maintained at 650 0C for 5 hr. After cooling at 600 0C, specimens were rolled in range 0 %, 50 %, and 70 %. The testing used Vickers hardness test, corrosion test. The microstructure of specimens is ferrite. The results showed that the finest grain in specimen C has diameter 12,77 ?m, get maximum hardness 167,755 VHN and corrosion rate 5,055 mpy."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51652
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nabil Fairuza Zahran
"Pembangunan infrastruktur di Indonesia membutuhkan banyak penyambungan material dengan berbagai metode pengelasan yang efektif. Teknologi ini dikembangkan untuk dapat melakukan pengelasan logam berbeda jenis atau umum disebut Dissimilar Metal Welding (DMW), seperti baja karbon dengan baja tahan karat. Proses ini dapat dilakukan menggunakan metode pengelasan Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) dengan kontrol masukan panas yang efisien. Penyambungan A36 dengan SS316L menggunakan logam pengisi ER309L menjadi opsi yang dapat dilakukan untuk membentuk material unggul yang benefisial dan aplikatif. Hasil pengelasan DMW akan mempengaruhi sifat mekanik yang dihasilkan dengan memperhatikan dilusi dan sudut kampuh sebagai faktor yang mempengaruhinya, seperti V Groove 75 ̊, V Groove 60 ̊, dan Single Bevel Groove 30 ̊. Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan bahwa semakin besar sudut kampuh akan menghasilkan persentase dilusi yang semakin rendah dengan pembentukan kandungan delta ferit yang semakin besar.

Infrastructure development in Indonesia requires a lot of material joining with various effective welding methods. This technology was developed to be able to weld different types of metals or commonly called Dissimilar Metal Welding (DMW), such as carbon steel with stainless steel. This process can be performed using Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) method with efficient heat input control. Joining A36 with SS316L using ER309L filler metal is an option that can be done to form superior materials that are beneficial and applicable. DMW welding results will affect the mechanical properties produced by considering dilution and the angle of the seam as influencing factors, such as V Groove 75 ̊, V Groove 60 ̊, and Single Bevel Groove 30 ̊. Based on the test results, it is found that the larger the angle of the groove will result in a lower percentage of dilution with the formation of a larger delta ferrite content. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Krisnayana
"CPO adalah bahan baku untuk memproduksi biodiesel. Biodiesel adalah energi terbarukan atau alternatif bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui. Dalam proses produksi, CPO dan biodiesel ini memerlukan tempat penyimpanan yang membutuhkan material yang tepat. Material yang digunakan pada penelitian ini adalah baja karbon, SS 304, SS 316 dan monel 400. Pada material tersebut dilakukan uji komposisi kimia, struktur mikro, uji kekerasan mikro Vickers, pengamatan visual dan uji korosi mengacu pada ASTM G31 dengan kondisi tanpa ada aliran, T = ± 25oC selama 112 hari dalam lingkungan CPO dan biodiesel. Sedangkan pada CPO dan biodiesel dilakukan uji TAN dan kadar air. Setelah uji korosi mengacu pada ASTM G31 dilakukan pengamatan visual, pengamatan makro, uji produk korosi, laju korosi, struktur mikro, uji kekerasan mikro Vickers, uji TAN, uji kadar air dan analisa korosi.
Hasil penelitian ini adalah nilai laju korosi dilingkungan CPO dengan mengacu pada ASTM G31 untuk sampel baja karbon, SS 304, SS 316 dan monel 400 berturut-turut adalah 0,203 mm/th, 0,019 mm/th, 0,018 mm/th, dan 0,017 mm/th. Nilai laju korosi dilingkungan biodiesel dengan mengacu pada ASTM G31 untuk sampel baja karbon, SS 304, SS 316 dan Monel 400 berturut-turut adalah 0,021 mm/th, 0,018 mm/th, 0,016 mm/th, dan 0,015 mm/th. Material yang memiliki ketahanan korosi yang cukup baik dilingkungan CPO adalah sampel SS 304, SS 316 dan Monel 400. Sedangkan material yang memiliki ketahanan korosi yang cukup baik dilingkungan biodiesel adalah sampel baja karbon, SS 304, SS 316 dan Monel 400. Sampel baja karbon pada CPO mengalami penurunan nilai kekerasan dan pada butiran terjadi korosi yang ditandai dengan terdapatnya lubang pada butiran serta pada batas butir dipermukaan sampel terlihat melebar. Sampel SS 304, SS 316 dan monel 400 pada CPO tidak terjadi penurunan nilai kekerasan dan butiran tidak terkorosi. Sampel baja karbon, SS 304, SS 316 dan monel 400 pada biodiesel tidak terjadi penurunan nilai kekerasan dan butiran tidak terkorosi. Material yang cocok digunakan dilingkungan CPO adalah SS 304, SS 316 dan monel 400. Material yang cocok digunakan dilingkungan biodiesel adalah baja karbon, SS 304, SS 316 dan monel 400.

CPO is feed for produce biodiesel. Biodiesel is renewable energy or alternative fuel for diesel mechine and from renewable source. In production process, CPO and biodiesel need storage tank with right material. The material used in this research are Carbon Steel, SS 304, SS 316 and Monel 400. At material to do chemical composition test, microstructure, microhardness Vickers test, visual observation and Corrosion test with ASTM G31 for condition no flow rate, T = ± 25oC until 112 days in CPO and biodiesel environment.For CPO and biodiesel to do TAN test and water contain test. After corrosion test ASTM G31 to do visual observation, makro observation, product corrosion test, corrosion rate, microstructur, microhardness Vickers test, TAN test, water contain test and analysis corrosion.
Result this research are corrosion rate in CPO with ASTM G31 for Carbon Steel is 0,203 mm/th, for SS 304 is 0,019 mm/th, for SS 316 is 0,018 mm/th, for Monel 400 is 0,017 mm/th, Corrosion rate in biodiesel with ASTM G31 for Carbon Steel is 0,021 mm/th, for SS 304 is 0,018 mm/th, for SS 316 is 0,016 mm/th and for Monel 400 is 0,015 mm/th. Material have corrosion resistance in CPO are SS 304, SS 316 and Monel 400. Material have corrosion resistance in Biodiesel are Carbon Steel, SS 304, SS 316, and Monel 400. Sample Carbon Steel in CPO have decrease microhardness Vickers value and at boundary have corrosion which is characterized by the presence of hole at boundary and at grain boundary in surface sample Carbon Steel look wider. Sample SS 304, SS 316 dan Monel 400 in CPO no declaine microhardness Vickers value and boundary not corroded. Sample Carbon Steel, SS 304, SS 316 dan Monel 400 in Biodiesel no declaine microhardness Vickers value dan boundary not corroded. Material suitable fot use in CPO are SS 304, SS 316 and Monel 400. Material suitable for use in Biodiesel are Carbon Steel, SS 304, SS 316 and Monel 400."
2013
T37664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhril Maula
"Menyambut MP3EI 2025, industri manufaktur merupakan salah satu penopang utama dalam memenuhi target MP3EI 2025. Pengembangan pengelasan terutama metode las busur semakin penting untuk dilakukan agar proses manufaktur berjalan efisien. Metode las busur yang memiliki kualitas bagus hingga saat ini adalah metode las TIG. Pada pengelasan baja tahan karat biasanya mengalami sensitisasi yang berakibat pada rentannya baja tersebut terserang korosi intergranular dan korosi pada temperatur tinggi, salah satu cara untuk mencegah sensitisasi ini adalah dengan cara solution treatment dengan temperatur di atas 1000 ⁰C.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui temperatur dan waktu tahan optimum dengan variasi temperatur 1050, 1100 dan 1150 ⁰C serta waktu tahan 30, 60 dan 90 menit. Karakterisasi pada penelitian ini adalah uji foto mikro dan kekerasan dan membandingkan pengaruh variasi temperatur dan waktu tahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur solution treatment semakin rendah kekerasannya dan semakin lama waktu tahan solution treatment semakin rendah nilai kekerasannya. Hal ini juga didukung oleh foto mikro yang menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur solution treatment struktur austenit pada hasil lasan baja tahan karat AISI 316 semakin dominan dan endapan kromium karbida terdifusi, begitu juga dengan waktu tahan semakin lama waktu tahan struktur austenit semakin terbentuk sempurna dan endapan kromium karbida terdifusi. Berdasarkan hasil di atas dapat diambil kesimpulan bahwa temperatur solution treatment untuk lasan baja tahan karat AISI 316 adalah 1150 ⁰C dengan waktu tahan 90 menit.

To face MP3EI 2025 designed by Indonesian Monetery Ministry, manufacture industries are one of the main support to reach MP3EI target in 2025. Development of welding especially arc welding is one of the important welding to get more efficient manufacturing process. An arc welding methode which has best quality is tungsten inert gas (TIG) welding. One of the problem in welding stainless steel is sensitization that occurs in the area of heat affected zone. One of the methode to prevent this sensitization is by doing treatment with temperature more than 1000 ⁰C.
The goal of this research is to know optimum solution treatment condition, a combination of temperature and holding time,with temperature variation are 1050, 1100 and 1150 ⁰C, holding time variation are 30, 60 and 90 minutes. The microstructure observation and hardness less were carried out to examine the optimal solution treatment conditions. This research characterization are microstructure and hardness test and comparate effect of temperature and holding time variation.
The results show that increasing solution treatment temperature, hardness value decrease and increasing holding time, hardness value decreases also. Micro photoghraphs support the result above which show that increasing solution treatment temperature, austenit structure in stainless steel AISI 316 weldment was more dominant and chromium carbide deposit undergo diffusion. It was also found that at a certain temperature, increasing the holding time will result in more austenite on the microstructure. According the result above, it can be conclude that the temperature solution treatment for stainless steel AISI 316 weldment is 1150 ⁰C with holding time of 90 minutes.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S54608
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naibaho, Cornel
"Baja tahan karat Austenitik tipe 304 merupakan jenis yang terluas pemakaiannya, yaitu sekitar 65 -70 % dari total kebutuhan baja tahan karat. Baja ini mempunyai sifat yang sangat reaktif pada temperatur di atas 500 _C, sehingga menimbulkan korosi batas butir ( intergranular corrosion ) pada temperature sensitization ( 500 ? 800 _C ) sesuai dengan beberapa kondisi, antara lain a). proses pengelasan b). perlakuan panas dan c). kondisi lapangan. Hasil pengelasan baja tahan karat austenitik dipengaruhi banyak faktor, antara lain jenis logam pengisi, persiapan material sebelum di las, perlakuan sebelum dan sesudah di las, gas pelindung yang digunakan dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh media pendingin terhadap struktur mikro dan sifat mekanis pengelasan austenitik tipe 304 dengan FCAW dan dengan media pendingin udara, air dan perlakuan preheating serta gas pelindung CO2 dan gas pelindung campuran (CO2 + Argon ). Hasil penelitian enam sampel yang diuji dengan parameter media pendingin yang berbeda dan gas pelindung yang juga berbeda, diperoleh kekuatan tarik dan kekerasan yang bervariasi, mulai dari kekuatan tarik 605 MPa sampai dengan 648 MPa dan kekerasan vickers di HAZ dari 220 HV sampai dengan 268 HV. Hasil pengelasan optimum terdapat pada Sampel B ( media pendingin air dan gas pelindung CO2 ). Pembentukan krom karbida di HAZ, paling banyak terdapat pada Sampel D ( krom 29, 42 wt% ) dan paling sedikit pada Sampel A ( krom 12,25 wt% )
Austenitic stainless steel type 304 is the most widely used type, which is about 65 -70% of the total demand for stainless steel. This steel has very reactive properties at temperatures above 500 _C, causing intergranular corrosion at temperature sensitization ( 500 ? 800 _C ) in accordance with several conditions, including a). welding process b). heat treatment and c). field conditions. The results of welding of austenitic stainless steel are influenced by many factors, including the type of filler metal, preparation of the material before welding, treatment before and after welding, the shielding gas used and others. This study aims to study the effect of the cooling medium on the microstructure and mechanical properties of type 304 austenitic welding with FCAW and with air cooling, water and preheating treatment as well as CO2 shielding gas and mixed shielding gas (CO2 + Argon). The results of the six samples tested with different cooling media parameters and different shielding gases, obtained varying tensile strengths and hardness, ranging from tensile strength of 605 MPa to 648 MPa and Vickers hardness in HAZ from 220 HV to 268 HV. The optimum welding results were found in Sample B (water cooling media and CO2 protective gas). The formation of chromium carbide in HAZ was most abundant in Sample D (chrome 29.42 wt% ) and the least in Sample A (chromium 12.25 wt% )."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Togatorop, Juan Rhema Christopher
"Kemajuan teknologi mendorong berbagai industri untuk menggunakan sambungan material baja tahan karat asutenitik AISI 316L dan baja karbon feritik ASTM A36, yang dapat mengoptimalkan kinerja dan mengurangi biaya produksi. Namun, perbedaan material pada dissimilar welding ini pastinya akan memiliki kecenderungan terjadinya korosi galvanik berkaitan dengan potensial elektrokimia dan komposisi kimia yang berbeda. Salah satu metode penyambungan yang umum digunakan adalah pengelasan TIG yang memakai filler metal untuk menyambungkan kedua material. Pada penelitian ini menggunakan tiga jenis logam pengisi yang berbeda, yaitu ER308LSi, ER309L, dan ER316L. Variasi logam pengisi yang digunakan untuk penyambungan kedua material tersebut telah diteliti dan ditelaah hubungannya terhadap perilaku korosi. Untuk mendukung analisis dan pembahasan penelitian, dilakukan pengujian komposisi kimia, pengamatan mikrostruktur, dan pengujian Linear Polarization Resistance (LPR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa logam pengisi ER309L memberikan kinerja korosi yang paling optimal dibandingkan dengan ER308LSi dan ER316L. Analisis hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa komposisi kimia, terutama unsur Cr dan Mo, serta fasa mikrostruktur yang terbentuk pada logam pengelasan berperan penting dalam menentukan perilaku korosi, khususnya pada hasil daerah pengelasan.

Technological advancements are driving various industries to use the joint materials of austenitic stainless steel AISI 316L and ferritic carbon steel ASTM A36 to optimize performance and reduce production costs. However, the material differences in dissimilar welding tend to induce galvanic corrosion due to differing electrochemical potentials and chemical compositions. One commonly used joining method is TIG welding, which employs filler metal to connect the two materials. This study utilized three different filler metals, ER308LSi, ER309L, and ER316L, to examine their effects on corrosion behaviour in the welded joint. Chemical composition testing, microstructure observation, and Linear Polarization Resistance (LPR) testing were conducted to support the analysis and discussion. The results indicated that the ER309L filler metal provided the most optimal corrosion performance compared to ER308LSi and ER316L. The study revealed that chemical composition, particularly the elements Cr and Mo, as well as the microstructural phases formed in the weld metal, play a crucial role in determining corrosion behaviour, especially in the weld area."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldhi Mahardhika
"Penelitian terhadap proses penghalusan butir harus dilakukan pada saat ini untuk mendapatkan material dengan sifat mekanis yang baik yang diharapkan dapat bermanfaat untuk masa depan industri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi media pendinginan terhadap pembentukan butir ferit, kekuatan, dan ketahanan korosi baja karbon rendah SS 400 setelah proses deformasi canai hangat. Sampel dideformasi pada temperatur 650°C dengan waktu tahan 5 menit dan derajat deformasi 70 %. Kemudian, sampel dipanaskan kembali hingga temperatur 500°C dengan waktu tahan 60 menit dan kemudian di-quench dengan media air dan es. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin cepat kecepatan pendinginan suatu media pendinginan, maka butir yang dihasilkan semakin halus dan kekuatan material yang dihasilkan juga semakin tinggi. Media pendinginan yang memiliki kecepatan pendinginan paling tinggi adalah es. Hasil yang didapatkan dari media pendinginan es adalah ukuran butir 7,68 ?m dengan nilai kekuatan 549,23 MPa.

Nowadays, the research of grain refinement process must be done.to get a material with good mechanical properties that expected will be a benefit for industry in the future. The object of the present work is to investigate the effect of cooling medium on ferritic grain structure, strength, and corrosion resistance of warm rolled SS 400 Low Carbon Steel. The samples were heated and deformed at 650°C for 5 minutes with 70% deformation degree. Then, the samples were reheated at 500°C for 60 minutes and quenched by water and ice. Experimental results have shown that increasing cooling rate of cooling medium increases significantly the grain refinement and strength. Ice is cooling medium that has the fastest cooling rate, its grain size is 7,68 ?m with 549,23 MPa of strength."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51534
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Juli Ayu Ningtyas
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelapisan nikel dengan metode impregnasi basah pada substrat katalitik stainless steel 316 terhadap yield dan kualitas carbon nanotube CNT berbasis limbah polipropilena PP menggunakan reaktor flame synthesis. Dilakukan variasi loading nikel sebesar 0 , 5 dan 10 . Hasil penelitian menunjukkan pelapisan nikel dapat meningkatkan yield CNT namun tidak signifikan, yaitu hanya sebesar 8,4. Akan tetapi, hasil CNT yang dihasilkan dari pelapisan nikel dengan loading 10 pada substrat SS 316 memiliki kualitas yang lebih baik. Dari hasil XRD, CNT terdeteksi pada peak intensitas 2 = 26° dan 43°, serta masih terdeteksi beberapa pengotor berupa grafit, Fe3O4, Fe3C, dan NiO pada ketiga sampel.
Hasil SEM menunjukkan CNT lebih banyak terbentuk pada substrat dengan loading nikel 10 , dan ketiga sampel masih terdapat karbon amorf dan pengotor lain. Hasil EDX menunjukkan persen berat karbon dari sampel CNT yang tumbuh pada substrat loading nikel 10 lebih tinggi dari sampel lain, yaitu 74,07. Pada hasil TGA, pelapisan nikel dapat meningkatkan stabilitas termal CNT karena CNT mengalami penurunan persen massa pada suhu oksidasi sebesar 620oC. Karena peningkatan yield yang tidak signifikan pada limbah PP, dilakukan uji pelapisan nikel pada substrat stainless steel dengan sumber karbon kamper.
Yield yang dihasilkan juga tidak signifikan, hanya sebesar 6,8. Namun, kualitas CNT yang dihasilkan justru mengalami peningkatan, baik dari segi diameter kristal yang menjadi semakin kecil sebesar 8,08 nm, komposisi karbon yang meningkat sebesar 83,06, maupun stabilitas termal yang meningkat dengan suhu oksidasi sebesar 723°C. Oleh karena itu, pelapisan nikel dapat meningkatkan yield meskipun tidak signifikan serta dapat meningkatkan kualitas CNT.

This research aims to determine the effect of nickel coating on 316 stainless steel catalytic substrate by wet impregnation method on the yield and quality of polypropylene waste based carbon nanotube CNT using a flame synthesis reactor. The effect of nickel loading was studied at 0 , 5 and 10 . The results showed nickel coating increase CNT yield by 8.4 . However, CNT with 10 nickel loading offered the best yield and quality.. From the XRD results, CNT was detected at peak intensities of 2 26° and 43°, and still detected some impurities such as amorphous carbon, Fe3O4, Fe3C and NiO.
From the SEM results showed that more CNT were produced on substrate with 10 nickel loading. EDX result shows that the carbon weight percentage from CNT with 10 nickel loading substrate is higher than other samples, which is 74.10 . In the TGA results, nickel coating can increase the thermal stability of CNT because CNT mass has decreased at an oxidation temperature of 620oC. Because the CNT yield from PP waste is not significant, nickel coating on substrates is tested with camphor as carbon sources.
The yield produced is also insignificant by 6.8 . However, the quality of CNT is increased, in terms of crystal diameter which became smaller by 8.08 nm, the composition of carbon which increased by 83.06 , and the thermal stability which increased with an oxidation temperature of 723°C. Therefore, nickel coating can increase yield even it is not significant and can improve the quality of CNT.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aurelly Andharatasya Ardama
"Proses dissimilar welding dapat menguntungkan biaya operasional pada berbagai industri namun memiliki kelemahan karena timbulnya tegangan sisa dan fenomena weld decay pada material. Untuk mengatasi hal tersebut dikembangkan metode proses perlakuan panas pasca pengelasan atau post-weld heat treatment menggunakan temperatur yang berbeda pada tiap logam yang disebut sebagai PWHT terkontrol. Pada penelitian ini, akan diamati pengaruh PWHT terkontrol terhadap distribusi nilai kekerasan, struktur mikro, dan korosi batas butir pada sambungan las dissimilar baja tahan karat TP 304 dengan baja tahan panas P.11 yang dilas menggunakan metode gas tungsten arc welding (GTAW). Pengujian yang dilakukan pada daerah penyambungan meliputi pengujian hardness vickers, pengujian metalografi, dan pengujian ASTM A262 practice E. Hasil dan analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa PWHT terkontrol mampu mencegah terjadinya fenomena weld decay pada baja tahan karat TP 304. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengujian dimana PWHT terkontrol mampu menstabilkan distribusi kekerasan, mencegah pembentukan presipitasi karbida pada batas butir, dan proses difusi antar logam.

Dissimilar welding offers operational cost benefits across various industries but is hindered by residual stress and weld decay phenomena. To mitigate these issues, a method known as controlled post-weld heat treatment (PWHT) has been developed, utilizing different temperatures for each metal. This study investigates the impact of controlled PWHT on hardness distribution, microstructure, and intergranular corrosion in dissimilar weld joints of TP 304 stainless steel and P.11 heat-resistant steel, joined using the gas tungsten arc welding (GTAW) technique. The welded joints were subjected to Vickers hardness testing, metallographic analysis, and ASTM A262 practice E testing. The results indicate that controlled PWHT effectively prevents weld decay in TP 304 stainless steel. This is evidenced by the stabilization of hardness distribution, inhibition of carbide precipitation at grain boundaries, and enhanced diffusion between the metals."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>