Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 230962 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anisa Salsabilla Oktaviani
"Pendahuluan: World Health Organization (WHO) melaporkan ratusan juta jiwa di seluruh dunia terinfeksi malaria setiap tahunnya. Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu Provinsi di Indonesia dengan prevalensi malaria tertinggi. Di daerah endemis, malaria menjadi salah satu penyebab utama demam pada anak. Namun, hingga saat ini penelitian di Indonesia mengenai infeksi malaria dan hubungannya dengan demam belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara demam dan riwayat demam dengan infeksi malaria pada kelompok usia anak sekolah dasar di Nusa Tenggara Timur.
Metode: Penelitian potong-lintang ini melibatkan anak sekolah dasar, berusia 6-16 tahun pada 5 SD di Kecamatan Wewiku, NTT. Parasit malaria terdeteksi dengan mikroskop dan RT-PCR. Demam didefinisikan sebagai suhu ≥ 37,5 °C diukur saat dilakukan wawancara dengan termometer telinga. Riwayat demam didefinisikan menderita demam 1 minggu terakhir. Data dianalisis menggunakan SPSS dengan uji Chi-square dan uji lanjutan Post-Hoc untuk analisis hubungan antara infeksi malaria dengan demam atau riwayat demam. Selain itu, uji Kruskal-Wallis untuk analisis hubungan densitas parasit dengan demam atau riwayat demam.
Hasil: Di antara 348 anak sekolah dasar, ditemukan prevalensi infeksi malaria sebesar 34,8% dengan proporsi seimbang antara infeksi mikroskopik (16,4%) dan infeksi submikroskopik (18,4%). Secara keseluruhan, infeksi P. vivax (82,6%) lebih tinggi dari P. falciparum (15,7%). Proporsi demam didapatkan 4,3% dan riwayat demam 17,5%. Infeksi mikroskopik 4,6 kali lebih banyak menyebabkan demam atau riwayat demam daripada yang tidak terinfeksi (OR = 4,601; 95% CI = 2,442─8,670; p <0,01). Sebaliknya, infeksi submikroskopik lebih banyak tidak menimbulkan demam atau riwayat demam dibandingkan infeksi mikroskopik (76,6% vs 54%; p = 0,009). Pada infeksi P. falciparum, penderita dengan demam atau riwayat demam mengandung jumlah parasit lebih tinggi daripada kelompok yg tidak demam (2.499 vs 5.001 vs 77). Namun hal ini tidak berlaku pada infeksi P. vivax (242 vs 272 vs 168).
Simpulan: Densitas parasit Plasmodium yang lebih tinggi cenderung menyebabkan demam atau riwayat demam. Temuan ini mendukung riwayat demam dijadikan sebagai tambahan indikator diagnosis malaria.

Introduction: World Health Organization (WHO) reports that hundreds of millions of people worldwide are infected with malaria each year. East Nusa Tenggara is one of provinces in Indonesia with the highest prevalence of malaria. In endemic areas, malaria is one of the main causes of fever in children. However, until now research in Indonesia regarding malaria infection and its relationship with fever has not been conducted. This study aims to examine the relationship between fever and history of fever with malaria infection among school-age children in East Nusa Tenggara, Indonesia.
Methods: This cross-sectional study involved elementary school children, aged 6-16 years at 5 elementary schools in Wewiku District, NTT. Malaria parasites were detected by microscope and RT-PCR. Fever was defined as an temperature ≥ 37.5° C, measured at the time of interview with an ear thermometer. History of fever was defined as having had fever in the last 1 week by asking history taking the subject. The data were analyzed using SPSS with Chi-square test and Post-Hoc follow-up test to analyze the relationship between malaria infection and fever or a history of fever. In addition, the Kruskal-Wallis test to analyze the relationship between parasite density and fever or history of fever.
Results: Among 348 primary school children, it was found that the prevalence of malaria infection was 34.8%, with a balanced proportion between microscopic infection (16.4%) and submicroscopic infection (18.4%). Overall, the proportion of infection was higher in P. vivax (82.6%) compared to P. falciparum (15.7%). The proportion of fever was 4.3% and a history of fever was 17.5%. Microscopic infections were 4.6 times more likely to cause fever or a history of fever than those who were not infected (OR = 4.601; 95% CI = 2.442─8.670; p <0.01). In contrast, submicroscopic infections were more likely to not cause fever or history of fever than microscopic infections (76.6% vs 54%; p = 0.009). In P. falciparum infection, patients with fever or a history of fever contained a higher number of parasites than the non-fever group (2.499 vs 5.001 vs 77). However, this did not apply to P. vivax infection (242 vs 272 vs 168).
Conclusion: Higher Plasmodium parasite density were associated with higher risk of fever and history of fever. These findings support the history of fever as an additional indicator of malaria diagnosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Mawar Cita Puspita
"Pendahuluan: Malaria masih menjadi permasalah kesehatan terutama di Indonesia bagian Timur. Di daerah endemis infeksi malaria dapat terjadi secara mikroskopik dan submikroskopik. Namun sejauh ini, penelitian mengenai relevansi klinis infeksi malaria terhadap anemia di daerah endemis belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara infeksi malaria dengan anemia pada kelompok anak usia sekolah di provinsi Nusa Tenggara Timur.
Metode: Penelitian potong-lintang ini melibatkan subjek siswa sekolah dasar kelas I-V berusia 6-16 tahun dari beberapa sekolah dasar di kecamatan Wewiku Nusa Tenggara Timur. Infeksi malaria ditentukan berdasarkan pemeriksaan apus darah menggunakan Giemsa 3% dan RT-PCR. Kadar hemoglobin dinilai dengan alat HemoCue® Hb 201 portabel dan anemia ditentukan berdasarkan sistem klasifikasi WHO. Analisis hubungan antara infeksi malaria dan anemia dilakukan dengan uji Chi-square dan Mann-Whintey, sementara uji korelasi dilakukan dengan uji Spearman. Seluruh analisis data dilakukan dengan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) for Windows versi 20.
Hasil: Sebanyak 348 anak sekolah dasar terlibat dalam penelitian ini. Proporsi infeksi malaria ditemukan sebesar 34,8% terdiri dari 18,4% infeksi submikroskopik dan 16,4% infeksi mikroskopik. Infeksi malaria yang terjadi didominasi oleh P.vivax (82,6%), diikuti oleh P.falciparum (15,7%), dan mixed infections (1,7%). Sementara itu, proporsi anemia ditemukan sebesar 55,2%, mayoritas anemia yang ditemukan termasuk ke dalam kategori ringan (>11 g/dL). Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara infeksi submikroskopik dengan anemia (OR=0,809, 95% CI [0,464-1,410], p=0,454). Akan tetapi, ditemukan korelasi negatif sedang yang signifikan antara densitas parasit infeksi mikroskopik P.vivax dengan anemia (r= -0,408, p=0,005). Analisis pada infeksi P.falciparum tidak dapat dilakukan karena jumlah sampel tidak mencukupi.
Simpulan: Anemia pada wilayah studi bukan disebabkan oleh infeksi submikroskopik. Namun, infeksi mikroskopik dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dan berpotensi menjadi kontributor terhadap anemia. Dengan demikian, diperlukan pemeriksaan kadar hemoglobin pada penderita malaria mikroskopik untuk mengantisipasi kejadian anemia.

Introduction: Malaria is still a health problem, especially in eastern Indonesia. In endemic areas, malaria infection can occur microscopically and submicroscopically. However, there have not been many studies on the clinical relevance of malaria infection to anemia in endemic areas. This study aims to investigate the association between malaria infection and anemia in a group of school-age children in the province of East Nusa Tenggara.
Methods: This cross-sectional study involved the subjects of elementary school students from grade 1-4 aged 6-16 years from several elementary schools in Wewiku subdistrict, East Nusa Tenggara. Malaria infection was determined based on blood smear examination using Giemsa 3% and RT-PCR. Hemoglobin levels were assessed using a portable HemoCue® Hb 201 device and anemia was determined according to the WHO classification system. Analysis of the relationship between malaria infection and anemia was performed using the Chi-square and Mann-Whintey tests, while the correlation test was analysed with Spearman test. All data analyzes were performed with the Statistical Package for Social Sciences (SPSS) for Windows version 20.
Results: A total of 348 elementary school children were involved in this study. The proportion of malaria infections was 34.8%, consisting of 18.4% submicroscopic infections and 16.4% microscopic infections. The malaria infections were dominated by P. vivax (82.6%), followed by P. falciparum (15.7%), and mixed infections (1.7%). Meanwhile, the proportion of anemia was found to be 55.2%, the majority of anemia was in the mild category (>11 g / dL). There was no significant association between submicroscopic infection and anemia (OR = 0.809, 95% CI [0.464-1.410], p = 0.454). However, there was a significant negative correlation between parasite density of microscopic P. vivax infection and anemia (r = -0.408, p = 0.005). Analysis of P. falciparum infection cannot be performed due to insufficient sample size.
Conclusion: Anemia in the study area was not caused by submicroscopic infection. However, microscopic infection can lead to decreased hemoglobin levels and can be a potential contributor to anemia. Thus, it is necessary to check hemoglobin levels in microscopic malaria patients to anticipate the incidence of anemia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brian Santoso
"Latar Belakang: Indonesia bagian Timur memiliki beban ganda dalam infeksi parasit di negara tropis yaitu cacing usus dan malaria. Infeksi parasit tersebut secara tunggal maupun bersama-sama dapat menyebabkan kejadian anemia. Di Indonesia, kejadian anemia berhubungan dengan asupan nutrisi zat besi yang kurang dan infeksi parasit Belum diketahui bagaimana hubungan antara infeksi parasit dan anemia pada populasi anak sekolah di Kecamatan Nangapanda yang merupakan daerah ko-endemis malaria dan cacing usus.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara infeksi parasit dengan prevalensi anemia pada anak-anak sekolah dasar di Nangapanda Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh studi potong lintang dari tim peneliti Departemen Parasitologi FKUI. Populasi terjangkau adalah populasi anak sekolah di Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur berusia 6-10 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan total population sampling. Penentuan status gizi menggunakan aplikasi WHO AnthroPlus untuk anak usia 5-18 tahun. Pemeriksaan infeksi cacing usus pada tinja menggunakan pemeriksaan Katokatz. Pemeriksaan malaria menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR). Data diuji menggunakan uji chisquare dengan alternatifnya uji Fisher. Hubungan bermakna bila nilai p < 0,05.
Hasil: Didapatkan 240 subyek penelitian dengan rerata usia 8,21 tahun, rerata hemoglobin 11,92g/dL dengan proporsi anemia 53,3%. Proporsi infeksi cacing usus sebesar 24,2% dan infeksi malaria sebesar 6,7%. Hasil analisis didapatkan bemakna pada variabel jenis kelamin (p<0,001) sedangkan variabel infeksi cacing usus dan malaria didapatkan hasil tidak bermakna terhadap kadar hemoglobin dengan masing-masin nilai p=0,747 dan p=0,782.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara infeksi cacing usus dan malaria dengan tingkat keparahan anemia pada anak-anak sekolah dasar yang tinggal di daerah Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.

Background: East Region of Indonesia has double burden for parasitic infection endemic in tropical country such as soil transmitted helminths and malaria. These parasitic infections alone or together can cause anemia. In Indonesia, anemia was associated with low nutrition intake of iron and parasitic infection. However, this association was not known in the population of school children in Nangapanda Distric, Nusa Tenggara Timur Province which was ko-endemic between malaria and soil transmitted helminths.
Aim: To find the association between parasitic infection and prevalence of anemia in children who attends primary school in Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
Method: This research used secondary data from cross-sectional study conducted by FKUI Parasitology Team. Target population was children 6-10 year who attended primary school in Ende, Nusa Tenggara Timur. The sampling method was using total population sampling. The nutritional status was determined using the application of WHO AnthroPlus for children aged 5-18 years old. Soil-transmitted helminths infection was being detected by Katokatz method and malaria infection is using PCR method. Data was being analyzed with chi-square test and Fisher test as the alternative. Association is significant when p value is<0,05.
Result: Total sample is 240 subjects with mean age 8,21 years old, mean hemoglobin is 11,92 g/dL and anemic proportion is 53,3%. Soil-transmitted helminths infection proportion is 24,2% and malaria infection is 6,7%. The analytical results is significant for gender(p<0,001) and not significant for Soil-transmitted helminths infection and malaria with p=0,747 and p=0,782, respectively versus hemoglobin concentration.
Conclusion: There is no association between Soil-transmitted helmints infection and malaria with the severity of anemia in children who attends primary school and live in Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suriyani
"Latar Belakang : WHO menyatakan bahwa malaria merupakan penyebab kematian utama penyakit infeksi tropis pada anak-anak dan wanita hamil. Anemia berat merupakan komplikasi yang umum dari malaria, terutama malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Seperempat dari total penduduk di Kecamatan Nangapanda yang merupakan daerah endemis malaria adalah anak sekolah, sehingga perlu dilihat hubungan antara infeksi Plasmodium falciparum dengan anemia pada anak sekolah di kecamatan Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
Tujuan : Mengetahui hubungan antara anemia dengan infeksi Plasmodium falciparum pada anak sekolah di kecamatan Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
Desain : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan case control.
Metode : 540 whole blood anak sekolah yang telah mendapat terapi kecacingan selama 30 hari, diambil untuk pengukuran kadar haemoglobin dan pembuatan preparat malaria darah tebal dan darah tipis dengan pewarnaan Giemsa. Spesies Plasmodium dipastikan dengan menggunakan Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR).
Hasil : Tingkat infeksi Plasmodium terhadap anak sekolah di daerah endemis malaria sebesar 3,51% (koreksi dengan Real Time PCR). Terdapat 43 kasus anemia dengan kasus 41 anemia ringan dan 2 kasus anemia sedang. Dari total 41 kasus anemia ringan, infeksi Plasmodium falciparum hanya ditemukan pada 3 kasus. Dua kasus anemia sedang dan 38 kasus anemia ringan yang dialami oleh subyek ternyata bukan disebabkan oleh infeksi Plasmodium falciparum. Subyek yang terkena infeksi Plasmodium falciparum mempunyai resiko 4.6 kali untuk menjadi anemia jika dibandingkan dengan subyek yang tidak terinfeksi (OR 4.6).
Kesimpulan : Subyek yang terkena infeksi Plasmodium falciparum mempunyai resiko 4.6 kali untuk menjadi anemia jika dibandingkan dengan subyek yang tidak terinfeksi.

Background: According to the WHO, malaria is the major cause of death from tropical infections in children and pregnant women. Severe anaemia is a common complication of malaria, particularly Plasmodium falciparum malaria. One-fourth of the population of Nangapanda Subdistrict, an malaria endemic region, are school children. Therefore it is necessary to investigate the relationship between Plasmodium falciparum infection with anaemia in school children at at Nangapanda Subdistrict, Nusa Tenggara Timur.
Objective: To investigate the relationship between Plasmodium falciparum infection with anaemia in school children at Nangapanda Subdistrict, Nusa Tenggara Timur.
Study Design: This was an observational case control study.
Methods: A total of 540 whole blood samples were collected from school children receiving anthelmintic treatment for 30 days from the research team, for hemoglobin determination and preparation of thick and thin Giemsa blood smears for malaria diagnosis. Species of Plasmodium was confirmed by Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR).
Results: Infection rate of Plasmodium among school children in this malaria endemic region was 3.51%. There were 43 cases of anaemia, comprising 41 mild cases and 2 moderately severe cases. Among the 41 mild anaemia cases, Plasmodium falciparum infection was found in only 3 cases. The remaining anaemia cases (38 mild and 2 moderately severe cases) were not caused by Plasmodium falciparum infection. Subject with the infection of Plasmodium falciparum will have a 4.6 times chances to become anaemia if compared with the subject with no infection (OR 4.6).
Conclusion: Subject with the infection of Plasmodium falciparum will have a 4.6 times chances to become anaemia if compared with the subject with no infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Johanna
"ABSTRAK
Pendahuluan: Malaria merupakan masalah kesehatan global dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Namun, sampai saat ini, mekanisme imunitas terhadap malaria asimtomatik masih belum dimengerti secara jelas sehingga sistem kontrol malaria pun belum berhasil dikembangkan.Tujuan: Meneliti hubungan status malaria asimtomatik dengan konsentrasi IL-10, TNF-?, dan IFN-? pada penduduk di Kecamatan Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder dari studi ldquo.

ABSTRACT
Does treatment of intestinal helminth infections influence malaria? Background and methodology of a longitudinal study of clinical, parasitological and immunological parameters in Nangapanda, Flores, Indonesia ImmunoSPIN Study rdquo;. Data dianalisis dengan uji Mann-Whitney SPSS versi 20.0 .Hasil: Dari 116 sampel, prevalensi malaria asimtomatik sebesar 11,2 . Konsentrasi IL-10, TNF-?, dan IFN-? pada kelompok status malaria asimtomatik positif: 29,36 pg/ml; 3,20 pg/ml; dan 111,89 pg/ml; pada kelompok status malaria asimtomatik negatif: 21,74 pg/ml; 3,20 pg/ml; dan 1,60 pg/ml. Tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna antara status malaria asimtomatik dengan konsentrasi IL-10 dan TNF-? p > 0,05 , namun terdapat kecenderungan adanya perbedaan bermakna dengan konsentrasi IFN-? p = 0,051 .Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status malaria asimtomatik dengan konsentrasi IL-10 dan TNF-? pada penduduk di Kecamatan Nangapanda, Nusa Tenggara Timur, namun terdapat kecenderungan adanya hubungan bermakna dengan konsentrasi IFN-?.
Introduction Malaria is a global health problem. However, the immune mechanism of asymptomatic malaria has not been clearly understood. Thus, an effective malaria control system is still unavailable.Aim To analyze the association between asymptomatic malaria status and IL 10, TNF , and IFN concentration among residents in Nangapanda District, East Nusa Tenggara Province which is malaria endemic.Method This study uses secondary data from ldquo Does treatment of intestinal helminth infections influence malaria Background and methodology of a longitudinal study of clinical, parasitological and immunological parameters in Nangapanda, Flores, Indonesia ImmunoSPIN Study rdquo . Data were analyzed using Mann Whitney SPSS version 20.0 .Result From 116 samples, the prevalence of asymptomatic malaria was 11.2 . The IL 10, TNF , and IFN concentration on positive asymptomatic malaria residents were 29.36 pg ml 3.20 pg ml and 111.89 pg ml on negative asymptomatic malaria residents were 21.74 pg ml 3.20 pg ml and 1.60 pg ml. There were no significant differences between asymptomatic malaria status and IL 10 and TNF concentration p 0.05 , however, there was a tendency of a significant difference with IFN concentration p 0.051 .Conclusion No significant associations between asymptomatic malaria status and IL 10 and TNF concentration were found. However, there was a tendency of a significant association with IFN concentration."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
John Silwanus Kaku
"Kota Kupang adalah salah satu daerah endemis di Provinsi NTT. Insiden rate DBD di Kota Kupang selalu menjadi yang tertinggi diantara kabupaten/kota lainnya di NTT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan perilaku PSN dengan kejadian DBD. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasus kontrol, dimana kasus adalah penduduk Kota Kupang berusia >15 tahun yang menderita DBD pada bulan Januari-April 2019 dan tercatat dalam register puskesmas dan dinas kesehatan, sedangkan kontrol adalah penduduk Kota Kupang berusia >15 tahun yang tidak menderita DBD pada periode yang sama dan tinggal dalam radius 100 meter dari rumah kasus. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan perilaku PSN dengan kejadian DBD. Orang dengan pengetahuan kurang berisiko 3,03 kali untuk terkena DBD dibandingkan orang dengan pengetahuan baik (95% CI 1,934-9,821). Orang yang tidak melakukan PSN berisiko 7,65 kali dibandingkan dengan orang yang melakukan PSN (95% CI 3,436-17,033). Pemerintah perlu meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat melalui kegiatan penyuluhan yang dilakukan secara rutin oleh petugas kesehatan dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk ikut menyampaikan pesan kesehatan. Melakukan kegiatan bakti sosial membersihkan lingkungan dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Kupang City is one of the endemic areas in NTT Province. The rate of dengue incidence in Kota Kupang has always been the highest among other districts/cities in the Province. This study aims to determine the correlation between knowledge and behavior of mosquitoes nest eradication (PSN) with the incidence of DHF. This study used casecontrol design, where the case was residents of Kupang City aged >15 years-old, suffering from dengue in January-April 2019 and recorded in the register of public health centers and district health office, while controls were residents of Kupang City aged >15 yearsold, did not suffer from dengue in the same period and lived within a 100 meter radius of the case home. The results of this study state that there is a significant correlation between knowledge and behavior of mosquitoes nest eradication (PSN) with the incidence of DHF. People with less knowledge have a risk of 3,03 times for having DHF than people with good knowledge (95% CI 1,934-9,821). People who did not do PSN risk 7.65 times compared to people who did PSN (95% CI 3.436-17.033). The government needs to increase peoples knowledge and awareness through outreach activities carried out routinely by health workers and involving religious and community leaders to participate in conveying health messages. Also carrying out social service activities to cleanses the environment by involving community participation."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52781
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Nurdiantika Sari
"Malaria merupakan penyakit menular yang penyebab utamanya adalah parasite (Protozoa) dari genus Plasmodium. Masih tingginya kejadian malaria di Kab. Belu Nusa Tenggara Timur Indonesia. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis dan mengukur besarnya faktor risiko yang berhubungan terhadap kejadian malaria. Penelitian ini menggunakan desain study cross-sectional. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian mass screening & selective treatment oleh Sutanto et al pada tahun 2013 di Kabupaten Belu, NTT, Indonesia. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 1113 Subjek. Analisis menggunakan cox regression dengan tingkat kemaknaan α = 5% dan nilai confidence interval 95%. Hasil analisis multivariat dengan cox regression, menunjukkan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kab. Belu NTT yaitu umur PR 4.901 95% CI (3.093-7.766) p value 0.000, pekerjaan PR 3.838 95% CI (2.536-5.808) p value 0.000, penggunaan obat malaria PR 0.448 95% CI (0.239-0.839) p value 0.012, dan Desa. Disimpulkan bahwa umur, pekerjaan, konsumsi obat antimalaria, dan Desa merupakan faktor risiko kejadian malaria di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur Indonesia.

Malaria is an infectious disease transmitted by Protozoa of the genus Plasmodium. This study is conducted due to the high malaria incidence in Kab. Belu, East Nusa Tenggara, Indonesia, which presents itself as a public health threat. Study aims include analyzing and measuring the magnitude of the risk factors associated with malaria incidence. This study utilized a cross-sectional study design, and is part of a larger surveillance study by Sutanto et al in 2013, which conducts large-scale mass screening and selective treatment in Belu Regency, NTT, Indonesia. The number of samples included in the study were 1113 subjects, with statistical analysis using cox regression models with 5% significance level and 95% confidence interval. The results of multivariate analysis suggested that the the risk factors associated with the malaria incidence were (1) age PR 4.901 95% CI (3.093-7.766) p value 0.000, (2) occupation PR 3.838 95% CI (2.536-5.808) p value 0.000, (4) malaria drug use PR 0.448 95% CI (0.239-0.839) p value 0.012, and (4) Village. Therefore, malaria incidence in Belu District, East Nusa Tenggara Indonesia, were heavily influenced by age, occupation, consumption of antimalarial drugs, and village.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farchanny Achmad Tri Adryanto
"Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kepatuhan masyarakat menggunakan kelambu berinsektisida (LLIN?s), melalui pendekatan potong lintang (cross sectional) dengan menggunakan data sekunder hasil Survei Dasar Cakupan Penggunaan Kelambu Berinsektisida di Kabupaten Sikka Propinsi Nusa Tenggara Timur pada bulan Febuari 2009.
Hasil penelitian didapatkan, kejadian malaria dalam 3 bulan terakhir mencapai 72,4%, persentase kepatuhan menggunakan kelambu sebesar 40% dan responden yang tidak patuh menggunakan kelambu berisiko mengalami malaria sebesar 6,16 kali (95% CI: 2,149 - 17,656) dibandingkan yang patuh menggunakan kelambu setelah dikontrol oleh pendidikan, sikap dan interaksi antara pendidikan dengan penggunaan kelambu.
Disarankan agar pengelola program malaria Kementerian Kesehatan mengupayakan promosi kesehatan untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat menggunakan kelambu, kerjasama lintas sektor dan mendorong pemerintah daerah meningkatkan alokasi anggaran untuk menjamin ketersediaan kelambu. Dinas Kesehatan perlu melakukan penyuluhan sebelum distribusi kelambu dan monitoring serta evaluasi penggunaan kelambu di masyarakat.

This study aimed to determine compliance to bed nets LLIN?s relation to malariaincidence. This study analized data of Baseline Survey bed nets with insecticide in Sikka district of East Nusa Tenggara Province in February 2009.
The results of this study showed the incidence of malaria in the last three months was 72.4%, and the compliance to bednet use was 40%. Respondents who did not comply of using bed net had risk 6,2 times than responden who comply of using bed net after adjusted by education, attitude and interaction between education and the compliance to bed nets use.
It is recommended to the malaria control program Ministry of Health, to do health promotion to increase compliance to bed nets use, collaborate to other sectors and encourage local governments to increase budget allocations to ensure the availability of bed nets. District Health Office needs to conduct education before distribute bed nets and do monitoring and evaluation of the compliance to bed nets use.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T31110
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Stanley
"Ascaris lumbricoides merupakan salah satu cacing gelang penyebab infeksi terbanyak di dunia. Cacing ini biasanya banyak ditemukan pada wilayah dengan suhu yang tinggi serta di tempat dimana di suatu komunitas tidak terdapat kebersihan dan sanitasi yang baik. Sekitar 1.2 miliar orang di dunia tercatat terinfeksi cacing A. lumbricoides dengan insiden sekitar 60.000 - 140.000 kasus per tahun. Data diambil dari 185 peserta dari wilayah Ende, Nusa Tenggara Timur. Peserta yang diikutsertakan merupakan anak - anak dengan umur 5 - 17 tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai apakah terdapat telur dari cacing A. lumbricoides sebagai penanda infeksi dan hubungannya dengan indeks massa tubuh peserta yang terinfeksi. Penilaian keberadaan telur dilakukan dengan menggunakan teknik RT-PCR dan setelah itu data dianalisa menggunakan chi-square serta unpaired t-test. Dari total 185 peserta, sebanyak 53 peserta ditemukan terinfeksi cacing A. lumbricoides. Namun, tidak ditemukan hubungan antara infeksi cacing dengan rendahnya indeks masa tubuh peserta. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ascariasis dengan indeks massa tubuh yang rendah pada anak - anak di wilayah Ende, Nusa Tenggara Timur. Namun, karena penelitian ini merupakan studi cross-sectional, penelitian ini tidak dapat menyimpulkan apabila peserta penelitian sudah memiliki indeks massa tubuh yang rendah sebelum terjadi infeksi cacing A. lumbricoides. Oleh karena itu, studi cohort pada topic ini tetap menarik untuk terus dilakukan investigasi lebih lanjut.

Ascaris lumbricoides infection is one of the most common roundworm helminth infections worldwide. It has been shown that ascariasis may lead to impaired growth and wasting in children, especially children living in rural area. This study aimed to assess the relationship between ascariasis and body mass index (BMI)-for-age in school-aged children. The data was obtained from 185 participants aged 5 – 17 years old in Ende District, East Nusa Tenggara. The presence of A. lumbricoides eggs was detected in stool by using real time PCR.The nutritional status of the participants was assessed by calculating the body mass index for age z-score (BAZ). From 185 participants, it was found that there were 28.65% of the participants who were infected with A. lumbricoides and 50.81% were found to have low BAZ score. No significant association was found between A. lumbricoides infection and nutritional status based BAZ (OR=1.23, 95%CI=0.65-2.32, p > 0.05). In addition, there was no relationship between ascariasis and BAZ with gender or age of participants. This research shows that there was no significant relationship between ascariasis and lower BAZ in children living in Ende, East Nusa Tenggara. Further study should consider other factors which could lead to the high prevalence of low BAZ in this population so that consider other factors such as coinfections, previous nutritional status. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy William
"Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi dengan angka kekurangan nutrisi pada anak balita yang cukup tinggi. Kekurangan nutrisi merupakan penyebab mortalitas utama pada anak balita, yang dapat disebabkan oleh infeksi. Indonesia merupakan negara yang endemis terhadap soil transmitted helminth (STH) yang mencakup Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa infeksi STH dapat menyebabkan kekurangan nutrisi pada anak. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh infeksi STH terhadap kekurangan nutrisi pada anak balita di kecamatan Nangapanda, NTT yang diukur dengan weight-for-age z-score (WAZ), height-for-age z-score (HAZ), dan weight-for-height z-score (WHZ).
Penelitian menggunakan desain cross-sectional dengan 98 subjek anak balita di Kecamatan Nangapanda yang berasal dari random sampling. Status WAZ, HAZ, dan WHZ diperoleh dari pengukuran antropometri, sementara status infeksi STH ditentukan melalui metode Kato-Katz untuk menemukan telur cacing di tinja. Hubungan antara infeksi STH dan kekurangan nutrisi pada anak balita dianalisis dengan chi-square, dan dilakukan analisis regresi logistik untuk mencari pengaruh faktor lain seperti usia anak balita, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan ibu. Dari 98 anak balita, sebanyak 58 di antaranya terinfeksi STH.
Sementara itu, ditemukan bahwa 27,6% anak balita memiliki WAZ <-2, 40,9% memiliki HAZ <-2, dan 10,2% memiliki WHZ <-2. Meskipun begitu, hasil analisis menunjukkan bahwa status infeksi STH tidak berhubungan secara bermakna dengan status gizi buruk pada anak balita, baik menurut WAZ (p = 0,997), HAZ (p = 0,244), maupun WHZ (p = 1,000). Analisis multivariat juga menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan faktor lainnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa infeksi STH tidak mempengaruhi kekurangan nutrisi pada anak balita di NTT, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.

East Nusa Tenggara Province had one of the highest rate of undernutrition in under-five children in Indonesia. Undernutrition contributes to a high proportion of mortality in under-five children, which can be caused by infection. Indonesia is endemic for soil-transmitted helminth (STH) infection, which can be caused by Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura¸ and hookworm. Several studies have shown that STH infections can cause malnutrition in under-five children. Therefore, this research aims to investigate the association between STH infection and undernutrition in under-five children measured by weight-for-age z-score (WAZ), height-for-age z-score (HAZ), and weight-for-height z-score (WHZ).
This is a cross-sectional study involving 98 under-five children which is recruited using random sampling from Nangapanda Sub-District, East Nusa Tenggara. WAZ, HAZ, and WHZ status is determined from anthropometry, while STH infections are determined by Kato-Katz method to find the helminth eggs. Chi-square analysis is performed to find the association between STH infection and nutritional status in under-five children, and logistic regression is also performed to find other potential factors such as age, gender, and mother?s education. Of the 98 children recruited, 58 had STH infections.
This study also found that 27,6% of the children had WAZ <-2, 40,9% had HAZ <-2, and 10,2% had WHZ <-2. However, chi-square analysis showed that there are no significant association between STH infection and undernutrition in under-five children of Nangapanda measured by WAZ (p = 0,997), HAZ (p = 0,244),and WHZ (p = 1,000). Multivariate analysis also showed that other factors in this study are not significant. Therefore, this research showed that STH infection are not the main cause of undernutrition in children of East Nusa Tenggara, and further research are warranted to determine other factors which may cause the problem.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>