Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204356 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manondang
"Pembangunan seyogyanya melibatkan masyarakat. Salah satu bentuk keterlibatan masyarakat yang berkembang saat ini adalah melalui praktek filantropi. Filantropi yang dimaknai sebagai voluntary action for the public good saat ini dalam prakteknya, bukan sekedar praktek kedermawanan dalam arti sempit melainkan sebuah spirit untuk mendayagunakan dan menumbuhkan kemandirian civil society. Salah satu praktek filantropi yang telah memberikan insentif yang besar bagi pembangunan adalah local diasphora philantropy atau yang disebut filantropi perantau. Fokus penelitian ini adalah pemanfaatan kapital sosial pada praktek filantropi yang dilakukan oleh mahasiswa perantau Papua di Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk filantropi tradisional dan filantropi keadilan sosial untuk pembangunan kampung halaman, dan pemanfaatan kapital sosialnya oleh mahasiswa perantau Papua di Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semangat gotong royong yang telah mengakar dalam kebudayaan Papua juga tercermin dalam praktek filantropi mahasiswa Papua. Praktek filantropi mahasiswa perantau Papua untuk pembangunan kampung halaman pada umumnya masih bersifat tradisional (karitas) dan belum sepenuhnya mengarah pada praktek filantropi keadilan sosial yang berfokus pada kebutuhan jangka panjang dan perubahan sosial, dikarenakan kurangnya pemanfaatan kapital sosial dalam jaringan bonding, bridging dan linking. Filantropi perantau adalah salah satu perwujudan susbstansi pembangunan yang diharapkan masyarakat Papua yakni “Membangun Papua”, dimana masyarakat Papua terlibat di dalamnya.

Development should involve the community. One form of community involvement that is currently developing is through philanthropic practices. Philanthropy, which is interpreted as voluntary action for the public good at this time in practice, is not just a practice of generosity in the narrow sense but a spirit to empower and foster the independence of civil society. One philanthropic practice that has provided great incentives for development is local diasphora philantropy or what is called diasporaic philanthropy. The focus of this research is the use of social capital in philanthropic practices carried out by Papuan overseas students in Jakarta. The purpose of this research is to describe the forms of traditional philanthropy and social justice philanthropy for the development of their hometowns, and the use of their social capital by Papuan students in Jakarta.This research uses qualitative methods with a descriptive approach. The results showed that the spirit of mutual cooperation which has been rooted in Papuan culture is also reflected in the philanthropic practices of Papuan students. The philanthropic practices of Papuan migrant students for hometown development are generally still traditional (charity) and have not fully led to the practice of social justice philanthropy which focuses on long-term needs and social change, due to the lack of use of social capital in bonding, bridging and linking networks. The diasporas' philanthropy is one manifestation of the development substance expected by the Papuan people, namely "Developing Papua", in which the Papuan people are involved"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Rolan Parulian
"ABSTRAK
Penolakan terhadap mahasiswa Papua yang mencari kos atau kontrakan di Yogyakarta, disebabkan oleh stereotip dan diskriminasi yang merupakan komponen dari stigma. Meski banyak penelitian terkait hal ini telah berhasil menunjukkan gambaran stigmatisasi terhadap mahasiswa Papua di Yogyakarta, namun masih sedikit penelitian yang menggambarkan bagaimana proses dari destigmatisasi terhadap mahasiswa Papua di Yogyakarta dapat terjadi. Berdasarkan kajian yang mendalam terkait teori kapital sosial, penelitian ini mencoba menemukan adanya peranan kapital sosial melalui komponen kedekatan dengan tetangga, jaringan sosial dan partisipasi masyarakat Li, Pickles, Savage, 2005 terhadap proses destigmatisasi mahasiswa Papua di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap 13 informan yang didapatkan melalui penggunaan teknik snowball sampling. Setelah seluruh data temuan lapangan dianalisis dengan menggunakan software analisis data qualitative RQDA, ditemukan bahwa kapital sosial dapat berperan terhadap proses destigmatisasi. Cara-cara atau strategi yang dapat digunakan destigmatisasi terjadi adalah dengan mendorong partisipasi aktif mahasiswa Papua dalam kegiatan masyarakat sehingga dapat menyebabkan adanya hubungan yang akrab dengan masyarakat. Ditemukan juga aktor sosial dalam wujud beberapa orang kenalan yang menjembatani hubungan kedua belah pihak, yang kemudian dapat menghasilkan suatu keadaan dimana mahasiswa Papua mendapatkan kepercayaan dan penerimaan oleh masyarakat Yogyakarta.

ABSTRACT
The rejection of Papuan students whilst seeking a home stay in Yogyakarta is a result of stereotypes and discrimination which are component of stigma. Although many studies have been conducted relate to this phenomenon, unfortunately there is only less research which focus on how exactly the destigmatization process can occur to Papuan students in Yogyakarta. Based on the in depth study of social capital theory, this research aims to find the role of social capital for stigma reduction through the components of neighborhood attachment, social networks and civic participation Li, Pickles, Savage, 2005 . This research uses qualitative research methods and in depth interviews of 13 informants found by using snowball sampling technique. The data findings then were analyzed using a qualitative data analysis software, RQDA. The result shows social capital can contribute to the destigmatization process. Way or strategy that can be used is to encourage the active participation of Papuan students in community life which will result a strong and close relationship with the surrounding neighborhood. Social actors are also found in the form of several acquaintances who bridge the relationship of both parties, which then can produce a situation where Papuan students gain trust and acceptance fromthe community."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T49475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurnayetti
"Pengelolaan sistem irigasi merupakan kegiatan yang demildan luasnya, dimana menyangkut bangunan fisik yang komplek; dan kelompok manusia, pada dasamya sangat tergantung pada keijasama. Tugas-tugas penting dalam irigasi seperti memperoleh, mengalokasikan, dan mendistribusikan air, porsi kegiatannya setara antara sosial dan teknis, jadi mengelola irigasi adalah domain yang tepat untuk menguji kapital sosial (Uphoff, 2000; 2002).
Sistem irigasi Bandar Halim semenjak dibangun kembali oleh pemerintah memiliki dualisme pengelolaan antara pemerintah dan petani. Pengelolaan oleh pemerintah mulai dari bendung sampai saluran utama sedangkan petani pada saluran tertier dan lahan usaha tani. Hal ini membawa permasalahan tersendiri karena dengan masuknya pemerintah, jaringan keija dan kesepakatan-kesepakatan antar individu petani menjadi terpecah-pecah ke kelompok-kelompok kecil. Keadaan ini dampak dari pelaksanaan program secara sentralistik. Walaupun begitu petani tetap eksis menyelenggarakan pengelolaan irigasi untuk menunjang perekonomian mereka, dengan memfungsikan sistem julo-julo sebagai kapital sosial tradisional masyarakat. Untuk itu dilaksanakan Studi tentang praktik pengelolaan irigasi masyarakat guna mencari peluang pelaksanaan sinerjistik komplementer antara pemerintah dan petani untuk direkomendasikan.
Untuk menemukan jawaban, data dikumpulkan melalui studi dokumentasi, pengamatan partisipatif, dan wawancara mendalam terhadap inforrnan-informan kunci yaitu: pejabat irigasi mulai dari tingkat propinsi, kabupaten, wilayah, dan petugas lapangan, serta pengurus organisasi P3A dan petani. Kcmudian aparat penyuluh pertanian lapangan (PPL), aparat Nagari, pemuka masyarakat, dan masyarakat biasa, data dianalisis secara kualitatif.
Studi ini menemukan bahwa sistem julo-julo merupakan kapital sosial yang handal dalam praktik pengelolaan irigasi di tingkat petani. Sebab sistem ini kaya dengan nilai-nilai dan norma-norma yang diperlukan dalam pengelolaan suatu sistem irigasi, yang diturunkan dari tradisi adat dan merupakan pandangan hidup rnasyarakat. Nilai persamaan dan kebersamaan yang melahirkan norma-norma keadilan, tanggung jawab dan solidariras, yang dimanifestasikan dalam pola awak sumo awak dan Iamak dek awak katuju dak urang, memfasilitasi pelaksanaan semua tugas-tugas panting irigasi seperti perolehan air, alokasi air, pemeliharaan, mobilisasi sumberdaya dan manajemen, serta resolusi konflik. Dari nilai-nilai tadi muncul rasa saling percaya dan solidaritas yang tinggi dan mampu memunculkan kesadaran kelompok individu, hal inilah penyebab eksistensi irigasi di tingiat petani sampai sekarang untuk menunjang perekonomian mereka.
Sementara itu di daerah wewenang pemerintah, pelalusanaan berdasarkan prosedur umum dari atas ditambah dengan keterbatasan jumlah petugas lapangan dibanding luas wilayah kerja, serta berlapisnya birokrasi pembina irigasi, kesemuanya berdampak pada kurang intensnya interaksi dan kornunikasi yang merupakan faktor penting dalam pembangunan relasi. Terutama sekali di batas wilayah wewenang pemerintah dan petani (daerah pintu bagi tertier), pelaksanaan berjalan tidak menurut prosedur dan tanpa kesepakatan yang jelas antara pctugas dan petani, Serta tidak ada kontrol dan sanksi bagi yang melanggar aturan. Semuanya itu berdampak pada cepatnya laju penurunan kondisi fisik.
Keunggulan konsep kapilal sosial julo-julo adalah karena tindakan individu dan pembangunan relasi antar individu lebih didasarkan atas pertimbangan moral, bukan atas keadilan penyebaran reward dan swa kepentingan. Kepercayaan dan solidaritas muncul dari ikatan moral dan emosional sehingga mampu menjaga keberlangsungan kerjasama terutama dalam tugas-tugas rutin irigasi, dalam bentuk rantai ikatan yang menjaga lancarnya kegiatan dalam skala luas (wilayah wewenang pelani). Sedangkan konsep kapital sosial yang didukung oleh para ahli diantaranya Uphoff dan Coleman, tindakan individu didasarkan atas pertimbangan swa kepentingan, pembangunan relasi atau kerjasama tak obahnya sebagai penyatuan swa kepentingan, karena tidak mampu diatasi atau dicapai secara individual. Kepercayaan merupakan hasil rasionalitas kalkulasi manfaat maksimal pembuatan jaringan, seterusnya norma dan nilai akan muncul apabila terdapat keadilan penyebaran reward. Hal inilah yang membedakan dengan konsep kapital sosial julo-julo, sehingga teori kapital sosial Uphoff dan Coleman kurang mampu menjelaskan temuan lapangan secara lebih dalam.
Regulasi dan aturan fomlal lainnya serta tata pelaksanaan sentralistik, tidak berkualitas untuk dijadikan sebagai sumber lcapital sosial di level makro sehingga tidal: mempunyai kekuatan untuk membangun relasi yang bersifat sinerji antara pemerintah dan masyarakat. Relasi sinerji menghendaki pembagian kerja seimbang (koproduksi) dan saling mendukung antara kedua belah pihak secara komplementer. Dampak pengelolaan sentalistik terhadap kemunduran jaringan fisik dan organisasi, serta melemahnya kapital sosial masyarakat yang seyogyanya dapat dimanfaatkan untuk mendulcung program pembangunan nasional. Oleh sebab itu aturan-aturan formal yang bersifat umum dari pemerintah perlu didampingi dengan aturan-aturan informal masyarakat, agar praktik pengelolaan irigasi terselenggara dengan ketat dan lancar. Sehingga dapat dicapai efisiensi dan efektihtas, serta menyentuh sampai ke level mikro (masyarakat).
Implikasi teoritik dari temuan menyatakan bahwa nilai persamaan dan kebersamaan yang turun dari idiologi dan tradisi adat yang dilmplementasikan dalam rasa solidaritas dan altruism menciptakan watak kerjasama yang mempertimbangkan kepentingan bersama, serta kesadaran kelompok pada individu. Rasionalitas atas pertimbangan rasa persamaan dan kebersamaan dapat rnenggalang kekuatan masyarakat secara bersama untuk mencapai tujuan bersama maupun menanggulangi permasalahan bersama. Kekuatan ini mampu menangkal kekuatan dari luar yang memaksakan pembahan mendasar pada tatanan sosial. Terbukti dengan perubahan mendasar pada sistem irigasi masyarakat semenjak dikelola oleh pemerintah, tetapi petani tetap bertahan dengan sistem mereka.
Berdasarkan temuan diajukan rekomendasi sebagai berikut: praktis: pembagian kerja antara petugas dan petani dalam aturan formal (prosedur PU dan AD&ART) yang bersifat umum perlu didampingi dengan aturan informal masyarakat sebagai sumber kapital sosial lokal, sebab pengelolaan irigasi di suatu daerah tidak terlepas dari kebiasaan-kebiasaan atau tradisi adat setempat. Potensi lokal ini dapat digunakan sebagai penunjang pembangmman nasional. Kebijakan: pembuatan regulasi diharapkan berpotensi menjadi sumber kapital sosial di level makro dan lata pelaksanaan oleh pemerintah menguatkan, sehingga mampu menyentuh sarnpai ke level mikro. Dengan begitu memberi peluang pada masyarakat untuk ikut berpartisipasi sebagai mitra dari pemerintah.
Rekomendasi model pengelolaan irigasi di Sumbar adalah dengan mengintegrasikan kelompok hamparan dengan sistem julo-julo ke dalam praktik pengelolaan kesatuan wilayah irigasi, untuk mengisi kekosongan peran akibat kurangnya tenaga petugas lapangan. Nagari diberi otonomi hak dan wewenang dalarn bertindak dan mengambil keputusan sehubungan dengan irigasi di daerahnya, karena Nagari merupakan bagian dari masyarakat lrigasi tersebut.

Irrigation management is one of the most widespread of human activities, and one intrinsically dependent upon cooperation. The uniformity of water as a resource and the ubicuity of gravity as force of nature make this is a good domain in which to look for general phenomena and relationships. Moreover, the essential tasks of acquiring, allocating and distributing water are as social as they are technical, so inigation management is an appropriate domain in which to examine social capital (Uphoff, 2000; 2002).
Bandar Halim irrigation systems, since being redeveloped by the government has dualistic management between the government and the farmers. Government management responsibility of the irrigation system starts from the weir to the main canal, and local authorithies under farmer management is Bom tertiary canal to their farrns. This dualistic management system brings some of its own problems with the entry of the government in its management. The system becomes disjointed or fragmented (breaking up into small units). The community based irrigation system causes the breakdown of its traditional social network and social commitment. This is the impact of the centralistic management.
However, the farmers succeed in managing their irrigation systems by using the traditional julo-julo system as a source of local social capital not only protect but that the improve their income. That is why this Study of the practical management of the community- based irrigation, an opportunity to complement the synergistic strength of management between the government and farmers is proposed as recommendation.
To acquire the data, the study uses documents, participant observations, indepth interviews from key informants such as persons in charge of irrigation institutions from, the provincial to lowest level, that is the person who works closely with the farmers and the water user organizations (PBA). Information obtained from the key informants in the community such as the Nagari informal leaders, and people in general. This research and analysis are descriptive qualitative in nature.
The study finds that the julo-julo system is a viable social capital in the practical irrigation management at the farmers level. This is because the juio-juio system is rich with social values and norms needed to manage an irrigation system, these norms and values deriving from the customary tradition is the way of life of the local society. The value of social cohesion (persamaan) and tagerherrress (lcebersamaan) produced social norms such as justice, responsibility, and solidarity that manifest in the awak some awak and Iama/c dek awrrk, katuju delc rrrang systems, that facilitate all essential management tasks of irrigation such as water acquisition, water allocation, maintenance, resource mobilization and management, and conflict resolution. These values also create mutual trustworthness and solidarity that build collective conscience of the individuals. All these aspects of the existing irrigation management system at the farmers level are found to the supportive of their economy.
While, at the govemmental authority level, its management is based on general procedures (formal rules), with minimum number of field ofEcials compare to its large working area, and intractable irrigation supervision bureaucracy results in the lack of interaction and communication that is an essential factor to build good relations. Especially, the division of responsibility between government and farmer (tertiary box area), the management is carried out without formal procedures and clear social commitment between field officials and farmers, there is no control or sanction on those who break the rules. All these impact on the degradation of the physical conditions of the irrigation system.
The capability of the social capital of the julo-julo is that individual action and relations built among individuals are on moral considerations, not only just reward sharing and self interest. Beliefs and solidarity exist from moral and emotional ties that make them to he able to sustain cooperation,/networl-ring, especially in routine tasks of irrigation operation in the form of social ties that cover a vast area. The social capital concept as elaborated by Uphoff (2000, 20002) and Coleman (2000), individual action based on consideration of self interest, relations built or cooperation such a unity of self interest, because the people could not achieve the means to resolve their individual problem. Their belief is produced by a rational calculation about maximal use of social networking, such that norms and values will exist if there is just distribution of reward. The social concept by Uphoff and Coleman thus could not explain our more indepth and widespread field Endings.
Regulations and other fonnal rules with centralistic govemance program, are not able to be a resource of social capital at the macro level at it is powerless to build synergistic relations between the government and society. Synergistic relations need clear labor differentiation as coproduction to mutually support each other in a complenrantary manner. The impact of the centralistic management is the deterioration of the physical inigation construction and its organization. The strength of the local social capital can actually be used for national development. Therefore, the general formal mles from the government need to be accompanied by societal informal rules, so that the management of the inigation will be sh'ict and effective and efficient. Whwn this is achieved its benefits will be felt by the community.
The theoretical implication from our study findings suggest that the value of the social cohesion and togetherness stemming from the local ideology and customary traditions that were found in the feelings of solidarity and altruism result in the cooperative character that take into account mutual interest, as well as collective conscience to the individual. The rationality on mutual interest and togetherness is able to mobilize the strength of the community to achieve their common objective or overcome their mutual problems. This community strength is able to overcome expand its influence that may threaten or change the local social structure. Even though with the basic change in the management system carried out by the govemment, the farmers are still able to continue to maintain their local system of management.
The recommendations of study are in practical and policy recommendations as follows : Practical recommendation: differentiation of labor between government and farmer in formal rules (procedures of government) that are general needs to be accompanied by societal informal rules as a local social capital resource, as the irrigation management in one area cannot be in isolation or out of context of every day habits or customary traditions. This local indigenous because the management of irrigation in one area cannot be separated from. This local indigenous wisdom could used to facilitate national development. Policy recommendation: the govemment has to make irrigation regulations as a potential social capital resource at the macro level and governance by strengthening its regulatory structure or framework management, such that they can have as effect at the micro level, thus providing the opportunity for the local community to participate as a effective partner.
For West Sumatera as a whole, the study recommends the integration of this irrigation management model into the surrounding adjacent areas with the ,info-julo system in the practice of a wide areal irrigation system to fill the lack of Held manpower. The Nagari should be given the autonomy rights and responsibility to take action and decision conceming irrigation matter in their distr-ics because the Nagari represents an integral part of the West Sumatera irrigation community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
D823
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rendra Permana
"Penelitian ini berfokus pada masalah kemiskinan dan kapital sosial di Kampung Wapeko, distrik Kurik, Kabupaten Merauke, Papua. Tujuan dari penelitian adalah mendeskripsikan dan menganalisis gambaran bentuk kapital sosial masyarakat orang asli Papua (Marind) dan transmigran di kampung Wapeko serta fungsi kapital sosial yang terbentuk dari kedua masyarakat tersebut dalam pengentasan kemiskinan di kampung Wapeko. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan profesi orang Marind sebagai subsisten (pemburu, peramu), belum mengolah sumber daya alam karena tidak adanya kemampuan teknis dan jaringan dalam pengelolaannya (bertani, berdagang). Mereka hanya mampu memiliki kebutuhan dasar serta akses ekonomi yang sangat terbatas. Kapital sosialnya berupa bonding social capital, menekankan pada norma pembagian – pengelolaan lahan, kekerabatan (marga), pemanfaatan hutan serta konservasi tradisional (sasi). Tipologi bonding social capital menyulitkan mereka dalam menghadapi perubahan kehidupan tradisional menuju modern, kapital sosial yang dimiliki tidak mampu maksimal menggapai kapital sosial dari kelompok lain yang lebih permisif. Kemiskinan yang terjadi pada orang marind terjadi karena tidak dimilikinya bridging social capital. Warga transmigran memiliki bridging social capital dengan norma kerjasama (gotong royong) dan etos kerja pantang menyerah. Tercipta jaringan yang kuat dalam menjalankan beragam variasi mata pencaharian (bertani, berdagang, pegawai). Norma warga transmigran menimbulkan kepercayaan dari orang Marind untuk mengakses pembagian – pengelolaan lahan serta pemanfaatan hutan sehingga memicu bridging social capital diantara dua kelompok tersebut, penguatannya pada kemunculan norma sewa lahan dan perdagangan hasil hutan (pengepul). Penguatan menimbulkan pergerakan kesejahteraan ekonomi di kedua pihak.

This research focuses on the problems of poverty and social capital in Wapeko Village, Kurik District, Merauke Regency, Papua. The purpose of this research is to describe and analyze the description of the social capital forms of indigenous Papuans (Marind) and transmigrants in Wapeko village and the function of social capital formed by the two communities in poverty alleviation in Wapeko village. The research method used is qualitative research with a descriptive approach. The results showed that the Marind profession as subsistence (hunters, gatherers), have not processed natural resources due to the absence of technical skills and networks in managing them (farming, trading). They are only able to have basic needs and very limited economic access. The social capital is in the form of social bonding capital, emphasizing the sharing norms - land management, kinship (marga), forest use and traditional conservation (sasi). The typology of social bonding capital makes it difficult for them to face changes in traditional life towards modernity. Their social capital is not able to reach the maximum social capital from other, more permissive groups. Poverty that occurs in marginalized people occurs because they do not have bridging social capital. The transmigrants have a bridging social capital with a norm of cooperation (mutual cooperation) and an unyielding work ethic. A strong network is created in running a variety of livelihoods (farming, trading, employees). The norms of the transmigrants gave rise to the trust of the Marind people to access the distribution - land management and forest use, which triggered bridging social capital between the two groups, strengthening the norms of land leasing and trade in forest products (pengepul). The strengthening led to a movement of economic welfare on both sides."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizty Damayanti
"Penelitian ini bertujuan untuk membahas jalinan dari N Networks , N Norms , dan T Trust sebagai elemen kapital sosial dalam CEDS UI, serta manfaat kapital sosial di CEDS UI Center for Entrepreneurship Development and Studies Universitas Indonesia . Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data diperoleh dari wawancara mendalam dengan lima narasumber dari anggota CEDS dan satu orang narasumber yang merupakan coach sekaligus alumnus CEDS dan studi kepustakaan. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa terjadi kondisi asimetri dalam elemen elemen kapital sosial di CEDS UI. Pertama, Jaringan yang ada di organisasi bersifat ekstensif. Kedua, norma yang dimiliki organisasi mendukung terbentuknya kepercayaan, yaitu kekeluargaan dan timbal balik namun tidak ada mekanisme sanksi untuk menegakkan norma dalam organisasi. Ketiga, kepercayaan tidak terbentuk dalam organisasi. Selain itu, ada penekanan akan penggunaan mekanisme legal formal yang melandasi kerja sama di dalam organisasi. Apabila dikaitkan dengan konsep dan elemen kapital sosial yang dikemukakan Putnam serta konsep kepercayaan yang dikemukakan Fukuyama, dapat diketahui bahwa dalam CEDS UI belum terbentuk kapital sosial secara sempurna.

The purpose of this research is to discuss the interaction of N Networks , N Norms , and T Trust as the elements of social capital and benefits of social capital for CEDS UI. This research is qualitative research. Data was obtained from in depth interviews with five speakers from CEDS members and one speaker who is a coach and CEDS alumnus , documentation, and literature study. Evidence suggests that asymmetry conditions occur in the elements of social capital in the CEDS UI. First, the existing networks in organizations is extensive. Secondly, the norms of the organization support the establishment of trust, namely kinship and reciprocity. But there is no sanction mechanism to enforce norm in the organization. Third, there is not a general belief in the organization. In addition, there is an emphasis in the use of legal mechanisms to underpin cooperation in the organization. When linked with the concept and elements of social capital presented by Putnam and the concept of trust proposed by Fukuyama, it is known that the perfectly formed social capital has not been formed in CEDS.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiyah Fithrah Adzany Ahmad
"Pada tahun pertama, mahasiswa rantau menghadapi masa transisi perkuliahan dengan permasalahan khusus karena adanya perbedaan nilai dan budaya, penyesuaian kehidupan sehari-hari, perubahan lingkungan sosial, dan lain sebagainya. Selain itu, situasi pandemi covid-19 menambah kompleksitas mahasiswa rantau dalam menghadapi masa transisi perkuliahan dengan diberlakukannya metode campuran (hybrid). Adanya rintangan dalam menghadapi masa transisi perkuliahan dapat menyebabkan mahasiswa rantau merasakan stres. Dalam situasi ini, adanya hubungan sosial dan dukungan sosial sangat penting dalam membantu mahasiswa mengatasi stres yang dirasakan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kesepian dan dukungan sosial terhadap stres pada mahasiswa tahun pertama perantau di Universitas Indonesia. Partisipan penelitian ini merupakan mahasiswa S1 angkatan 2022 yang berasal dari luar daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekas (JABODETABEK) (N=104). Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, ditemukan bahwa kesepian dan dukungan sosial secara simultan dan signifikan dapat memprediksi stres pada mahasiswa tahun pertama perantau di Universitas Indonesia (R2 = 0.280, p<0.05). Peneliti juga menemukan bahwa hanya variabel kesepian yang secara independen dan signifikan mampu memprediksi stres yang dirasakan mahasiswa. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya dan persiapan bagi mahasiswa yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dengan merantau.

In the first year, migrant students face a lecture transition period with special problems due to differences in values and culture, adjustments to daily life, changes in the social environment, and so on. In addition, the Covid-19 pandemic situation adds to the complexity of migrant students in facing the lecture transition period by implementing hybrid methods. The existence of obstacles in dealing with the lecture transition period can cause migrant students to feel stressed. In this situation, the existence of social relationships and social support are very important in helping students deal with the stress they feel. Therefore, this study aims to look at the role of loneliness and social support toward stress among first-year migrant students at the University of Indonesia. Participants in this study were undergraduate students from class of 2022 who came from outside the Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi (JABODETABEK) areas (N=104). Based on the results of multiple regression analysis, it was found that loneliness and social support simultaneously and significantly predicted stress among first-year migrant students at the University of Indonesia (R2 = 0.280, p<0.05). The researcher also found that loneliness was independently and significantly able to predict the stress felt by students. The research results can be used as a basis for further research and preparation for students who continue their education to tertiary institutions by migrating."
2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutriono
"Dinamika dakwah Islam di Indonesia banyak mengalami perubahan tiap jamannya, termasuk media dakwah yang digunakan. Pasca orde baru yang represif, penyebaran dakwah oleh tokoh agama atau organisasi Islam pun bermunculan terutama di era internet. Penggunaan media sosial Instagram menjadi media dakwah telah menambah warna ragam dakwah di Indonesia. Salah satunya adalah dakwah yang dilakukan oleh Ustadz Khalid Basalamah yang beraliran Salafi. Instagram sebagai bentuk media sosial telah memberikan kesempatan gerakan kelompok Islam beraliran Salafi yang mengusung pemurnian ajaran Islam dan menolak segala ibadah yang dianggap bid`ah untuk hadir di tengah kontestasi dakwah. Instagram telah menjadi arena kontestasi aliran kelompok Islam dan usaha dominasi untuk meningkatkan kapital dan posisi sosial pendakwah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan data primer berupa gambar foto, ilustrasi dan teks pada konten feed yang diunggah pada akun Instagram Ustadz Khalid Basalamah ustadzkhalid dan khalidbasalamahofficial dari bulan Juli 2018 hingga Desember 2018 yang dianalisis menggunakan semiotika sosial. Dengan menggunakan pemikiran Bourdieu khususnya terkait peran kapital di dalam arena, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Instagram telah menjadi platform yang diandalkan oleh ustadz dalam mengembangkan dakwah melalui pembuatan konten dakwah yang kreatif dan menjadi sarana pedagogi untuk menanamkan doktrin keagamaan. Pemilihan konten yang memunculkan simbol, atribut dan jaringan kelompok sosial di Instagram digunakan sebagai pembentuk identitas kelompok dan legitimasi ajaran sebagai bentuk perwujudan kapital sosial. Keterlibatan follower dalam media sosial juga dimunculkan dengan pemilihan konten yang mencerminkan kesuksesan ustadz sebagai seorang tokoh panutan yang berujung pada semakin menguatnya kapital simbolik. Dalam penelitian ini juga didapatkan kesimpulan bahwa Khalid Basalamah memanfaatkan fitur dengan konten untuk mengonversi kapital yang dimilikinya menjadi bentuk kapital lain yakni kapital ekonomi melalui beberapa bentuk komodifikasi yang berlabelkan agama.

The dynamics of Islamic preaching (dakwah) has been constantly changing along the time. Post new order regime and facilitated by the booming of social media usage has given varieties in Islamic preaching in Indonesia. After the repressive new order, the spread of da`wah by religious leaders or Islamic organizations also emerged, especially in the internet era. The use of Instagram social media as a medium of propagation has added various colors to dawah in Indonesia. Instagram, as one of the example, came as one of the social media channel that rich in features, has been giving enormous opportunities for islamic minority group (salafi) to take stand and arise in the middle of religion dispute. Instagram has been used as battle field and dominating effort to gain popularity and the capital income for the religious leaders within their social contest. This research is a qualitative research with photos, illustration, imagery, and text as its primary data which have been derived from the Ustadz Khalid Basalamahs (UKB) ustadzkhalid and from khalidbasalamh official Instagram account from from July 2018 to December 2018. This primary data then been analysed using social semiotic approach. By using Bourdieus thinking, especially related with, capital, and arena, the result of this research shows that IG has become most used social media platform by ustadz (islamic religious leader) to develop their dawah through the creation of creative dawah content and a pedagogical tool. With the ustadz ability to transform religious script as cultural capital, instagram then became lecturing arena for ustadz to indoctrinate the religion. Content creation that uplift the symbols, attributes, group network on Instagram, has been used to form the social identity and thought legitimation, again, as religious doctrine. The involvement of the accounts follower in the social media also has been taking important role to define the content that reflect the successful of the ustadz. With this process taking shape, the symbolic capital also getting stronger. This research also reveals the conclusion where UKB has been using a feature to convert the the capital and its popular content to become economic capital through form of commodification"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T54184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Reygina Almas
"Walaupun dalam penerapannya remote working menawarkan fleksibilitas dalam bekerja, ternyata terdapat tantangan yang muncul dalam pelaksanaan remote working, yaitu tantangan dalam membina hubungan sosial dengan sesama rekan kerja. Apabila hubungan sosial dengan sesama rekan kerja tidak dikembangkan, maka akan mempengaruhi proses perwujudan kualitas kehidupan kerja yang berdampak langsung pada kesejahteraan pekerja/staf. Maka dari itu, diperlukanlah upaya untuk mengembangkan hubungan sosial pada lingkungan kerja agar kualitas kehidupan kerja staf dapat terwujud. Adapun melihat konteks pengembangan kapital sosial selama menjalankan remote working, penelitian ini mengangkat Campaign.com yang merupakan perusahaan rintisan baru dengan sebagai lokasi penelitian. Berangkat dari latar belakang serta lokasi penelitian, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan upaya pengembangan kapital sosial yang dilakukan oleh Campaign.com dalam mewujudkan kualitas kerja stafnya serta melihat manfaat dari upaya tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif agar dapat menggambarkan secara detail mengenai upaya serta manfaat dari pengembangan kapital sosial yang dilakukan oleh Campaign.com dalam mewujudkan kualitas kehidupan kerja stafnya. Dalam proses pengumpulan data, penelitian ini menggunakan wawancara semiterstruktur serta studi dokumentasi lembaga. Sebelum melakukan wawancara semiterstruktur, peneliti menyusun pedoman wawancara dan menetapkan kriteria informan yang dalam penelitian ini berjumlah lima orang dengan fokus pada staf perempuan. Pertimbangan dipilihnya staf perempuan melihat dari potensi yang dimiliki dalam partisipasi pengembangan kapital sosial. Dari data yang diperoleh melalui wawancara bersama informan dan studi dokumentasi, peneliti melakukan analisis data yang diawali dengan konseptualisasi, pengkodingan, interpretasi dan elaborasi data, serta penarikan kesimpulan dan verifikasi. Adapun setelah melakukan analisis dan interpretasi data, terlihat bahwa Campaign.com telah berupaya untuk mengembangkan kapital sosial dalam mewujudkan kualitas kehidupan kerjanya dengan cara membuat lingkungan kerja yang nyaman, membuka ruang untuk pengembangan diri staf, dan membuka ruang untuk mengembangkan komunikasi. Upaya yang dilakukan oleh Campaign.com dalam mengembangkan kapital sosial staf nya memberikan manfaat dalam mewujudkan kehidupan kerja yang berkualitas, seperti memudahkan koordinasi, mengembangkan solidaritas dan kemudahan untuk mengakses informasi serta pengembangan diri. Dari analisis yang dilakukan, diketahui bahwa perusahaan dan staf berperan penting dalam upaya pengembangan kapital sosial untuk mewujudkan kualitas kehidupan kerja staf serta dalam melihat manfaatnya. Selain itu, pengembangan kapital sosial di Campaign.com pun juga tidak bisa dilepaskan dengan interaksi tatap muka dengan rekan kerja yang dapat memperkuat terwujudnya kualitas kehidupan kerja.

The term of "remote working" has become prevalent as an adaptation to work during the Covid-19 pandemic that widely adopted by new start-up companies in Indonesia. As a working system, remote working offers the benefit of flexibility in work arrangements, which became the basis for its implementation during the pandemic. However, challenges have arisen in the execution of remote working, particularly in building social relationships among coworkers. Failing to develop social connections can negatively impact the quality of work life that directly affecting the well-being of employees/staff. Therefore, efforts are required to foster social relationships in the workplace to enhance the quality of work life for staff. This research purpose to describe Campaign.com effort in developing social capital to improve the quality of work life for its staff during remote working and the benefit of it. Using a qualitative approach and descriptive types, the research aims to depict Campaign.com's efforts in developing social capital to enhance the quality of work life for staff and to assess the benefits of these efforts. The data collection process involves semi-structured interviews and documentation studies. Five female staff members were selected as informants due to their potential for participating in social capital development. The data analysis included conceptualization, coding, interpretation, elaboration, conclusion drawing, and verification. The findings indicate that Campaign.com has made efforts to develop social capital to improve work quality by creating a comfortable work environment, fostering staff self-development, and encouraging effective communication. These social capital development efforts have provided various benefits, such as facilitating coordination, enhancing solidarity, enabling easy access to information, and promoting personal development. The study emphasizes the significant role of both the company and its staff in developing social capital to enhance the quality of work life and highlights the importance of face-to-face interactions in achieving this goal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handrini Ardiyanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi penyelarasan bingkai pada gerakan separatisme media sosial dengan melakukan studi pada #FreeWestPapua di Twitter. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis jaringan media sosial dan analisis pembingkaian untuk big data menggunakan topic model pada 27.126 kata yang digunakan untuk melakukan pembingkaian serta melakukan uji signifikansi terhadap keselarasan bingkai pada jaringan #FreeWestPapua. Hasil pelitian ini mengungkapkan bahwa keempat jenis strategi penyelarasan bingkai Snow ditemukan pada jaringan #FreeWestPapua di Twitter. Keempat strategi penyelarasan pembingkaian yang ditemukan pada jaringan tersebut ada;ah strategi penyelarasan bingkai dengan cara menjembatani antar bingkat, strategi frame amplification, frame extention dan frame transformation. Sementara berdasarkan analisis korelasi keselarasan bingkai tersebut menunjukkan signifikansi negatifyang menunjukkan keberadaan bingkai diagnostik.
This study aims to determine the frame alignment strategy separatism movement on social media by conducting a study on #FreeWestPapua on Twitter. The research was conducted using social media network analysis methods and framing analysis for big data using a topic model of 27,126 words used for framing and testing the significance of frame alignment on the #FreeWestPapua network. The results of this study found that all four types of Snow frame alignment strategies are found on the #FreeWestPapua network on Twitter. They are frame bridging, frame amplification, frame extention and frame transformation. Meanwhile, based on the correlation analysis, the alignment of the frame shows a negative significance which indicates the existence of a diagnostic frame."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdul Halim Sani
"Tesis ini membahas tentang Kapital Sosial dalam Organisasi Pelayanan; Studi Atas Pelayanan Sosial Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kapital sosial dalam KPAI kurang berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan, kapital sosial belum mampu membuat kinerja organisasi yang baik, sehingga pelayanan berjalan lambat. Namun dengan itu semua, keberadaan KPAI mulai dipertimbangkan secara politis dalam tingkatan nasional. Sedangkan fungsi kapital sosial dalam pelayanan sosial KPAI membantu proses perlindungan anak seperti, konseling, advokasi kebijakan agar ramah anak dan advokasi terhadap klien dalam meghadapi kasusnya melalui mitra KPAI.

This thesis discusses Social Capital in Social Organization; Study About Social Service of Indonesian Children Protection Council, by using a descriptive qualitative approach. The result of this research show that social capital in KPAI is not going well. It is because social capital in this institution less power to influence a good organization performance, then make the service going slowly. Nevertheles, the existence of KPAI began to be taken into account in national political arena. Beside of this, the function of social capital in social service of KPAI help the children protection process counseling, such as public policy advocay to be child-friendly policy and clients advocacy to face their cases through KPAI partner."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35559
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>