Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Davina Permata
"Barang Milik Negara pada dasarnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara serta peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Barang Milik Negara merupakan semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Dalam pelaksanaannya, terdapat Barang Milik Negara, khususnya yang berupa tanah, yang belum bersertifikat. Hal ini menimbulkan ketidakadaannya kepastian hukum atas tanah yang bersangkutan. Pemanfaatan atas Barang Milik Negara berupa tanah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan adanya peralihan kepemilikan kepada pihak lain, sehingga diperlukan adanya kepastian hukum atas tanah yang bersangkutan sebagai aset negara. Atas Barang Milik Negara berupa tanah tersebut, seharusnya dilakukan pendaftaran tanah terlebih dahulu sebelum dilakukan bentuk pengelolaan lainnya, sebab sertifikat tanah merupakan dasar kepastian hukum yang kuat atas tanah yang bersangkutan sehingga apabila nantinya dilakukan pemanfaatan atas tanah tersebut, Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dapat membuktikan penguasaan atas tanah yang bersangkutan. Diperlukan pula kegiatan pendaftaran tanah yang menyeluruh, termasuk terhadap Barang Milik Negara Idle.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
State Property is regulated on Law Number 1 of 2004 concerning State Treasury Government Regulation Number 27 of 2014 concerting Management of State/Regional Property. State Property is all goods purchased or procured at the expense of State Budget (APBN) or derived from any other legal acquisitions. In practice, there are State Property, specifically in the form of land, that are not certificated. This issue leads to the absence of legal certainty over the land concerned, especially when the land is used by another party, so it is necessary to have legal certainty over the land as a state-owned asset. The usage of State Property in the form of land for a long period of time may cause a transition of ownership of the concerned land to another party. For the State Property in the form of land, land registration of the concerned land had to be done first prior to the land management in other forms, because land certificate comes as a form of legal certainty of the concerned land so that in the future when the utilization of the land is carried out, the Property User or the Proxy of the Property User can prove the ownership of the land concerned. Comprehensive land registration are also needed, including Idle State Property. The type of research used in this study is normative juridical research which is based on Law Number 1 of 2004 concerning State Treasury and Government Regulation Number 27 of 2014 concerning Management of State/Regional Property. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyaningrum
"Pelaksanaan lelang BMN pada umumnya sama, namun pada praktiknya terdapat kendala yang ditemui oleh pembeli/pemenang lelang BMN dalam hal ini BMN berupa kapal yang berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pasca lelang, terdapat kendala dalam penerbitan ijin untuk penutuhan dan penghapusan objek lelang berupa kapal, karena dokumen kepemilikan tidak diserahkan dari instansi asal. Kapal merupakan benda yang harus didaftarkan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Pelayaran, jika terjadi peralihan kepemilikan harus dilakukan perubahan nama (baliknama) di tempat semula pendaftaran kapal. Tulisan ini menganalisis bagaimana penyelesaian atas disharmonisasi pengaturan BMN yang berasal dari perolehan lain yang sah yang tidak selalu ada dokumen kepemilikan, dalam peraturan lelang dokumen kepemilikan dapat diganti dengan surat keterangan dari instansi terkait yang menjelaskan terkait status hukum, namun demikian untuk mendapatkan persetujuan penutuhan dan penghapusan dari daftar kapal dibutuhkan dokumen kepemilikan/grosse akta. Penelitian ini disusun dengan metode penelitian doctrinal, Teknik pengumpulam data dengan penelitian kepustakaan, dengan penedekatan dengan telaah peraturan perundang-undangan ,dan konseptual. Disharmonisasi ini dapat diselesaikan dengan sosialisasi dari Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut kepada Kementerian Keuangan cq Direktorat Jenderal Kekayaan Negara terkait persyaratan ini, sehingga memiliki pemahaman yang sama terkait kapal. Juga perlu evaluasi dalam undang-undang pelayaran terkait dengan syarat grosse akta tersebut apakah berlaku untuk semua kepemilikan, atau untuk BMN terdapat pengaturan tersendiri, sebagaimana dalam Undang-Undang Pengadaan Tanah.

The implementation of BMN auctions is generally the same, but in practice there are obstacles encountered by buyers / winners of BMN auctions, in this case BMN in the form of ships originating from other legal acquisitions. After the auction, there are obstacles in issuing permits for the maintenance and elimination of auction objects in the form of ships, because ownership documents are not submitted from the originating agency. The ship is an object that must be registered as mandated in the Shipping Law, if there is a transfer of ownership, a name change (baliknama) must be made at the original place of ship registration. This paper analyzes how to resolve the disharmonization of BMN arrangements originating from other legal acquisitions that do not always have ownership documents, in the auction regulations the ownership document can be replaced with a certificate from the relevant agency explaining the legal status, however, to obtain approval for the maintenance and deletion from the ship register, an ownership document/grosse deed is required. This research was prepared with doctrinal research method, data collection techniques with literature research, with an approach to the review of laws and regulations, and conceptual. This disharmonization can be resolved by socialization from the Ministry of Transportation cq Directorate General of Sea Transportation to the Ministry of Finance cq Directorate General of State Assets related to this requirement, so that they have the same understanding regarding ships. It is also necessary to evaluate the shipping law related to the grosse deed requirement whether it applies to all ownership, or for BMN there are separate arrangements, as in the Land Acquisition Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ingrid Josephine Zileni S.
"Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN dapat berupa barang tetap berbentuk tanah. Kekuatiran pengurus Persero atas risiko tindak pidana korupsi akibat kerugian korporasi menyebabkan rendahnya pemanfaatan aset Persero. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif diperoleh suatu konsepsi PMN merupakan pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan sebagai penyertaan modal negara dalam BUMN Persero. PMN mengakibatkan beralihnya kepemilikan negara atas tanah yang merupakan objek PMN menjadi aset BUMN Persero sebagaimana tercatat dalam laporan keuangannya. Dengan demikian pengurus Persero berwenang untuk mendayagunakan aset berupa tanah termasuk menjadikannya sebagai penyertaan modal dalam rangka kerja sama dengan perseroan terbatas. Sesuai dengan teori badan hukum, penyertaan modal BUMN Persero berupa tanah pada perseroan terbatas diperkenankan sepanjang memenuhi kriteria yang diatur dalam Surat Edaran Menteri BUMN Nomor 13 Tahun 2021.

State Equity Participation (SEP) in Persero can be in the form of fixed goods in the form of land. The concerns of the Persero's management over the risk of corruption due to corporate losses have resulted in the low utilization of Persero's assets. By using a normative juridical research method, it is obtained a conception of SEP is the separation of state assets to be used as state capital participation in Persero. PMN resulted in the transfer of state ownership of land which is the object of SEP to become the assets of Persero as recorded in its financial statements. Thus, the management of the Persero is authorized to utilize assets in the form of land, including making it a capital investment in the context of cooperation with a limited liability company. In accordance with the theory of legal entities, equity participation of Persero in the form of land in a limited liability company is allowed as long as it meets the criteria stipulated in the Circular Letter of the Minister of BUMN Number 13 of 2021."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarisa Khairunnisa
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interpretasi hukum terhadap imbalan dalam bentuk kenikmatan yang mengalami perubahan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dalam klaster pajak penghasilan, dengan penekanan pada aspek kepastian hukum. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah paradigma post-positivist. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi studi pustaka dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini mengungkapkan kesimpulan berdasarkan 6 (enam) dimensi kepastian hukum, yaitu (1) dimensi materi/objek hukum belum mampu memberikan kepastian hukum yang memadai; (2) dimensi subjek hukum memberikan kepastian hukum yang memadai, (3) dimensi pendefinisian belum memberikan kepastian hukum, (4) dimensi perluasan/penyempitan juga belum memberikan kepastian hukum, (5) dimensi ruang lingkup belum memberikan kepastian hukum, dan (6) dimensi penggunaan bahasa hukum masih belum mampu memberikan kepastian hukum. Berdasarkan temuan penelitian ini, terlihat bahwa kebijakan pajak penghasilan terbaru terkait imbalan kenikmatan belum mampu memberikan kepastian hukum, sehingga berpotensi menimbulkan sengketa pajak dalam implementasinya. Oleh karena itu, disarankan agar muatan undang-undang lebih diperjelas dan disempurnakan melalui regulasi perpajakan yang berkaitan dengan imbalan kenikmatan, guna memberikan kepastian hukum yang lebih baik. Dengan meningkatkan kejelasan hukum, para pengambil kebijakan dapat menciptakan lingkungan perpajakan yang stabil dan dapat diprediksi, yang menguntungkan baik bagi para wajib pajak maupun administrasi perpajakan. Memperkuat kerangka hukum akan mengurangi potensi sengketa yang berlarut-larut dan berkontribusi pada pembangunan sistem perpajakan yang adil dan efektif.

The objective of this research is to comprehensively analyze the legal interpretation of benefits in the form of perks, which have undergone modifications as a result of the enactment of the Harmonization of Tax Regulation Act in the income tax cluster, with a specific focus on establishing the extent of legal certainty. Employing a post-positivist paradigm, the study employs a combination of literature review and in-depth interviews as data collection techniques. The research findings shed light on the six dimensions of legal certainty. Firstly, the material/legal object dimension fails to provide the required level of legal certainty. Secondly, while the legal subject dimension achieves a satisfactory level of legal certainty, shortcomings are observed in other dimensions. Thirdly, the definition dimension lacks the necessary legal certainty. Fourthly, both the expansion/narrowing dimension and the scope dimension exhibit inadequacies in ensuring legal certainty. Lastly, the utilization of legal language dimension falls short in establishing legal certainty. Based on these research outcomes, it becomes apparent that the latest income tax policy concerning perks fails to guarantee legal certainty, which in turn may lead to tax disputes during implementation. Consequently, it is strongly recommended to clarify and enhance tax regulations pertaining to perks to ensure a higher level of legal certainty. By fostering improved legal clarity, policymakers can cultivate a stable and predictable tax environment that benefits both taxpayers and tax authorities. Strengthening the legal framework will reduce the likelihood of protracted disputes and contribute to the development of an equitable and effective tax system."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilma Zhafirah Albar
"Sertifikat Hak Milik yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan setempat sudah sepatutnya dianggap sebagai alat pembuktian berkekuatan hukum kuat sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (“UUPA”), serta dalam Peraturan Pemerintah mengenai Pendaftaran Tanah. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai ketentuan hukum dalam penyertifikatan tanah bekas hak milik adat yang diperoleh melalui pewarisan dan analisis terhadap pertimbangan hakim dalam putusan tersebut terkait status kepemilikan tanah bekas hak milik adat yang telah disertifikatkan dengan Sertifikat Hak Milik. Penelitian ini berupa penelitian doktrinal dengan tipologi penelitain preskriptif berdasarkan data primer dan sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini dijelaskan bahwa setelah berlakunya UUPA, setiap bidang tanah bekas hak milik adat harus dilakukan pendaftaran dalam rangka tunduk pada ketentuan hukum, serta untuk menjamin kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah. Tanah adat yang diperoleh melalui pewarisan harus didahului dengan pembuatan keterangan waris dan prosedur waris. Pertimbangan hakim dalam putusan tersebut juga belum menerapkan Pasal 19 UUPA secara maksimal, dikarenakan Sertifikat Hak Milik yang diterbitkan sesuai dengan prosedur hukum oleh USH beserta ahli waris lainnya dinyatakan tidak berkekuatan hukum.

The Certificate of Ownership issued by the local Land Office should be regarded as strong legal evidence as stipulated in Law No. 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles (UUPA), as well as in Government Regulations regarding Land Registration. This research addresses the legal provisions in certifying former customary land ownership acquired through inheritance and analyzes the judge's considerations in the decision related to the ownership status of the former customary land that has been certified with a Certificate of Ownership. This doctrinal research with a prescriptive typology, based on primary and secondary data analyzed qualitatively, explains that after the enactment of the UUPA, every piece of former customary land must be registered to comply with legal provisions and ensure legal certainty of land ownership rights. Customary land obtained through inheritance must be preceded by the creation of inheritance statements and inheritance procedures. The judge's considerations in the decision have not yet fully applied Article 19 of the UUPA, as the Certificate of Ownership issued in accordance with legal procedures by the Land Office and other heirs is declared legally invalid."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurussa Ada
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek keadilan, kepastian hukum, dan penerimaan negara dalam penerapan pajak penghasilan final atas penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu melalui studi literatur dengan mempelajari buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan topik penelitian, serta melakukan wawancara dengan praktisi dan akademisi perpajakan juga pejabat dan auditor pajak. Berdasarkan hasil penelitian, penerapan PPh final ini lebih mengutamakan ease of administration, dengan mengabaikan asas equality, baik horizontal equity maupun vertical equity. Dari aspek kepastian hukum, terjadi perbedaan persepsi diantara Wajib Pajak terkait dengan kewenangan peraturan pemerintah, objek pajak, dan saat terutangnya pajak. Terakhir dari aspek penerimaan negara, dengan penerapan PPh final ini maka penerimaan negara menjadi lebih pasti dan predictable.

ABSTRACT
This research aims to assess aspects of justice, rule of law, and state revenues in the implementation of the final income tax on income from transfer of property transactions in the form of land and/or buildings. This research uses descriptive qualitative methode, study of books and literature that conducted by studying literature related to the topic of research, and interviews with practitioners and academics, tax officials and tax auditors. Based on the results of the evaluation, the main priority of the implementation of this final income tax is ease of administration by ignoring the principle of equality, both horizontal equity and vertical equities. From the aspect of legal certainty, there is a difference of perception between the taxpayers associated with the authority of government regulations, tax objects, and the time of tax payable. State revenue aspect shows that tax revenues become more defined and predictable by the implementing of the final income tax revenues, although it has not been able to achieve maximum results. , This research aims to assess aspects of justice, rule of law, and state revenues in the implementation of the final income tax on income from transfer of property transactions in the form of land and/or buildings. This research uses descriptive qualitative methode, study of books and literature that conducted by studying literature related to the topic of research, and interviews with practitioners and academics, tax officials and tax auditors. Based on the results of the evaluation, the main priority of the implementation of this final income tax is ease of administration by ignoring the principle of equality, both horizontal equity and vertical equities. From the aspect of legal certainty, there is a difference of perception between the taxpayers associated with the authority of government regulations, tax objects, and the time of tax payable. State revenue aspect shows that tax revenues become more defined and predictable by the implementing of the final income tax revenues, although it has not been able to achieve maximum results. ]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Dewi
"Tugas notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seringkali menimbulkan persepsi yang sama dikalangan masyarakat. Padahal dilihat dari kewenangannya yang diatur dalam undang-undang, jelas berbeda. Permasalahan yang berkaitan dengan pertanahan terkadang membuat kewenangan notaris dan PPAT seolah saling tumpang tindih. Ruang lingkup pembuatan akta oleh PPAT memang sudah ditentukan oleh undang-undang, namun tidak banyak masyarakat yang mengetahui jika akta notaris dalam bidang pertanahan memiliki akibat hukum yang berbeda dengan akta PPAT. Untuk menemukan jawaban dari permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif yang didasarkan data sekunder berupa studi dokumen dari perpustakaan juga dengan mewawancarai beberapa narasumber sehingga diperoleh gambaran komprehensif dari permasalahan yaitu bagaimana akibat hukum dari akta peralihan tanah yang dibuat dihadapan notaris serta tanggung jawab notaris terhadap kewenangan dalam membuat akta peralihan tanah tersebut. Akta peralihan tanah yang dibuat oleh notaris biasa disebut surat keterangan ganti rugi. Akibat hukum akta ini memiliki konsekuensi berbeda dengan akta peralihan yang dibuat oleh PPAT. Akta notaris ini tidak menyebabkan tanah beralih kepemilikannya, akta ini hanya sebagai salah satu syarat untuk mengajukan permohonan hak atas tanah ke kantor pertanahan. Banyak pihak yang karena ketidaktahuan akan hukum menyalahkan posisi notaris. Banyak pula notaris yang tidak menyampaikan penyuluhan hukum kepada penghadap yang datang kepadanya dalam pembuatan akta. Sehingga celah ketidaktahuan akan hukum inilah yang biasa digunakan penghadap untuk mengadukan notaris atas akta yang dibuatnya. Secara hukum akta notaris dibuat berdasarkan kehendak dari para pihak yang menghadapnya dan notaris hanya bertanggung jawab atas kebenaran formil dari aktanya tersebut.

Duties of the notary and Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) often give rise to the same perceptions among the public. Whereas, judging from its regulated in legislation, clearly different. Problems relating to land issues sometimes create a notary and PPAT authority seems to overlap. The scope of the Act of creation by PPAT has indeed determined by law, but not many people know if the notary deed in land areas have different legal consequences by PPAT did. To find answers in this research, the author uses the form of juridical normative research based secondary data in the form of study documents from the library as well as with interviews of some interviewees so obtained a comprehensive overview of how the problems of the legal consequences of the transfer of right made before a notary and notary liability against the authority in making the transfer right of land. Transfer right of land made by notary is referred to Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR). Legal consequences of this land act have differences with made by PPAT. Notary deed is not causing the ground switch ownership, this deed, just as one of the conditions to apply for land rights to the land Office. Many parties that due to ignorance of the law blame the position of notary public. Many notary does not tell legal knowledge to the party that came to him or her in the making of deed. So this gap of ignorance of law is used by the party to sue the notary commonly. Legal notary deed is made based on the will of the parties that come before him or her and the notary responsible for formyl truth of it. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dahlia Ramya Cahyani
"ABSTRAK
Pengelolaan kekayaan negara salah satunya dalam bentuk Barang Milik Negara BMN telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Namun pada implementasinya, masih menuai banyak masalah yaitu masih tingginya jumlah BMN yang belum digunakan secara optimal idle yang menimbulkan dampak, baik dari segi pengeluaran maupun penerimaan. Dari segi pengeluaran, tingginya jumlah BMN idle akan memberikan dampak pada pemberatan APBN sebagai beban pemeliharaan dan pengamanan. Sedangkan dari sisi penerimaan negara, BMN idle seharusnya dapat menjadi salah satu potensi penerimaan negara berupa penyewaan aset. Pada kenyataannya, pendapatan sewa BMN terhadap total Penerimaan Negara Bukan Pajak masih memiliki rasio yang sangat kecil. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis alasan masih kecilnya kontribusi penyewaan BMN idle dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak dilihat dari proses manajemen aset. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah post positivist dengan mengumpulkan data primer dari wawancara mendalam dan analisis dokumen serta laporan sebagai data sekunder. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa kecilnya kontribusi sewa aset disebabkan oleh beberapa faktor yaitu 1 belum adanya kriteria BMN idle yang boleh diserahkan ke DJKN, sehingga jumlah BMN idle di DJKN tinggi namun tidak dalam kondisi yang baik 2 adanya ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara Kementerian/Lembaga dengan DJKN, 3 peraturan belum mendukung konsep bisnis, 4 belum tersedianya data aset yang valid dan riil juga berpengaruh pada upaya optimalisasi BMN, 5 belum adanya sistem kontraprestasi terhadap Kementerian/Lembaga yang berhasil menyewakan asetnya, 6 BMN idle yang disewakan baru berupa BMN idle sebagian saja, 7 masih terdapat celah dalam sistem monitoring, 8 bentuk organisasi DJKN yang menghambat proses promosi aset, 9 mindset pegawai yang terfokus pada tujuan utama BMN diadakan yaitu untuk tugas dan fungsi, sehingga tidak ada motivasi bagi mereka untuk aktif melakukan promosi sewa.

ABSTRACT<>br>
The management of state wealth in form of state property is regulated in Government Regulation Number 27 of 2014. In its implementation, it has several issues such as the high number of state property that has not been optimally used idle which affect state expense and state income. In regards to state expense, the high number of idle state property will burden the state budget APBN as maintenance expense and security expense. While in regards to state income in form of leasing or rent. In reality, income from state property rent in context of Non Tax Revenue is still in a very low ratio. Thus, this research is purposed to analyze the cause of the low contribution of idle state property in leasing form in context of Non ndash Tax Revenue from asset management perspective. The method used in this research is post ndash positivist through collection of primary data from throughout interviews and analysis of dicuments and reports as secondary data. From this research, it can be established that the low number of contribution state property rent is caused by several factors which are 1 the inexistence of idle state property criteria that can be given to DJKN, causing the high number of state property not in an appropriate condition commercial condition, 2 the existence of an imbalance rights and obligation between ministry and DJKN itself, 3 existing regulations do not support the business concept yet, 4 the inexistence of valid and factual asset data which also affects the effort to optimize state property, 5 the inexistence of contraprestation system towards ministrial Institution which succesfully rent its assets, 6 rented idle state property are only partially, 7 there is still inefficiency of monitoring system, 8 organizational form of DJKN which hampers asset promotion proces, and 9 passive mindset of employees in promoting rent of state property."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasoit, Francisca Ani Rostina
"Tanah bagi kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting dan semakin tinggi nilai dan manfaat atas tanah sering kali menimbulkan sengketa yang menyangkut kepemilikan hak atas tanah, khususnya tanah yang belum didaftarkan atau yang berasal dari konversi hak-hak lama. Tesis ini membahas jaminan kepastian hukum terhadap kasus sengketa tanah yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, akan tetapi sampai saat ini pembatalan sertifikat hak atas tanahnya belum dapat dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional karena sengketa tersebut semakin berlarut-larut, yang mana berkaitan dengan praktek proses pendaftaran tanah yang dianut oleh Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 ( UUPA ) yang menganut sistem publikasi negatif dengan tendensi positif.
Penelitian ini adalah penelitian normative evaluatif dan hasil penelitian menunjukkan kasus sengketa tanah sering disebabkan oleh karena tidak dijalankannya secara seksama dan bertanggung jawab peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini peraturan pendaftaran tanah, sehingga menyebabkan penerbitan sertifikat atau peralihan hak yang cacat hukum. Sistem pendaftaran tanah negatif yang dianut oleh UUPA seyogyanya memberikan jaminan keamanan dan kepastian hukum bagi pemilik hak atas tanah apabila didukung dengan sistem administrasi pertanahan yang baik, tertib dan peran serta yang bertanggung jawab dari petugas atau instansi yang terkait dengan proses pendaftaran tanah dalam menyajikan data atau surat keterangan sebagai alas hak yang benar untuk penerbitan sertifikat dan/atau peralihan hak atas tanah.

Land for human life has a very important meaning and the higher value and benefits of land sometimes cause disputes concerning ownership of land rights, especially land that has not been registered or is originated from the conversion of the old rights. This thesis discusses the guarantee of legal certainty of land disputes that have obtained permanent legal force, but until now the certificate of cancellation rights to land can not be executed by the National Land Agency because the dispute is more protracted, which is related to the practice of land registration process adopted by the Basic Agrarian Law No. 5 year 1960 (BAL), which adopts a negative publicity with a positive tendency.
This study is a normative evaluatif research design and the results showed land disputes are often caused by the exercise of careful and not responsible for regulations applicable in this case the rules of land registration, thus causing the publishing a certificate or transitional disability rights law . Negative land registration system adopted by BAL should provide a security guarantee and legal certainty for the owners of rights to land if the land administration system is supported by a good, discipline and responsible participation of the officers or institution related to the land registration process in the present the data or rights letter as a true base for the publication of certificates and / or transitional of land rights."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T21676
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Riyandi
"Pelaksanaan pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah dan menghasilkan sertifikat sebagai tanda bukti yang kuat untuk menyatakan kepemilikan hak atas tanah. Meskipun penyelenggaraannya telah diatur, hingga kini masih dijumpai tanah yang belum terdaftar di Kantor Pertanahan. Hal ini menimbulkan resiko adanya gangguan atau gugatan di kemudian hari. Penelitian dilakukan terhadap pelaksanaan pendaftaran tanah di wilayah Kelurahan Mekarjaya Kota Depok apakah sudah cukup efektif dan pada umumnya telah berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam pelaksanaannya ditemui beberapa kendala yang berasal dari berbagai faktor antara lain faktor dari masyarakat, faktor internal Kantor Pertanahan, serta dalam segi yuridis terkait kasus pertanahan yang ditemui, antara lain adanya permasalahan objek bidang tanah yang dimohon berada di atas bidang tanah milik orang lain dan permasalahan pendaftaran yang dilakukan bukan oleh pemiliknya yang sah. Upaya yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan untuk menanggulangi kendala tersebut yakni terhadap faktor dari masyarakat, Kantor Pertanahan melakukan sosialisasi mengenai pentingnya pendaftaran tanah, terhadap kendala internal Kantor Pertanahan diupayakan adanya keseimbangan antara kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia, terkait penyelesaian kasus pertanahan dilakukan dengan cara musyawarah yang apabila tidak ada mufakat maka para pihak dapat melanjutkan penyelesaian masalah pertanahan tersebut ke lembaga peradilan.

The implementation of land registry is intended to provide legal security for owners of land evidence of the strong to declared ownership rights over land. Although its implementation has been regulated, nowadays can be encountered in lands that has not been registered within the Land Office. This raises the risk of a lawsuit at a later date. the study focused on implementation of land registry in the Village Mekarjaya of Depok City is quite effective and in general has been running according to applicable regulations. The implementation encountered several problems that come from a variety of factors such as factors of society, Land Office internal factors, also in terms of judicial cases related to land, the issues of the requested land plot located on the plot of land belong to another person and the problem of registry made not by their rightful owner. Efforts made by the Land Office to overcome these problems come from the people itself, the Land Office to socialize the importance of land registry, for the internal circumstances of the Land Office strived a balance between quality and quantity of human resources, related to the settlement of land disputes requires forums, if there is no consensus then the parties can resume settlement of the land disputes to the courts.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>