Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185193 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Argi Arafat
"Studi ini menjelaskan tentang Benteng Vredeburg dan Keraton sebagai representasi dan relasi kuasa yang berada di daerah Yogyakarta pada abad ke XVIII – XX Masehi dengan menerapkan teori Michel Foucault tentang kuasa (power). Dalam konsep kuasa terdapat representasi kuasa, relasi kuasa dan panoptikon. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui representasi dan relasi kuasa dapat ditimbulkan dari suatu kebudayaan, lalu mengetahui bagaimana cara kerja benteng Vredeburg sebagai panoptikon dalam kaitannya dengan representasi dan relasi kuasa kolonial Belanda dan Kesultanan di Yogyakarta. Metode yang digunakan pada penelitian ini berasal dari oleh K.R Dark, bahwa dalam penelitian arkeologi setiap benda harus dilihat sebagai data yang memuat informasi arkeologis. Hasil dari penelitian ini adalah Kebudayaan yang terjadi akibat adanya relasi kuasa antara Kolonial Belanda dan Kesultanan direpresentasikan dengan adanya bangunan pihak Keraton Yogyakarta yang mengadaptasi arsitektur yang berasal dari orang-orang Eropa. Akibat dari relasi kuasa tersebut tidak hanya mempengaruhi pihak Keraton Yogyakarta, tapi mempengaruhi pihak Belanda juga. Berdirinya Benteng Vredeburg dan Keraton merupakan tanda dari kedua belah pihak memiliki kekuasaannya masing-masing.

This study explains the Fort Vredeburg and the Keraton as representations and power relations in the Yogyakarta area in the XVIII - XX century AD by applying Michel Foucault's theory of power. In the concept of power, there is a representation of power, power relations and panopticon. The purpose of this study is to determine the representation and power relations that can be generated from a culture, then to find out how the Vredeburg fort as a panopticon works in relation to the representation and relations of Dutch colonial power and the Sultanate in Yogyakarta. The method used in this study comes from K.R Dark, that in archaeological research every object must be seen as data that contains archaeological information. The result of this research is that the culture that occurs due to the power relation between the Dutch colonial and the Sultanate is represented by the building of the Yogyakarta Palace which adapts the architecture that comes from the European people. The result of this power relationship did not only affect the Yogyakarta Palace, but also influenced the Dutch. The establishment of Vredeburg Fort and the Keraton is a sign that both parties have their respective powers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsekal Wirabhaya
"Benteng Willem I Ambarawa merupakan bangunan militer Belanda yang dibangun pada abad 19 yang belum diteliti mengenai bentuk dan tata ruang masa lalu berdasarkan bangunan yang masih ada. Tujuan daripada penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk dan fungsi tata ruang benteng Willem I. Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data yang dilanjutkan dengan analisis keruangan pada bangunan-bangunan benteng. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa benteng Willem I merupakan benteng garnisun dengan rancang bentuk star fort Vauban dengan bastion dari tanah sebagai pertahanan dan kamuflase. Benteng ini juga memiliki berbagai fasilitas seperti barak pasukan, rumah petinggi pasukan, rumah sakit, istal kuda, gedung pertemuan, pos penjagaan, menara air, sumur, dapur, serta penjara bawah tanah. Selain itu distribusi ruang diatur berdasarkan kepangkatan serta ras dimana prajurit berpangkat rendah terletak di area luar benteng dan prajurit berpangkat tinggi terletak di area dalam benteng.

Fort Willem I Ambarawa is a Dutch military building that was built in the 19th century that has not been studied regarding the shape and layout of the past based on extant buildings. The purpose of this study is to determine the shape and function of the Willem I fortress spatial planning. The research begins with data collection, followed by spatial analysis of fortress buildings. The results of this study indicate that the fort Willem I is a garrison fortress with the design of the Vauban star fort with bastions from the ground as defense and camouflage. This fort also has various facilities such as army barracks, high ranking officer houses, hospitals, horse stalls, meeting houses, guard posts, water towers, wells, kitchens, and underground prisons. In addition, the distribution of space is regulated based on rank and race where low-ranking soldiers are located in the outer area of the fort and high-ranking soldiers are located in the inner area of the fort."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Athoillah
"Kehadiran orang orang Arab di Jawa dalam beberapa kajian disebutkan mulai terlihat pada abad XVIII sampai awal abad XIX. Sejak berdirinya Keraton Yogyakarta pada tahun 1755, beberapa orang Arab dari kalangan sayid Hadrami telah menjadi bagian dari keluarga Sultan Yogyakarta sebagai bukti hadirnya peran mereka di Keraton Yogyakarta pada abad XIX. Kajian ini membahas tentang proses dan bentuk patronase politik yang terjadi di antara kalangan Arab dengan keluarga bangsawan Jawa di Keraton Yogyakarta, khususnya pada paruh pertama abad ke 19. Ditemukan beberapa hal penting bahwa pertukaran jasa dan aliansi pernikahan antara para sayid dengan putri bangsawan Yogyakarta telah menempatkan posisi sayid sebagai elit politik dan kuatnya legitimasi keagamaan pada bangsawan Keraton Yogyakarta. Selain itu, juga ditemukan beberapa kasus bahwa para kalangan Arab juga membangun patronase politik yang justru menjadi lawan bagi Keraton Yogyakarta."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2019
959 PATRA 20:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yustina Hastrini Nurwanti
"The toponym of the kampongs Daengan and Bugisan is closely related to the history and the role of Daeng and Bugis troops in the Keraton Yogyakarta. In Javanese language, adding the ending /-an/ can follow a noun. Daengan comes the noun “Daeng” followed by/-an/.The same is true with Bugisan which comes from the noun “Bugis” followed by /-an/.This paper discusses the history of the kampongs Daengan and Bugisan. It is expected that this paper may become a historical reference for the younger generation and the society in general."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta, 2008
400 JANTRA 13:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Damaji Ratmono
"Kekayaan budaya di lndonesia berupa naskah-naskah kuno perlu dilestarikan dengan baik agar dapat digunakan oleh generasi saat ini maupun generasi yang akan datang tak terkecuali naskah kuno yang tersimpan di Museum Siginjai di Provinsi Jambi. Keberadaan naskah-naskah di Museum Siginjai merupakan warisan budaya yang mempunyai nilai-nilai luhur yang mencerminkan kehidupan masyarakat Provinsi Jambi pada masa lalu. Berdasarkan survey kondisi yang dilakukan penulis dan tim konservator bahan pustaka Perpustakaan Nasional RI, ditemukan berbagai jenis kerusakan yang menimpa naskah-naskah kuno di museum tersebut, seperti kertas yang sudah rapuh, jilidan naskah yang rusak, dan naskah yang belum terlindung dengan kotak pelindung. Untuk itu dilakukanlah teknik perbaikan terhadap naskah-naskah tersebut yaitu dengan menggunakan teknik mending atau menambal dan menyambung, teknik laminasi secara manual. teknik penjilidan, dan teknik pembuatan kotak pelindung/portepel. Dengan berbagai teknik yang dilakukan dengan tepat, efektif, dan efisien sebagian naskah-naskah di Museum Siginjai yang tadinya rusak dapat diperbaiki dan dilestarikan sehingga bermanfaat bagi generasi saat ini dan generasi yang akan datang."
Jakarta: Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi, 2017
020 VIS 19:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Febriska Fitria Mafliyanti
"ABSTRAK
Kunjungan wisatawan menuju daerah tujuan wisata didasari oleh dua hal, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Salah satu faktor pendorongnya yaitu motivasi. Motivasi memiliki 4 tipe, yaitu fisik, budaya, interpersonal, dan status. Keempat motivasi ini menjadi dasar dalam perbedaan kunjungan wisatawan di tiap-tiap atraksi yang jenis kawasannya berbeda, yaitu homogen dan heterogen. Kawasan homogen dalam penelitian ini yaitu kawasan Candi Prambanan dan kawasan heterogennya yaitu kawasan Keraton Yogyakarta. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode kuota sampling dan wawancara. Data yang diambil berupa motivasi wisatawan. Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis data, motivasi di tiap-tiap atraksi pada kawasan yang jenisnya berbeda kemudian menghasilkan perbedaan bentuk pola pergerakan di antara kedua kawasan.

ABSTRACT
Tourist arrival to the tourist destinations is based on two things, the push and pull factors. One of the push factor is tourist motivation. Tourist motivation has 4 types, physical motivation, cultural motivation, interpersonal motivation, and status motivation. These four types of motivation become the basic of the tourist arrival differences in each attraction of different types of areas, such as homogeneous and heterogeneous. The homogeneous area in this research is Candi Prambanan area and the heterogenous area in this research is Keraton Yogyakarta area. To collect the data, this research is used quota sampling along with interview method. The data that is collected is tourist motivation. Based on the data collecting and data analysist, motivation in each of attractions of different type of areas then lead to the difference in forming the tourist travel pattern between the two regions that describe tourist movement. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danie Hindrawan Soe`oed
"ABSTRAK
Pada saat jatuhnya Malaka ke tangan Portugis th 1511, Banten mengambil alih peranannya menjadi pelabuhan yang ramai dikunjungi para pedagang.dari segala penjuru dunia. Sebagai konsekuensi keramaiannya tersebut, maka banyak pihak yang tertarik untuk menaklukkan serta memilikinya. Salah satu dari mereka adalah bangsa Belanda. Berbagai macam cara digunakan bangsa Belanda untuk menaklukkan Banten, dengan maksud memperoleh hak monopoli perdagangan di Banten. 8etelah hal tersebut terkabul, ternyata keinginannya berkembang lagi, yaitu mereka ingin menaklukkan kesultanan Banten secara politis. Hal ini pun pada akhirnya berhasil. Dalam usaha mencapai tujuan ekonomis dan politis tersebut, maka dipenuhilah berbagai macam sarana untuk me_nunjang usaha penaklukan itu. Salah satu usaha mereka ialah membangun Benteng Steelwijk di Banten Berdasarkan fungsinya benteng adalah suatu tempat pertahanan yang digunakan untuk mempertahankan diri di Banten.

"
1986
S11843
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Groensmit, K. H.
Nijmegen Centrale Drukkerij 1950
928.43 L 95
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Swanberg, W.A.
New York: Charles Scribner's Sons, 1957
973.731 SWA f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Wijanarko
"Close information system becomes a barrier for people to access information about the Keraton Yogyakarta. In this open and digital era, the Tepas Tandha Yekti (a division in the system of the Keraton administration) led by GKR Hayu has made the cultural information about the Keraton open. This paper is a report about how the Keraton of Yogyakarta has brought its cultural information via an open information system through digital media Facebook. This report also presents online responses on the presence of the Faeebook account of the Keraton Yogyakarta in 2016."
Yogyakarta: BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA D.I. YOGYAKARTA, 2017
400 JANTRA 12:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>