Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156053 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saragih, Ricky Endrie
"Perkembangan teknologi internet telah memasuki suatu peradaban dimana semua orang melihat internet sebagai kebutuhan dasar. Demikian juga dengan perkembangan bisnis, dimana hampir semua bisnis pada masa ini telah berpindah dari yang bisnis yang konvensional ke dunia digital yang membutuhkan koneksi internet. Pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah salah satu bisnis jasa yang juga sangat bergantung kepada teknologi internet. Pinjam meminjam uang ini mempertemukan pihak Pemberi Pinjaman dan pihak Penerima Pinjaman dalam suatu platform online yang dikelola oleh Penyelenggara Layanan. Di dalam platform online tersebut, Penyelenggara Layanan akan memberikan seluruh informasi yang dibutuhkan oleh Pemberi Pinjaman untuk menyalurkan dana yang dimiliki di dalam virtual account kepada setiap pengajuan pinjaman. Sistem pendanaan ini menggunakan sistem crowd funding atau urun dana, dimana untuk satu pinjaman yang diajukan akan didanai oleh beberapa Pemberi Pinjaman. Sebagai pihak yang memberikan pinjaman, maka keputusan para Pemberi Pinjaman ini sangat bergantung kepada informasi yang diberikan oleh Penyelenggara Layanan, baik informasi atas data-data calon Penerima Pinjaman atau hasil analisa dari Penyelenggara Layanan terhadap setiap pengajuan pinjaman. Karena itu, pembahasan adalah mengenai tanggung jawab dari Penyelenggara Layanan terhadap informasi yang disediakan di dalam platform online yang dikelolanya apabila Pemberi Pinjaman mengalami kerugian sebagai akibat dari informasi tersebut. Terhadap hal tersebut maka penelitian ini secara khusus akan mengelaborasi ketentuan Pasal 37 POJK 77/2016 yang memiliki konsep yang sama dengan tanggung jawab keperdataan yang timbul sebagai akibat dari suatu perbuatan melawan hukum. Peneliti memberikan saran, agar OJK membuat suatu peraturan baru yang khusus mengatur mengenai tanggung jawab Penyelenggara Layanan atas informasi yang disediakan di dalam platform pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, yaitu kewajiban untuk memberikan informasi yang benar, ketentuan mengenai penggunaan artificial intelligence dalam menganalisa data dan bentuk tanggung jawab dari Penyelenggara Layanan atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari informasi tersebut.

Internet technology development has entered a civilization where everybody sees internet as basic need. As well as business development, where almost all business nowadays has shifted from conventional business to the digital which needs internet connection. Peer to peer lending is a kind of service business which depends on the internet technology. Peer to peer lending bridges the Lender to the Borrower in an online platform managed by the Operator. In the online platform, the Operator will provide all the information needed by the Lender to deliver the fund available in the virtual account to the respective loan proposals. This peer to peer lending uses crowd funding system, where a loan proposal is funded by more than Lender. As the party who gives loan, then the Lenders decision will solely depend on the information provided by the Operator, both for the information of Borrowers data or information as the result of analysis from the Operator of respective loan proposals. Therefore, the aim is to study the liability of the Operator towards information provided in the online platform that managed by the Operator if the information has caused loss to the Lender. Regarding the matter, this research specifically elaborates the Article 37 POJK 77/2016 which has same concept with the liability as the result of tort. The researcher suggests OJK to draft new regulation specifically regarding the responsibility of the Operator towards information provided in the peer to peer lending online platform, the liability is to give correct information, article to regulate the usage of artificial intelligence for data analyzing and the form of liability of the Operator for the loss as the result of the information."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kembaren, Keny Indah Gloria
"Peer to peer lending (P2PL) menghubungkan peminjam dan pemberi dana tanpa lembaga keuangan bank sebagai perantara. Bentuk pengumpulan dana ini memberikan pemberi dana untuk memperoleh kesempatan yang lebih banyak untuk berinvestasi, kendati demikian hal ini juga menimbulkan pendanaan macet dan fraud. Tesis ini membahas mengenai perlindungan pemberi dana dalam P2PL khususnya terkait risiko pendanaan macet dan fraud oleh Penyelenggara LPBBTI berdasarkan POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) serta penerapannya dalam perjanjian pendanaan. Penulis juga melakukan perbandingan hukum di Amerika Serikat dan China. Adapun perbandingan dengan memilih negara Amerika Serikat dan China karena kedua negara tersebut merupakan pangsa pasar P2PL terbesar di dunia. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengajukan rumusan masalah, yaitu: Analisis penyelenggara layanan P2PL menerapkan perlindungan pemberi dana terkait risiko pendanaan macet dan fraud pasca berlakunya POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi; Perbandingan pengaturan perlindungan pemberi dana dalam penyelenggaraan peer to peer lending di Amerika Serikat, China, dan Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Pada akhirnya, penulis memperoleh kesimpulan bahwa Peraturan OJK No. 10/POJK.05/2022 telah cukup komprehensif mengakomodir penyelenggaraan layanan P2PL di Indonesia khususnya terkait dengan perlindungan pemberi dana dari risiko pendanaan macet dan risiko fraud oleh penyelenggara P2PL. Peraturan P2PL yang utama digunakan di Amerika Serikat adalah Securities Exchange Act dan Peraturan P2PL yang utama digunakan di China adalah Interim Measures for the Administration of the Business Activities of Online Lending Information Intermediary Institution.

Peer to peer lending (P2PL) connects borrowers and lenders without bank financial institutions as intermediaries. This form of crowdfunding brings lenders more investment opportunities, however it can also lead to bad funding and fraud. This thesis discusses the protection of lenders in P2PL, especially related to the risk of bad funding and fraud by P2PL Providers based on POJK Number 10/POJK.05/2022 concerning Information Technology-Based Co-Funding Services and its application in lenders agreements. The author also makes a comparison of laws in the United States and China. The comparison by selecting the United States and China because these two countries are the largest P2PL market share in the world. Based on that problems, the writer tried to describe the main issues, which are: Analysis of P2PL service providers implementing protection for funders regarding the risk of bad funding and fraud after the enactment of POJK Number 10/POJK.05/2022 concerning Information Technology-Based Co-Funding Services; Comparison of lender protection implementing peer to peer lending in the United States, China and Indonesia. The form of research used in this research is normative juridical research. In the end, the writer come to the conclusion that POJK Regulation No. 10/POJK.05/2022 is comprehensive enough to accommodate the implementation of P2PL services in Indonesia, especially related to the protection of lender from the risk of bad funding and the risk of fraud by P2PL providers. The main P2PL regulation used in the United States is the Securities Exchange Act and the main P2PL regulation used in China is Interim Measures for the Administration of the Business Activities of Online Lending Information Intermediary Institution."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Raditianto
"Financial Technology Fintech) adalah bidang bisnis dalam industri start-up yang memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan layanan keuangan dan membuatnya lebih efisien. Fintech memiliki bermacam bentuk salah satunya Peer to Peer Lending, yaitu layanan yang mempertemukan Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman secara online melalui sebuah platform berbasis Sistem Elektronik. Di Indonesia, Peer to peer lending dikenal dengan sebutan  Layanan Pinjam Meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI). Pengenalan platform P2P lending di Indonesia telah meningkatkan dampak besar sehingga LPMUBTI membutuhkan kejelasan atas peraturan bagi Pengguna LPMUBTI baik dari segi pengelolaan dana maupun pengelolaan data Pengguna LPMUBTI. Oleh sebab itu, tesis ini hendak menganalisis mengenai pengaturan perlindungan hukum bagi pengguna LPMUBTI.  Penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi pengguna yang terdapat pada POJK 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI, Pedoman Perilaku Aftech dan AFPI maupun peraturan lainnya terkait penyelenggaraan teknologi informasi mengenai pengelolaan data dan pengelolaan dana masih dirasa merugikan pengguna. Penagihan terhadap penerima pinjaman yang dilakukan  menggunakan ancaman dan intimidasi kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan dalam perjanjian tersebut, dan belum ada jaminan bagi pemberi dana ketika memasukkan dananya ke LPMUBTI. Berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan pengaturan tambahan mengenai perlindungan pengguna LPMUBTI baik terhadap dana yang diterima maupun  agar pengguna dalam sektor LPMBUTI lebih terlindungi.

Financial Technology (Fintech) is a business in the start-up industry that uses technology to improve financial services and make it more efficient. Fintech has various forms, one of which is Peer to Peer Lending, which is a service that brings together Loan Providers and Loan Recipients online through an Electronic System-based platform. In Indonesia, Peer to peer lending is known as the Information Technology-based Money Lending and Borrowing Service (LPMUBTI). The introduction of the P2P lending platform in Indonesia has greatly increased the impact so that LPMUBTI requires clarity on the rules for LPMUBTI Users both in terms of fund management and management of LPMUBTI User data. Therefore, this thesis is about analyzing legal protection arrangements for LPMUBTI users. This research shows that legal protection for users contained in POJK 77/POJK.01/2016 concerning LPMUBTI, the Aftech and AFPI Code of Conduct and other regulations related to the implementation of information technology regarding data management and fund management is still detrimental to users. Billing of recipients of loans made using threats and intimidation to unauthorized parties in the agreement, and there is no guarantee for funders when entering their funds into LPMUBTI. Based on this, additional arrangements are needed regarding the protection of LPMUBTI users both for funds received and for users in the LPMBUTI sector to be better protected."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Wahyuningtyas
"Tesis ini membahas tentang perbandingan hukum atas peraturan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi di Indonesia dan Inggris (Studi Kasus: Peer To Peer Lending). Metode penelitian yang digunakan adalah perbandingan hukum. Saat ini di Indonesia layanan ini sedang marak yang biasa dikenal dengan pinjaman online. Adapun perbandingan dengan memilih negara Inggris karena negara ini salah satu pelopor dari trend teknologi finansial di dunia. Dengan melakukan penelitian ini maka diketahui peraturan terkait dengan layanan ini baik di Indonesia diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, sedangkan di Inggris diatur dalam Peraturan Financial Conduct Authority, sehingga dapat diperoleh perbandingan pelaksanaan layanan ini.

This thesis discusses the legal comparison of information technology-based money lending service regulations in Indonesia and the United Kingdom. The research method used is legal comparison. At present in Indonesia this service is on the rise, commonly known as online loans. The comparison by choosing the United Kingdom because this country is one of the pioneers of the trend on financial technology in the world. By conducting this research, it is known that the regulations related to this service, in Indonesia are regulated by Otoritas Jasa Keuangan Regulation, while in the UK it is regulated in the Financial Conduct Authority Regulation, so that a comparison of the implementation of this service can be obtained."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Alexandra
"Kehadiran teknologi finansial memudahkan masyarakat untuk mengakses produk dan jasa keuangan. Salah satu jenis teknologi finansial, yaitu layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI) menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi individu dan pelaku usaha kecil. Dalam LPMUBTI, pemberi pinjaman menghadapi berbagai macam risiko. Penelitian ini membahas dua permasalahan. Pertama, membahas bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI dan peraturan terkait lainnya. Kedua, membahas bagaimana implementasi perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman dan bagaimana tanggung jawab penyelenggara LPMUBTI terhadap pemberi pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian yang didapatkan adalah, berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016, Penyelenggara LPMUBTI wajib melakukan perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif dan represif tersebut mampu memberikan perlindungan secara komprehensif bagi pemberi pinjaman dari risiko gagal bayar dan memberikan perlindungan secara mendasar bagi pemberi pinjaman dari risiko kebocoran data. Dalam prakteknya, Penyelenggara juga menyediakan opsi asuransi untuk melindungi Pemberi Pinjaman dari gagal bayar. Penelitian ini memberikan dua saran untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman. Pertama, menyarankan agar dibentuk suatu badan pusat data yang mengelola dan melindungi data pribadi dan data transaksi para pengguna LPMUBTI. Kedua, menyarankan agar dibuat pengaturan hukum yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi untuk lebih melindungi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI.

Emergence of financial technology democratizes access to financial products and services. Peer to peer lending (P2P Lending), an application of financial technology, becomes an accessible alternative for individuals and small businesses in Indonesia to obtain financing. In P2P Lending, lenders may face various risks. This research examines two problems. First, it examines the legal protection for lenders in P2P Lending based on Financial Services Authority’s Regulation (POJK) no. 77/POJK.01/2016 on P2P Lending Services and other related regulations is examined. Second, it examines the implementation of legal protection for lenders and the responsibilites of P2P Lending companies to lenders. The method used in this research is juridical-normative with descriptive-analytical typology. On the regulatory problem, this research shows that, according to POJK no. 77/POJK.01/2016 and other related regulations, P2P Lending companies must implement preventive and repressive measures. These preventive and repressive measures comprehensively cover default risk and rudimentarily cover data breach risk. On the implementation problem, P2P companies have been offering insurance and provision fund to minimize lenders’ risk of loss. This research provides two suggestions to improve legal protection for lenders. First, creation of an institution that manages and protects P2P Lending participants’ personal and transactional data. Second, creation of regulations to comprehensively cover the issues of data privacy to improve the protection of lenders in P2P Lending"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tadjoedin Saman
"Layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi atau yang saat ini kita kenal sebagai salah satu layanan financial teknology peer to peer lending merupakan salah satu bentuk perkembangan teknologi informasi dibidang sektor jasa keuangan yang pada saat ini diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui POJK No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Penelitian ini hendak membahas mengenai peran Otoritas Jasa Keuangan dalam mengatur dan melindungi konsumen yang menggunakan layanan pada sektor jasa keuangan di Indonesia dan bentuk perlindungan konsumen sektor jasa keuangan berupa mekanisme penyelesaian sengketa yang menggunakan jasa layanan peer to peer lending (pinjaman online) ilegal oleh Otoritas Jasa Keuangan menurut Peraturan Perundang-Undang. Metode penelitian yang digunaan adalah dengan menggunakan penelitian yuridis normatif yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif. Kesimpulan pertama dalam penelitian ini adalah dalam perlindungan konsumen yang menggunakan layanan pada sektor jasa keuangan di Indonesia, prinsip perlindungan konsumen mengacu pada POJK No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Kedua, terhadap konsumen yang menggunakan layanan jasa pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi berpedoman pada POJK No.77/POJK.01/2016, namun POJK ini hanya melindungi konsumen yang menggunakan layanan pinjam meminjam yang sudah terdaftar dan berizin resmi di OJK. Sehingga, terhadap konsumen yang menggunakan layanan pinjam meminjam yang tidak terdaftar resmi atau ilegal tidak mendapatkan perlindungan oleh OJK. Namun seharusnya OJK tidak serta merta lepas tangan dalam memberikan perlindungan kepada konsumen yang menggunakan peer to peer lending ilegal karena OJK memiliki concern dalam memberikan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan di Indonesia, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK.

Peer to Peer Lending is a form development of information technology in financial services sector, which is currently regulated by Indonesian Financial Services Authority Regulation No. 77/POJK.01/2016 on Information Technology-based Loans and Lending Services. This thesis will analyze the role of the Indonesian Financial Services Authority in regulating and protecting consumers’ rights and their usage of financial services and other consumers protection effort, especially in regards to financial services dispute resolution mechanisms. This research will analytically describe principles of consumers protection who have used financial services under the Financial Services Authority Regulation No. 1/POJK.07/2013 on Consumer Protection in Financial Services Sector. Furthermore, consumers who used Peer to Peer Lending services based on Financial Services Authority Regulation No. 77/POJK.01/2016 will find that this regulation only protects consumers who used loans and lending services which have been officially registered and authorized by the Indonesian Financial Services Authority. Other legal consequences which include, but not limited to, leakage of personal information, financial default, or any other legal actions beyond the regulations’ limit remains unprotected. But, OJK should not able to say that OJK cannot provide protection to consumers who use illegal peer to peer lending because OJK has concern in providing consumer protection in the financial services sector in Indonesia, as stipulated in article 28 of law No. 21 Year 2011 on OJK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri Sasmita Yuda
"Penyelenggaraan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi mempunyai peranan penting dan dinilai turut berkontribusi terhadap pembangunan dan perekonomian nasional melalui penyediaan akses sumber dana bagi pihak yang membutuhkan sekaligus memberikan peluang alternatif investasi bagi masyarakat yang memiliki dana. Seiring dengan semakin berkembangnya kompleksitas produk dan layanan jasa pinjam peminjam uang berbasis teknologi informasi, hal tersebut telah memberikan peluang meningkatnya risiko terjadinya berbagai kejahatan bidang keuangan, termasuk risiko digunakan sebagai sarana dan/atau sasaran kejahatan pencucian uang. Prinsip mengenal nasabah merupakan bagian dari program anti pencucian uang pada sektor jasa keuangan. Sebagai subjek yang dikategorikan sebagai industri keuangan non bank, dasar pengaturan prinsip mengenal nasabah bagi Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan. Pedoman program anti pencucian uang memuat beberapa kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan identifikasi dan verifikasi nasabah termasuk penerapan prinsip customer due diligence CDD yang sejalan dengan rekomendasi FATF melalui pendekatan berbasis risiko. Dari aspek regulasi, prinsip mengenal nasabah telah membawa konsekuensi hukum yang berkaitan dengan lingkup substansi pengaturannya. Dalam pembahasan tesis ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif.

Peer to peer lending plays an important role and contribute to the national development and economy through the provision of access to financial resources for the parties in need as well as provide alternative investment opportunities for people who have the funds. Along with the increasing complexity of peer to peer lending products and services, it has provided an increased risk of occurrence of various crimes in the financial sector, including risks of being used as means and or targets of money laundering crime. Know your customer principles is part of anti money laundering program in the financial services sector. As a subject categorized as a non bank financial industry, know your customer principles in peer to peer lending refers to the provisions stipulated by the Financial Services Authority regulated in the POJK No. 12 POJK.01 2017 on Implementation of Anti Money Laundering and Counterterrorism Prevention Program in the Financial Services Sector. The anti money laundering guidelines contain some policies and procedures related to customer identification and verification including the application of customer due diligence CDD principles that are consistent with FATF recommendations through a risk based approach. From the aspect of regulation, know your customer principles have brought legal consequences related to the scope of the substance of the arrangement. In the discussion of this thesis, the author uses the normative research methods.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51452
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rachmaninda
"Peer-to-peer lending merupakan salah satu bentuk praktik pemberian pinjaman uang antara individu dimana peminjam dan pemberi pinjaman dipertemukan melalui platform yang diberikan oleh perusahaan peer-to-peer lending. Prakteknya, terdapat tiga pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan bisnis peer-to-peer lending di Indonesia. Pertama adalah pemodal, kedua peminjam, dan ketiga adalah perusahaan peer-to-peer lending sebagai perantara. Pada praktek pemberian pinjaman berbasis peer-to-peer lending, para pihak tidak bertatap muka secara langsung, melainkan bertemu dalam dunia maya melalui suatu media, yaitu platform yang disediakan oleh perusahaan peer-to-peer lending. Bagaimanakah pengawasan dari pihak OJK selaku otoritas yang berwenang terhadap adanya pemberian pinjaman berbasis peer-to-peer lending? Perlu adanya aturan yang dapat mengakomodir penerapan prinsip kehati-hatian dan pengawasan, khususnya mengenai produk perjanjian pinjam-meminjam karena hingga saat ini, belum ada peraturan khusus yang diundangkan terkait permasalahan tersebut. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analisis melalui pendekatan yuridis normatif. Penelitian menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang menggunakan data sekunder. Data yang diperoleh dari penelitian kemudian dianalisis dengan metode normatif kualitatif. Pengaturan mengenai penerapan prinsip kehati-hatian pada kegiatan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (peer-to-peer lending) belum dilakukan secara optimal oleh pihak OJK. Hal ini membuat setiap perusahaan peer-to-peer lending ini mempunyai mekanismenya sendiri dalam penerapan prinsip kehati-hatian. Selain itu, fungsi pengawasan oleh OJK belum cukup dilakukan khususnya terkait dengan produk yang dimiliki oleh perusahaan peer-to-peer lending.

Peer-to-peer lending is a loan activity between two parties which borrower and lender summoned by a platform that provided by peer-to-peer lending company. In fact, there are three parties that included in peer-to-peer lending business in Indonesia. First party is lender, second party is borrower, and third party is peer-topeer lending company as a connector. In loan activity based on peer-to-peer lending, each party no need to meet directly, but only virtually through a platform that provided by peer-to-peer lending company. How is OJK's supervision as the authorized authority on the existence of lending-based peer-to-peer lending? We need a regulations which can accommodate the implementation of prudential principle and surveillance especially on loan agreement enforcement is urgently needed because recently, there is no special regulation announced yet that manage about that issue. The research method of this thesis is a descriptive analytic through juridical normative. This research is literature review priority used the secondary data. The obtained data analyzed with normative qualitative method later. The effectivity of regulation about the implementation of prudential principle on loan based on information technology (peer-to-peer lending) by OJK is not good enough. This problem can make every peer-to-peer lending company create their own regulation in implementation of prudential principle. Besides, surveillance.function that held by OJK is not quite enough, especially about peer-to-peer lending company products.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zico
"Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan di tahun 2016, lembaga keuangan konvensional, seperti bank telah melakukan pengaliran dana melalui kredit kepada masyarakat sebesar Rp.660 triliun sedangkan kebutuhan masyarakakat sebesar Rp.1.649 triliun. Kemudian, berdasarkan hasil studi Polling Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 171,17 juta orang atau 64,8% masyarakat Indonesia sudah menjadi pengguna internet. Sehingga dengan perkembangan teknologi dan
kebutuhan masyarakat tersebut, ada alternatif pembiayaan baru, yaitu Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi oleh Financial Technology Peer to Peer Lending. Maka dari itu, penulis menyoroti permasalahan pengaturan yang berlaku di Indonesia khususnya mengenai pengaturan mengenai perjanjian dari kedua kegiatan pembiayaan tersebut. Penulis melakukan perbandingan mengenai pengaturan yang berlaku di Indonesia terkait perjanjian dari kedua kegiatan tersebut yang dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen. Dari penelitian yang telah penulis lakukan, penulis menemukan 5 (lima) persamaan dan 9 (sembilan) perbedaan di antara perjanjian kredit dan perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Berdasarkan penelitian tersebut, penulis memiliki saran, yaitu pada kredit bank dapat diberlakukan suatu pengaturan sehingga perjanjian kredit dapat dilakukan melalui jaringan internet. Sedangkan pada layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi perlu diatur prinsip-prinsip pemberian kredit yang dijadikan pedoman oleh penyelenggara layanan untuk memberikan suatu pinjaman karena pemberian pinjaman oleh
pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman dilakukan tanpa bertemu secara langsung sehingga berisiko tinggi.

Based on the data collected from the Financial Services Authority in 2016, conventional financial institutions, such as bank has funded as much as Rp.660 trillion, while the needs of the community is around Rp.1.649 trillion. Then, based on the results of the Polling Indonesia study, it showed that around 171.17 million or 64.8% Indonesians had become internet users. So with the development of the technology and the needs of the community, there is new financing alternative, namely Information Technology-Based Lending Services by Financial Technology Peer to Peer Lending. Therefore, the author highlights the regulatory issues that apply in Indonesia, especially on the regulations of the agreement between the two financing activities. Author makes comparison of the applicable regulations regarding the agreement of the two financing activities carried out with the
normative juridical research method and the data collection tool used is the study of documents. Based on the research that the author has done, author found 5 (five) similarities and 9 (nine) differences of regulation in Indonesia between the bank loan agreement and the IT-based lending services agreement. Based on this research, the author has suggestions, bank loan can be regulated so the agreement can be made through the internet network. Whereas in IT-based lending services, it
is necessary to regulate the principles of lending which are used as guidelines by the service providers to give a loan because the lending by the lender to the debtor is done without direct meeting so it has high risk
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Satria Kurniawan
"Perkembangan pesat layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi juga membawa risiko tinggi seperti masalah kredit macet. Tidak adanya sistem pertukaran data yang wajib untuk layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi telah mengakibatkan peningkatan risiko gagal bayar dari peminjam, berbeda dengan sektor perbankan. Sistem pertukaran data konsumen akan membantu Perusahaan Fintech untuk mendeteksi debitur macet, dan untuk mengurangi risiko kredit macet. Adapun dengan demikian mengenai rumusan masalah dari penelitian ini adalah: (1) bagaimana pertukaran data konsumen di sektor jasa keuangan, (2) bagaimana implementasi pertukaran data konsumen antara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. (3) pertukaran data konsumen yang tepat bagi layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Metode Peneilitan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif. Alat pengumpulan data adalah data sekunder berupa studi kepustakaan dengan didukung oleh wawancara. Dengan menerapkan penelitian hukum menggunakan pendekatan normatif, dan komparatif. Hasil penelitian yang dilakukan adalah sektor jasa keuangan memiliki dua adalah dua entitas pertukaran konsumen yang diatur oleh Otoritas Jasa. Meskipun ada dua entitas pertukaran data, pada praktiknya mayoritas layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi menggunakan entitias swasta..Dengan demikian pertukaran data konsumen yang paling cocok untuk pinjaman adalah LIPIP

The rapid development of Peer-to-Peer Lending Fintech also brings problem such as the high risk of the nonperforming loan. The absence of mandatory data exchange system has resulted in an increased risk of default from borrowers. Unlike the banking sector, where there are mandatory, there is no mandatory exchange information of consumer data between peer-to-peer lending Fintech companies. The consumer data exchange system would help Fintech Company to detect bad debtor, and to mitigate the risk of the nonperforming loan. This undergraduate thesis explores there main issues: (1) how consumer data sharing in Financial sector especially for Peer-to-Peer Lending Financial Technology consumer is regulated, and (2) how the implementation of consumer data exchange. (3) which is consumer data sharing is suitable for peer-to-peer lending Fintech companies.  By applying the normative legal research using the statute, and comparative approach and support by interview this undergraduate conclude that are two consumer exchange entities : (1) sistem Layanan Informasi Kreditur (SLIK), under Financial Service Authority (OJK). (2) Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP), under private entities, and consumer data exchange is regulated in several provision such as the Financial Service Authority (OJK) Law, Banking law, and also financial regulation. Even though there are two data exchange entities, in practice the majority of Peer-to-Peer Lending Financial Technology are using LPIP and non-using SLIK. The reason is SLIK seen as more tightly regulated, that can hinder growth or even losing business edge from other financial industry. Thus the most suitable consumer data exchange for lending is LPIP
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>