"Perkembangan teknologi di Indonesia, mengakibatkan transformasi pada beberapa sektor, salah satunya transformasi pada layanan pesan antar makanan. Saat ini, layanan pesan antar makanan sudah berbasis online dengan proses yang lebih sederhana dan efisien. Untuk membuat pesanan, pelanggan tidak perlu menelpon rumah makan tersebut, tetapi dengan aplikasi layanan pesan antar pada gawai pelanggan sudah bisa memesan makanan. Terdapat sebuah fitur inovatif yang dikenal sebagai "double order" dalam layanan pesan antar makanan. Fitur ini memungkinkan kurir untuk mengambil dua pesanan sekaligus dari 2 merchant yang lokasinya berdekatan ke 2 pelanggan yang juga lokasinya berdekatan. Fitur ini dapat memberikan pendapatan tambahan bagi kurir dengan cara yang lebih efektif, tetapi dapat mengurangi kepuasan pelanggan karena mengakibatkan waktu pengantaran makanan kepada pelanggan yang lebih lama. Sehingga untuk memberikan keuntungan terhadap kurir tanpa mengurangi kepuasan pelanggan, diperlukan rute perjalanan layanan pesan antar makanan yang optimal untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya operasional pada kurir dan waktu yang dikeluarkan oleh pelanggan. Permasalahan ini termasuk ke dalam Vehicle Routing Problem Pickup Delivery with Time Windows (PDPTW) karena bertujuan untuk mencari rute optimal. Permasalahan ini akan diselesaikan menggunakan metode Simulated Annealing dimana metode ini terinspirasi dari proses annealing (pendinginan) yang terjadi dalam proses kristalisasi pada suatu material. Optimasi layanan pesan antar makanan dengan menggunakan Simulated Annealing pada data simulasi yang terdiri dari 50 pesanan dengan fitur double order menghasilkan penghematan biaya operasional kurir hingga 31,56% dan mengurangi jumlah kurir yang beroperasi hingga 50% dibandingkan dengan layanan pesan antar makanan dengan fitur single order.
Perilaku perbankan yang dalam prakteknya hanya memaksimalkan keuntungan pemegang saham, telah berubah. Pemangku kepentingan perbankan memandang bahwa aktivitas operasional dan bisnis perbankan yang berkelanjutan menjadi penting. POJK 51/POJK.03/2017 telah mewajibkan lembaga keuangan termasuk perbankan syariah menjalankan praktik keuangan berkelanjutan. Namun demikian pengukuran kinerja perbankan syariah berkelanjutan saat ini belum ada. Penelitian ini bertujuan untuk membangun Indeks Perbankan Syariah Berkelanjutan (IPSB) dan implementasi pada perbankan syariah di Indonesia. Pendekatan yang dilakukan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Tahap pertama penelitian yakni idea generation untuk menentukan dimensi dan indikator perbankan syariah berkelanjutan menggunakan studi literatur dan metode Delphi terhadap 10 pakar. Hasil dimensi dan indikator disusun dengan metode Operasionalisasi Konsep Sekaran. Tahap kedua penelitian yakni quantitative assessment untuk menguji dimensi dan indikator hasil diskusi melalui kuesioner terstruktur terhadap 10 pakar dan 10 praktisi dan diolah dengan metode Delphi-Analytic Hierarchy Process (AHP) dan metode Whitney Mann-U Test. Tahap ketiga penelitian yakni validation and analysis terhadap hasil metode AHP. IPSB dihitung menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW). Implementasi indeks digunakan untuk melakukan pemeringkatan dan evaluasi dengan data dari laporan keuangan, laporan keberlanjutan, dan laporan tata kelola 12 Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia periode data tahun 2020 – 2023. Hasil penelitian terdapat 4 dimensi yang disebut Maqashid Syariah Quadruple Bottom Line (MSQBL) yakni Business Sharing (23,13%), Social Religious (18,97%), Responsible Enviroment (24,84%), dan Ethics & Sharia Principle (33,07%) dan terdapat 30 indikator yang membentuk Indeks Perbankan Syariah Berkelanjutan (IPSB) di Indonesia. Kasifikasi IPSB terbentuk menjadi 5 peringkat yakni Sangat Baik (87,50 s.d 100,00), Baik (75,00 s.d < 87,50), Cukup Baik (62,50 s.d < 75,00), Kurang Baik (50,00 s.d < 62,50), dan Tidak Baik (0 s.d <50,00). Implementasi IPSB menunjukkan Bank Syariah Indonesia mencatatkan predikat Baik dengan skor 85,74 pada tahun 2023. Model bisnis perbankan syariah berkelanjutan di Indonesia yakni MSQBL telah berjalan dengan seimbang (mizan).
In practice, banking behavior no longer solely focuses on maximizing shareholder profits. Banking stakeholders view sustainable banking operational and business activities as important. Financial institutions, including Islamic banking, are required by POJK 51/POJK.03/2017 to implement sustainable financial practices. However, there is currently no measurement of Islamic banking sustainability performance. This study aims to build an Islamic Banking Sustainability Index (IPSB) and implement it in Islamic banking in Indonesia. The approach used qualitative and quantitative methods. The first stage of the study involved generating ideas to identify the dimensions and indicators of Islamic banking sustainability through literature reviews and the Delphi method with 10 experts. The results of the dimensions and indicators were compiled by using the Sekaran Concept Operationalization method. The second stage of the study involved a quantitative assessment, which involved testing the dimensions and indicators of the discussion results through structured questionnaires for 10 experts and 10 practitioners. This process was conducted using the Delphi-Analytic Hierarchy Process (AHP) method and the Whitney Mann-U Test method. The third stage of the study was validation and analysis of the results of the AHP method. The IPSB was calculated by using the Simple Additive Weighting (SAW) method. The data from financial reports, sustainability reports, and governance reports of 12 Islamic commercial banks (BUS) in Indonesia for the data period 2020-2023 are used to implement the index and conduct ranking and evaluation. The study's findings encompass four dimensions, known as the Maqashid Syariah Quadruple Bottom Line (MSQBL), which include Business Sharing (23.13%), Social Religious (18.97%), Responsible Environment (24.84%), and Ethics & Sharia Principle (33.07%). Additionally, 30 indicators comprise the Islamic Banking Sustainability Index (IPSB) in Indonesia. The IPSB classification is divided into 5 ranks: Very Good (87.50 to 100.00), Good (75.00 to <87.50), Fairly Good (62.50 to <75.00), Less Good (50.00 to <62.50), and Not Good (0 to <50.00). The implementation of IPSB shows that Bank Syariah Indonesia recorded a good predicate with a score of 85.74 in 2023. The Islamic banking sustainability business model in Indonesia, known as MSQBL, has been implementing in a balanced manner (mizan)."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, 2024