Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203139 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imam Maulana
"Landreform pada tahun 1960-1965 merupakan salah satu agenda revolusi Indonesia selama pemerintahan Soekarno. Landreform hadir sebagai kebijakan reforma agraria yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960 mengintensifkan penggunaan lahan melalui pendistribusian lahan kepada petani penggarap dengan membatasi kepemilikan tanah individu. Dalam penerapannya, Landreform memunculkan konflik nasional dan lokal di tengah Pembebasan Irian Barat dan Konfrontasi Malaysia. Partai politik saat itu, PKI, PNI, dan NU menjadi aktor dibalik manipulasi, terlibat aksi sepihak, dan alasan terhambatnya penelesaian Landreform. Ketika kemudian terjadi Gerakan 30 September 1965, pelaksanaan Landreform mecapai kebuntuan. Banyak kemudian penelitian mengangkat aksi sepihak sebagai bagian tidak terlepaskan selama pelaksanaan Landreform. Aksi sepihak menguat pada tahun 1964 menampakan konflik horizontal di pedesaan Jawa, terutama Jawa Timur yang memiliki pedesaan luas dengan mayoritas kepemilikan lahan individu, tanah wakaf, dan pesantren. Dari banyak penelitian mengenai aksi sepihak dan Landreform di Jawa Timur, ditemukan lebih menekankan PKI dan PNI sebagai lakon utama, menyisihkan NU. Padahal NU menjadi partai paling kuat secara politik pada Pemilu 1955, serta memiliki jaringan pesantren yang membentuk kultur Islam Tradisional di Jawa Timur. Untuk itu penelitian ini bertujuan memberikan perspektif lain mengenai konflik yang terjadi selama pelaksanaan Landreform di Jawa Timur yang menempatkan NU dan PKI sebagai lakon yang memiliki benturan kepentingan, serta pihak yang berperan dalam kekerasan yang terjadi selama aksi sepihak di Jawa Timur.

Land reform in 1960-1965 was one of the agendas of the Indonesian revolution during the Soekarno's Era. Land reform comes as an agrarian reform policy stipulated under the Basic Agrarian Law of 1960 intensifying land use through the distribution of land to sharecroppers by restricting individual land ownership. In its application, land reforms gave rise to national and local conflicts in the midst of the West Irian Confrontation and the Malaysian Confrontation. Political parties at that time, the PKI, PNI, and NU were the actors behind the manipulation, aksi sepihak, and the reasons for hampering the completion of the land reform. When the 30 September 1965 Movement then took place, the implementation of the land reform reached a deadlock. Much later research raised aksi sepihak as an inseparable part during the implementation of land reform. The Aksi Sepihak strengthened in 1964, revealing horizontal conflicts in rural Java, especially East Java, which has large villages with the majority of ownership of individual land, waqf land, and pesantren. From many studies on aksi sepihak and land reforms in East Java, it was found to emphasize the PKI and PNI as the main actors, setting aside NU. Though NU became the most politically powerful party in the 1955 Election and had a network of pesantren that formed the traditional Islamic culture in East Java. For this reason, this research aims to provide another perspective on the conflicts that occurred during the implementation of land reforms in East Java, which placed NU and PKI as actors with conflicts of interest, as well as those who played a role in the violence that occurred during aksi sepihak in East Java."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Reninta Kusuma Ranti
"[Berawal dari belum adanya hukum pertanahan yang berpihak kepada kepentingan rakyat Indonesia, Landreform melalui Undang-undang Pokok Agraria sebagai pembaharuan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Undang-undang yang berlaku sejak Indonesia merdeka sampai tahun 1960 masih mempergunakan undang-undang yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Berdasarkan kepentingan yang berbeda, maka undang-undang mengenai pertanahan yang sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia harus segera dibuat. Fokus penelitian ini adalah dampak landreform bagi rakyat khususnya petani di Kediri Jawa Timur. Penelitian diawali dengan membahas kehidupan sosial petani di Kediri, pemanfaatan tanah sebelum adanya landreform, Undang-Undang Pokok Agraria dirumuskan dan pelaksanaannya di tingkat nasional hingga tingkat desa, serta dampak bagi petani di Kediri. Skripsi ini mengambil tahun penelitian dari 1960 sampai dengan 1966 sebagai awal dari Undang-undang Pokok Agraria dan pelaksanaannya
;Before there was the agrarian law supporting Indonesian people, land reform by Undang-Undang Pokok Agraria as a renewal of the law as a means to increase of welfare of Indonesian people. From the beginning of Indonesian independence until 1960, Indonesia still enforces the law from the Dutch colonial government. Under the circumstances thereof needs to have a new agrarian law in accordance with Indonesian people. This thesis focused on the impact of land reform for the people, especially for peasants in Kediri, East Java. This research begins with their social lives, the use of land before land reform, then formulation of Undang-Undang Pokok Agraria, and the implementation of the law in national level to the village with the impact felt by peasants in Kediri. This thesis focused in the year 1960 until 1966 as the birth of Undang-Undang Pokok Agraria and its implementation
;Before there was the agrarian law supporting Indonesian people, land reform by Undang-Undang Pokok Agraria as a renewal of the law as a means to increase of welfare of Indonesian people. From the beginning of Indonesian independence until 1960, Indonesia still enforces the law from the Dutch colonial government. Under the circumstances thereof needs to have a new agrarian law in accordance with Indonesian people. This thesis focused on the impact of land reform for the people, especially for peasants in Kediri, East Java. This research begins with their social lives, the use of land before land reform, then formulation of Undang-Undang Pokok Agraria, and the implementation of the law in national level to the village with the impact felt by peasants in Kediri. This thesis focused in the year 1960 until 1966 as the birth of Undang-Undang Pokok Agraria and its implementation
, Before there was the agrarian law supporting Indonesian people, land reform by Undang-Undang Pokok Agraria as a renewal of the law as a means to increase of welfare of Indonesian people. From the beginning of Indonesian independence until 1960, Indonesia still enforces the law from the Dutch colonial government. Under the circumstances thereof needs to have a new agrarian law in accordance with Indonesian people. This thesis focused on the impact of land reform for the people, especially for peasants in Kediri, East Java. This research begins with their social lives, the use of land before land reform, then formulation of Undang-Undang Pokok Agraria, and the implementation of the law in national level to the village with the impact felt by peasants in Kediri. This thesis focused in the year 1960 until 1966 as the birth of Undang-Undang Pokok Agraria and its implementation
]"
2015
S61254
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arbi Sanit
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000
324.7 ARB b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Khuswatun Hasanah
"ABSTRAK
Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai dua Ormas yang memiliki dan mengelola lembaga pendidikannya masing-masing di Indonesia memperjuangkan kepentingannya masing-masing terlibat dalam konflik kepentingan implementasi Permendikbud 23/2017 tentang Hari Sekolah. NU sebagai kelompok yang menolak aturan lima hari sekolah menganggap aturan tersebut berpotensi menggerus eksistensi Madrasah Diniyah sebagai lembaga pendidikan yang dikelola NU. Sementara Muhammadiyah menyetujui aturan yang dikeluarkan oleh Mendikbud Muhadjir yang juga merupakan kader terbaik Muhammadiyah. Selain itu, kebijakan lima hari sekolah telah lama diterapkan di
sekolah-sekolah Muhammadiyah. Tesis dengan metode penelitian kualitatif ini berupaya menganalisis bagaimana konflik kepentingan terjadi di antara kedua kelompok penekan ini dan bagaimana keduanya memperjuangkan kepentingan masing-masing hingga lahir Perpres 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
Penelitian ini menemukan bahwa konflik kepentingan yang terjadi diakibatkan oleh adanya ideologi penyelenggaraan pendidikan yang berbeda antara NU dan Muhammadiyah serta ancaman kebijakan bagi NU. Pada akhirnya, NU menjadi kelompok yang memiliki kekuatan lobbying paling besar sehingga memengaruhi pembuat kebijakan untuk melahirkan Perpres 87/2017 yang banyak mengakomodasi kepentingan NU. Hal ini sekaligus mengonfirmasi teori grup Earl Latham. Penelitian ini juga menemukan bahwa isu sentimen terkait erat juga dengan polemik ini mengiringi konflik realistis berupa perebutan aturan hari sekolah. Hal ini juga mengonfirmasi pandangan Lewis A. Coser terkait teori konflik kelompok.

ABSTRACT
Nahdlatul Ulama (NU) and Muhammadiyah as the two CSOs owning and managing their respective educational institutions in Indonesia are fighting for their respective interests involved in the conflicts of interest in the implementation of Permendikbud 23/2017 on School Day. NU as a group that reject the rule of five school days consider the rule has the potential to erode the existence of Madrasah Diniyah as an educational institution managed
by NU. While Muhammadiyah approved the rules issued by Mendikbud Muhadjir who is also the best cadre of Muhammadiyah. In addition, the five-day school policy has been implemented in Muhammadiyah schools before the Permendikbud issued. This qualitative research analyzes how the conflict of interest takes place between these two pressere groups and how the two struggle for their respective interests until the birth of Presidential Decree
87/2017 on Strengthening Character Education.
This study found that the conflict of interest that occurred due to the different
ideology of education between NU and Muhammadiyah and also the threat of policy for NU. In the end, NU became the group with the greatest lobbying power that influenced policy makers to issue the Presidential Regulation 87/2017 which accommodated NU's interests. This study confirms Earl Latham group theory. This study also found that the issue of sentiment is closely related to this polemic accompanying realistic conflict in the form of school day rule. This also confirms Lewis A. Coser's view of the theory of group conflict."
2018
T50081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Zaini
"Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi keagamaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan organisasi-organisasi lainnya. Organisasi ini memiliki kultur yang khas, yakni budaya ketaatan para santri (anggota NU) kepada para kiai yang merupakan elit-elit di NU. Budaya itu, terbangun di lingkungan pesantren, di mana para kiai diposisikan sebagai patron yang memiliki kekuasaan dan kewenangan yang sangat tinggi.
Ketika kultur itu diterapkan di lingkungan pesantren, interaksi sosial yang terbangun adalah interaksi sosial yang diwarnai ketaatan dan penghormatan yang begitu tinggi dari pada santri kepada kiai dan keluarga kiai. Namun, ketika kultur itu diterapkan di luar pesantren, khususnya di partai politik, kuitur semacam itu menimbulkan berbagai konflik politik.
Di lingkungan NU, frekuensi konflik sangat tinggi. Tercatat, ketika NU memutuskan keluar dari Masyumi pada 1952, konflik politik seperti itu telah muncul. Suasana seperti itu juga terjadi ketika NU masih aktif berfusi di PPP (1973-1984), kembali ke khittah (1984), serta pasta pemerintahan Orde Baru saat ini (1998-2003).
Fenomena di NU itu merupakan sesuatu yang sangat kontradiktif: Di satu sisi (ketflca diterapkan di pesantren) melahirkan suasana yang serba patuh, namun di sisi lain (ketika diterapkan di partai politik) melahirkan konflik politik yang berkepanjangan. Kondisi itu, semakin menarik karena dalam berpolitik, dengan menggunakan kaidah usul fiqih, NU semestinya bisa sangat konpromistis.
Dalam kaidah usul fiqih itu, ada beberapa prinsip hukum yang memungkinkan tiap politik warga NU sangat lentur dan fleksibel. Sehingga, tidak jarang muncul penilaian, dalam berpolitik, NU oportunis. Namun, fakta di lapangan menunjukkan, hal itu tidak berlaku di internal NU. Ketika bersentuhan dengan politik, warga NU, khususnya para elitnya selalu terlibat dalam konflik politik.
Jadi, pertanyaan yang muncul; mengapa NU selalu dilanda konflik politik?
Guna meneliti fenomena tersebut, penelitian menggumakan metode analisis proses terhadap konfhk-konflik yang terjadi di NU. Metode ini masuk pada paradigma kualitati£ Untuk memperoleh data-data mengenai konflik di NU 1952-2003, digunakan studi dokumen, wawancara dan pengamatan.
Adapun teori yang digunakan adalah teori konflik, teori kepemimpinan kharismatik dan teori elit.
Dari penelitian ini, ditemukan beberapa temuan penting. Di antaranya;
- Dalam berpolitik, warga NU selalu menggunakan standar ganda. Satu sisi berpijak pada kultur yang ada di pesantren. Namun, di sisi lain, menerapkan mekanisme politik modem yang . demokratis. Penggunakan standar ganda ini juga tercermin dengan struktur organisasi di NU, yakni adanya syuriah/syura dan tanfdziyah/tanfidz. Hal itu memungkinkan terjadinya konflik di antara mereka. Sebab, masing-masing pihak memiliki pembenaran sendiri-sendiri.
-Kaidah usul fiqih yang memungkinkan sikap politik yang lentur dan kompromistis, ternyata lebih banyak digunakan ketika NU secara institusional menghadapi persoalan dengan pemerintah yang berkuasa. Namun, ketika menghadapi persoalan di internal NU, hal itu jarang digunakan acuan. Pada bebarapa kasus, memang digunakan. Akan tetapi, kecenderungannya bukan untuk merumuskan format konsensus, melainlcan untuk mencari pembenaran dan legitimasi keagamaan.
- Dalam berpolitik, budaya patronase selalu diterapkan. Para santri yang menjadi pengikut, selalu dijadikan instrumen bargaining politik. Tokoh NU yang memiliki pengikut (santri) yang besar, kendati tidak memiliki skill politik yang memadai, selalu menuntut peran politik yang besar. Ketika peran itu tidak terpenuhi, mereka akan melakukan penarikan dukungan atau sabotase politik, seperti upaya pendongkelan.
- Terkait dengan upaya mempertahankan patronase, elit NU cenderung menutup terhadap munculnya patron baru di lingkungan NU. Hal ini terjadi, baik tatkala masih berada di lingkungan pesantren atau setelah di luar pesantren. Kondisi itu, akhirnya menimbulkan konflik antara tokoh yang sudah merasa layak menjadi patron baru dengan patron sebelumnya.
Semua fenoma di atas, terjadi karena pada dasarnya, dalam berpolitik warga NU memiliki motivasi yang lama dengan para politisi lainnya, yakni, mengejar kepentingan pribadi atau kelompok. Ketulusan dan keikhlasan yang terbangun di lingkungan pesantren, memudar ketika tokoh tersebut telah masuk ke arena politik praktis. Hanya, perubahan itu tetap berusaha disembunyikan dengan membungkusnya dengan legitimasi agama. Karena itu, dalam penelitian ini disimpulkan, ketika warga NU masih terus menerapkan budaya politik yang dipraktekkan selama ini, maka konflik politik di NU sangat sulit dihindarkan.
Dengan demikian, untuk meminimalisir konflik tersebut, mutlak dilakukan perubahan budaya politik di lingkungan NU: Warga NU, harus bisa membuat garis yang tegas, antara sebagai anggota NU dengan sebagai anggota partai politik. Norma dan etika yang dipegang NU, bisa saja diimplimentasikan dalam bentuk perilaku politik warga NU. Namun, dalam hal-hal tertentu, khususnya ketika terjadi konflik, mekanisme organisasi politik modern, harus dijadikan acuan bersama. Sikap penggunaaan standar ganda, harus secepatnya ditinggalkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminuddin Kasdi
Yogyakarta: Jendela, 2001
324.2 AMI k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aminuddin Kasdi
"Socio-economic and political conditions in East Java during 1960-1965"
Surabaya: UNESA University Press, 2016
324.2 AMI k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Silkania Swarizona
"Partai politik bukan menjadi satu – satunya kekuatan politik untuk dapat memenangkan Pilkada. Dibutuhkan kekuatan tambahan seperti jaringan politik organisasi masyarakat sipil. Seperti halnya di Jawa Timur, sejak keikutsertaan Khofifah Indar Parawansa pertama kali di Pemilihan Gubernur Jawa Timur tahun 2008, Khofifah sebagai ketua umum Muslimat NU menjadikan Muslimat NU sebagai salah satu kekuatan politiknya. Jaringan Muslimat NU yang mengakar di Jawa Timur dianggap sebagai modal penting untuk membantu Khofifah memenangkan Pemilihan Gubernur Jawa Timur. Dalam melihat bagaimana Khofifah menggunakan jaringan politik Muslimat NU dan menjadikannya sebagai tim sukses, penulis menggunakan teori jaringan politik dari Knoke (1990). Selain itu, penelitian ini juga akan menggunakan teori patronase dari Aspinall dan Sukmajati (2015) untuk melihat proses pendistribusian sumber daya dari Khofifah kepada pemilih melalui jaringan politik Muslimat NU. Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini berargumen bahwa kemenangan Khofifah di Pemilihan Gubernur Jawa Timur tahun 2018 tidak terlepas dari adanya penggunaan jaringan politik Muslimat NU

Political parties are not the only one political power to win elections. It is needed civil society as a success team. In East Java, since Khofifah Indar Parawansa's first participation in the East Java Gubernatorial Election in 2008, Khofifah as the general chairman of Muslimat NU has made Muslimat NU one of its political forces. The Muslimat NU network which has roots in East Java is considered an important asset to help Khofifah win the East Java Gubernatorial Election. In seeing how Khofifah uses the Muslimat NU political network and makes it a successful team, the author uses Knoke's (1990) political network theory. In addition, this study will also use the patronage theory from Aspinall and Sukmajati (2015) to see the process of distributing resources from Khofifah to voters through the Muslimat NU political network. By using qualitative methods, this study argues that Khofifah's victory in the 2018 East Java Gubernatorial Election was inseparable from the use of the Muslimat NU political network."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aruan, Marolop Samuel
"Penerapan kemitraan dalam pelaksanaan CSR di Jawa Timur merupakan salah satu alternatif pembiayaan pasif pembangunan masyarakat yang cukup menggiurkan. Menanggapi hal tersebut melalui Badan Legislatif disusun Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Skripsi ini berisi tentang kemitraan antara pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur dengan swasta dalam pelaksanaan CSR. Peran pemerintah dalam memunculkan kesetaraan dan pelaksanaan sinergisitas lintas lembaga sangat diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan perusahaan. Artinya fasilitasi pemerintah tidak bersentuhan secara langsung dengan perusahaan pada lembaga yang sama. Dengan adanya Perda ini, pemerintah juga memberikan keleluasaan bagi perusahaan dalam pelaksanaan CSR sesuai dengan kepentingannya tanpa membatasi ruang gerak perusahaan. Berjalan dari pola kemitraan semi produktif menuju pola kemitraan produktif, penting adanya komunikasi dan konsistensi peran Tim Fasilitasi agar dapat dicapai penerapan kemitraan yang diinginkan dalam pelaksanaan CSR.

Partnership implementation of CSR in East Java Province is one of potential passive funding for community development. Based on that fact, East Java Peoples Council conceived Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2011 about Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. This Thesis describe about partnership between East Jave Government with corporations in the implementation of CSR. This Government?s role make a synchronization and equality between government and corporations. It needed to bring up the trust between Government and corporation. Intervention in the implementation of CSR by Government is prohibited, so corporations can do their CSR with their own way. The partnership?s pattern is on going from semi-productive to productive partnership. But still, it needs a consistency of Tim Fasilitasi?s role to get the ideal implementation of CSR."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S472323
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian Dwi Kurniawan
"ABSTRAK
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk memahami fenomena media sosial dalam kaitannya mengenai konstruksi memori kolektif mengenai PKI dan komunisme. Penelitian ini mencoba menjelaskan cara kerja memori kolektif di media sosial, konstruksi narasinya, dan bentukan identitas. Dengan mengumpulkan data dari sebelas komunitas mnemonik, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga bentuk konstruksi memori di media sosial, yakni memori dominan, memori penanda kosong, dan kontra memori. Identitas yang terbentuk ada dua, yakni antikomunis yang partikularis dan kontra antikomunis yang universalis. Sementara itu terdapat dua wacana besar yang digunakan untuk mengonstruksikan narasi masa lalu mengenai PKI dan komunisme, yakni wacana antikomunis yang melihat Peristiwa Enam Lima sebagai pembunuhan para perwira militer dan wacana HAM yang melihatnya sebagai pembunuhan massal anggota dan simpatisan PKI.

ABSTRACT
This qualitative research aims to understand the phenomenon of social media as sites of memory construction of PKI and communism. This research tries to give explanation on how collective memory works on social media and its narrative and identity construction. By collecting and analyzing eleven mnemonic communitites, this research shows that the memory of PKI and communism in social media takes three forms in general, which are the dominant memory, the empty signifying memory, and the counter memory. The constructed collective identity is divided by two the particularists from which come the anticommunist groups and the universalists from which come the counter anticommunist groups. Furthermore this research argues that there are two big discourse constantly in contestation with one another, the anticommunist discourse and the human right discourse, within which the twos are used to view the 1965 Event mdash the former seeing it as the murder of seven military general and the latter seeing it as a mass murder towards the members of PKI."
2017
S67596
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>