Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192984 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pasaribu, Abigail Frida Christine Chiquita
"Beragam layanan keuangan yang memanfaatkan teknologi informasi atau Financial Technology (Fintech) telah menjadi hal yang umum di masyarakat. Salah satu jenis Fintech yang disukai masyarakat adalah Peer-to-Peer Lending (P2P Lending), yang merupakan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi. Penggunaan data pribadi milik pengguna layanan merupakan kunci dalam penyelenggaraan P2P Lending sebagai bagian dari assessment yang dilakukan Penyelenggara P2P Lending. Sudah banyak kasus dimana pihak Penyelenggara P2P Lending dianggap telah melanggar hukum dengan menyebarkan data pribadi Penerima Pinjaman yang gagal bayar dan melakukan penagihan yang tidak hanya dilakukan kepada Penerima Pinjaman atau kontak darurat yang disertakan oleh Penerima Pinjaman. Hal ini menunjukkan Penyelenggara P2P Lending tidak menjaga kerahasiaan data Penerima Pinjaman P2P Lending. Berangkat dari permasalahan tersebut, tesis ini membahas konsep kerahasiaan pribadi, perlindungan terhadap kerahasiaan data Penerima Pinjaman P2P Lending, dan kewajiban hukum Penyelenggara P2P Lending, Pembina, dan Pengawas. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan bentuk yuridis-normatif. Hasil Penelitian ini adalah secara umum, terdapat tiga unsur yang ada dalam setiap konteks kerahasiaan, yakni subjek, hak dan kewajiban, dan objek. Bentuk perlindungan terhadap kerahasiaan data pribadi Penerima Pinjaman dalam penyelengaraan P2P Lending ialah melalui perjanjian dan sistem pengamanan. Kewajiban hukum setiap pihak telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Various Financial Technology (Fintech) have become commonplace in society. One type of Fintech that the public likes is Peer-to-Peer Lending (P2P Lending). The use of personal data belonging to service users is the key in the implementation of P2P Lending as a part of the assessment conducted by the P2P Lending Operator. There have been many cases where P2P Lending Operators are deemed to have violated the law by distributing personal data of Loan Recipient who have defaulted and making bills that are not only made to Loan Recipient or emergency contacts included by the Loan Recipient. This shows that P2P Lending Operators do not maintain the confidentiality of the data of Loan Recipient. Departing from these problems, this thesis discusses the concept of personal confidentiality, protection of the confidentiality of P2P Lending Loan Recipient’s data, and legal obligations of P2P Lending Operators, Trustees, and Supervisors. This research is a qualitative study with normative-juridical form. Results of this research is in general, there are three elements that exist in every context of confidentiality, namely subjects, rights and obligations, and objects. The form of protection for the confidentiality of the loan recipient's personal data in P2P Lending is through an agreement and a security system. The legal obligations of each party are regulated in statutory regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohana Veronica
"ABSTRAK
Pesatnya perkembangan teknologi informasi telah membawa perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut mencakup aspek finansial juga, sehingga melahirkan financial technology. Karena basis teknologi finansial adalah teknologi informasi, maka penggunaan data dan informasi menjadi elemen utama industri. Untuk memaksimalkan potensinya, praktik financial technology membutuhkan penggunaan data pribadi milik pengguna produk/jasa. Mengingat sifat khusus dari data pribadi, perlindungannya harus ditegakkan secara ketat. Tidak adanya regulasi yang seragam mengenai perlindungan data pribadi dapat menimbulkan kekacauan di industri, ditandai dengan maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak terkait. Berkaitan dengan hal tersebut, tesis ini membahas tentang konsep perlindungan data pribadi, privasi, serta tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak dalam industri financial technology, khususnya mengenai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi (peer-to-peer lending). Berdasarkan penelitian yang komprehensif, ditemukan bahwa pengaturan perlindungan data pribadi oleh produk legislatif sektoral masih sangat minim dibandingkan dengan yurisdiksi lain bahkan peraturan nasional. Akibat pengaturan perlindungan yang tidak memadai, masyarakat dirugikan. Oleh karena itu, Indonesia diharapkan meningkatkan pendekatan hukumnya untuk melindungi kepentingan publik.
ABSTRACT
The rapid development of information technology has brought significant changes in various aspects of human life. These aspects include financial aspects as well, thus giving birth to financial technology. Because the basis of financial technology is information technology, the use of data and information is the main element of the industry. To maximize its potential, the practice of financial technology requires the use of personal data belonging to product/service users. Given the special nature of personal data, its protection must be strictly enforced. The absence of uniform regulations regarding the protection of personal data can lead to chaos in the industry, marked by rampant violations committed by related parties. In this regard, this thesis discusses the concept of personal data protection, privacy, as well as the responsibilities and obligations of each party in the financial technology industry, especially regarding technology-based lending and borrowing services (peer-to-peer lending). Based on comprehensive research, it was found that the regulation of personal data protection by sectoral legislative products is still very minimal compared to other jurisdictions and even national regulations. As a result of inadequate protection arrangements, the community is harmed. Therefore, Indonesia is expected to improve its legal approach to protect the public interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Faizal
"Di era teknologi informasi muncul isu terkait privasi dikarenakan kemampuan komputer untuk melakukan penyimpanan dan pengolahan data dalam jumlah yang besar. Di Indonesia perlindungan data pribadi telah diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Menteri. Akan tetapi kasus terkait perlindungan data pribadi masih terjadi tidak terkecuali dalam industri fintech peer to peer lending. Awareness, Privacy Concern, Trust, dan Risk Beliefs memiliki pengaruh terhadap niat seseorang untuk memberikan data pribadinya saat akan menggunakan suatu layanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Awareness, Privacy Concern, Trust, dan Risk Beliefs terhadap niat menggunakan layanan fintech peer to peer lending. Untuk mengetahui pengaruh Awareness, Privacy Concern, Trust, dan Risk Beliefs untuk menggunakan layanan fintech peer to peer lending, dilakukan analisis menggunakan mixed methods. Pengumpulan data kuantitatif pada penelitian ini menggunakan survei. Uji struktural penelitian ini menggunakan metode partial least square-structural equation modeling (PLS-SEM). Pengumpulan data kualitatif pada penelitian ini menggunakan penelitian terdahulu dan diolah menggunakan open coding. Hasil uji hipotesis ditemukan bahwa hanya variabel Trust mempengaruhi niat untuk menggunakan layanan. Awareness tidak memiliki pengaruh terhadap niat untuk menggunakan layanan tetapi memiliki pengaruh terhadap Privacy Concern. Privacy Concern tidak memiliki pengaruh terhadap niat untuk menggunakan layanan tetapi memiliki pengaruh terhadap Risk Beliefs. Penelitian ini memberikan rekomendasi kepada penyedia layanan fintech peer to peer lending untuk mengikuti sebuah standar keamanan. Selain penyedia layanan fintech peer to peer lending rekomendasi yang diberikan untuk regulator yiatu OJK adalah untuk membuat sebuah standar keamanan dan regulasi teknis terkait dengan persetujuan pengelolaan data pribadi

In the era of information technology issues related to privacy arise because of computer ability to store and process huge amounts of data. Personal Data Protection is governed by the laws of the Republic of Indonesia. However, there are still violation of personal data protection even in the fintech peer to peer lending industry. Awareness, Privacy Concerns, Trusts, and Risk Beliefs are said to influence ones intention to disclose personal data when using a service. This study aims to determine the effect of Awareness, Privacy Concerns, Trusts, and Risk Beliefs and intention to use fintech peer to peer lending services. To determine the effect of individual awareness of personal data protection on fintech peer to peer lending, an analysis was conducted using mixed methods. PLS-SEM data processing are used to determine factor that influences intention when using fintech peer to peer lending and open coding used to determine research implication. Only trust that have influence on the intention to use fintech peer to peer lending. Awareness does not have an influence on the intention to use fintech peer to peer lending service but awareness has an influence on Privacy Concern. Privacy Concern has no influence on intention to use fintech peer to peer lending but has influence on Risk Beliefs. This study provides recommendations to fintech peer to peer lending services to follow a security standard. In addition, recommendation given to OJK as a regulator to create a security standard and technical regulation related to the approval of collection and use of personal data in fintech peer to peer lending. Recommendations also given to fintech peer to peer lending services to use security standard so they can gain more trust."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Anifah
"Lahirnya era digital pada teknologi finansial ditandai dengan munculnya layanan keuangan berbasis teknologi yang dikenal dengan istilah Financial Technology atau fintech. Bentuk dasar fintech antara lain pembayaran (digital wallets, P2P payments), investasi (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending), pembiayaan (crowdfunding, micro-loans, credit facilities), asuransi (risk management), lintas-proses (big data analysis, predicitive modeling), infrastruktur (security). P2P lending merupakan suatu layanan yang disediakan oleh suatu perusahaan kepada masyarakat dengan tujuan pinjam meminjam uang secara online melalui website atau aplikasi yang dikelola oleh perusahaan tersebut. Dalam pelaksaaan timbul permasalahan terkait dengan perlindungan privasi dan data pribadi pengguna aplikasi dalam transaksi elektronik peer to peer lending. Hal ini dikarenakan belum adanya undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perlindungan data pribadi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekataan undang-undang, historis, dan konseptual. Guna mengantisipai hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan sebagai wasit industri keuangan telah mengeluarkan aturan pembatasan data yang dapat diakses, yakni Camera, Michrophone dan Location (CAMILAN), akan tetapi pelaksaannya masih timbul kendala terkait dengan pemberian sanksi terhadap pelanggar. Pengguna aplikasi yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, dan apabila ditemukan adanya unsur pidana, maka dapat membuat laporan polisi.

The birth of the digital era in financial technology was marked by the emergence of technology-based financial services known as Financial Technology or fintech. Basic forms of fintech include payments (digital wallets, P2P payments), investments (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending), financing (crowdfunding, micro-loans, credit facilities), insurance (risk management), cross-process (big data analysis, predictive modeling), and infrastructure (security). Peer to peer lending is a service provided by a company to the community with the aim of borrowing money online through a website or application managed by the company. In its implementation, problems arise regarding the protection of the privacy and personal data of the application users in peer to peer lending electronic transactions. This is due to the absence of laws specifically regulating the protection of personal data. This study uses the normative juridical method with a range of laws, historical, and conceptual. In order to anticipate this, the Otoritas Jasa Keuangan, as a referee in the financial industry has issued a regulation limiting data that can be accessed, namely camera, microphone and location (CAMILAN), but the implementation is still a problem related to sanctions against violators. Application users who feel disadvantaged can file a lawsuit, and if any criminal element is found, they can make a police report."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Alexandra
"Kehadiran teknologi finansial memudahkan masyarakat untuk mengakses produk dan jasa keuangan. Salah satu jenis teknologi finansial, yaitu layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI) menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi individu dan pelaku usaha kecil. Dalam LPMUBTI, pemberi pinjaman menghadapi berbagai macam risiko. Penelitian ini membahas dua permasalahan. Pertama, membahas bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI dan peraturan terkait lainnya. Kedua, membahas bagaimana implementasi perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman dan bagaimana tanggung jawab penyelenggara LPMUBTI terhadap pemberi pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian yang didapatkan adalah, berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016, Penyelenggara LPMUBTI wajib melakukan perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif dan represif tersebut mampu memberikan perlindungan secara komprehensif bagi pemberi pinjaman dari risiko gagal bayar dan memberikan perlindungan secara mendasar bagi pemberi pinjaman dari risiko kebocoran data. Dalam prakteknya, Penyelenggara juga menyediakan opsi asuransi untuk melindungi Pemberi Pinjaman dari gagal bayar. Penelitian ini memberikan dua saran untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman. Pertama, menyarankan agar dibentuk suatu badan pusat data yang mengelola dan melindungi data pribadi dan data transaksi para pengguna LPMUBTI. Kedua, menyarankan agar dibuat pengaturan hukum yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi untuk lebih melindungi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI.

Emergence of financial technology democratizes access to financial products and services. Peer to peer lending (P2P Lending), an application of financial technology, becomes an accessible alternative for individuals and small businesses in Indonesia to obtain financing. In P2P Lending, lenders may face various risks. This research examines two problems. First, it examines the legal protection for lenders in P2P Lending based on Financial Services Authority’s Regulation (POJK) no. 77/POJK.01/2016 on P2P Lending Services and other related regulations is examined. Second, it examines the implementation of legal protection for lenders and the responsibilites of P2P Lending companies to lenders. The method used in this research is juridical-normative with descriptive-analytical typology. On the regulatory problem, this research shows that, according to POJK no. 77/POJK.01/2016 and other related regulations, P2P Lending companies must implement preventive and repressive measures. These preventive and repressive measures comprehensively cover default risk and rudimentarily cover data breach risk. On the implementation problem, P2P companies have been offering insurance and provision fund to minimize lenders’ risk of loss. This research provides two suggestions to improve legal protection for lenders. First, creation of an institution that manages and protects P2P Lending participants’ personal and transactional data. Second, creation of regulations to comprehensively cover the issues of data privacy to improve the protection of lenders in P2P Lending"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felula Salma Desfealucy
"Berkembangnya peer to peer lending di Indonesia menimbulkan isu perlindungan konsumen. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana regulator dapat mengacu pada peraturan pinjam meminjam bank umum untuk mengeluarkan hukum dan peraturan perundang-undangan untuk melindungi peminjam dan pemberi pinjaman dalam industri peer to peer lending di Indonesia. Tulisan ini mengidentifikasi perbedaan hukum dan peraturan dalam kredit perbankan dengan peer to peer lending serta bagaimana peer to peer lending seharusnya dapat diatur jika mengacu pada hukum dan peraturan kredit perbankan. Pendekatan penelitian ini merupakan yuridisial-normatif dengan pendekatan kualitatif, dan menggunakan bahan sekunder serta wawancara dengan Ivan Tambunan, CEO Akseleran. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan perlindungan konsumen peer to peer lending di Indonesia fokus pada mitigasi risiko informasi teknologi dan belum mengeluarkan peraturan yang menetapkan perlindungan konsumen terhadap kredit termasuk aktivitas debt collector, kredit macet, dan mitigasi risiko kredit. Setelah mengidentifikasi perbedaan antara bank umum dan peer to peer lending, hukum dan peraturan bank umum dapat dijadikan acuan untuk industri peer to peer lending dengan batasan-batasan. Setelah melakukan perbandingan, hukum dan peraturan kredit bank yang dapat menjadi referensi untuk perlindungan hukum peer to peer lending adalah terkait dengan (i) prinsip kehati-hatian; (ii) mitigasi kredit; (iii) kebijakan kredit; dan (iv) kualitas aset yang diatur dalam pinjaman pada bank umum untuk diterapkan dalam industri peer to peer lending. Menyadari masalah ini, OJK dapat mempertimbangkan untuk merevisi atau menyusun undang-undang hukum dan peraturan untuk melindungi konsumen dalam peer to peer lending khususnya dalam aspek kredit.

Amid the rise of peer to peer lending in Indonesia, consumer protection issues in the industry has been prevalent. This undergraduate thesis aims to analyze how regulators may refer to conventional credit regulations in issuing regulations to protect borrowers and lenders in Indonesia peer to peer lending industry. It discuss on how consumer protection regulation in peer to peer lending differ with lending in conventional bank in Indonesia and how peer to peer lending should be regulated in protecting consumers by referring to conventional bank credit regulations. This is a juridicial-normative research approach by using secondary sources including an interview with the CEO of Akseleran, Ivan Tambunan. The research shows that Indonesian peer to peer lending regulation on consumer protection focuses on information system risk mitigation and have not issued regulations specifying consumer protection on credit including debt-collecting activities, credit default, and credit risk mitigation. In conclusion, after identifying the differences of peer to peer lending and conventional credit laws and regulations regarding to consumer protection, the laws and regulations that can be applicable for peer to peer lending industry are (i) prudential principle (ii) risk mitigation (iii) credit policy; and (iv) assets quality regulated under conventional loan to be applied in the peer to peer lending industry. Recognizing this issue, OJK shall work hand in hand with AFPBI as Indonesia Peer to Peer Lending Self- Regulatory Body to revise or promulgate laws and regulations to protect peer to peer lending consumer’s interest specialized in the credit aspects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kalfi Herdiansyah Tadjoedin
"Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat penggunaan internet yang tinggi menyebabkan adanya pula perputaran data pribadi yang semakin banyak tersedia di negara ini dan pula menjelma menjadi suatu komoditas yang berharga. Hal ini menjadi perhatian khusus untuk indonesia yang sedang merancang undang-undang perlindungan data pribadi untuk membentuk lembaga negara independen yang bertugas sebagai pemantau jalannya implementasi peraturan perlindungan data pribadi. Skripsi ini membahas bagaimana pengaturan dan pelaksanaan lembaga negara independen di Indonesia. Kemudian skripsi ini akan membahas bagaimana pengaturan pengawasan data pribadi mengakomodir standar kelaziman yang berkembang yang dirujuk oleh Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 2019. Skripsi ini juga akan membahas tentang bagaimana ketentuan mengenai lembaga pengawasan data pada GDPR dan APEC dapat diterapkan pada sistem hukum Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersumber dari studi kepustakaan. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa sampai saat ini belum ada hukum positif di Indonesia yang mengatur mengenai lembaga negara independen, akan tetapi suatu lembaga dapat dikatakan independen apabila paling tidak memilki dasar hukum pembentukan yang jelas, bebas dari pengaruh cabang eksekutif, dan mekanisme pemilihan lembaga diatur khusus dalam undang-undang pembentukan lembaga tersebut. Selain itu, diketahui bahwa tidak terdapat konvensi internasional yang mengatur mengenai perlindungan data pribadi sampai saat ini, maka pengaturan pengawasan perlindungan data pribadi dapat mengadopsi kepada standar yang ada Uni Eropa dan Asia Pasifik sebagai best practices. Indonesia dalam hal ini dapat menerapkan model lembaga tunggal dengan mengoptimalkan fungsi dari lembaga negara independen Komisi Informasi untuk menjalankan hak atas informasi dan perlindungan data pribadi.

Indonesia, one of the countries with a high level of internet usage causes the circulation of personal data which is increasingly availability in this country and has also turned into a valuable commodity. This is of particular concern for indonesia, which is currently drafting a personal data protection regulation itself. This research discusses how to regulate and implement Independent Data Protection Authority in Indonesia. Then this research will discuss how the regulation of personal data protection accommodates the growing prevalence standards reffered to the current Goverment Regulation No. 80 of 2019. This research will also disucss how the provisions regarding data protection on internasional institusion such as EU GDPR and APEC can be applicable for indonesia. This research uses a normative juridical method that is sourced from a literature study. In this study it was found that until now there is no regulation regarding independent authority. In addition, it is known that there are no international declaration that regulate the protection of personal data up until today, personal data regulation can adopt the existing standards of the European Union and Asia Pacific as best practices. indonesia can apply the single authority model by optimizing the function of an existing independent authority to exercise the protection of personal data protection."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Wahyu Prasetyo
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hak atas data pribadi yang diberikan oleh berbagai perusahaan yang menyelenggarakan layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi dan untuk mengetahui upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan hak atas data pribadi kepada masyarakat dalam transaksi pinjam meminjam online. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara meneelah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk menemukan fakta-fakta atau data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Objek penelitian yang dipilih yaitu perlindungan hak atas data pribadi yang dilakukan pihak penyelenggara layanan pinjam meminjam online kepada penerima pinjaman. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder dengan bahan hukum primer yang berupa data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. dan berupa peraturan perundang undangan, peraturan pemerintah, dan buku serta jurnal.

This study aims to determine the protection of the right to personal data provided by various companies that provide information technology-based lending and borrowing services and to find out the government's efforts in providing protection of the right to personal data to the public in online lending and borrowing transactions. This study uses a normative juridical method, which is an approach based on the main legal material by examining theories, concepts, legal principles and legislation related to this research. This is done to find the facts or data needed in this study. The research object chosen is the protection of the right to personal data by the providers of online lending and borrowing services to loan recipients. The data source used is secondary data with primary legal materials in the form of data obtained from library research. and in the form of laws and regulations, government regulations, and books and journals."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Nurul Anjani
"Data pribadi merupakan rangkaian informasi mengenai suatu individu dan akan terus melekat terhadapnya. Pelindungan data pribadi merupakan salah satu instrumen dalam menegakkan hak privasi suatu individu yang telah dijamin oleh Pasal 28G UUD 1945. Meskipun telah terdapat kewajiban hukum untuk melindungi, penggunaan data pribadi tidak lekang dari adanya risiko kegagalan pelindungan atau penyalahgunaan dan mengakibatkan pelanggaran hak privasi. Risiko ini pun tidak berhenti saat subjek data pribadi telah meninggal. Sebab, suatu data pribadi yang telah tersimpan tidak secara otomatis dapat terhapuskan melainkan terdapat syarat dan prosedur yang diberlakukan sebagaimana kebijakan privasi sistem elektronik dan ketentuan hukum yang berlaku. Terlebih, dampak dari pelanggaran atau kegagalan pelindungan data pribadi tersebut dapat membawa pengaruh ke pihak keluarga yang masih hidup. Namun, upaya pelindungan terhadap subjek data pribadi yang telah meninggal tidak merupakan ketentuan pokok dalam hukum pelindungan data pribadi seperti dalam GDPR atau UU PDP. Di sisi lain, PDP Prancis dan PDPA Singapura telah mengakui adanya kedudukan subjek data pribadi yang telah meninggal dan memberlakukan pelindungan terhadap subjek data pribadi yang meninggal dengan tujuan terhadap subjek data pribadi yang telah meninggal atau pihak keluarga. Oleh sebab itu, melalui metode penelitian yuridis normatif dengan metode analisis data studi komparatif Penulis melakukan analisis perbandingan negara yang telah memiliki regulasi mengenai pelindungan data pribadi atas subjek data pribadi yang telah meninggal serta terkait konsekuensi hukum yang terjadi. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa sejatinya Indonesia telah mengakui adanya ketentuan pelindungan tersebut melalui Pasal 439 KUHP dan Pasal 32 ayat (1) PM Kesehatan 24/2022. Akibatnya, diperlukan pengaturan pemberlakuan pemenuhan hak privasi dan pelindungan data pribadi terhadap subjek data pribadi yang telah meninggal secara komprehensif.

Personal data is a series of information about an individual and will remain associated with the individual. Personal data protection is one of the instruments in upholding the right to privacy of an individual that has been guaranteed by Article 28G of the 1945 Constitution. Regardless of the legal obligation to protect, the use of personal data is inevitable from the risk of failure or misuse of personal data and resulting in a violation of privacy rights. This risk does not stop even when the personal data subject is deceased. Since, personal data that has been stored in cyberspace cannot be automatically erased, there are terms and procedures that are applied as the privacy policy of the electronic system and applicable law. Moreover, the impact of a violation or failure to protect personal data can affect the family. However, the protection of deceased personal data subjects is not a fundamental provision in personal data protection, as in the GDPR or the PDP Law. On the other hand, the French PDP and Singapore PDPA have recognized the position of deceased personal data subjects and enacted the protection of deceased personal data subjects for the purpose of deceased personal data subjects or the family. Thus, through normative juridical research method with comparative study data analysis method the author conducts a comparative analysis of countries that have regulated the protection of personal data on deceased personal data subjects and related legal consequences. The outcome shows that Indonesia Regulations has recognized the existence of such protection provisions through Article 439 of the Criminal Code and Article 32 paragraph (1) MOH Regulation 24/2022. Therefore, it is necessary to comprehensively regulate the implementation of the fulfilment of the right to privacy and personal data protection for deceased personal data subjects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dante Deva Daniswara
"Munculnya fenomena perkembangan Peer-to-Peer Lending yang merupakan buah dari pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi merupakan inovasi teknologi di sektor keuangan yang membutuhkan rezim pengaturan yang dapat menjamin kepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan terhadap para pemangku kepentingan di industri tersebut. Skripsi ini bertujuan untuk meneliti kelebihan dan kekurangan rezim pengaturan Peer-to-Peer Lending di Indonesia dengan cara membandingkannya dengan rezim pengaturan di Korea Selatan. OJK sebagai pemegang kekuasaan pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan telah mengeluarkan POJK No. 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi sebagai payung hukum penyelenggaraan Peer-to-Peer Lending di Indonesia. Investor sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam industri tersebut tentu membutuhkan adanya perlindungan hukum untuk menjamin kepentingannya. Substansi dari peraturan yang telah diterbitkan OJK menjadi bahan kajian utama dalam tulisan ini. Korea Selatan menjadi negara pembanding karena memiliki peraturan khusus di tingkat undang-undang yang mengatur mengenai Peer-to-Peer Lending. Perbedaan pendekatan masing-masing negara dalam mengatur industri Peer-to-Peer Lending tentu tidak dapat dilepaskan dari politik hukum ekonomi yang dianut di masing-masing negara. Dengan demikian, tiap-tiap negara memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing dalam pengaturannya itu. Penelitian ini memberi saran untuk pihak pembuat regulasi di Indonesia agar dapat meneladani dan mencontoh langkah negara lain yang lebih memperkuat perlindungan investor.

The emergence of Peer-to-Peer Lending as a phenomenon and a clear sign of development which is the result of rapid progress in the field of information and communication technology is a technological innovation in the financial sector that requires a regulatory regime that can guarantee legal certainty and fulfill a sense of justice for stakeholders in the industry. This thesis aims to examine the advantages and disadvantages of the Peer-to-Peer Lending regulatory regime in Indonesia by comparing it with the regulatory regime in South Korea. OJK as the holder of regulatory and supervisory powers in the financial services sector has issued POJK No. 10/POJK.05/2022 concerning Information Technology-Based Co-Funding Services as a legal umbrella for Peer-to-Peer Lending in Indonesia. Investors as one of the stakeholders in the industry certainly need legal protection to guarantee their interests. The substance of the regulations issued by OJK is the main study material in this paper. South Korea is the country of comparison because it has special regulations at the level of laws governing Peer-to-Peer Lending. Differences in the approach of each country in regulating the Peer-to-Peer Lending industry cannot be separated from the economic legal politics adopted in each country. Thus, each country has its own advantages and disadvantages in this arrangement. This research provides suggestions for regulators in Indonesia to emulate and copy the steps of other countries to further strengthen investor protection."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>