Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131499 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rivalda Jhoneta
"Studi morfologi dan ukuran nanopartikel Cu2O menjadi topik menarik untuk diteliti karena memiliki pengaruh terhadap fungsi dan aplikasinya. Nanopartikel Cu2O berhasil disintesis dengan variasi konsentrasi saponin (100 ppm, 500 ppm dan 1000 ppm), menggunakan NaOH sebagai sumber basa dan NH2OH.HCl sebagai agen pereduksi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh biosrufaktan saponin ekstrak daun kembang sepatu (Hisbiscus rosa sinensis L) terhadap morfologi dan ukuran nanopartikel Cu2O. Sintesis nanopartikel Cu2O juga dilakukan tanpa penambahan esktrak saponin ditujukan sebagai pembanding. Hasil sintesis diarakterisasi menggunakan instrumentasi spektofotometer UV-Vis, XRD dan TEM. Hasil karakterisasi TEM menunjukkan bahwa nanopartikel Cu2O yang diperoleh memiliki morfologi seperti kubus, truncated octahedral serta truncated cubic dengan ukuran sekitar 121, 5 ± 27,9 nm hingga 455,9 ± 67,7 nm.

Morphological studies and sizes of Cu2O nanoparticles are interesting topics to be investigated because they influence their function and application. Cu2O nanoparticles were successfully synthesized with variations in the concentration of saponins (100 ppm, 500 ppm and 1000 ppm), using NaOH as a base source and NH2OH.HCl as a reducing agent. f this study aimed to examine the effect of saponin biosrufactant of hibiscus leaf extract (Hisbiscus rosa sinensis L) on the morphology and size of Cu2O nanoparticles. Synthesis of Cu2O nanoparticles was also carried out without the addition of saponin extracts intended as a comparison. The synthesis results were characterized using UV-Vis, XRD and TEM spectrophotometer instrumentation. TEM characterization results show that Cu2O nanoparticles obtained have morphology such as cubes, truncated octahedral and truncated cubic with sizes ranging from 121, 5 ± 27,9 nm to 455,9 ± 67,7 nm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifani Chesi Dhea Tania
"Ekstrak daun mengkudu Morinda citrifolia L mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder, diantaranya biosurfaktan saponin yang dapat digunakan sebagai emulsifier dalam pembuatan mikroemulsi. Ekstraksi saponin dilakukan dengan teknik maserasi, identifikasi secara fitokimia dan karakterisasi dengan FTIR dan UV-Vis. B-karoten merupakan zat warna alami yang sering digunakan dalam minuman, namunsukar larut dalam air , rentan terhadap suhu dan cahaya. Mikroemulsi dapat meningkatkan solubilisasi dan stabilitas. Pembuatan mikroemulsi dilakukan dengan memvariasikan surfaktan: kosurfaktan Sm dan Sm terhadap minyak. Mikroemulsi yang didapatkan tipe M/A dengan ukuran droplet antara 10-100 nm. Karakterisasi mikroemulsi menggunakan mikroskop, particle size analyzer PSA , dan turbidimeter. Solubilisasi dan stabilisasi?-karoten diamati dengan UV-Vis dan FTIR. Hasil yang diperoleh terbentuk mikroemulsi minyak dalam airyang stabil dengan perbandingan surfaktan terhadap kosurfaktan Sm 8:2 dan perbandingan Sm terhadap minyak adalah 14:1. Solubilisasi B- Karoten dalam mikroemulsi di peroleh sebesar 2 mg/mL dan mikroemulsi dapat meningkatkan stabilisasi terhadap suhu dan cahaya.

Leaf extract of Morindacitrofilia L. contains several types of secondary metabolites one of them is biosurfactantsaponin which can be used as an emulsifier in microemulsion formation. Saponin extraction was performed with maceration technic, identification by phytochemicaland characterization using FTIR and UV Vis spectrophotometer. Carotene is a natural colorant which frequently used in beverages but it is vulnerable with temperatures and lights. Palm oil was used asoilphase. carotene solubilization in microemulsion increases stabilization. Microemulsion formationwas performed by varying surfactant, co surfactant and oil phase. Microemulsion stabilization was observed using turbidity meter, microscope, and particle size analyzer PSA. carotene solubilization and stabilization in microemulsion system were observed by UV Vis spectrophotometer. Microemulsion particle size were confirmed at 8,25 11,20 nm. The result of stabilized oil microemulsion in water wasobtained with ratio ofsurfactant and co surfactant Sm at 8 2, and ratio of Sm and oil at1 4 1. carotene solubilization in microemulsion system isoptimum obtaine dat 2mg ml."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Supriyatni
"ABSTRAK
Dari penelitian yang dilakukan oleh Kholkute (1977), diketahui bahwa pemberian ekstrak benzena bunga Hibiscus rosa-sinensis L. pada tikus jantan selama 30, 45, dan 60 hari berturut-turut dengan dosis 250 mg/kg berat badan/hari mempengaruhi proses spermatogenesis dan fungsi endokrin testis tikus. Pada penelitian ini ekstrak benzena bunga tersebut dicobakan pada mencit (Mus musculus L.) jantan strain LMR untuk dilihat pengaruhnya terhadap jumlah dan viabilitas spermatozoa hewan tersebut. Mencit percobaan dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen yang diberi ekstrak bunga H. rosa-sinensis L. dengan cara dicekok dengan dosis 713 mg/kg berat badan/hari selama 21 hari berturut turut (E), sedangkan kelompok kedua adalah kelompok kontrol yang diberi perlakuan minyak kacang setiap hari selama 21 hari berturut-turut (K1), dan kelompok ketiga adalah kelompok kontrol tanpa perlakuan (K2). Dua puluh empat jam setelah pencekokan terakhir, semua kelompok mencit ditimbang dan kemudian dibius sampai mati. Setelah itu mencit dibedah dan dipotong sepasang organ vas deferensnya mulai dari bagian kauda epididimis sampai bagian ampula. Kamudian untuk mengeluarkan spermatozoanya, salah satu ujung vas deferens dijepit dengan menggunakan pinset halus dan dengan menggunakan pinset halus lainnya dilakukan penekanan sepanjang saluran vas deferens secara hati-hati selama beberapa kali. Spermatozoa yang keluar ditampung pada lempeng uji yang berisi larutan NaCl 0,9%. Selanjutnya dengan menjepit ujung vas deferens lainnya, dilakukan hal yang sama seperti semula. Spermatozoa tersebut kemudian diperiksa secara mikroskopik untuk dihitung jumlah dan viabilitasnya. Hasil perhitungan anva satu faktor memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak benzena bunga Hibiscus rosa-sinensis L. dengan dosis 713 mg/kg berat badan/hari selama 21 hari berturut-turut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap jumlah dan viabilitas spermatozoa mencit (Mus nusculus L.) strain LMR pada taraf kepercayaan 95%. Selain itu, pemberian ekstrak bunga tersebut juga tidak manunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap berat badan mencit pada taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan, tidak ada pengaruh pemberian ekstrak benzena bunga H. rosa-sinensis L. dengan dosis 713 mg/kg berat badan/hari selama 21 hari berturut-turut terhadap jumlah dan viabilitas spermatozoa mencit (Mus nusculus L.) strain LMR. Diduga, tidak adanya pengaruh pemberian ekstrak tersebut di atas terutama disebabkan oleh dosis pemberian yang masih kurang dan waktu pemberian yang lebih singkat jika dibandingkan dengan dosis dan waktu pemberian pda penelitian Kholkute (1977)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Iqbal BIn Widjisaksono
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) secara oral terhadap populasi sel-sel spermatogonia A dan spermatosit primer Pakhiten mencit (Mus musculus L.) strain AJ. Dalam penelitian ini digunakan tiga kelompok mencit, kelompok kelola tanpa perlakuan (K); kelompok kelola yang dicekok dengan pelarut (minyak goreng) sebanyak 0,2 ml/ekor/hari selama 35 hari (M); dan kelompok kelola yang dicekok dengan akstrak kembang sepatu dengan dosis 711 mg/kg berat badan/0,2 ml/hari selama 35 hari (E). Sehari setelah pencekokan berakhir semua kelompok mencit ditimbang, kemudian dibius dengan eter sampai mati.
Perhitungan dengan anava satu arah terhadap pola acak lengkap berblok pada p = 0,01 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kembang sepatu secara oral mengakibatkan adanya penurunan yang sangat berarti terhadap populasi spermatogonia A dan spermatosit primer P. Selain itu, terlihat juga adanya penurunan yang sangat berarti terhadap berat badan mencit. Untuk berat testis dan diameter tubulus seminiferus tidak terlihat adanya hal tersebut di atas. Diduga ekstrak kembang sepatu menghambat proses spermatogenesis malalui poros hipotalamus - hipofisis anterior - testis."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Isnaenisa Rachma
"Penelitian untuk mengetahui pengaruh jenis pretreatment terhadap kromosom Hibiscus rosa-sinensis telah dilakukan sejak Agustus 2016 hingga Mei 2017. Penelitian menggunakan dua faktor yaitu faktor pretreatment air dingin, paradichlorobenzene PDB, hydroxyquinoline OQ dan PDB:OQ 1:1 dengan variasi lama perendaman 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Pengaruh masing-masing pretreatment terhadap fase pembelahan sel dari pucuk batang dapat dilihat melalui persentase interfase, profase awal, profase akhir, metafase, anafase, dan telofase.
Morfologi kromosom dan jumlah kromosom juga diamati. Jumlah profase awal dan profase akhir yang tinggi, serta jumlah interfase, metafase, anafase, dan telofase yang rendah digunakan untuk penentuan Pretreatment yang bekerja optimal.
Hasil penelitian menunjukkan pretreatment air dingin dengan lama perendaman 3 jam merupakan pretreatment terbaik untuk observasi kromosom. Morfologi kromosom Hibiscus rosa-sinensis L. yang diperoleh berukuran kecil, dengan jumlah kromosom banyak 2n=ca 28 mdash;67 dan bersifat miksoploidi.

Study to know the effect of pretreatment to Hibiscus rosa sinensis L. chromosome has been carried on since August 2016 to May 2017. There was 2 factors that used, the pretreatment factors cold water, paradichlorobenzene PDB, hydroxyquinoline OQ, and PDB combined with OQ 1 1 and the soaking time length factors 3 hours, 6 hours, 12 hours and 24 hours. The influence of each pretreatment to the phase of cell division of shoot tip could be seen through the percentage of interphase, early prophase, late prophase, metaphase, anaphase, and telophase.
Chromosome morphology and chromosome number also could be observed. The high number of early and late prophase, as well as low number of interphase, metaphase, anaphase, and telophase, indicate that the pretreatment was optimum.
The results showed that pretreatment with cold water in 3 hours was optimum condition for chromosome obervation. The chromosome of Hibiscus rosa sinensis L obtained in this study has small size with large amount in number 2n ca 28 mdash 67 and mixoploid.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S69584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Apriliana Kusumawati
"Penelitian untuk mengetahui pengaruh waktu pengambilan pucuk daun terhadap fase mitosis Hibiscus rosa-sinensis L. variasi double red telah dilakukan sejak Januari 2018 hingga Mei 2018. Pembuatan preparat kromosom dilakukan menggunakan metode squashing yang terdiri dari tahap pengambilan bahan, pretreatment, fiksasi, hidrolisis, dan squashing/pemencetan. Pengambilan pucuk daun dilakukan pada lima waktu yang berbeda, yaitu pukul 08.00 WIB, 09.00 WIB, 10.00 WIB, 11.00 WIB, dan 12.00 WIB. Waktu pengambilan pucuk yang menunjukkan persentase profase akhir tertinggi dan interfase yang rendah dijadikan parameter waktu terbaik pengambilan pucuk daun H. rosa-sinensis L. variasi double red untuk studi kromosom. Morfologi dan jumlah kromosom diamati di bawah mikroskop Leica DM500 dengan perbesaran 10 x 40 dan 10 x 100, dan dihitung menggunakan aplikasi ImageJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengambilan sampel pukul 10.00 WIB merupakan waktu terbaik untuk observasi kromosom. Pengaruh waktu pengambilan pucuk daun terhadap fase mitosis dapat dilihat melalui fase interfase dan profase akhir. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya pengaruh waktu pengambilan pucuk daun terhadap fase interfase dan profase akhir sel pucuk daun H. rosa-sinensis L. variasi double red P < 0,05 . Berdasarkan hasil Uji Mann Whitney pada kedua fase tersebut, pengambilan pucuk daun pukul 10.00 WIB tidak berbeda nyata dengan pukul 11.00 WIB. Morfologi kromosom H. rosa-sinensis L. variasi double red yang diperoleh berukuran kecil, dengan jumlah kromosom yang banyak 2n=ca. 26--46 dan bersifat miksoploidi. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian terkait kromosom selanjutnya.
The study to determine the effect of leaf rsquo s shoots sampling time on mitotic phases of Hibiscus rosa sinensis L. double red flower has been carried out from January 2018 until May 2018. Preparation of chromosome slides was done using a squashing method. The method consist of sampling stage, pretreatment, fixation, hydrolysis, and squashing punching. The sampling has been done at five different times, at 08.00 a.m, 09.00 a.m, 10.00 a.m, 11.00 a.m, and 12.00 a.m. The sampling time showing the highest late prophase percentage and lowest interphase were determined as the most optimum time for H. rosa sinensis L. double red flower leaf rsquo s shoots sampling for chromosome studies. Morphology and number of chromosomes were observed under the Leica DM500 microscope with magnification 10 x 40 and 10 x 100, and calculated using the ImageJ application. The results showed that 10.00 a.m. was the most optimum time for chromosome observation. The effect of leaf rsquo s shoots sampling time on the mitotic phases can be seen through the percentage of interphase and late prophase. The result of Kruskal Wallis test showed that leaf rsquo s shoots sampling time had a significantly effect on interphase and late prophase of cell phase Hibiscus rosa sinensis double red flower leaf rsquo s shoots P 0,05 . Based on Mann Whitney test of both phases, leaf rsquo s shoots sampling time at 10.00 a.m did not significantly affect with 11.00 a.m. The chromosome of H. rosa sinensis L. double red flower obtained in this study has small size with large numbers of chromosomes 2n ca.26 46 and were mixoploid. The results of this study would be beneficial for further chromosome analysis."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Annisa Iriani
"ABSTRAK
Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu pengambilan pucuk daun terhadap fase pembelahan sel dan mengetahui waktu optimum pengambilan pucuk daun untuk mengamati fase pembelahan sel Hibiscus rosa-sinensis L. variasi single pink besar. Waktu pengambilan pucuk yang dilakukan yaitu pada pukul 08:00--16:00 WIB, dengan jarak waktu dua jam yaitu pada pukul 08:00, 10:00, 12:00, 14:00, 16:00 WIB. Metode squash dengan pewarna Aceto-orcein digunakan untuk pembuatan sediaan kromosom. Tahapan perlakuan meliputi perendaman pucuk daun di dalam air dingin selama 3 jam, fiksasi dalam larutan Carnoy selama 24 jam, dan hidrolisis dalam larutan HCl 5N selama 30 menit. Data perhitungan jumlah setiap fase sel interfase, profase awal, profase akhir, metafase, anafase, dan telofase dianalisis dengan menggunakan uji Kruskall-Wallis. Jumlah profase akhir yang tinggi, serta jumlah interfase, metafase, anafase, dan telofase yang rendah digunakan untuk waktu optimum pengambilan pucuk untuk studi kromosom. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa waktu pengambilan pucuk berpengaruh terhadap fase sel interfase, profase awal, dan profase akhir pucuk daun Hibiscus rosa-sinensis. Pukul 10:00 merupakan waktu optimum pengambilan pucuk untuk studi kromosom. Morfologi kromosom Hibiscus rosa-sinensis L. variasi single pink besar yang diperoleh berukuran kecil, dengan jumlah kromosom banyak 2n=ca. 69--111 dan bersifat mixoploid.

ABSTRACT
The research conducted to determine the effect on collecting the leaf shoots time of the phase of cell division and to find out the optimal time of collecting the leaf shoots time to observe the phase of cell division of Hibiscus rosa sinensis. Period time of collection the leaf shoots is from 08 00 AM to 16 00 PM, with two hours gap each at 08 00, 10 00, 12 00, 14 00, 16 00 pm. The squash method with Aceto orcein dye used for making preparation of chromosomes. Treatment steps include soaking the leaf shoots in cold water for 3 hours, fixation in Carnoy solution for 24 hours, and hydrolysis in 5N HCl solution for 30 minutes. The total calculated data on the number of each cell phase interphase, early prophase, late prophase, metaphase, anaphase, and telophase were analyzed by Kruskall Wallis test. The high number of resulted prophase, as well as low number of interphase, metaphase, anaphase, and low telophase are used to determine the optimum time of collecting the leaf shoots for chromosome studies. The result of Kruskall Wallis test showed that shoots sampling time had a significantly effect on interphase, early prophase, and late prophase of cell phase Hibiscus rosa sinensis leaf shoots. The optimum time of collection the leaf shoots for chromosome study is at 10 00 The results showed that leafs shoots sampling at 10 00 is the optimum time of shooting for chromosome studies. The chromosome morphology of Hibiscus rosa sinensis L. large single pink flower resulted small size, with numorous chromosomes number 2n ca. 69 111 and mixoploid."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayang Nurkarima Deastri
"ABSTRAK
Kurkumin yang berasal dari kunyit dapat digunakan sebagai pewarna alami minuman, namun kurkumin sukar larut dalam air dan rentan terhadap suhu dan cahaya. Pada penelitian ini, telah diuji kemampuan mikroemulsi untuk meningkatkan kelarutan kurkumin dalam air dan meningkatkan kestabilannya terhadap suhu dan cahaya. Mikroemulsi dibuat dengan menggunakan biosurfaktan saponin dari ekstrak daun pletekan, span 20 sebagai kosurfaktan, palm oil sebagai fasa minyak, dan air. Ekstraksi daun pletekan dilakukan dengan cara maserasi. Hasil uji fitokimia menunjukkan saponin terkandung dalam fraksi air, selanjutnya daun pletekan fraksi air dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR. Formulasi mikroemulsi optimum adalah pada perbandingan saponin terhadap span 20 Sm 9:1 v/v dan perbandingan Sm terhadap palm oil 10:1 v/v . Hasil uji dengan mikroskop optik diperoleh mikroemulsi tipe minyak dalam air M/A . Mikroemulsi memiliki ukuran partikel antara 5,615-15,69 nm hasil pengujian dengan Particle Size Analyzer PSA . Solubilisasi kurkumin mengalami peningkatan dari 0,0004 mg/mL, menjadi 5,2 mg/mL dalam mikroemulsi. Kurkumin dalam mikroemulsi memiliki kestabilan yang lebih tinggi terhadap suhu, cahaya, dan pH dibandingkan kurkumin tanpa mikroemulsi.

ABSTRAK
Curcumin which comes from turmeric can be used as natural dyes, but curcumin difficult to soluble in water and not stable with temperature and light. In this study, microemulsion ability has been tested to increase solubility of curcumin in water and improve its stability to the influence of temperature and light. Microemulsion was prepared with biosurfactant saponin from leaf extract of Ruellia tuberosa L., span 20 as cosurfactant, palm oil as oil phase, and water. Leaf extraction of Ruellia tuberosa L. has been done with maceration. Phytochemical analysis showed that there was saponins which contained in the water fraction, and was characterized with UV Vis spectrofotometer, and FTIR spectroscopy. The optimum formulation microemulsion was obtained with ratio of saponin with span 20 Sm 9 1 v v and ratio of Sm with palm oil 10 1 v v . The result of optic microscope showed that the type of microemulsion was oil in water O W microemulsion. Microemulsion has droplet size with range 5,615 15,69 nm by instrument particle size analyzer PSA . Curcumin solubilization increased from 0,0004 mg mL to 5,2 mg mL in microemulsion. Curcumin in microemulsion has a higher stability against temperature, light, and pH than curcumin without microemulsion."
2017
S68641
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Prihatiningsih
"Telah dilakukan penelitian terhadap tiga variasi bentuk bunga Hibiscus rosa¬sinensis L. (single, crested dan double) di kampus UI depok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiganya berbeda dalam jumlah petal, stamen dan pistillum. Bunga single memiliki 5 petal, stamen 46--101 (x=78,68). Bunga crested memiliki petal tambahan berupa staminodium petaloid (7--28, x=19,01), intermediet stamen-petal (1--21, x=9,2), dan stamen (0--44, x=12). Bunga double memiliki staminodium petaloid (5--36, x=18,6), intermediet stamen-petal (0--14, x=5,32), dan stamen (3--88, x= 38). Jumlah petal tambahan berkorelasi negatif dengan jumlah stamen. Bunga single memiliki ovarium normal, bunga crested dan double dapat memiliki ovarium yang tereduksi dan bermodifikasi menjadi sepalodi. Seluruh variasi bunga H. rosa-sinensis memiliki morfologi polen yang seragam yaitu polen soliter, berbentuk globose, prolat sferoidal hingga oblat sferoidal, apertur polypantoporate, ornamentasi eksin berupa ekinet dengan ujung tumpul, membulat, bercabang dua, dan berlekuk. Ukuran polen berbanding lurus dengan ukuran bunga. Bunga single kecil memiliki polen terkecil (dv= 152,156 µm, dh= 178,312 µm), dan single besar memiliki polen terbesar (dv=174,985 µm, dh=206,023 µm). Gen AGAMOUS terekspresi pada bunga single, crested, dan double.

The single-, crested-, double-flowers type of Hibiscus rosa sinensis L. that grown at University of Indonesia, Depok have been studied. The three varieties of flower differ in terms of additional petal, stamen number, and pistillum. Single-flowers have 5 petals, 46--101 (x = 78,68) stamens. Crested-flowers have additional petal such as staminodium petaloid 7--28 (x = 19,01), and intermediate stamen-petal 1--21 (x = 9,2), and 0--44 (x = 12) stamens. Double-flowers have 5--36 (x = 6,18) staminodium petaloid, 0--14 (x=5,32) intermediate stamen-petal, and 3--88 (x = 38) stamens. Number of additional petal negatively correlated with the number of stamenS.Si.ngle-flowers have normal ovaries. Crested-and double-flowers can have a reduced ovaries and modified into sepalodi. All of the H. rosa sinensis varieties have similarity in pollen morphology, that is solitary, globose -, spheroid prolate-, dan spheroid oblate-shaped, with polypantoporate aperture, echinate (spine) with blunt, rounded, bifurcated, and grooved apex. Pollen size has positive correlation with the size of flowers. Small single-flowers have the smallest pollen (dv = 152,156 µm, dh = 178,312 µm), and large single-flowers have the largest pollen (dv = 174,985 µm, dh = 206,023 µm). AGAMOUS gene expressed in single-, crested-, and double-flowers. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S800
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>