Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185369 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fatimah Sania Baagil
"Latar Belakang: Pada klasifikasi periodontitis menurut AAP tahun 2017 periodontitis dilihat dari stage yaitu berdasarkan tingkat keparahan dan kompleksitas, dan juga grade berdasarkan progresivitas dari periodontitis tersebut. Setiap stage dan grade memiliki rencana perawatan yang berbeda. Dalam pemutusan grade terdapat modifying factor yang dapat mempengaruhi diagnosis pasien. Pada penulisan rekam medik setiap gigi diberikan prognosis yang sesuai kondisi gigi. Tujuan: Melihat distribusi frekuensi rencana perawatan yang diberikan pada pasien yang berdiagnosis periodontitis stage III dan IV dengan atau tanpa modifying factor di RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2017 hingga 2020. Metode: Menggunakan pendekatan deskriptif analitik cross sectional untuk distribusi penyakit periodontitis stage III dan IV. Subjek yang sudah sesuai dengan kriteria eksklusi dan inklusi diolah menggunakan SPSS. Hasil: Jumlah subjek penelitian yang berdiagnosis periodontitis stage III lebih tinggi dibandingkan stage IV. Frekuensi grade tertinggi pada periodontitis stage III dan IV adalah grade B. Didapatkan bahwa untuk periodontitis stage III dan IV persentase tertinggi untuk rencana perawatan adalah DHE dan Scaling and Root Planning (SRP) dengan 100% subjek memilki rencana perawatan tersebut. Pasien periodontitis stage III yang memilki rencana perawatan ekstraksi adalah sebesar 24,2% dari jumlah subjek. Sedangkan pada periodontitis stage IV terdapat sebesar 56,3%. Kesimpulan: Prognosis yang diberikan pada pasien sangat mempengaruhi pemilihan rencana perawatan yang akan diberikan dokter ke pasien tersebut. Prevalensi periodontitis berhubungan positif dengan bertambahnya usia dan dapat terjadi lebih tinggi pada laki-laki

Background: Based on The 2017 AAP Classification of Periodontal and Peri-Implant Diseases and Conditions, periodontitis is characterized by a multidimensional staging system, which classify the severity and extent of a patient’s disease based on the measureable amount of destroyed and/or damaged tissue as a result of periodontitis and specific factors that may attribute to the complexity of long-term case management, and grading systemthat aims to indicate the rate of periodontitis progression, responsiveness to standard therapy, and potential impact on systemic health. In writing medical record, each tooth was given a prognosis according to the condition of the tooth. Objective: This study aims to determine the distribution and frequency of the treatment plan given to patients diagnosed with stage III and IV periodontitis with or without modifying factors in RSKGM FKG UI in 2017-2020 period. Method: The type of method used is the cross-sectional analytic descriptive study to determine the distribution and frequency of the treatment plan given to patients diagnosed with stage III and IV periodontitis with or without modifying factors in RSKGM FKG UI in 2017-2020 period. Result: There are more patients diagnosed with stage III periodontitis compared to the stage IV periodontitis ones. Grade with the highest frequency found in the stage III and stage IV patients are grade B. Dental Health Education (DHE) with Scaling and Root Planning (SRP) are the treatment plans with the highest frequency (100%). Extraction is also one of the treatment plan chosen for stage III (24,2%) and stage IV (56,3%) periodontitis patients"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aysha Azzahra Bachmimsyah
"Latar Belakang: Prevalansi penyakit periodontitis di Indonesia tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan berbagai penyakit gigi dan mulut lainnya. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, prevalansi periodontitis prevalansinya mencapai 74,1% pada tahun 2018. Beban ekonomi dari biaya perawatan periodontitis mencapai hingga 812 milyar rupiah secara global. Negara lain seperti negara Eropa dan Malaysia telah memiliki analisis biaya perawatan periodontitis yang dibutuhkan untuk menanggulangi prevalansi periodontitis. Peneliti tertarik untuk melakukan analisis biaya perawatan periodontitis stage I-IV pada penelitian ini dikarenakan Indonesia sendiri belum memiliki data tersebut. Tujuan: Untuk mendapatkan perkiraan biaya perawatan periodontitis yang dihitung berdasarkan perubahan status periodontal (Indeks Plak (IP), Papillary Bleeding Index (PBI), Indeks Kalkulus (IK)) setelah perawatan. Metode: Dari 210 rekam medik yang diambil dari Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI periode April 2020 - Juli 2022, terdapat 64 rekam medik yang dianalisis. Pendekatan deskriptif dan observasional analitik dibuat dan diolah dengan analisis univariat dan bivariat dengan SPSS 26.0. Dilakukan pengambilan data diantaranya adalah biaya perawatan periodontitis dan perubahan skor status periodontal pada variabel IP, PBI, dan IK. Hasil: Biaya perawatan periodontitis stage I-IV berhasil diperoleh, namun biaya perawatan tersebut tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan perubahan variabel IP, PBI, dan IK. Perubahan variabel IP, PBI, dan IK juga tidak memiliki hubungan signifikan dengan jumlah kunjungan. Kesimpulan: Didapatkan analisis biaya perawatan berdasarkan stage I-IV dan sekuens perawatan, serta hasil analisis hubungan antara biaya perawatan dengan perubahan variabel IP, PBI, dan IK dan jumlah kunjungan.

Background: The prevalence of periodontitis in Indonesia is relatively higher compared to various other oral and dental diseases. According to data from the Ministry of Health, the prevalence of periodontitis reached 74.1% in 2018. The economic burden of periodontitis treatment globally amounted to 812 billion rupiah. Other countries, such as those in Europe and Malaysia, have conducted cost analyses of periodontitis treatment to solve its prevalence. Authors of this study are interested in conducting a cost analysis of periodontitis treatment stages I-IV in this study since Indonesia itself lacks such data. Objective: To estimate the cost of periodontitis treatment calculated based on changes in periodontal status (Plaque Index (PI), Papillary Bleeding Index (PBI) and Calculus Index (CI)) after treatment and number of visits. Method: Out of 210 medical records collected from the Periodontology Clinic at Dental and Oral Health Hospital (RSKGM) of Dentistry University of Indonesia during the period of April 2020 to July 2022, 64 medical records were analyzed. A descriptive and analytical observational approach was employed and processed using univariate and bivariate analysis with SPSS 26.0. Data collection included the cost of periodontitis treatment and changes in periodontal status scores for the PI, PBI and CI variables. Results: The cost of periodontitis treatment stages I-IV was successfully obtained; however, these treatment costs did not show a significant relationship with changes in variables PI, PBI and CI. Neither that the changes of PI, \PBI and CI showed a significant relationship with number of visits. Conclusion: An analysis of treatment costs based on stages I-IV and treatment sequences was obtained, along with the results of the analysis of the relationship between treatment costs and changes in variables PI, PBI and CI and number of visits."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salzabilla Wahyu Putri
"Latar Belakang: Periodontitis adalah penyakit yang memengaruhi jaringan pendukung gigi seperti kerusakan tulang alveolar, dan diderita oleh sebagian besar populasi manusia di dunia. Periodontitis terbagi menjadi periodontitis terlokalisasi dan periodontitis menyeluruh. Dalam menentukan diagnosis penyakit periodontitis diperlukan pemeriksaan radiografis untuk mengevaluasi perubahan tinggi tulang, terutama pada tulang alveolar. Radiograf panoramik dapat digunakan dalam pemeriksaan full-mouth dengan paparan radiasi yang lebih sedikit.
Tujuan: Memperoleh nilai rata-rata persentase sisa tinggi tulang alveolar gigi molar mandibular pasien periodontitis menyeluruh usia 26-50 tahun pada radiograf panoramik.
Metode: Pengukuran persentase sisa tinggi tulang alveolar pada 45 sampel radiograf panoramik konvensional dan digital usia 26-50 tahun di RSKGM FKG UI.
Hasil: Persentase sisa tinggi tulang alveolar pada pasien penyakit periodontitis menyeluruh dengan rentang usia 26-50 tahun sebesar 75,2% ± 10,2%. Persentase sisa tinggi tulang alveolar pada gigi molar 1 rahang bawah sebesar 72,2% ± 8,4% di permukaan mesial dan 76,4% ± 8,0% di permukaan distal, serta pada gigi molar 2 rahang bawah sebesar 76,8% ± 8,5% di permukaan mesial dan 76,5% ± 12% di permukaan distal. Rata-rata persentase permukaan mesial sebesar 73,9% dan persentase sisa tulang distal sebesar 76,5%.
Kesimpulan: Persentase kehilangan tulang pada permukaan mesial gigi molar 1 dan 2 penderita periodontitis sedang/parah pada usia 26-50 tahun lebih tinggi daripada permukaan distal.

Background: Periodontitis is a disease that affects the supporting tissue of the teeth such as alveolar bone decay and affects most of human population in the world. Periodontitis is classified into localized periodontitis and generalized periodontitis. In diagnosing periodontitis disease, radiographic examination is needed to evaluate the changes in bone height, especially in alveolar bone. Panoramic radiograph can be used in full-mouth examination with less radiation exposure.
Objective: To obtain average percentage of remaining alveolar bone of mandibular molars in generalized periodontitis patients aged 26-50 years on panoramic radiograph.
Methods: Measuring the percentage of remaining alveolar bone in 45 conventional and digital panoramic radiograph samples aged 26-50 years at RSKGM FKG UI.
Result: The percentage of remaining alveolar bone in patients with generalized periodontitis aged 26-50 years was 75.2% ± 10.2%. The percentage of remaining alveolar present in mandibular 1st molar was 72.2% ± 8.4% on the mesial surface and 76.4% ± 8.0% on distal surface, and in mandibular 2nd molar it was 76.4% ± 8.0% on mesial surface and 76.5 ± 12% on distal surface. The average percentage on mesial surface was 73.9% and the percentage of the remaining distal bone was 76.5%.
Conclusion: The percentage of bone loss on mesial surface of 1st and 2nd molars in patients with moderate/severe periodontitis aged 26-50 years was higher than on the distal surface.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Hanna Suherman
"Latar Belakang: Informasi radiografis mengenai kehilangan tulang berperan penting dalam penentuan diagnosis, rencana perawatan, dan prognosis periodontitis. Pengklasifikasian diagnosis periodontitis berdasarkan AAP 2017 mencakup komponen kehilangan perkelatan klinis dan persentase kehilangan tulang radiografis yang menghasilkan diagnosis periodontitis berdasarkan tingkat keparahan. Tujuan: Melihat tingkat kesesuaian diagnosis radiografis berdasarkan persentase kehilangan tulang dengan diagnosis klinis berdasarkan kehilangan perlekatan. Metode: Menggunakan studi potong lintang menggunakan 70 sampel komponen data kehilangan perlekatan klinis rekam medis dan radiograf intraoral sisi proksimal sampel gigi dengan diagnosis dan kerusakan terparah dari pasien periodontitis kronis di RSKGM FKG UI. Perhitungan kerusakan menggunakan persentase kehilangan tulang dengan mengukur jarak CEJ ke defek tulang terparah dan jarak CEJ ke ujung apeks gigi. Hasil: Uji komparatif Wilcoxon menunjukkan terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara diagnosis klinis dan radiografis berdasarkan klasifikasi AAP 2017 mengenai periodontitis dengan nilai p=0,003. Sebanyak 64,3% sampel memiliki kesesuaian diagnosis klinis dan radiografis, 27,1% sampel memiliki diagnosis radiografis < klinis, dan 8,6% sampel memiliki diagnosis radiografis > klinis. Kesimpulan: Diperlukan dua alat diagnostik untuk menentukan tingkat keparahan periodontitis, yaitu secara klinis dan diikuti dengan pemeriksaan radiografis untuk menutupi limitasi dari masing-masing jenis pemeriksaan. Berdasarkan kesesuaian diagnosis yang signifikan, radiograf periapikal dapat digunakan untuk membantu diagnosis periodontitis.

Background: Radiographic information regarding bone loss plays an important role in determining periodontitis diagnosis. The AAP 2017 classification of periodontitis diagnosis uses CAL and the RBL that would result in a periodontitis diagnosis based on the severity and disease progression. Objectives: The study was aimed to compare the diagnosis based on a percentage of RBL and clinical diagnosis based on CAL. Methods: The cross-sectional study was conducted on 70 samples using CAL and percentage of RBL in proximal sites. Radiographic assessment was done by calculating the distance from CEJ to proximal bone defects and from CEJ to root tip. Result: The result of the Wilcoxon comparative test showed a statistically significant difference between clinical and radiographic diagnosis based on the AAP 2017 classification with p-value=0.003. The result showed that 64,3% had clinical diagnosis = radiographic diagnosis, 27,1% had a radiographic diagnosis < clinical diagnosis, and 8,6% had a radiographic diagnosis > clinical diagnosis. Conclusion: Two diagnostic tools are needed to determine the severity of periodontitis, clinically and followed by a radiographic examination to cover the limitations of each examination. Based on the significant accuracy of the diagnosis, the periapical radiograph can be used to assist in the periodontitis diagnosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Labiyan Asri Laili
"Latar Belakang: Kehilangan gigi merupakan masalah yang sering ditemukan pada lanjut usia (lansia) dan berdampak buruk pada sistem fungsional, struktur anatomi, estetika, emosional, dan sosial. Dokter gigi perlu merekomendasikan perawatan prostodontik untuk merehabilitasi kondisi tersebut, namun kebutuhan perawatan gigi tiruan dikalangan lansia masih sangat terbatas. Dalam kebutuhan perawatan, keadaan sosiodemografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan) dan jumlah kehilangan gigi dapat memengaruhi prosesnya. Tujuan: Mengetahui gambaran dan menganalisis hubungan kebutuhan perawatan prostodontik pada pasien lansia berdasarkan keadaan sosiodemografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan) dan jumlah kehilangan gigi. Metode: Studi analitik observasional dengan desain cross sectional dan menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien baru yang datang pada bulan Januari – November 2022. Rekam medik yang digunakan adalah rekam medik konvensional dan digital dengan dengan teknik pengambilan consecutive sampling. Hasil Penelitian: Distribusi frekuensi kebutuhan perawatan prostodontik didominasi oleh kelompok usia 60-69 tahun (56.9%), perempuan (58.8%), tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (PT) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) (39.2%), jumlah kehilangan gigi sebanyak gigi (74.5%), dan jenis perawatan yang paling banyak dibutuhkan yaitu Gigi Tiruan Lengkap (GTL) (54.9%). Uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara jumlah kehilangan gigi dengan kebutuhan perawatan Gigi Tiruan Jembatan (GTJ), Gigi Tiruan Sebagian (GTS), dan GTL (p=0.000) serta terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kebutuhan perawatan GTL (p=0.017). Namun, tidak terdapat hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan kebutuhan perawatan GTJ, GTS, dan GTL (p 0.05). Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan kebutuhan perawatan prostodontik dengan tingkat pendidikan dan jumlah kehilangan gigi pada pasien lansia di RSKGM FKG UI.

Background: Tooth loss is a problem that is often found in the elderly and has a negative impact on functional systems, anatomical structures, aesthetics, emotional and social. The dentists will recommend prosthodontic treatment to rehabilitate this condition, but the need for denture treatment among the elderly is still limited. In terms of treatment needs, sociodemographic (age, gender, level of education) and the number of missing teeth can influence the process. Objective: Knowing the description and analyzing the relationship between the need for prosthodontic treatment in elderly patients based on sociodemographic conditions (age, gender, level of education) and the number of missing teeth. Methods: Observational analytic study with cross-sectional design and using secondary data from the medical records of new patients who arrived in January – November 2022. The medical records used were conventional and digital medical records with consecutive sampling technique. Result: The frequency distribution of the need for prosthodontic treatment was dominated by the age group 60-69 years (56.9%), women (58.8%), higher education level and senior high school (39.2%), the number of missing teeth was >6 teeth (74.5%), and the type of treatment most needed is complete denture (54.9%). The chi-square test showed that there is a relationship between the number of missing teeth and the need for fixed partial denture, removable partial denture, and complete denture treatment (p=0.000) and there is a relationship between education level and complete denture treatment needs (p=0.017). However, there is no relationship between age and gender with the need for fixed partial denture, removable partial denture, and complete denture treatment (p 0.05). Conclusion: This study shows that there is a relationship between prosthodontic treatment need with education level and the number of missing teeth in elderly patients at RSKGM FKG UI. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nurul Aziziah
"Latar belakang: Periodontitis kronis merupakan jenis penyakit periodontal yang umum ditemukan pada orang dewasa, dengan prevalensi mencapai angka 74,1% di Indonesia menurut Riskesdas 2018. Tantangan utama pada perawatan periodontitis adalah waktu dan ketepatan dari diagnosis. Periodontitis kronis tidak menyebabkan timbulnya rasa sakit, sehingga pasien sering tidak mencari perawatan untuk penyakit tersebut. Menurut penelitian Grover et al. (2013), keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang datang untuk perawatan gigi dan mulut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal, berkaitan dengan estetik, serta berkaitan dengan kegawatdaruratan pada gigi dan mulut. Melalui penelusuran berbagai penelitian, ditemukan berbagai macam keluhan utama pada pasien dengan periodontitis kronis dengan proporsi yang berbeda-beda, dan belum pernah dilakukan studi serupa di Indonesia.
Tujuan: Mendapatkan distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deksriptif untuk distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang didapat dari data sekunder berupa 588 rekam medis RSKGM FKG UI dalam rentang tahun kunjungan 2016 - 2018. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat menggunakan SPSS untuk menggambarkan distribusi.
Hasil: Secara umum, keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang paling sering ditemukan adalah keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal (39,8%), diikuti dengan keluhan utama yang berkaitan dengan estetik (39,1%), dan keluhan utama yang berkaitan dengan kegawatdaruratan pada gigi dan mulut (0,9%). Ditemukan kelompok keluhan utama lainnya sebesar 20,2% yang sebagian besar meliputi rujukan (6,8%) dan sakit gigi (5,6%). Pada jenis kelamin laki-laki, keluhan utama yang paling sering ditemukan adalah yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal (20,2%), sedangkan pada jenis kelamin perempuan adalah keluhan yang berkaitan dengan estetik (21,6%). Pada kelompok usia remaja awal, lansia awal, dan lansia akhir, paling sering ditemukan keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal, dan pada kelompok usia remaja akhir, dewasa awal, dan dewasa akhir, paling sering ditemukan keluhan utama yang berkaitan dengan estetik.
Kesimpulan: Terdapat gambaran distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Keluhan berkaitan dengan gejala penyakit periodontal paling sering ditemukan pada laki-laki, serta pada kelompok usia remaja awal dan lansia, sedangkan keluhan berkaitan dengan estetik paling sering ditemukan pada perempuan, serta pada kelompok usia remaja akhir dan dewasa. Keluhan berkaitan dengan kegawatdaruratan ditemukan di beberapa kelompok usia dan kedua jenis kelamin.

Background: Chronic periodontitis is one of the common periodontal diseases found on adults. The prevalence of chronic periodontitis in Indonesia is 74,1% according to Indonesian Health Survey 2018. The main challenge on treating chronic periodontitis is a proper time of diagnosis. Chronic periodontitis is a painless disease and is often undiagnosed until it has reached moderate to advanced stage, and many patients rarely seek care. A research by Grover et al. describes the common chief complaint in chronic periodontitis patients based on three major groups; periodontitis symptoms related, esthetic related, and dental emergency related. Other researches describe different distribution on patients’ chief complaints, and currently there are no similar research in Indonesia.
Objectives: To describe the distribution of chief complaints in patients with chronic periodontitis in RSKGM FKG UI.
Methods: A descriptive study using secondary data from 588 periodontal medical records of chronic periodontitis subjects in RSKGM FKG UI throughout 2016 - 2018.
Result: The highest distribution of chief complaint found in patients with chronic periodontitis is periodontitis symptoms related (39,8%), followed by esthetic related (39,1%), and dental emergency (0,9%). Patients with other chief complaints (20,2%) found mainly came through referral (6,8%) and pain (5,6%). In male, the common chief complaint found is periodontitis symptoms related (20,2%), while in female is esthetic related (21,6%). According to age, periodontitis symptoms related complaints were mainly found in early adolescents and elderly, while esthetic related complaints were mainly found in late adolescents and adults.
Conclusion: There are different distributions of chief complaint in patients with chronic periodontitis according to gender and age. Periodontitis symptoms related complaints were mainly found in males, and found in early adolescents or elderly. Esthetic related complaints were mainly found in females, and found in late adolescents and adult. Dental emergency related complaints were found in various age group and both genders equally.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Halim
"Latar belakang. Periodontitis memiliki angka prevalensi yang tinggi diberbagai populasi dunia termasuk salah satunya Indonesia. Penyakit ini menyebabkan kehilangan jaringan penyangga gigi pada penderita. Salah satu parameter dalam mengetahui tingkat keparahan penyakit yakni melalui pengukuran clinical attachment loss (CAL). Berbagai faktor risiko berperan dalam inisiasi dan progresivitas penyakit periodontal. Penelitian terdahulu menunjukkan variasi distribusi CAL berdasarkan faktor risiko. Studi mengenai distribusi CAL pada pasien periodontitis dilakukan sebagai acuan dalam mengidentifikasi faktor risiko yang berpengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit. Tujuan. Memperoleh distribusi CAL pada penderita periodontitis di RSKGM FKG UI tahun 2018–2020 beserta faktor risiko yang mempengaruhinya. Metode penelitian. Penelitian deskriptif dengan desain studi potong-lintang menggunakan data sekunder dari rekam medis RSKGM FKG UI tahun 2018–2020 yang memenuhi kriteria inklusi, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling. Hasil penelitian. CAL yang paling umum ditemukan termasuk dalam kategori parah (80%), proporsi terbesar terdapat di regio posterior rahang atas (15,36%). Mayoritas hasil pengukuran indeks plak baik (41,4%) dan indeks kalkulus buruk (32,9%) dengan CAL parah. Sebagian besar subjek memiliki titik kontak tidak normal (47,1%). Sejumlah 52,1% subjek tidak dipengaruhi faktor risiko malposisi dan mengalami CAL parah. Mayoritas tidak dipengaruhi faktor risiko trauma oklusi dengan 35% mengalami CAL parah, trauma oklusi terkait artikulasi merupakan faktor risiko yang paling umum ditemukan (17,9%). Distribusi subjek menunjukkan 87,1% tidak merokok; 71,4% tidak merokok dan mengalami CAL parah. Subjek penelitian mayoritas orang dewasa (92,1%); sebagian besar mengalami CAL parah (75,7%). Jenis kelamin 59,3% perempuan dan 40,7% laki-laki; 48,6% merupakan subjek perempuan dengan CAL parah. Kesimpulan. Penderita periodontitis di RSKGM FKG UI tahun 2018–2020 mayoritas mengalami CAL parah. Pengukuran indeks plak menunjukkan sub kelompok terbesar pada kategori baik dengan CAL parah dan indeks kalkulus buruk. Sebagian besar gigi yang mengalami CAL terparah pada subjek memiliki titik kontak tidak normal dan tidak terdapat malposisi. Ditemukan mayoritas tidak memiliki faktor risiko trauma oklusi. Data yang terkumpul menunjukkan sebagian besar subjek tidak merokok. Penderita periodontitis paling banyak pada kelompok usia dewasa dan berjenis kelamin perempuan.

Introduction. Periodontitis is a disease with high prevalence rate in various world populations including Indonesia. The disease causes loss of tooth–supporting tissue in patients. One of the parameters in determining the severity of the disease is through the measurement of clinical attachment loss (CAL). Various risk factors play a role in the initiation and progression of periodontal disease. Previous studies have shown variations in the distribution of CAL based on risk factors. A study on the distribution of CAL in periodontitis patients was carried out as a reference in identifying risk factors that influence the severity of the disease. Objectives. To obtain the distribution of CAL in periodontitis patients at RSKGM FKG UI in 2018–2020 along with contributing risk factors. Methods. Descriptive study with cross-sectional design using secondary data from the medical records at RSKGM FKG UI in 2018–2020 along with inclusion and exclusion criterias, sampling was carried out using consecutive sampling technique. Results. The most common CAL found was in the severe category (80%), with the largest proportion in the maxillary posterior region (15.36%). Majority of plaque index measurements were categorized good (41.4%) and calculus index mostly bad (32.9%) accompanied with severe CAL. Most of the subjects had abnormal tooth proximal contact (47.1%). A total of 52.1% of the subjects did not have tooth malposition accompanied with severe CAL. Majority were not affected by occlusal trauma with 35% having severe CAL; articulation- related occlusal trauma was the most common risk factor found (17.9%). Distribution of subjects showed that 87.1% were non-smokers; with 71.4% non-smokers having severe CAL. Subjects mostly consisted of adults (92.1%); most of them had severe CAL (75.7%). Gender proportion showed 59.3% female and 40.7% male; 48.6% were female subjects with severe CAL. Conclusion. Periodontitis patients at RSKGM FKG UI in 2018–2020 experienced severe CAL. Plaque index measurements mostly categorized good with severe CAL, along with poor calculus index. Majority of the teeth with most severe CAL in the subjects had abnormal proximal contact and no malposition. It was found that the majority had no risk factors regarding trauma from occlusion. The data collected showed that most of the subjects were non-smokers with majority of the patients being adult females."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Karina Fitriananda
"Latar Belakang:  Penyakit periodontal merupakan penyakit gigi dan mulut kedua terbanyak diderita masyarakat Indonesia. Penyakit periodontal terdiri dari gingivitis dan periodontitis. Periodontitis adalah inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik atau kelompok mikroorganisme. Dalam mendiagnosis penyakit periodontitis pada umumnya diperlukan pemeriksaan radiografis untuk melakukan evaluasi perubahan tulang alveolar, terutama perubahan tinggi tulang alveolar yang merupakan salah satu tanda adanya penyakit periodontal. Data ini diperlukan bagi tatalaksana pasien yang meliputi diagnosis, rencana perawatan, prakiraan prognosis dan observasi. Radiograf periapikal adalah “gold standard” pada pemeriksaan radiografis konvensional kasus periodontitis. Tujuan: Memperoleh nilai rata-rata penurunan tinggi tulang alveolar pada pasien penderita periodontitis kronis rentang usia 25-40 tahun secara radiografis di RSKGM FKG UI. Metode: Pengukuran penurunan tinggi tulang alveolar pada 192 sampel radiograf periapikal digital usia 25-40 tahun di RSKGM FKG UI. Hasil: Nilai rata-rata penurunan tinggi tulang alveolar pada gigi insisif sentral rahang atas permukaan mesial sebesar 5.13 ± 0.58 dan pada permukaan distal sebesar 3.82 ± 0.4. Pada gigi insisif sentral rahang bawah, nilai rata-rata penurunan tinggi tulang alveolar permukaan mesial sebesar 7.98 ± 0.6 dan pada permukaan distal 6.85 ± 0.48. Pada gigi molar 1 rahang atas, diperoleh nilai rata-rata permukaan mesial sebesar 3.73 ± 0.37 dan pada permukaan distal 4.66 ± 0.55, sedangkan pada gigi molar 1 rahang bawah permukaan mesial diperoleh nilai rata-rata 3.74 ± 0.43 dan permukaan distal sebesar 3.08 ± 0.17. Kesimpulan: Nilai rata-rata penurunan tinggi tulang alveolar pada permukaan mesial gigi insisif sentral rahang bawah kasus penyakit periodontal adalah yang tertinggi dibanding kelompok lainnya.

Background: Periodontal disease is the second most common tooth and mouth disease suffered by Indonesian society. Periodontal disease consists of gingivitis and periodontitis. Periodontitis is defined as an inflammatory disease of supporting bone tissues of teeth caused by specific microorganisms or groups of specific microorganisms. In diagnosing periodontitis, in general we need radiograph examination to evaluate changes in alveolar bone, especially changes in alveolar height which indicates the periodontal disease. This data is necessary for the management of the patient including diagnosis, treatment plan, prognosis, and observation.  Periapical is a “gold standard” on conventional radiographic examination on periodontitis cases. Objective: To obtain the average value of decreased alveolar bone height in 25-40 years old patients with chronic periodontitis at RSKGM FKG UI radiographically. Method: Measurement of decreased alveolar bone height in 192 digital periapical radiograph samples aged 25-40 years in RSKGM FKG UI. Result: The mean value of decreased alveolar bone height of maxillary central incisors on the mesial surface was 5.13 ± 0.58 and on the distal surface was 3.82 ± 0.4. On mandibular central incisors, the mean value of decreased alveolar bone height on the mesial surface was 7.98 ± 0.6 and on the distal surface was 6.85 ± 0.48. On maxillary first molars, the mean value of decreased alveolar bone height on the mesial surface was 3.73 ± 0.37 and on the distal surface was 4.66 ± 0.55. Whereas, on mandibular first molar, the mean value of decreased alveolar bone height on mesial surface was 3.74 ± 0.43 and on the distal surface was 3.08 ± 0.17. Conclusion: The average decreased in alveolar bone height on mesial surface of mandibular central incisors is the highest among other groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Mutia
"Latar Belakang: Salah satu perawatan yang dilakukan untuk penanganan pasien periodontitis kronis adalah scaling dan root planing. Setelah dilakukannya perawatan, maka tingkat perdarahan gingiva akan mengalami perubahan. Penelitian yang mengaitkan pengaruh scaling dan root planing terhadap tingkat perdarahan gingiva pada pasien periodontitis kronis di RSKGM FKG UI belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh scaling dan root planing terhadap tingkat perdarahan gingiva pasien periodontitis kronis. Metode: Penelitian dengan pendekatan analitik ini dilakukan dengan menggunakan data sebanyak 213 rekam medik yang di dapat dari data sekunder rekam medik periodonsia Klinik Integrasi RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2014-2018. Data dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon. Hasil: terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) nilai OHIS dan PBI dari subjek sebelum dan sesudah dilakukan perawatan scaling dan root planing.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian, perawatan scaling dan root planing berpengaruh terhadap tingkat kebersihan mulut dan perdarahan gingiva. Nilai OHIS dan PBI akan lebih rendah setelah dilakukan perawatan scaling dan root planing daripada sebelumnya.

Background: One of the treatments that performed for the patients with chronic periodontitis is scaling and root planing. After treatment, the level of gingival bleeding will change. Research that links the effect of scaling and root planing on the level of gingival bleeding in patients with chronic periodontitis in RSKGM FKG UI has never been done. Objective: This study aims to determine an effect of scaling and root planing on the level of gingival bleeding in patients with chronic periodontitis. Method: Analytic approach study was conducted using 213 medical records sourced from the secondary medical records of Periodontal Integration Clinic RSKGM FKG UI from 2014 to 2018 year of visit. Data were analyzed using Wilcoxon test. Result: There were significant differences (p <0.05) between OHIS and PBI values of the subjects before and after scaling and root planing treatment. Conclusion: Based on the results of the study, scaling and root planing treatment affect the level of oral hygiene and gingival bleeding. OHIS and PBI values will be lower after scaling and root planing treatments than before.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jannatul Firdaus
"Latar Belakang: Dental Aesthetic Index DAI merupakan indeks untuk melihat kebutuhan perawatan ortodonti dengan menilai komponen klinis dan estetik. Indeks ini memberikan penjelasan secara objektif mengenai kebutuhan perawatan ortodonti melalui 10 komponen penilaian.
Tujuan: Mengetahui gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DAI pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI tahun 2010 ndash; 2014.
Bahan dan Metode: Digunakan 52 pasang model studi awal pasien ortodonti. Dilakukan penilaian DAI dengan melibatkan 10 komponen. Hasil penilaian berupa skor dibagi menjadi 4 kategori. Kategori 1 yaitu tidak/sedikit dibutuhkan perawatan, kategori 2 yaitu dapat dilakukan perawatan sesuai pilihan pasien, kategori 3 yaitu sangat membutuhkan perawatan, dan kategori 4 yaitu harus dilakukan perawatan.
Hasil: Diperoleh gambaran kebutuhan perawatan ortodonti yaitu kategori 3 36,5 , kategori 4 32,7 , kategori 2 25 , dan dan kategori 1 5,8 . Gambaran permasalahan yang banyak ditemukan yaitu ketidakteraturan gigi anterior RB 96,2 dan RA 94,2 , overjet tidak normal 81 , dan hubungan molar tidak normal 76,9.
Kesimpulan: Gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DAI pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI tahun 2010-2014 sebagian besar sangat membutuhkan perawatan 36,5 . Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang datang sebagian besar adalah membutuhkan perawatan dan sesuai dengan hasil penilaian DAI pada penelitian ini.

Background: Dental Aesthetic Index is an index to see the orthodontic treatment need by assessing clinical and aesthetic component. This index objectively explains the orthodontic treatment needs based on 10 components of assessment.
Purpose: To identify the description of orthodontic treatment need based on DAI on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI in 2010 2014.
Materials and Method: 52 pairs of pre treatment orthodontic study models were used. The assessment was based on DAI by involving 10 components. Assessment results in scores and categorized into 4 category. Category 1 is no slight treatment need, category 2 is elective treatment need, category 3 is highly desirable of treatment need, and category 4 is mandatory treatment need.
Result: The description of orthodontic treatment need are, category 3 36,5 , category 4 32,7 , category 2 25 , and category 1 5,8 . The description of problems that were found are mandibular anterior irregularity 96,2 , maxillary anterior irregularity 94,2 , abnormal anterior overjet 81 , and abnormal molar relationship 76,9.
Conclusion: The orthodontic treatment need based on DAI on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI are mostly patients who need treatment as highly desirable 36,5 . This result shows that the patients who came were mostly patients who need the treatment, and in accordance with the result of DAI assessment in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>