Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68725 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bela Afriani
"Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Hibah dilakukan dengan pembuatan akta hibah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk barang-barang tidak bergerak. Pemberian hibah dapat dilakukan dengan tidak melanggar batas maksimal hibah yaitu 1/3 harta penghibah sebagaimana ketentuan Pasal 210 Kompilasi Hukum Islam. Pemberian hibah yang dilakukan atas seluruh barang dan atau benda milik penghibah tidak diperbolehkan tanpa adanya persetujuan dari anak kandung pemberi hibah. Jika seorang PPAT membuat akta dengan melanggar ketentuan tersebut, maka akan mengakibatkan akta yang dibuat oleh PPAT menjadi batal demi hukum dan PPAT wajib memberikan pertanggungjawaban kepada pihak yang dirugikan berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab PPAT atas pembuatan akta hibah tanpa persetujuan anak kandung pemberi hibah dan perlindungan hukum kepada penerima hibah atas pembatalan akta hibah. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian deksriptif analitis, dengan jenis data sekunder, serta alat pengumpulan data menggunakan studi dokumen dan metode analisa data kualitatif. Hasil penelitian berkaitan dengan adanya pembatalan akta hibah atas gugatan anak kandung penghibah yaitu maka seorang PPAT dapat dikenakan tanggung jawab secara perdata dan atau secara administrasi. Tanggung jawab secara perdata berupa penggantian biaya atau ganti rugi sedangkan tanggung jawab secara administrasi dapat berupa pemberhentian sementara. Penerima hibah bisa mendapatkan perlindungan hukum dengan tetap meminta bagian sahnya yaitu 1/3 bagian dari objek hibah.

A grant is the giving of an object voluntarily and without compensation from someone to someone else who is still alive to have. The grant is carried out by making a grant deed in front of the Land Deed Making Officer (PPAT) for immovable property. The granting of grants can be done without breaking the maximum limit of grants, which are 1/3 of the donor's assets as stipulated in Article 210 of the Compilation of Islamic Law. Granting of grants made on all items and or objects belonging to donors is not permitted without the approval of the biological child giving the gift. If a PPAT makes a deed in violation of these provisions, it will result in a deed made by PPAT to be null and void by law and PPAT is obliged to provide liability to the injured party in relation to the deed he made. This study discusses the responsibility of PPAT for the making of a deed of grants without the consent of the grantor's biological children and legal protection to grantees for cancellation of the deed. To answer this problem normative juridical research methods are used, analytical descriptive research typologies, with secondary data types, and data collection tools using document studies and qualitative data analysis methods. The results of the study relate to the cancellation of the deed of grant on the claim of the biological child namely a PPAT may be liable on a civil or administrative basis. Civil liability in the form of reimbursement or compensation while administrative responsibility can be in the form of a temporary dismissal. Grant recipients can get legal protection by still asking for the legal portion, which is 1/3 of the object object."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Adha
"Peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT, akta tersebut dijadikan dasar pendaftaran pemindahan hak atas tanah yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak baru. Guna memberikan kepastian hukum, sebelum pembuatan AJB, salah satu kewajiban PPAT adalah pemeriksaan kesamaan data yang ada pada sertipikat dengan yang ada pada kantor pertanahan. Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimana pertanggung jawaban PPAT atas AJB No. 250/2012 dan AJB No. 251/2012 yang cacat hukum, dan Apakah Putusan No. 451/PDT/2015/PT. BDG juncto Putusan No. 381/PDT.G/2014/PN.BDG sudah tepat menurut ketentuan pertanahan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif menggunakan data sekunder. Hasil analisis menunjukkan bahwa jika PPAT melanggar kewajiban pemeriksaan kesesuain sertipikat dengan data yang ada pada kantor pertanahan, maka PPAT dapat diberikan teguran tertulis ataupun peringatan tertulis oleh Kepala Kantor Pertanahan. PPAT bertanggung jawab secara perdata, serta moril, dan secara pidana jika terbukti melakukan pelanggaran baik karena sengaja maupun kelalaian. Putusan No. 451/PDT/2015/PT. BDG juncto Putusan No. 381/PDT.G/2014/PN.BDG PPAT kurang tepat menurut ketentuan pertanan di Indonesia, seharusnya PPAT dapat dimintakan ganti kerugian bukan karena PPAT sebagai pihak dari akta, tetapi atas perbuatan melawan hukum akibat kelalaiannya yang dilakukan PPAT yang menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Transitional land rights must be evidenced by a deed of sale and purchase made before PPAT, such deed used as the basis registration the transfer of rights over land that aims to give legal certainty to the new rights holder. In order to provide legal certainty, prior to manufacture deed of sale and purchase, one of the PPAT obligations is the examination of similarity existing data on the existing certificate with the land office. The main problem in this thesis is how is accountability of PPAT on AJB No. 250 2012 and AJB No. 251 2012 legally flawed, and do Verdict 451 PDT 2015 PT. BDG jo with Decision No. 381 PDT.G 2014 PN.BDG own right under the terms of the applicable land in Indonesia. This study is a normative juridical using secondary data. The analysis showed that if PPAT violate obligations suitability examination certificate with the data that existed at the land office, then PPAT can be given a written warning by the Head of the Land Office. PPAT responsible civilly and morally and criminally if proved to have violated either intentionally or due to negligence. Decision No. 451 PDT 2015 PT. BDG jo Decision No. 381 PDT.G 2014 PN.BDG PPAT are less appropriate according to the land law in Indonesia,PPAT should not be requested compensation for PPAT as part of the deed, but on an unlawful act committed due to negligence PPAT that cause losses for others."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Levin Romolo
"Tesis ini membahas tentang Tanggung Jawab Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap Pembatalan Akta Jual Beli yang Surat Kuasanya Palsu (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 106/PDT/2017/PT.YYK). Permasalahan dalam tesis ini tentang akibat hukum terhadap Surat Kuasa Menjual dan Akta Jual Beli yang Surat Kuasanya Palsu dan Tanpa Persetujuan Pemilik, dan tanggung jawab Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap Akta Jual Beli yang dibatalkan oleh Pengadilan. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian hukum dengan pendekatan secara yuridis normatif,tipe penelitian deskriptif analitis, dan metode analisis data menggunakan pendekatan kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 106/PDT/2017/PT.YYK yaitu akta jual beli yang dibuat tanpa persetujuan pemilik menyebabkan akta jual beli tersebut dapat dimintakan pembatalan. Adanya perbuatan melawan hukum oleh Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah mengakibatkan Surat Kuasa Menjual dan Akta Jual Beli atas Tanah Sengketa menjadi tidak sah dan batal demi hukum. Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah bertanggung jawab atas pembatalan akta yang dibuatnya dengan dikenakan sanksi perdata yang dapat dimungkinkan juga dengan sanksi administratif dan sanksi pidana.

This thesis discusses the responsibility of a Notary Land Deed Official for the Cancellation of the Sale and Purchase Deed that has a False Power of Attorney (Case Study of Yogyakarta High Court Decision Number 106/PDT/2017/PT.YYK). The problem in this thesis is the legal consequences of the Power of Attorney for Sale and Sale and Purchase Deed which is not recognized for its truth and validity, and the responsibility of the Notary Land Deed Official for the Sale and Purchase Act which was canceled by the Court. To answer this problem legal research is conducted using a normative juridical approach, descriptive analytical research types, and data analysis methods using a qualitative approach.
Based on the research results of the Yogyakarta High Court Decision Number 106/PDT/2017/PT.YYK namely deed of sale and purchase made without the consent of the owner and bad intention causing the sale deed can be requested for cancellation. Unlawful acts by the Notary Land Deed Official causing the Sale and Purchase Deed and the Power of Attorney to Sell to be declared invalid and null and void. Notary Land Deed Official is responsible for the cancellation of the deed he made with a civil sanction which can be accompanied by administrative sanctions and criminal sancti ons."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54946
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Tiara Suci
"Peralihan hak atas tanah melalui hibah hanya dapat dilakukan dengan Akta Autentik yang dibuat oleh PPAT. Agar suatu penghibahan beralih secara sempurna, syarat pembuatan Akta Hibah harus dipenuhi dan dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan. Namun, dalam Putusan Nomor 44/Pid.B/2021/PN.Clp, unsur syarat subjektif dan objektif akta tidak terpenuhi karena ketidakhadiran pemberi hibah, sehingga PPAT yang membuat akta tersebut berinisiatif memalsukan tanda tangan pemberi hibah agar proses penghibahan tetap berlanjut agar objek hibah segera beralih. Permasalahan dalam tesis ini adalah akibat hukum dari akta hibah yang tanda tangan pihaknya dipalsukan oleh PPAT yang membuatnya, dan pertanggungjawaban PPAT terhadap perbuatannya tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris berdasarkan data sekunder, melalui studi kepustakaan. Dari hasil penelitian dapat disimpulan bahwa akta hibah yang dipalsukan tersebut batal demi hukum, karena tidak memenuhi unsur syarat subjektif dan objektif akta, dan PPAT yang memalsukan tanda tangan pemberi hibah dalam akta tersebut dapat dijatuhi pertanggungjawaban baik secara pidana, perdata maupun administratif.

The transfer of land rights through grants can only be carried out with an Authentic Deed made by Land Deed Official (PPAT). In order for a grant to be validly transferred, the requirements for executing a Grant Deed shall be fulfilled and implemented in accordance with the provisions of the related Law. However, referred to Decision Number 44/Pid.B/2021/PN.Clp, the subjective and objective requirements of the grant deed were not fulfilled due to the absence of the grantor, therefore the PPAT who made the deed took the initiative to forge the signature of the grantor so that the granting process continued. Problems arise in this thesis are concerning the legal consequences of the grant deed whose signature of the party was falsified by the PPAT who made it, and the PPAT's responsibility against the said falsification of signatures. To answer these problems, a normative juridical research method that is prescriptibe analytical based on secondary data is used, through a literature study. Based on the results of the research, it is concluded that the falsified grant deed is deemed null and void because it does not meet the subjective and objective requirements of the deed, and the PPAT who falsifies the signature of the grantor in the deed can be held liable criminally, civilly and administratively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bellatric Andini Putri
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pembuatan akta hibah oleh Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) yang digugat oleh para ahli waris dari si penghibah setelah si penghibah meninggal dunia. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah keabsahan akta hibah yang melebihi batas maksimum hibah dan pertanggungjawaban Camat sebagai PPATS terkait pembatalan akta hibah yang melebihi batas maksimum hibah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian eksploratif dengan meneliti data sekunder, yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan hibah bagi umat muslim wajib mengikuti ketentuan berupa rukun dan syarat hibah yang telah ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam, termasuk ketentuan mengenai batas maksimum pelaksanaan hibah sebesar 1/3 (sepertiga) bagian harta benda si penghibah. Tidak dibenarkan bagi seorang penghibah untuk menyerahkan seluruh harta kekayaannya. Hal ini dikarenakan walaupun hibah dilakukan saat hidup, penghibah harus memperhatikan kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan saat ia meninggal. Tidak hanya berdampak bagi pemberi hibah, hibah juga akan berdampak pada eksistensi ahli waris dan perhitungan harta warisan. Haram hukumnya apabila hibah yang dilakukan merugikan hak-hak atau bagian yang seharusnya didapatkan oleh ahli waris. Dengan demikian, pemberian hibah yang melanggar ketentuan Pasal 210 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, berarti hibah tersebut telah melanggar syarat objektif perjanjian serta melanggar syarat seorang penghibah sebagaimana ditentukan dalam Hukum Islam sehingga hibah batal demi hukum. Dengan demikian, PPATS yang membuat akta hibah tersebut dapat bertanggung jawab secara administratif dan perdata. Adapun tanggung jawab PPATS secara administratif ialah berupa sanksi teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat, sedangkan secara perdata ialah PPATS dapat dimintakan ganti kerugian. Selain itu, tanggung jawab Camat yang juga merupakan PNS dapat diberikan Hukuman Disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis atau pernyataan tidak puas secara tertulis.

The background of this research is the making of a grant deed by the sub-district head as Temporary Land Deeds Official (PPATS) which was sued by the heirs of the grantor after the grantor died. The problems studied in this research are the validity of the grant deed that exceeds the maximum grant limit and how is the responsibility of the sub-district head as PPATS regarding the cancellation of the grant deed that exceeds the maximum grant limit. The research was conducted using doctrinal research with an analytical exploratory research typology by examining secondary data, which consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of the study show that the implementation of grants for Muslims must follow the provisions in the form of pillars and conditions for grants that have been determined in the Compilation of Islamic Law, including provisions regarding the maximum limit for the implementation of grants of 1/3 (one third) of the grantor's assets. It is not permissible for a benefactor to give up all of his wealth. This is because even though the grant was made while alive, the donor must pay attention to the welfare of the family left behind when he dies. Not only has an impact on the grantor, the grant will also have an impact on the existence of heirs and the calculation of inheritance. It is unlawful if the grant made harms the rights or portion that should be obtained by the heirs. Thus, giving a gift that violates the provisions of Article 210 paragraph (1) of the Compilation of Islamic Law means that the grant has violated the terms of the purpose of the agreement and violated the conditions of a donor as stipulated in Islamic Law so that the grant is null and void. Thus, the PPATS who made the grant deed can be responsible administratively and civilly. Administratively, PPATS' responsibilities are in the form of written warning, temporary dismissal, respectful dismissal, or dishonorable discharge, while civilly, PPATS can be asked for compensation. In addition, the responsibilities of the sub-district head, who is also a civil servant, can be given disciplinary punishment in the form of an oral warning, a written warning, or a written statement of dissatisfaction."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patrecia Kakiay
"Akta jual beli yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan suatu akta yang dapat dijadikan sebagai pertanggungjawaban dalam penjaminan hukum bahwa telah terlaksananya perbuatan hukum peralihan suatu hak atas tanah melalui cara jual beli. Namun pada realitanya AJB belum tentu dapat dijamin mengenai keterangan yang tertuang didalamnya, seperti adanya pembuatan AJB kosong sebagaimana ditemukan dalam kasus yang ada pada Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 65/PDT/2022/PT.YYK. Pembuatan AJB kosong berdasarkan pembubuhan sidik jari pada draft AJB menimbulkan ketidakpastian hukum dan tidak mencerminkan sifat keautentikan dari suatu akta yang dibuat oleh PPAT. Permasalahan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan tanggung jawab PPAT atas pembuatan AJB berdasarkan pembubuhan sidik jari pada akta jual beli kosong maupun kuitansi kosong serta akibat hukum dari AJB kosong yang dibuat oleh PPAT. Penelitian hukum doktrinal digunakan untuk menjawab kedua permasalahan tersebut. Data sekunder yang dikumpulkan melalui alat studi kepustakaan, selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian terhadap permasalahan pertama adalah tanggung jawab PPAT dapat berupa tanggung jawab etik dan tanggung jawab hukum. Mengacu pada putusan hakim pada Pengadilan Tinggi Yogyakarta tanggung jawab PPAT atas AJB yang tidak sesuai dengan ketentuan dikenakan pertanggungjawaban secara hukum melalui ganti kerugian terhadap pihak yang dirugikan. Namun jika melihat dalam peraturan mengenai jabatan PPAT seorang PPAT yang tidak menjalankan kewajibannya sehingga menerbitkan yang tidak sesuai dengan peraturan dan keinginan para pihak dapat diberhentikan secara tidak hormat karena telah melanggar kewajiban dan larangan sebagai seorang pejabat umum. Terhadap permasalahan kedua, pembuatan AJB yang tidak sesuai dengan ketentuan pembuatan AJB dianggap cacat hukum, tidak berlaku, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Ketidakhati-hatian oleh seorang PPAT atas suatu akta yang dibuatnya tanpa memeriksa dan meneliti mengenai kebenaran dokumen dan data yang berkaitan dengan pembuatan AJB, sehingga tidak memenuhi syarat dalam jual beli dan dinyatakan bahwa perbuatan hukum jual beli yang dilalukan berlandaskan itikad tidak baik maka dalam kasus yang ada dalam putusan baik Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) maupun AJB dianggap sebagai cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum terikat.

The deed of sale and purchase before the Land Deed Official (PPAT) is a deed that can be used as accountability in the legal assurance that the legal act of transferring a land right through sale and purchase has been carried out. However, in reality, AJB cannot necessarily be guaranteed regarding the information contained therein, such as the making of a blank AJB as found in the case found in the Yogyakarta High Court Decision Number 65/PDT/2022/PT.YYK. Making a blank Deed of Sale (AJB) based on affixing fingerprints on the draft AJB creates legal uncertainty and does not reflect the authenticity of a deed made by a PPAT. The problem in this research relates to the PPAT's responsibility for making AJB based on affixing fingerprints on a blank sale and purchase deed or receipt and the legal consequences of a blank AJB made by a PPAT. Doctrinal legal research is used to answer these two problems. Secondary data was collected through literature study tools, then analyzed qualitatively. The result of the research on the first problem is that the responsibility of PPAT can be in the form of ethical responsibility and legal responsibility. Referring to the judge's decision at the Yogyakarta High Court, PPAT's responsibility for AJB which is not in accordance with the provisions is subject to legal liability through compensation for the injured party. However, if you look at the regulations regarding the position of PPAT, a PPAT who does not carry out his obligations so that he issues an AJB that is not in accordance with the regulations and the wishes of the parties can be dishonorably dismissed because he has violated his obligations and prohibitions as a public official. Regarding the second problem, the making of AJB that is not in accordance with the provisions for making AJB is considered legally defective, invalid, and has no binding legal force. Carelessness by a PPAT over a deed he made without examining and scrutinizing the correctness of documents and data related to the making of AJB, so that it does not fulfill the conditions in the sale and purchase and it is stated that the sale and purchase legal action carried out is based on bad faith, so in the case in the decision both the Sale and Purchase Bond Agreement (PPJB) and AJB are considered legally defective and have no binding legal force."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Nursyirwan
"ABSTRAK
Tanah merupakan suatu bagian yang penting dalam kehidupan manusia oleh
karena itu manusia harus senantiasa menjaga tanah tersebut demi kestabilan
hidup manusia serta menjaganya dari kepunahan. Dalam pembuatan sertipikat
hak atas tanah tersebut para pihak harus membuat suatu surat setor pajak
sebagai bukti pembayaran yang sah. Permasalahan yang dihadapi oleh penulis
yaitu mengenai tanggung jawab PPAT dalam pembuatan sertipikat hak atas
tanah yang beralas surat setor pajak ganda dan sertipikat itu sendiri sebagai alat
bukti yang kuat. Metode penelitian yang digunakan berdasarkan penelitian
kepustakaan dimana pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis
normatif. Tanggung jawab PPAT terhadap surat setor pajak yang palsu tersebut
adalah bahwa PPAT tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum sebab
PPAT hanya mencatat atau menuangkan suatu perbuatan hukum yang
dilakukan oleh para pihak atau penghadap ke dalam akta. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian hukum normative, tipe penelitian deskriptif, dan
data yang digunakan adalah data sekunder. Analisis data dalam penulisan tesis ini
dilakukan menggunakan metode analisis kualitatif.

Abstract
The soil is an important part in people lives therefore humans must
maintain the lands for the sake of the stability of human life as well as
preventing them from extinction. In the making of these land rights title
deed applications parties should make a letter as proof of payment of the
tax selor legitimate. The problem is given by the author regarding
responsibilities in making the title deed applications ppat land rights are
grounded in a double tax and title deed application selor itself as a means
of evidence. The research method used is based on the research library
where research approach used is the juridical normative. The responsibilty
of mail selor ppat false tax is that ppat can not legally accountable for the
ppat just recorded or pouring an act of law made by the parties or
penghadap into the deef of. This research using methods normative legal
research, descriptive research and data type used is a secondary data. Data
analysis in the writing of the thesis is done using qualitative methods of
analysis."
2012
T31742
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Endang Swarni
"Penulisan tesis ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian adalah preskriptif analitis, pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Yang jadi pokok permasalahan adalah bagaimanakah jual beli hak atas tanah no. 8/Cikande tersebut dapat dikatakan telah memenuhi syarat jual beli; bagaimana akta jual beli tersebut dapat disebut sebagai cacat yuridis sehingga dibatalkan oleh pengadilan dan bagaimanakah pertanggungjawaban PPAT terhadap akta jual beli hak atas tanah no. 8/Cikande yang cacat hukum. Peralihan hak atas tanah karena jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang, oleh karena itu akta jual beli merupakan akta otentik yang mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat akan tetapi akta PPAT tersebut masih dapat dibatalkan oleh pengadilan apabila perbuatan hukum yang dituangkan dalam akta tersebut mengandung cacat yuridis yang disebabkan dalam proses pembuatannya terdapat unsur melawan hukum yang membawa kerugian bagi pihak lain. Dalam hal ini jual beli hak atas tanah menjadi batal disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat materiil dalam pelaksanaan jual beli yaitu penjual bukanlah orang yang berhak menjual maka jual beli hak atas tanah tersebut menjadi batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah terjadi jual beli. Kebatalan akta karena adanya cacat juridis disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat subyektif dalam perjanjian yaitu adanya cacat kehendak dalam membuat kesepakatan seperti adanya kekhilafan/kesesatan (dwaling), adanya paksaan (dwang) dan adanya penipuan (bedrog). PPAT dalam pembuatan aktanya mempunyai tanggung jawab baik perdata, pidana maupun secara etika dan moral. Hasil penelitian dalam sengketa yang menyebabkan kebatalan akta jual beli no. 8/Cikande adalah adanya penipuan dalam pelaksanaan pembuatan akta jual beli yang dilakukan para penghadap yaitu pemalsuan identitas pemegang hak atas tanah yang sah. PPAT dalam proses pembuatan akta hanya mengkonstatir apa yang para penghadap inginkan, bila terbukti PPAT hanya menjalankan jabatannya sesuai dengan prosedur perundang-undangan dengan demikian berlakulah pasal 50 dan 51 KUHPidana kepadanya.

Writing of this thesis used judicial normative method, research of specification was prescriptive analysis, for collecting data used library research with secondary data. The main of problems are how buying and selling land of rights number 8/Cikande can fulfill requirement of buying and selling, how deed of sale called as disability law which had been cancelled by court and how responsibility of PPAT toward deed of sale land of rights number 8/Cikande which as disability law. The transition of land rights because of buying and selling only can be registered if can be proved with deed which made by authorized PPAT, therefore deed of sale constitute of authentic deed which had perfect verification strength value and binding but the deed can be cancelled by court therefore legal act can be occur in the deed contain disability of law that caused in process made of deed had substance unlawful law that gave loss to other side. In this case the nullification buying and selling land of rights is caused by who didn’t have the authority to sell in the material requirement buying and selling which caused of from the beginning the transaction never happened. The nullification deed caused disability law not fulfill the requirement subjective in the agreement there are any willing disability in the agreement like digression (dwaling), compulsion (dwang) and fraud (bedrog). PPAT in deed have a responsibility of private law, criminal law, as well as ethical and moral. Responsible of PPAT in this case was responsible of private law there is unlawful made by PPAT which raises of loss by litigants caused of issued deed of sale number 57/2003. As a public official who make deed can not be punished even though do unlawful in process the deed caused that PPAT only doing what parties wanting and implementation refer to process regulation order Article 50 and article 51 KUHPidana."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perpetua Graciana Kanta
"Penelitian ini membahas mengenai mekanisme pembatalan dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap Akta Jual Beli "pura-pura" (AJB "Pura-Pura"). Dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 159/Pdt.G/2018/PN. Bpp. AJB "Pura-Pura" dinyatakan batal demi hukum dan PPAT diperintahkan untuk mencoret akta dari buku daftar register akta miliknya. Namun, terdapat putusan lain di mana PPAT tidak diperintahkan untuk mencoret akta yang batal demi hukum dari daftar buku register. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai mekanisme pembatalan akta terhadap akta yang telah dinyatakan batal demi hukum; akibat pembatalan bagi pajak yang telah dibayarkan; serta tanggung jawab PPAT terhadap AJB "Pura-Pura". Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan analisa data dilakukan secara deskriptif analitis. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa mekanisme yang penting dilakukan oleh PPAT adalah membuat laporan kepada Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pajak bahwasannya akta tersebut telah dibatalkan oleh Pengadilan sedangkan mencoret akta dari buku register dilakukan sebagai perintah putusan pengadilan. Akibat bagi pajak yang telah dibayarkan, para pihak dapat meminta restitusi. Kemudian, bagi PPAT yang membuat Akta "Pura-Pura" dapat diberhentikan dengan tidak hormat serta dapat digugat berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan hasil penelitian, Penulis memberikan saran bahwa perlu diatur mekanisme pelaksanaan akta yang telah dinyatakan batal demi hukum guna memenuhi tertib administrasi dalam Peraturan Jabatan PPAT; Pihak yang ingin mengajukan pengembalian pajak harus mempersiapkan bukti pendukung bahwa transaksi pernah terjadi dan kemudian dibatalkan oleh Pengadilan; serta bagi PPAT dilarang membuat AJB "Pura-Pura" dan perbuatan hukum lain yang didasari perjanjian "pura-pura".

This study discusses the cancellation mechanism and the responsibility of Land Deed Official (PPAT) on "Pretended" Sale and Purchase (AJB). In the Decision of The Balikpapan City District Court Decision Number:159/Pdt.G /2018/PN.Bpp. the deed was declared null and void by law and the PPAT was ordered to cross out the AJB from their book list. On the other hand, there was other Court Decision where the PPAT wasn’t ordered to cross out a deed that was null and void by law from their book list. The issues raised in this study are the cancellation mechanism of the deed that has been null and void by law;the tax that has been paid by the parties;and PPAT responsibilities; To answer the problems raised,Writer uses juridical normative method with descriptive data analysis. As a conclusion of the study, the essential thing is for PPAT to file a report to the National Land Agency and the Tax Office while crossing out the deed is just as an instruction of court decision. The tax that has been paid may be refunded. The related PPAT may dishonorably be discharged and sued based on article 1365 of the Civil Code. Therefore, it is also necessary to regulate in PP Number 37/1998 the mechanism for the implementation of the deed which has been declared null and void by law; the party who wants get a tax return must prepare supporting evidence; and PPAT is prohibited from making a "pretended" AJB or any legal action based on "pretended" agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Ghinaa S. Putri
"Penelitian ini membahas mengenai pertanggungjawaban pejabat pembuat akta tanah (PPAT) akta pemberian hak tanggungan (APHT) kepada pembeli terakhir/ pembeli yang beritikad baik (pembeli) dan perlindungan terhadap PPAT atas gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada pembeli tersebut. Tujuan pertanggungjawaban PPAT dan perlindungan kepada pembeli adalah memberikan analisis terkait permasalahan pertanggungjawaban dan perlindungan tersebut. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pertanggungjawaban PPAT terhadap APHT kepada pembeli yang dibatalkan dan perlindungan hukum terhadap PPAT atas gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada pembeli. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data kualitatif melalui data sekunder. Analisis dilakukan secara eksplanatoris. Analisis berdasarkan literatur dan studi kepustakaan untuk menjawab permasalahan sebelumnya. Hasil analisa yang diperoleh dalam penelitian ini menyatakan bahwa PPAT dapat bertanggungjawab secara administratif, yaitu pertanggungjawaban atas akta yang dibuatnya, karena dalam pembuatan APHT tersebut PPAT telah memenuhi sikap ketelitian dan memenuhi prinsip kehati-hatian, maka PPAT dapat mengajukan perlindungan hukum berdasarkan Permen ATR/BPN Nomor 2 tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah serta memberikan hak jawab nya kepada Hakim di tingkat peradilan untuk melindungi Pembeli tersebut dari gugatan PMH.

This research discusses the accountability of official leand dead maker (PPAT) deed of granting dependent rights (APHT) to the last buyer / buyer in good faith (buyer) and protection against PPAT for lawsuits against the law (PMH) to the buyer. The purpose of PPAT accountability and protection to buyers is to provide analysis related to the issue of accountability and protection. The issues raised in this study are about ppat liability to canceled buyers and legal protection against PPAT for lawsuits against the law (PMH) to buyers. This study uses normative juridical research method with qualitative data analysis through secondary data. The analysis is carried out explantically. Analysis based on literature and literature studies to answer previous problems. The results of the analysis obtained in this study stated that PPAT can be administratively responsible, namely accountability for the deed it makes, because in the manufacture of the APHT PPAT has fulfilled the attitude of thoroughness and meets the principle of prudence, then PPAT can apply for legal protection based on Permen ATR / BPN No. 2 of 2018 on The Construction and Supervision of the Land Deed Officials and give their right to answer to the Judge at the judicial level to protect the Buyer from pmh lawsuit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>