Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 231195 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusrina Hidayati
"Kejadian kekerasan paling tinggi yaitu kekerasan dalam rumah tangga, perempuan yang mempunyai sikap tidak setuju terhadap tindak kekerasan mampu melawan dan melaporkan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh suami. Sikap pada istri terhadap kekerasan dipengaruhi oleh faktor individu, keluarga dan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap istri terhadap tindak kekerasan suami dalam rumah tangga di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 dengan desain studi cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 19.418 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 19.418 wanita usia 15-49 tahun di Indonesia terdapat 71,1% istri mempunyai sikap tidak setuju terhadap tindak kekerasan suami. Wanita yang mempunyai sikap tidak setuju dipengaruhi oleh faktor usia, pendidikan, daerah tempat tinggal, status ekonomi dan jumlah anak. Usia memiliki pengaruh yang besar dengan nilai OR 1,5 ibu dengan usia ≥35 memiliki sikap tidak setuju terhadap tindak kekerasan suami dari pada ibu yang memiliki usia 15-24 tahun. Masalah kekerasan dapat diselesaikan dengan upaya kampanye isu KDRT kepada masyarakat dilakukan secara intensif dengan pola pendekatan individu, keluarga, kelompok masyarakat dan sesuai budaya masyarakat setempat.

The highest incidence of violence is domestic violence, women who have an attitude of disapproval of violence are able to fight and report acts of violence committed by their husbands. Attitudes towards wives towards violence are influenced by individual, family and community factors. This study aims to determine the factors related to the attitudes of wives towards violence against husbands in household in Indonesia. This study used secondary data from the 2017 Indonesian Health Demographic Survey (IDHS) with a cross sectional study design. The number of samples was 19,418 people. The results of this study indicate that out of 19,418 women aged 15-49 years in Indonesia, 71.1% of wives have a disagreement with husband's violence. Women who have a disagreement attitude are influenced by factors of age, education, area of residence, economic status and number of children. Education has a great influence with an OR value of 1.5 mothers with higher education have more disagreement with husband's violence than mothers who have low education. The problem of violence can be resolved by campaigning the issue of domestic violence to the community which is carried out intensively with a pattern of approaching individuals, families, community groups and according to the culture of the local community."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadila Adani
"Sejumlah riset telah menemukan adanya peran dukungan sosial dalam memoderasi hubungan antara intimate partner violence (IPV) dan depresi. Namun limitasi yang secara konsisten ditemukan dari riset terdahulu adalah sampel penelitian yang cenderung berfokus hanya pada perempuan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara IPV dan depresi dengan peran dukungan sosial sebagai moderator tidak hanya pada perempuan, tetapi juga pada laki-laki. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Revised Conflict Tactics Scale (CTS-2), Center for Epidemiologic Studies Depression Scale Revised (CESD-R), dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). Partisipan penelitian merupakan 148 perempuan dan 48 laki-laki dalam tahap perkembangan emerging adulthood. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara setiap variabel. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dukungan sosial bukan merupakan moderator yang signifikan terhadap hubungan antara IPV dan depresi. Dalam penelitian ini, peneliti membahas kemungkinan alasan dan implikasi dari temuan tersebut.

A number of studies have found the role of social support in moderating the relationship between intimate partner violence (IPV) and depression. However, the limitations that have been consistently found from previous research are samples that tend to focus only on women. This research was conducted to see the relationship between IPV and depression with the role of social support as a moderator not only in women, but also in men. The measurement instruments used in this study are the Revised Conflict Tactics Scale (CTS-2), the Center for Epidemiologic Studies Depression Scale Revised (CESD-R), and the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). Research participants consist of 148 females and 48 males in the developmental stage of emerging adulthood. The results show that there are significant correlations between each variable. The results also show that social support is not a significant moderator of the relationship between IPV and depression. In this study, the researcher discusses the possible reasons for and implications of these findings."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fonataba, Anthon Gamaliel
"Latar Belakang: Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan tindak kekerasan yang terjadi pada pasangan maupun pada seluruh anggota keluarga yang tinggal dalam satu lingkungan rumah tangga. Tindakan KDRT mencangkup kekerasan fisik, kekerasan seksual, pelecehan psikologis, penelantaran, penyalahgunaan finansial dan tindakan lain yang bertujuan untuk mengontrol korban. Angka pelaporan kasus KDRT di Papua lebih rendah jika dibandingkan dengan pelaporan kasus KDRT di provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Rendahnya kasus KDRT ini memiliki dua arti, angka kasus KDRT di Papua rendah, atau berarti rendahnya pelaporan oleh korban karena berbagai alasan. Hal yang mungkin berpengaruh pada rendahnya pelaporan kasus ini diantaranya adalah rendahnya ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan dan budaya patriarki.
Tujuan: Mengetahui persepsi istri Papua terkait KDRT dan faktor yang memengaruhi pelaporan kasus KDRT di Papua.
Metode: Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan fenomenologi melalui wawancara mendalam kepada perempuan asli Papua yang sudah menikah baik yang belum/pernah mengalami KDRT atau pernah menyaksikan kejadian KDRT.
Hasil: Sebagian besar subjek yang di wawancara pernah mendengar dan mengalami KDRT setidaknya sekali sejak menikah. Pemahaman atas KDRT masih terbatas pada kekerasan fisik dan verbal. Sebanyak 9 subjek yang di wawancara memilih tidak melaporkan kasus KDRT dengan alasan berupa menganggap masalah keluarga yang tidak perlu diceritakan, keadaan finansial keluarga yang bergantung pada suami, sayang kepada suami, takut akan keluarga suami dan tindakan KDRT yang dianggap masih ringan.
Kesimpulan:  Persepsi istri-istri Papua tentang KDRT masih terbatas pada kekerasan fisik dan verbal. Budaya Patriarki menjadi faktor sosiokuktural yang paling mempengaruhi pelaporan. Tingkat Pendidikan dan ketergantungan ekonomi menjadi faktor berikut yang paling sering dikemukakan oleh istri-istri Papua

Background: Domestic violence is an act of violence that occurs against a partner or all family members who live in the same household environment. Domestic violence includes physical violence, sexual violence, psychological abuse, neglect, financial abuse, and other actions aimed at controlling the victim. The reporting rate of domestic violence cases in Papua is lower compared to provinces of West Java and DKI Jakarta. The low number of domestic violence cases has two meanings, the number of domestic violence cases in Papua is truly low or it means low reporting by victims for various reasons. Factors that might influence the low reporting of these cases include low economic conditions, low levels of education and patriarchal culture.
Purpose: To find out the perceptions of Papuan wives regarding domestic violence and the factors that influence reporting of domestic violence cases in Papua.
Method: This research was conducted qualitatively using a phenomenological approach through in-depth interviews with married native Papuan women who had not/had experienced domestic violence or had witnessed incidents of domestic violence.
Result: Most of the subjects had heard of and experienced domestic violence at least once since getting married. Subjects’ comprehensions of domestic violence are still limited to physical and verbal violence. There where 9 subjects chose not to report cases of domestic violence for reasons such as considering it is a family problems that did not need to be discussed, the financial situation of the family being dependent on the husband, love for the husband, fear of the husband's family and acts of domestic violence that were considered minor.
Conclusion: Papuan wives' perceptions of domestic violence are still limited to physical and verbal violence. Patriarchal culture is the sociocultural factor that most influences reporting. Education level and economic dependence are the following factors most often mentioned by Papuan wives.
Conclusion: Papuan wives' perceptions of domestic violence are still limited to physical and verbal violence. Patriarchal culture is the sociocultural factor that most influences reporting. Education level and economic dependence are the following factors most often mentioned by Papuan wives.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chintya Ayugustidara
"Penelitian ini mengkaji perspektif dosen dan mahasiswa FISIP Universitas Indonesia terhadap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh publik figur dan masyarakat biasa, serta penggunaan restorative justice dalam menangani kasus KDRT. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan survei kuesioner terhadap 97 responden yang dipilih secara accidental sampling. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif untuk memahami persepsi dan perbedaan pandangan terhadap KDRT dan restorative justice. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik dosen maupun mahasiswa menganggap KDRT sebagai tindakan serius, dengan kasus KDRT oleh publik figur dianggap lebih serius karena dampaknya terhadap citra publik. Kedua kelompok sepakat bahwa pelaku harus menanggung tanggung jawab penuh dan menerima hukuman yang tepat serta berat, dengan dosen lebih mendukung penerapan sanksi yang lebih berat dibandingkan mahasiswa. Kedua kelompok sangat mendukung hukuman maksimal bagi pelaku KDRT untuk memberikan efek jera dan memastikan keadilan bagi korban. Mayoritas dosen lebih mendukung penggunaan hukum konvensional, menunjukkan keyakinan pada efektivitas sistem hukum tradisional, sementara mahasiswa menunjukkan preferensi lebih tinggi terhadap restorative justice yang berfokus pada pemulihan hubungan dan rehabilitasi pelaku. Kedua kelompok mendukung pendekatan yang seimbang antara hukum konvensional dan restorative justice, mencerminkan keinginan untuk pendekatan yang lebih manusiawi dan komprehensif dalam menangani KDRT. Tidak ada perbedaan signifikan dalam perspektif dosen dan mahasiswa terhadap seriusitas, tanggung jawab, hukuman, dan sanksi yang tepat pada suami pelaku KDRT, baik untuk publik figur maupun masyarakat biasa. Selain itu, tidak ada perbedaan signifikan dalam pandangan mereka mengenai penggunaan hukum konvensional dan restorative justice, dengan kedua kelompok melihat kelebihan dan kekurangan dari kedua pendekatan tersebut secara seimbang.

This study examines the perspectives of lecturers and students at the Faculty of Social and Political Sciences (FISIP), Universitas Indonesia, on domestic violence (KDRT) committed by public figures and ordinary individuals, as well as the use of restorative justice in handling KDRT cases. This quantitative study used a survey questionnaire administered to 97 respondents selected through accidental sampling. Data were analyzed using descriptive statistics to understand the perceptions and differing views on KDRT and restorative justice. The results show that both lecturers and students consider KDRT a serious offense, with KDRT cases involving public figures seen as more serious due to their impact on public image. Both groups agree that perpetrators must bear full responsibility and receive appropriate and severe punishment, with lecturers more supportive of harsher sanctions compared to students. Both groups strongly support maximum punishment for KDRT perpetrators to provide a deterrent effect and ensure justice for victims. Most lecturers favor conventional law, reflecting confidence in the effectiveness of the traditional legal system, while students show a slightly higher preference for restorative justice, which focuses on restoring relationships and rehabilitating the perpetrator. Both groups support a balanced approach between conventional law and restorative justice, indicating a desire for a more humane and comprehensive approach to handling KDRT. There is no significant difference in the perspectives of lecturers and students on the seriousness, responsibility, punishment, and appropriate sanctions for husbands committing KDRT, whether they are public figures or ordinary individuals. Additionally, there is no significant difference in their views on the use of conventional law and restorative justice, with both groups seeing the strengths and weaknesses of both approaches equally."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Khaerunnisa
"Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan isu yang masih terjadi di tengah masyarakat mengingat 1 dari 10 perempuan di Indonesia pada tahun 2016 masih mendapatkan perlakuan kekerasan oleh suaminya baik secara fisik, seksual, atau emosional. Studi empiris mengenai hubungan antara status kerja wanita terhadap kekerasan dalam rumah tangga memberikan kesimpulan yang tidak sama. Data Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2016 digunakan untuk membahas bagaimana pengaruh status kerja wanita berumur 15-64 tahun dan menikah terhadap kemungkinan kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia melalui model probit. Hasil pada studi ini menemukan bahwa status kerja wanita yang bekerja ialah negatif dan signifikan. Seorang perempuan yang bekerja bisa mengurangi kemungkinan mendapatkan kekerasan oleh suaminya. Hal ini membuktikan bahwa bekerjanya wanita bisa menjadi alat bargaining untuk menurunkan kekerasan dengan melihat alternatif untuk bisa keluar dari pernikahan.

Domestic violence (KDRT) is an issue that still occurs in the community considering that 1 in 10 women in Indonesia in 2016 still received domestic violent treatment by their husbands, either physically, sexually, or emotionally. Empirical studies on the relationship between women's work status and domestic violence give different conclusions. Data from the 2016 National Women's Life Experience Survey/ Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) is used to discuss how the working status of women aged 15-64 years and currently married on the possibility of domestic violence in Indonesia through the probit model. The results of this study found that the working status of working women was negative and significant. A woman who works can reduce the chances of getting abused by her husband. This proves that the work of women can be a bargaining tool to reduce violence by looking at alternatives to get out of marriage."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Rizkika Utami
"Penelitian ini mengkaji kekerasan pada rumah tangga dalam novel berjudul Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan teori oleh Kate Millet. Pendekatan tersebut akan digunakan untuk menganalisis peran gender yang terjadi dalam rumah tangga pada tokoh perempuan, yaitu Nuraeni dan Kasia. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, bentuk-bentuk kekerasan, dan dampak yang dialami tokoh perempuan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bentuk-bentuk kekerasan yang dialami Nuraeni dan Kasia meliputi; kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Kekerasan tersebut terjadi karena 1) ketimpangan gender, 2) faktor internal, dan 3) faktor eksternal. Dampak yang dialami oleh tokoh Nuraeni dan Kasia, yaitu perselingkuhan dan kehilangan kepercayaan diri.

This study examines domestic violence in a novel entitled Lelaki Harimau by Eka Kurniawan and the theory by Kate Millet. This approach will be used to analyze the gender roles that occur in the household for female figures, namely Nuraeni and Kasia. This study aims to provide an understanding of the causes of domestic violence, forms of violence, and the impact experienced by female characters. The results of this study show that the forms of violence experienced by Nuraeni and Kasia include; physical violence, psychological violence, sexual violence, and economic violence. The violence occurred due to 1) gender inequality, 2) internal factors, and 3) external factors. The impact experienced by the characters Nuraeni and Kasia, namely an affair and loss of self-confidence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Adinda Nabila
"Perempuan yang menjadi penyintas kekerasan dalam pacaran (KDP) yang dipaksa melakukan aborsi tidak aman oleh pasangan atau mantan pasangannya mengalami berbagai lapisan viktimisasi dalam hidupnya atau viktimisasi berlapis. KDP, kekerasan reproduksi, kehamilan tidak diinginkan (KTD), dan pemaksaan aborsi sebagai lapisan viktimisasi dalam ranah domestik. Lapisan viktimisasi selanjutnya yaitu viktimisasi dalam ranah lingkungan sekitar (stigma, diskriminasi, victim blaming) atas KDP dan KTD (di luar nikah) terhadap penyintas perempuan. Penelitian ini menjabarkan mengenai pengalaman viktimisasi berlapis 3 (tiga) perempuan penyintas KDP yang dipaksa aborsi secara tidak aman dengan metode kualitatif feminist narrative analysis. Dengan teori feminis radikal dan perspektif viktimologi feminis, dapat membantu menganalisis pengalaman viktimisasi berlapis penyintas perempuan. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sistem patriarki merupakan akar dari terjadinya viktimisasi berlapis terhadap perempuan penyintas KDP yang dipaksa aborsi oleh pasangan/mantan pasangan. Salah satu lapisan viktimisasi yaitu kekerasan domestik merupakan bentuk dari kekerasan berbasis gender (KBG) yang melanggengkan subordinasi terhadap perempuan. Meskipun perempuan ter-opresi atas viktimisasi yang dialami, perempuan tetap melakukan perlawanan (resistensi) sebagai bentuk penolakan dominasi laki-laki.

Women who become survivors of intimate partner violence (IPV) are coerced into unsafe abortions by their partners or ex-partners experience various layers of victimization in their lives, known as multiple victimization. IPV, reproductive violence, unwanted pregnancy (UP), and forced abortion constitute layers of victimization within the domestic realm. Another layer of victimization involves the surrounding environment (stigma, discrimination, victim blaming) towards survivors of IPV and UP (outside of marriage). This research outlines the experiences of three women survivors of IPV who were forced into unsafe abortions using qualitative feminist narrative analysis. Employing radical feminist theory and a feminist victimology perspective helps analyze the layered victimization experiences of women survivors. The findings of this study reveal that the patriarchal system is the root cause of layered victimization against women survivors of IPV who are forced into abortion by their partners/ex-partners. One layer of victimization, domestic violence, is a form of gender-based violence (GBV) that perpetuates the subordination of women. Despite being oppressed by the victimization they experience, women continue to resist as a form of rejecting male dominance."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Danastri
"ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengampunan dan persepsi dukungan sosial, serta interaksi keduanya dapat memprediksi keparahan gejala Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada korban kekerasan dalam hubungan romantis oleh pasangan atau intimate personal violence (IPV). Sebanyak 58 individu berusia minimal 18 tahun, pernah menjadi korban IPV, serta sudah keluar dari hubungan yang penuh kekerasan diminta untuk mengisi kuesioner. Hasil analisis metode regresi berganda menunjukkan bahwa meskipun tidak terdapat interaksi diantara keduanya (β = -0,104, F (5,52) = 6,106, p < 0,05), namun pengampunan (β = -0,355, F (5,52) = 6,106, p < 0,05) dan persepsi dukungan sosial (β = - 0,326, F (5,52) = 6,106, p < 0,05) secara signifikan memengaruhi gejala PTSD (R2 = 0,370, p < 0,05). Dengan demikian, pengampunan dan persepsi dukungan sosial yang tinggi pada korban IPV dapat memprediksi rendahnya gejala PTSD. Temuan ini dapat dimanfaatkan sebagai landasan perancangan intevensi pascatrauma yang berfokus pada pengampunan dan persepsi dukungan sosial bagi korban IPV.

ABSTRACT
This study aims to analyze how forgiveness and perceived social support, and the interactions between both can predict the severity of Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) symptoms in intimate personal violence (IPV) victims. A total of 58 samples aged at least 18-year old, who had a history of IPV and no longer involved in the abusive relationship were asked to fill questionnaires. Using multiple regression analysis method, the result shows that even there is no interactions between both (β = -0,104, F (5,52) = 6,106, p < 0,05), forgiveness (β = -0,355, F (5,52) = 6,106, p < 0,05) along with perceived social support (β = -0,326, F (5,52) = 6,106, p < 0,05) significantly predicts PTSD symptoms (R2 = 0,370, p < 0,05). In conclusion, high level of forgiveness and perceived social support can predict low severity of PTSD symptoms. This finding may prove useful in designing post-traumatic intervention methods that focuses on forgiveness and perceived social support for IPV survivors."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adzra Sarah Aqilah
"Intimate partner violence (IPV) merupakan peristiwa yang marak terjadi pada pasangan emerging adulthood, peristiwa tersebut banyak ditemukan juga di DKI Jakarta. IPV dapat berdampak negatif bagi korban yang mengalaminya, salah satunya adalah munculnya resiko depresi. Akan tetapi, dampak depresi tersebut dapat diminimalisir dengan penggunaan strategi koping yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IPV dan depresi serta peran moderasi strategi koping terhadap hubungan IPV dan depresi. Penelitian dilaksanakan secara daring menggunakan kuesioner dengan alat ukur The Revised Conflict Tactics Scale 2 (CTS2), Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CESD-R), dan Brief COPE. Penelitian ini melibatkan 196 partisipan dengan usia 18—25 tahun yang berdomisili DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara IPV dan depresi (r = 0,667, p < 0,01, two-tailed), dan ditemukan hubungan yang negatif antara IPV dan strategi koping (r (196) = -0,235, p < 0,01, two-tailed). Namun tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara strategi koping dan depresi (r (196) = -0,066, p > 0,01, two-tailed). Meskipun begitu, terdapat peran moderasi yang signifikan dari strategi koping pada hubungan antara IPV dan depresi (? = -0,017, t = -2,815 p < 0,05).

Intimate partner violence (IPV) is a phenomenon that often occurs among emerging adulthood intimate relationships, IPV is also a phenomenon that is commonly found in DKI Jakarta. IPV can lead to many negative consequences, one of them is the risk of depression. However, the negative impact of depression can be minimized by using the right coping strategies. This study aims to determine the relationship between IPV and depression, as well as the moderating role of coping strategies on the relationship between IPV and depression. The research was carried out online using a questionnaire with The Revised Conflict Tactics Scale 2 (CTS2), Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CESD-R), and Brief COPE. This study involved 196 participants aged 18—25 years who are domiciled in DKI Jakarta. The findings demonstrated a positive correlation between IPV and depression (r = 0,667, p < 0,01, two-tailed), and there is negative correlation between IPV and coping strategies (r (196) = -0,235, p < 0,01, two-tailed). However, there is no significant correlation between coping strategies and depression (r (196) = -0,066, p > 0,01, two-tailed). Even so, coping strategies have a substantial moderation role between IPV and depression (? = -0,017, t = -2,815 p < 0,05). "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Shafa Nabilla
"Intimate partner violence (IPV) merupakan fenomena yang kerap terjadi pada masa perkembangan emerging adulthood dan banyak ditemukan juga di DKI Jakarta. IPV memiliki banyak dampak buruk bagi korbannya, salah satunya mengalami depresi. Akan tetapi, dampak depresi tersebut dapat diminimalisir dengan makna hidup seseorang yang dapat menumbuhkan afek positif pada diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IPV dan depresi serta efek moderasi dari makna hidup terhadap hubungan IPV dan depresi. Penelitian ini melibatkan 148 partisipan perempuan dan 48 partisipan laki-laki dengan usia 18—25 tahun yang berdomisili DKI Jakarta (N = 196). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara IPV dan depresi. Akan tetapi, tidak ditemukan peran moderasi yang signifikan dari makna hidup pada hubungan antara IPV dan depresi. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat umum terkait IPV, depresi, dan juga makna hidup.

Intimate partner violence (IPV) is a phenomenon that often occurs during the emerging adulthood developmental period. IPV is also a phenomenon that is commonly found in DKI Jakarta. IPV can lead to many life and health consequences, one of them being depression. However, the negative impact of depression can be minimalized with one’s meaning in life, which can foster positive affect on the individual. This study aims to determine the relationship between IPV and depression, as well as the moderating effect of meaning in life on the relationship between IPV and depression. This study involved 148 female and 48 male participants aged 18—25 years who are domiciled in DKI Jakarta (N = 196). The findings demonstrated a strong positive correlation between IPV and depression. Even so, meaning in life did not have a substantial moderation role between IPV and depression. This research is expected to add insight to the general public regarding IPV, depression, and also the meaning of life."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>