Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139615 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Billy Pramatirta
"

Latar Belakang: Kolik infantil adalah suatu gangguan saluran cerna fungsional bayi

usia 0 – 5 bulan yang meliputi periode menangis yang lama serta sulit untuk
ditenangkan. Meskipun kolik infantil biasanya akan hilang dengan sendirinya, kolik
infantil menjadi sumber masalah bagi bayi, orang tua, dan petugas kesehatan.
Pengetahuan dan perilaku ibu terkait kolik infantil di Indonesia belum pernah
dilaporkan sehingga penelitian ini hendak mencari tingkat pengetahuan dan perilaku ibu
serta faktor-faktor yang berhubungan.
Tujuan: Mengetahui prevalensi kolik infantil serta tingkat pengetahuan dan perilaku
ibu terhadap kolik infantil.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasi cross-sectional analitik. Kuesioner
untuk menilai pengetahuan dan perilaku ibu terhadap kolik infantil dibagikan kepada
sampel yang dipilih secara acak. Nilai pengetahuan dan perilaku ibu kemudian
dianalisis dengan faktor demografis usia ibu, status sosioekonomi, dan jumlah anak.
Hasil: Prevalensi kolik infantil ditemukan sebesar 13,1%. Nilai median dan IQR
pengetahuan ibu terhadap kolik infantil adalah 8 (2) dari skor maksimal 12, sedangkan
nilai median dan IQR perilaku ibu terhadap kolik infantil adalah 10 (2) dari skor
maksimal 14. Nilai pengetahuan ibu ditemukan berbeda secara signifikan pada faktor
sosioekonomi. Ibu dengan status sosioekonomi atas memiliki skor pengetahuan 10 (2)
dibandingkan ibu dengan status sosioekonomi menengah dengan skor 8 (4).
Kesimpulan: Pengetahuan ibu ditemukan berbeda bermakna pada status sosioekonomi
ibu yang berbeda. Masih terdapat pengetahuan dan perilaku ibu yang belum tepat terkait
kolik infantil sehingga dapat menjadi bahan edukasi bagi tenaga kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran ibu tentang kolik infantil.

 


Background: Infantile colic is a functional gastrointestinal disorder (FGID) of aged 0 –

5 months babies that consists of a prolonged and hard-to-soothe crying period. Although
infantile colic will naturally stop, it is a known source of problem for the baby, parents,
and health workers. Knowledge and attitude of mothers on infantile colic in Indonesia
have never been reported before, thus this study will assess mother’s knowledge and
attitude about infantile colic and related factors that may influence them.
Goal: To find out prevalence of infantile colic and knowledge and attitude of mother on
infantile colic.
Methods: This study was an observational analytical cross-sectional study.
Questionnaires to evaluate knowledge and attitude of mothers toward infantile colic
were given to randomly assigned samples. Score of mother’s knowledge and attitude
were analyzed with demographic factors, such as mother’s age, socioeconomic status,
and number of children.
Results: Infantile colic prevalence was found to be 13.1%. The median and IQR of
mother’s knowledge score was 8 (2) from maximal score of 12 while the median and
IQR of mother’s attitude score was 10 (2) from maximal score of 14. A statistically
significant difference was found on mother’s knowledge with different socioeconomic
status. Mothers with high socioeconomic status had knowledge score of 10 (2)
compared to low socioeconomic status mothers who had knowledge score of 8 (4).
Conclusion: Socioeconomic factor was found to be a significant factor affecting
mother’s knowledge on infantile colic. However, there are some points of knowledge
and attitude of mothers that were not correct. These points should be addressed by
physicians and considered in giving education for mothers to improve their knowledge
and attitude on infantile colic.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Febrisandi Irsan
"Latar belakang: Kolik infantil merupakan tangisan berlebih tanpa tanda gagal tumbuh atau sakit. Salah satu penyebab kondisi ini adalah bonding ibu-bayi yang tidak adekuat. Ibu yang mengalami depresi dan tidak mendapat dukungan dalam pengasuhan dapat meningkatkan risiko terjadinya kolik infantil. Kolik infantil dapat menyebabkan bayi mengalami admisi berulang ke instalasi gawat darurat, pemberian terapi yang tidak rasional, serta mendapatkan perlakuan salah. Ibu peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berisiko mengalami jam kerja berlebih sehingga mengurangi waktu membentuk bonding dengan bayinya, burnout, hingga depresi yang merupakan faktor risiko terjadinya kolik infantil. Hingga saat ini belum ada penelitian mengenai prevalens dan faktor risiko kolik infantil pada bayi dari ibu peserta PPDS.
Metode: Studi potong lintang dilakukan pada 67 bayi dari ibu peserta PPDS berasal dari tujuh senter pendidikan di Sumatra dan Jawa dengan menggunakan kuesioner laporan orangtua untuk anak usia 0-3 tahun yang telah diterjemahkan secara resmi dari Rome Foundation dan kuesioner Mother Infant Bonding Scale versi bahasa Indonesia. Kuesioner diisi secara daring, dengan tautan yang diberikan melalui aplikasi WhatsApp© kepada ibu peserta PPDS.
Hasil: Sebanyak 18 (26,8%) subjek mengalami kolik infantil, dan bayi dari ibu peserta PPDS dengan risiko tinggi masalah bonding ibu-bayi memilki risiko kolik infantil lebih tinggi dengan P<0,046, OR:2,922 (IK95%: 1,07-4,87). Jenis pemberian nutrisi berupa ASI atau kombinasi susu formula dan ASI tidak menunjukan perbedaan bermakna secara statistik terhadap kejadian kolik infantil dengan P=0,602, OR: 1,333 (IK95%: 0,451-3,940).
Simpulan: Risiko tinggi masalah bonding ibu-bayi dapat meningkatkan risiko kejadian kolik infantil pada bayi dari ibu peserta PPDS.

Background: Infantile colic is excessive crying without signs of failure to thrive or illness. Inadequate mother-infant bonding is one of the possible causes, and the risk is increased in mothers with depression and lack of family support. Infantile colic could lead to recurrent admission to the emergency department, irrational therapy, and child abuse. Mothers participating in medical residency training programs could experience excess working hours, less time to bond with their babies, burnout, and depression, which could increase the risk of infantile colic. Until recently, there has been no data on the prevalence and associated factors of infantile colic in infants of mothers participating in medical residency training program.
Methods: This is a cross-sectional study of 67 infants of mothers participating in medical residency training programs from seven training centers in Java and Sumatra, using a Parent Report Questionnaire for Children Aged 0-3 years which had been officially translated into Indonesian language from the Rome Foundation and the Indonesian version of the Mother-Infant Bonding Scale Questionnaire. In addition, an online link to fill online questionnaire was distributed via the WhatsApp© application.
Results: As many as 18 (26.8%) subjects experienced infantile colic. A high risk of mother-infant bonding problems is associated with infantile colic with P<0.046, OR:2.922 (95% CI: 1.07-4.87). The type of nutrition in the form of breast milk or a combination of formula and breast milk was not statistically significantly different, with P=0.602, OR: 1.333 (95% CI: 0.451-3.940).
Conclusion: High risk of mother-infant bonding issues can increase the likelihood of infantile colic in babies born to mothers participating in medical residency training programs.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gerald Aldian Wijaya
"Regurgitasi merupakan gejala saluran cerna fungsional yang paling sering ditemukan pada bayi di bawah 12 bulan. Prevalensi regurgitasi paling tinggi pada bulan pertama kehidupan dan mengalami penurunan seiring bertambah usianya bayi. Diagnosis regurgitasi menggunakan kriteria Rome IV berdasarkan gejala klinis. Tata laksana utama adalah parental reassurance untuk meyakinkan orang tua bahwa regurgitasi merupakan proses fisiologis. Hingga saat ini, belum ditemukan penelitian yang mencari tahu pengetahuan dan perilaku ibu mengenai regurgitasi pada bayi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini berusaha untuk mencari tahu lebih lanjut. Kuesioner pengetahuan dan perilaku ibu terhadap regurgitasi pada bayi dibagikan kepada ibu-ibu dengan bayi di bawah 12 bulan. Hasil kuesioner dianalisis dengan SPSS 20.0 untuk mencari hubungan kedua skor dengan faktor ibu, yaitu usia ibu, tingkat pendidikan, status sosioekonomi, dan jumlah anak. Prevalensi regurgitasi pada bayi berusia 0-12 bulan berdasarkan kriteria Rome IV adalah 15% dan berkurang seiring bertambahnya usia bayi. Median skor pengetahuan adalah 12 dari total 12 poin dan perilaku adalah 8 dari total 12 poin. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara faktor ibu yang diuji dalam penelitian ini dengan pengetahuan dan perilaku ibu mengentai regurgitasi pada bayi. Edukasi penanganan regurgitasi perlu diberikan kepada masyarakat mengingat tingkat perilaku masih memerlukan pemahaman tambahan.

Regurgitation is the most frequently found functional gastrointestinal disorder on infants under 12 months old. It is most prevalent on the first months of life and declines as infant gets older. Diagnosis is made by using the Rome IV criteria. Main treatment for regurgitation is reassuring the parents that regurgitation is a physiological process. Until now, there is no study on the knowledge and behavior of mothers regarding infantile regurgitation and its related factors. This study attempts to find out more around this topic. Questionnaire about the knowledge and behaviour of mothers regarding infantile regurgitation is distributed to mothers with infants under 12 months old. Both scores are analyzed using SPSS 20.0 to find the relationship with maternal factors, such as age, education level, socioeconomic status, and number of children. The prevalence of infantile regurgitation according to Rome IV criteria is 15% and decreases as infant gets older. The median of the knowledge score is 12 out of 12 points and the behavios score is 8 out of 12 points. No significant relationship is found between maternal factors and both the knowledge and behavior score. Further education on treatment for regurgitation is still needed."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Yunita
"

Konstipasi fungsional merupakan salah satu gangguan saluran cerna fungsional yang cukup sering ditemukan pada bayi dengan prevalensi 0,7% - 29,6%. Tidak jarang ibu membawa bayinya ke dokter karena gangguan buang air besar. Indonesia juga merupakan sebuah negara multikultur dan memiliki populasi yang beragam. Pengetahuan dan perilaku ibu mengenai konstipasi fungsional juga masih belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi konstipasi fungsional serta tingkat pengetahuan dan perilaku ibu terhadap konstipasi fungsional juga faktor-faktor yang memengaruhinya. Data pada penelitian ini didapat dari kuesioner yang disebarkan secara daring kepada seratus ibu yang telah dipilih secara acak yang melahirkan atau berkunjung ke Poliklinik Anak RS Premier Bintaro, Tangerang Selatan. Analisis yang digunakan adalah analisis bivariat antara masing-masing faktor terhadap pengetahuan atau perilaku ibu. Peneliti mendapatkan 51 dari 100 bayi (51%) mengalami gangguan buang air besar dan 24 diantaranya (24%) terdiagnosis konstipasi fungsional berdasarkan Kriteria Roma IV. Nilai median untuk pengetahuan dan perilaku ibu terhadap konstipasi fungsional secara berurutan adalah 10 dan 12 dari nilai maksimal 12 dan 14. Peneliti tidak menemukan hubungan bermakna antara faktor usia ibu, pendidikan ibu, status sosioekonomi keluarga, dan jumlah anak dengan pengetahuan dan perilaku ibu terhadap konstipasi fungsional. 


Functional constipation is one of functional gastrointestinal disorders that has high prevalence in baby with prevalence 0,7% - 29,6%. Mothers often bring their children to the practicer because of the defecation problems. In another side, Indonesia is a multicultural country that has different kinds of population. Information about mothers’ knowledge and therapeutic approach to functional constipation are still limited. Aim of this research is to discover the prevalence of functional constipation and mothers’ knowledge and theurapeutic approach to functional constipation with the related factors. The data is collected from online questionnaire that distributed to a hundred mothers that have been randomly selected from those who gave birth or visit children polyclinic. Researcher is using bivariate analysis to analyze each variable to knowledge and therapeutic approach. Researcher gets 51 from 100 baby (51%) have defecation problem and 24 among them (24%) diagnosed with functional constipation due to Rome Criteria IV. Median of mothers’ knowledge and therapeutic approach is 10 and 12 with maximum score is 12 and 14 respectively. There are no significant relationship between mothers’ and education, family sosioeconomic status, and number of children with mothers’ knowledge and therapeutic approach to functional constipation. 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Budi Widodo
"ABSTRAK
1000 Hari Pertama Kehidupan HPK adalah rentang periode kehidupan dari konsepsi hingga anak berusia 2 tahun. Periode ini adalah periode emas karena masalah kesehatan yang terjadi pada periode ini akan sangat berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak di masa mendatang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu terhadap 1000 HPK. Desain studi penelitian ini adalah cross sectional dengan 110 responden. Sampel pada penelitian ini adalah ibu dengan bayi berusia kurang dari 2 tahun dan ibu hamil pada saat pengambilan data yang berdomisili di Kampung Lio RW19, Kota Depok. Pengambilan data menggunakan kuesioner mengenai faktor determinan perilaku. Semua data kemudian diolah dengan SPSS ver. 20, dilanjutkan dengan uji statistik yang sesuai untuk mengetahui hubungan faktor determinan dengan perilaku ibu mengenai 1000 HPK. Hasil penelitian didapatkan tingkat perilaku terdiri dari perilaku cukup 38,2 dan perilaku baik 61,8 . Penghasilan keluarga p=0,018 dan pengetahuan p le;0,001 berhubungan dengan perilaku ibu terhadapa 1000 HPK. Variabel lain seperti tingkat pendidikan, usia, bentuk keluarga, jumlah anak, pekerjaan,suku, aktivitas sosial, jarak fasilitas kesehatan, asuransi, dan sikap tidak berhubungan dengan perilaku ibu terhadap 1000 hari pertama kehidupan. Hasil penelitian akan digunakan untuk menyusun rekomendasi tindak lanjut untuk dinas kesehatan di Kampung Lio.

ABSTRACT
The First 1000 Days of Life is a life period which started from conception to 2 year olds. This period is a golden period because the health problems that occured in this period will greatly affect the growth and development of children in the future. The purpose of this study is to determine the relationship of factors and mother 39 s behavior towards first 1000 days of life. This study used cross sectional design with 110 respondents. The sample of this study is mothers with child under 2 years old and pregnant mothers who domiciled in Kampung Lio RW19, Depok City. We used questionnare to collect data of factors and mother 39 s behavior. All collected data is then processed with SPSS 20th version, then analysed statistically to determine the relationship between determinant factors and mother 39 s behavior. The results showed that behavior level consisted of fair 38,2 and good behavior 61,8 . Family income 39 s p 0.018 and level of knowledge p le 0,001 have relationship with mother 39 s behavior towards first 1000 days of life. Other factors such as education level, age, family form, number of children, occupation, ethnicity, social activity, distance of health facility, insurance, and attitudes do not have relation to mother 39 s behavior towards first 1000 days of life. The results of this research will be used to arrange recommendations action plan for the health service in Kampung Lio.
"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faizal Alhas
"Periode 1000 Hari Pertama Kehidupan HPK merupakan periode emas yang penting karena kekurangan gizi pada periode ini dapat memiliki dampak jangka panjang berupa gangguan kesehatan pada masa kehidupan mendatang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap ibu terhadap 1000 HPK. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 110 responden. Sampel penelitian ini adalah ibu hamil dan ibu dengan anak yang berusia di bawah 2 tahun yang berdomisili di Kampung Lio RW019, Kota Depok. Pengambilan data mengenai faktor determinan dan sikap responden dilakukan dengan kuesioner. Semua data yang telah terisi lengkap kemudian diolah dengan SPSS versi 20 dan diuji secara statistik dengan uji Chi square untuk mengetahui hubungan antara faktor determinan dengan sikap ibu terhadap 1000 HPK.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran sikap responden terdiri dari sikap cukup 37,27 dan baik 62,73 . Tingkat pendidikan p=0,013 dan pengetahuan ibu p le;0,001 berhubungan dengan sikap ibu terhadap 1000 HPK. Variabel lain seperti usia, pekerjaan, jumlah anak, bentuk keluarga, suku, penghasilan keluarga, aktivitas sosial, jarak fasilitas kesehatan, dan kepemilikan asuransi tidak berhubungan dengan sikap ibu terhadap 1000 HPK.
Sebagai kesimpulan, mayoritas sikap ibu terhadap 1000 HPK adalah baik dan tidak terdapat sikap kurang. Faktor yang berhubungan dengan sikap ibu terhadap 1000 HPK adalah tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu terhadap 1000 HPK. Petugas kesehatan perlu melakukan upaya peningkatan pengetahuan terhadap 1000 HPK dalam rangka meningkatkan sikap ibu terhadap 1000 HPK.

First 1000 days of life is a golden period, that is considered important since malnutrition in this period has a long term impact on individual health in later life. The objective of this study is to find factors related to mother`s attitude towards first 1000 days of life. This study is a cross sectional study with 110 samples which consisted of pregnant women and women with child under 2 years old who live in Kampung Lio RW019, Depok city. The data of related factors and attitude are collected by using questionnaire. All the completed data are processed using SPSS version 20 and analyzed by using Chi square to determine the relation between determinant factors and attitude.
The results show that mother`s attitude towards first 1000 days of life are fair 37,27 and good 62,73 . Mother`s education level p 0,013 and knowledge p le 0,001 were related to mother`s attitude towards first 1000 days of life. The other factors such as age, occupation, number of children, family structure, culture, family income, social activity, access to health services, and insurance were not related with mother`s attitude towards first 1000 days of life.
In conclusion, majority of mother`s attitude towards first 1000 days of life is good and there is not any bad attitude. Factors related to mother`s attitude towards first 1000 days of life are mother`s education level and knowledge towards first 1000 days of life. Health care provider needs to increase mother`s knowledge towards first 1000 days of life in order to improve the attitude of mother towards first 1000 days of life."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Tini Sridevi
"Pendahuluan: Kolik infantil adalah salah satu gangguan saluran cerna fungsional yang cukup banyak ditemukan pada bayi dibawah usia 6 bulan dengan prevalens sekitar 20%. Meskipun keadaan ini bersifat self-limiting, bila tidak ditangani dengan baik dapat mempengaruhi kualitas hidup bayi dikemudian hari. Diagnosis dan tata laksana menjadi hal penting. Kriteria diagnosis yang dipakai saat ini adalah Kriteria Rome IV yang dipublikasi pada tahun 2016 sebagai revisi kriteria sebelumnya. Data mengenai pemahaman kolik infantil berdasarkan Kriteria Rome IV dan tata laksana bayi dengan kolik infantil oleh dokter spesialis anak di Indonesia belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengisi celah informasi tersebut.
Metode: Peneliti menggunakan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan dan pendekatan terapi para dokter spesialis anak terhadap kolik infantil. Kuesioner dibagikan kepada sampel yang dipilih secara acak. Skor pengetahuan dan perilaku dianalisis dengan menggunakan variabel lama pengalaman klinis, akreditasi institutsi, tempat praktek, dan sumber informasi. Analisis dilakukan dengan SPSS 20.0.
Hasil: 75 dari 131 (57.3%) dokter anak mengaku sudah menggunakan Rome IV pada praktek sehari-hari, dari mana mean skor mereka adalah 14.24±3.32 dari total 20 poin. Rata-rata skor pengetahuan adalah 14.38±3.17 dari 20 dan skor pendekatan terapi adalah 11.50±2.80 dari 16.
Kesimpulan: Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara variable dengan skor pengetahuan maupun pendekatan terapi. Hasil pengetahuan dan pendekatan dokter spesialis anak terhadap kolik infantil masih belum optimal, sehingga masih perlu disiapkan sarana pembelajaran efektif oleh pihak yang berkepentingan demi meningkatkan capaian yang ada saat ini.

Introduction: Infant colic is one many FGIDs that occur in infants under 6 months with an approximate prevalence of 20%. Even though this condition is self-limiting in nature, inappropriate therapy does affect the babys quality of life in the future. Hence, diagnosis and therapeutic approach becomes essential. The diagnostic criteria currently used is Rome IV which was published in 2016 as an update of the previous version. Unfortunately, data regarding Indonesian pediatricians understanding of infant colic according to Rome IV criteria and their therapeutic approach in managing infant colic has not been reported. Hence this research was conducted to fill in those gaps in information.
Methods: Researcher uses questionnaire aimed at assessing pediatricians knowledge and therapeutic approach towards the management of infant colic. The questionnaire were then given out to samples which were randomly selected. The scores of both knowledge and therapeutic approach are analyzed with variables which are: years of clinical experience, institution accreditation, place of practice, and source of information. The analysis was performed using SPSS 20.0.
Results: 75 out of 131 (57.3%) pediatrician claims to have use Rome IV in their daily practice, from which mean score were 14.24±3.32 of a total 20 points. Mean of knowledge score is 14.38±3.17 out of 20 and mean of therapeutic approach score is 11.50±2.80 out of 16.
Conclusion: There were no significant relationship between the other variables with the knowledge nor behavior scores. The results of pediatricians knowledge and approach towards infant colic was not optimal yet, so those with interest must improve the means for effective learning to allow improvement better that what is now achieved.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilman Hadiansyah
"Nyeri kolik pada penderita batu ureter merupakan gangguan urologi yang paling menyakitkan. Nyeri kolik timbul karena adanya obstruksi dan hambatan pasase material dalam organ berongga. Kolik sangat dipengaruhi oleh ukuran batu, lokasi batu, derajat obstruksi, dan variasi anatomi tiap individu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara nyeri kolik dengan lokasi batu ureter pada pasien batu ureter unilateral. Penelitian dilakukan pada 1 Juni 2012 ? 1 Juni 2013 di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dengan mengambil 1146 data rekam medis pasien dengan batu ureter unilateral tahun 2009-2011. Data dikelompokkan sesuai dengan ada tidaknya nyeri kolik dan lokasi batu (proksimal dan distal ureter), lalu dihitung persentase perbandingan nyeri kolik dan lokasi batu dengan uji chi-square untuk melihat kemaknaannya. Sebagian besar pasien penderita batu ureter adalah laki-laki (73%). Kolik terjadi pada sebagian besar pasien (65,1%). Pasien kolik dengan batu ureter distal lebih banyak daripada batu ureter proksimal (55,4%, p=0,000, CI95%: 0,584). Disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara nyeri kolik dengan lokasi batu ureter.

Colic pain in ureteral stone patients is the most painful urologic symptom. Colic pain occurs when there is an obstruction and passage barrier materials in organs with lumens. Colic pain is mostly affected by stone size, location, degree of obstruction, and individual anatomical variation. This study?s objective was to know the relationship between colic pain occurrences and stone locations in unilateral ureteral stone patients. The study was conducted on June 1st, 2012 - June 1st, 2013 in the Department of Urology Cipto Mangunkusumo Hospital using the 1146 medical records of unilateral ureteral stones patients in 2009-2011. Data were grouped according to the presence or absence of pain colic and stone location (proximal and distal ureter), and then the percentage ratio of colic pain and the stone location were calculated using the chi-square test to see their relationship. It was found that from patients with ureteral stone, 73% of them was male and colic pain occurred in 65,1% of the total patients. Patients with distal ureteral stones had colic pain more than in proximal ureteral stones (55,4%, p=0,000, CI 95%= 0,584). In conclusion, there was a relationship between colic pain and ureteral stone location.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Valeria
" ABSTRAK
Pemberian stimulasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan orang tua dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Pijat bayi telah umum diterapkan pada anak secara turun-temurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai pijat bayi dan hubungannya terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia 6-24 bulan. Studi ini menggunakan desain penelitian cross sectional pada subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Pengumpulan data dilakukan di Kelurahan Kampung Melayu yang meliputi pengambilan data kuesioner pijat bayi, pengukuran berat badan dan panjang badan, serta pengisian kuesioner pra skrining perkembangan KPSP . Pada data pertumbuhan, dilakukan plotting ke kurva WHO. Dari sembilan puluh lima subjek penelitian, tidak ditemukan hubungan signifikan secara statistik antara pengetahuan RP=0,852 [95 CI 0,097-7,487], p=1,000 , sikap p=0,590 , dan perilaku RP=0,160 [95 CI 0,019-1,314], p=0,089 ibu mengenai pijat bayi dengan kurva pertumbuhan panjang badan terhadap usia WHO. Selain itu, tidak ditemukan pula hubungan yang secara statistik bernilai signifikan antara pengetahuan RP=1,352 [95 CI 0,255-7,164], p=0,661 , sikap RP=1,600 [95 CI 0,294-8,708], p=0,631 , dan perilaku RP=0,371 [95 CI 0,097-1,418], p=0,230 terhadap kurva pertumbuhan panjang badan terhadap berat badan WHO. Demikian pula, tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan RP=0,738 [95 CI 0,143-3,807], p=1,000 , sikap RP=1,670 [95 CI 0,369-7,547], p=0,679 , dan perilaku RP=1,497 [95 CI 0,571-3,923], p=0,567 ibu mengenai pijat bayi dengan tingkat perkembangan yang dinilai berdasarkan KPSP. Jumlah subjek penelitian yang memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku yang tinggi adalah sebanyak 86 90,5 , 87 91,6 , dan 58 65,2 , dengan hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai pijat bayi terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia 6-24 bulan yang tidak bermakna secara statistik.

ABSTRAK
Stimulation is given by parents to support their children rsquo s growth and development. Baby massage has been applied in common practice for generations. This research aims to discover mothers rsquo knowledge, attitude, and practice on baby massage and its rsquo association with the growth and development of 6 24 months old chlidren. This study adapted cross sectional study design on subjects that fulfilled the inclusion and exclusion criterias. Data collection, including filling in questionaires on baby massage, weight and height measurements, and KPSP, was done at Kelurahan Kampung Melayu. Growth measurment data were plotted on WHO growth charts. From ninety five subjects, there were no statistically significant association found between knowledge RP 0.852 95 CI 0.097 7.487 , p 1.000 , attitude p 0.590 , and practice RP 0.160 95 CI 0.019 1.314 , p 0.089 on baby massage with height for age WHO growth chart. There was also no statistically significant association found between knowledge RP 1.352 95 CI 0.255 7.164 , p 0.661 , attitude RP 1.600 95 CI 0.294 8.708 , p 0.631 , and practice RP 0.371 95 CI 0.097 1.418 , p 0.230 on baby massage with weight for height WHO growth chart. Lastly, we found no statistically significant association between knowledge RP 0.738 95 CI 0.143 3.807 , p 1.000 , attitude RP 1.670 95 CI 0.369 7.547 , p 0.679 , and practice RP 1.497 95 CI 0.571 3.923 , p 0.567 on baby massage with level of development, represented with KPSP data. Total subjects with high level of knowledge, attitude, and practice on baby massage are 86 90.5 , 87 91.6 , and 58 65.2 , with no statistically significant association between knowledge, attitude, and practice on baby massage with growth and development. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Mudjiati
"Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai oleh penurunan densisitas massa tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah, disebabkan oleh kurangnya asupan kalsium pada usia muda. Secara tidak langsung, pengetahuan, sikap dan perilaku seorang individu berperan terhadap kebiasaan dalam mengkonsumsi kalsium.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku tentang asupan kalsium serta faktor-faktor yang berhubungan. Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan desain Cross-sectional. Sebanyak 108 subyek telah di pilih secara random. Pada awal penelitian, subyek diminta mengisi identitas umum berupa nama, usia, asal pulau, pendidikan & pekerjaan orangtua, dan dilakukan pengukuran TB, BB, dan lingkar badan, kemudian subyek harus mengisi kuisioner pengetahuan, sikap dan perilaku tentang asupan kalsium.
Di akhir penelitian, peneliti menganalisis seluruh data yang didapatkan dan mencari hubungan diantaranya. Sebanyak 76,9% responden memiliki pengetahuan baik, 84,3 % memiliki sikap positif dan 82,4% memiliki perilaku kurang. Tidak terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan dengan sikap tentang asupan kalsium (p > 0,05; fisher2 sided), dan antara pengetahuan dengan perilaku tentang asupan kalsium (p > 0,05; fisher2 sided). Namun untuk pengujian kategori sikap terhadap perilaku tentang asupan kalsium didapatkan hubungan bermakna (p < 0,05; fisher2 sided). Tidak terdapat hubungan antara usia, jenis kelamin, dan asal daerah dengan pengetahuan tentang asupan kalsium (p>0,05; Chi Square), dan antara tingkat pendidikan orangtua dengan pengetahuan subyek tentang asupan kalsium (p>0,05; kolmogorov-Smirnov). Pengetahuan tentang asupan kalsium tidak memiliki hubungan bermakna dengan sikap dan perilaku terhadap asupan kalsium, sedangkan sikap tentang asupan kalsium memiliki hubungan bermakna dengan perilaku tentang asupan kalsium.

Osteoporosis is a bone disease which is characterized by decreasing of bone mass density. It makes bones become brittle and easily broken. The reason behind this disease is because of inadequate calcium intake during adolescence. Indirectly, knowledge, attitude and behavior of an individual also can contribute into the habit of calcium consumption.
In this research, the researcher wanted to know the relationship between knowledge, attitudes and behaviors about calcium intake and other related factors. This research design is cross-sectional and has 108 subjects who were chosen randomly.
Subjects were asked to fill their identity form that consists of name, age, gender, origin, parental education &occupation, body weight and height, then filled the questionnaire of knowledge, attitude and behavior about calcium intake.
At the end, researcher analyzed the data and was looking for the relationship between them.The number of subjects that have good knowledge are 83 people (76,9%), positive attitude are 91 people (84,3%), poor behavior are 89 people (82,4%). There was no significant relationship between knowledge with attitude regard to calcium intake (p>0.05,Fisher test), and knowledge with behavior regard to calcium intake (p>0.05,Fisher test). But, there was a significant relationship between attitudes with behavior about calcium intake (p <0.05, Fisher test). Furthermore, there was no relationship between age, gender, and origin with the knowledge about calcium intake (p>0.05,Chi Square), and between parent’s education level with knowledge about calcium intake (p>0.05,Kolmogorov-Smirnov). Knowledge about calcium intake had no significant relationship with attitude and behavior of taking calcium, while attitude in consuming calsium has a meaningful relationship with consuming calcium’s behaviors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>