Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63729 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abyan Jadidan
"Studi biodistribusi pada hewan uji memainkan peran utama dalam menentukan efektivitas dan keamanan radiofarmaka sebelum uji klinis pada manusia. Namun, sejauh pengetahuan peneliti berdasarkan literatur, belum ada studi biodistribusi lutesium hidroksiapatit (177Lu-HA) yang dilakukan. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan studi biodistribusi kemanan 177Lu-HA untuk terapi kanker hati dengan cara menentukan organ at risk (OAR) radiofarmaka tersebut. Data farmakokinetik 177Lu-HA pada tikus Wistar dari organ yang berbeda, seperti hati, ginjal dan limpa, diperoleh dari literatur. Administrasi radiofarmaka dilakukan secara langsung pada intra arteri hati tikus Wistar dengan cara operasi. Secara total, 13 fungsi sum of exponentials (SOE) dan 1 fungsi logistik digunakan untuk fitting data farmakokinetik. Goodness of fit ditentukan berdasarkan visualisasi grafik, Coefficient of Variation (CV <50%) dan elemen-elemen off-diagonal dari Correlation Matrix (-0,8 ≤ CM ≤ 0,8). Fungsi terbaik dipilih berdasarkan Corrected Akaike Information Criterion (AICc) dan digunakan untuk perhitungan Time-Integrated Activity Coefficients (TIACs). TIACs manusia diprediksi dengan mentranslasikan TIACs tikus menggunakan metode time-scalling. Dalam penelitian ini OAR ditentukan dengan metode perbandingan TIACs/massa organ pada seluruh organ. Dengan metode perbandingan TIACs/massa organ ini, nilai terbesar mengindikasikan OAR. Secara umum, fitting data farmakokinetik 177Lu-HA dengan fungsi SOE berhasil dilakukan pada semua organ dengan terpenuhinya kriteria goodness of fit. Prediksi massa TIACs/organ manusia menunjukkan bahwa hati yang merupakan organ target akan menerima dosis internal yang paling tinggi (TIACs/masahati=2,78E+0 jam/gram). Tulang dan limpa akan menerima dosis lebih sedikit daripada hati tetapi relatif lebih tinggi daripada organ lainnya (TIACs/masatulang=7,40E-2 jam/gram, TIACs/massalimpa=5,55E-2 jam/gram). Berdasarkan perhitungan TIACs/massa organ tersebut, dapat disimpulkan bahwa OAR radiofarmaka 177Lu-HA yang diadmisitrasikan langsung ke intra arteri hati tikus Wistar adalah hati, tulang, dan limpa.

Biodistribution study in animal plays a major role in determining the effectiveness and safety of radiopharmaceutical before clinical test in human. However, to the best of author knowledge, there is no biodistribution study of Lutetium Hydroxyapatite (177Lu-HA) available in the literature. Therefore, this study conducted 177Lu-HA biodistribution study of safety for liver cancer therapy by determining organ at risk (OAR) of the radiopharmaceutical. Pharmacokinetics data of 177Lu-HA in Wistar rats from different organs, such as liver, kidneys, and spleen, was obtained from the literature. Radiopharmaceutical administration was carried out directly on the intra artery of Wistar rat liver by surgery. In total, 13 sum of exponentials (SOE) functions and 1 logistic function were used and were fitted to the pharmacokinetics data. The goodness of the fittings was tested based on the visualization of the fitted graphs, coefficient of variations of the fitted parameters (CV<50%) and the elements of correlation matrix (-0,8 ≤ CM ≤ 0,8). The best function was selected based on the corrected Akaike information criterion (AICc) and was used for the subsequent calculation of time-integrated activity coefficients (TIACs). Human's TIACs was predicted by extrapolating rat's TIACs using time-scalling method. In this study, OAR was determined by comparison method of TIACs/organ mass in all organs. With this comparison method, the biggest value indicates the OAR. In general, the SOE functions were successfully fitted to the pharmacokinetic data of 177Lu-HA in all organs with a good fit based on the goodness of fit criteria. Human's TIACs/organ mass prediction shows that liver as the organ target will receive high internal doses (TIACs/massliver=2,78E+0 hour/gram). Skeleton and spleen will receive less doses then liver but relatively higher than other organs. (TIACs/massskeletpm=7,40E-2 hour/gram, TIACs/massspleen=5,15E-2 hour/gram). Based on that calculation of TIACs/organ mass, it can be concluded that the OAR of 177Lu-HA pharmaceutical that was administrated directly into the intra-arterial liver of the Wistar rat are liver, skeleton, and spleen.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reau, Nancy
"Primary liver cancer : surveillance, diagnosis and treatment focuses on the many therapies rapidly evolving to assist with controlling hepatocellular carcinoma as well as emerging technologies to assist in early diagnosis as well as prevention. All chapters are written by experts in their fields and include the most up to date information for diagnosis, treatment, surveillance, epidemiology, staging, recurrence and prevention. "
New York: Springer, 2012
e20426040
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Dandi Hambali
"Berdasarkan data dari American Cancer Society, untuk tahun 2012 di Amerika Serikat terdapat 241.740 kasus kanker prostat, dengan 28.170 penderita di antaranya meninggal. Diagnosis akurat kanker prostat sangat diperlukan sebagai upaya pencegahan dan meminimalisasi risiko terjadinya kanker prostat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi uptake radiofarmaka 99mTc-HYNIC Folate pada organ di dalam tubuh manusia, yaitu liver, ginjal, kandung kemih, dan kelenjar prostat sebagai organ targetnya sehingga efisiensi dan efektivitas radiofarmaka ini untuk pencitraan kelenjar prostat dapat diketahui. Perhitungan efisiensi dan efektivitasnya dilakukan dengan menghitung rasio biodistribusi pada masing - masing organ; liver, ginjal, dan kandung kemih terhadap kelenjar prostat.
Rasio biodistribusi rerata kelenjar prostat terhadap liver sebesar 0,05; ginjal 0,06; dan kandung kemih 0,06. Rasio biodistribusi yang didapat menunjukkan bahwa radiofarmaka 99mTc-HYNIC Folate pada waktu 5 menit pasca injeksi masih tersebar cukup merata pada liver, ginjal, ataupun kandung kemih. Metode Statistika Pearson yang digunakan menunjukkan nilai koefisien korelasi yang lebih kecil dari nilai kritisnya. Artinya pencitraan kelenjar prostat dengan radiofarmaka 99mTc-HYNIC Folate pada waktu 5 menit pasca injeksi.dapat dilakukan, seperti yang terlihat dari hasil citra pada kelenjar prostat.

According to American Cancer Society, there are 241.740 cases of prostate cancer happen in United States for the year 2012, with 28.170 sufferers die. Accurate diagnoses are necessary to prevent and to minimize the risk of prostate cancer in the future. The purpose of this study would be aimed to know uptake distribution of 99mTc-HYNIC Folate radiopharmaceutical in liver, kidney, bladder, and prostate as target organ so, the efficiency and the effectivity of this radiopharmaceutical for prostate imaging will be known. To accomplished that, the calculation of biodistribution ratio in liver, kidney, and bladder to prostate are made.
The value of the ratio is 0,05 for liver; 0,06 for kidney; and 0,06 for bladder. This result show that 99mTc-HYNIC Folate radiopharmaceutical has the same level of distribution in liver, kidney, and bladder at 5 minutes after the injection. The result of Pearson Statistics method show that correlation coefficient in this study is smaller than critical value which mean, prostate imaging of 99mTc-HYNIC Folate radiopharmaceutical at 5 minutes can be made as indicated from the result of prostate image.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46660
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Dini Haryuni
"Nimotuzumab merupakan agen antikanker yang termasuk dalam kelompok inhibitor Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR). Monoklonal antibodi ini memiliki berat molekul yang relatif besar sehingga tidak baik digunakan pada pencitraan kinetika, penetrasi pada sel tumor cenderung lemah dan berpotensi memunculkan respon antibodi. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan fragmentasi terhadap nimotuzumab menjadi bentuk antibodi bivalen F(ab')2. Fragmen ini kemudian ditandai dengan 125I menjadi 125I-F(ab')2-nimotuzumab yang diharapkan potensial digunakan sebagai radioimunoterapi. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data karakterisasi dari 125I-F(ab')2-nimotuzumab dengan menggunakan pembanding nimotuzumab utuh bertanda 125I (125I-nimotuzumab). Tahap awal pada penelitian ini adalah memurnikan sampel nimotuzumab dengan cara dialisis. Nimotuzumab yang telah dimurnikan kemudian difragmentasi menggunakan pepsin menjadi F(ab')2-nimotuzumab. F(ab')2 yang diperoleh dimurnikan dari hasil samping proses fragmentasi dengan menggunakan kolom PD-10 Sephadex G25. Nimotuzumab utuh dan fragmen F(ab')2 kemudian ditandai dengan 125I. Radiolabeling nimotuzumab utuh dan fragmen menghasilkan kemurnian radiokimia 125I-nimotuzumab dan 125I-F(ab')2-nimotuzumab masing-masing adalah 98,27% dan 93,24 %.

Nimotuzumab is an anticancer agent which belongs to the inhibitor group of Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR). This monoclonal antibody has a relatively high molecular weight which makes slow penetration on tumor cell, as concequence, it is less attractive in imaging kinetics, and potentially elicits antibodies respons. Therefore in this study nimotuzumab was fragmented to form bivalent antibody [F(ab')2] and then labeled with 125I to form 125I-F(ab')2-nimotuzumab which was expected to be potential for radioimmunotherapy. The aims of this study were to obtain a characteristic of 125I-F(ab')2-nimotuzumab by comparing with the 125I labeled-intact nimotuzumab (125I-nimotuzumab). This study was initiated by purifying nimotuzumab by mean of dialysis. The purified nimotuzumab was then fragmented by using pepsin. The F(ab')2-nimotuzumab formed was then purified from its by-products which formed in fragmentation process by using a PD-10 column (consisted Sephadex G25). The intact nimotuzumab and its F(ab')2 fragment were then labeled with the 125I to form 125I-nimotuzumab and 125I-F(ab')2-nimotuzumab. Radiolabeling of intact nimotuzumab and its F(ab')2-nimotuzumab resulted in 125I-nimotuzumab and 125I-F(ab')2-nimotuzumab with radiochemical purity of 98,27 % and 93,24 % respectively. "
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T33087
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasih
"Kebutuhan akan metode diagnosa fungsional tubuh mendorong perluasan pemanfaatan Kedokteran Nuklir untuk pencitraan hati dan limpa serta deteksi perdarahan pada saluran cerna. Kit radiofarmaka 99mTc-Sulfur Colloid dapat dimanfaatkan untuk mendukung diagnosa penyakit dan kelainan fungsi organ hati dan limpa. Penelitian ini berhasil melakukan produksi in House kit radiofarmaka 99mTc-Sulfur Colloid. Pengujian biodistribusi dan dosimetri internal kit radiofarmaka 99mTc-Sulfur Colloid pada kelinci jantan putih menggunakan Kamera Gamma single head, menunjukan persentase biodistribusi aktivitas untuk 99mTc-Sulfur Colloid pada hati 80.11% dan 13.14% pada limpa setelah 35 menit injeksi secara intravena. Nilai laju eliminasi k sangat berpengaruh terhadap waktu retensi radiofarmaka dalam suatu organ, diketahui nilai k sebesar 9.72E-03 /menit (hati) dan 1.81E-02 /menit (limpa), maka didapatkan waktu retensi radiofarmaka 99mTc-Sulfur Colloid 102.68 menit pada hati dan 55.11 menit pada limpa. Hal ini menunjukkan waktu retensi baik dihati dan limpa cukup lama, karena keduanya memiliki RES yang menangkap Tc-99m yang dilabelkan pada sulfur colloid secara fagositosis sehingga dapat dimanfaatkan untuk skintigrafi organ hati dan limpa sebagai perluasan pemanfaatan dari penggunaan radiofarmaka dalam kedokteran nuklir.

The need for body functional diagnostic method encouraging the expanded use of nuclear medicine for the imaging of liver and spleen. Radiopharmaceutical kit 99mTc-Sulfur Colloid can be used to support the diagnosa of disease and abnormalities of function and physiology of the liver and spleen organ. This study successfully perform radiopharmaceutical kit of 99mTc-Sulfur Colloid produced in House. The testing of bio-distribution and internal dosimetry of radiopharmaceutical kit 99mTc-Sulfur Colloid in male rabbits using a singlehead gamma camera, shows the percentage of bio-distribution of 99mTc-SC was 80.11% in the liver and 13.14% in the spleen, at 35 minutes after intravenous injection. Amount of the elimination rate k is greatly affect the retention time of radiopharmaceutical in an organ, once known of k is 9.72E-03 /minute (liver) and 1.81E-02 /minute (spleen), the retention time obtained from radiopharmaceutical 99mTc-Sulfur Colloid is 102.68 minutes in the liver and 55.11 minutes in the spleen. This shows the retention time in both the liver and spleen is quite long, because both have the RES that captures the activity of Tc-99m which is labeled on the sulfur colloid, so it can be used for scintigraphy of liver and spleen organ as the expanded use of radiopharmaceutical utilization in nuclear medicine."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46887
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Narpati
"Ablasi termal dilakukan dengan memanfaatkan perubahan temperatur untuk menghancurkan jaringan yang abnormal atau memulihkan fungsinya. Teknik terbaru pada ablasi termal adalah Ablasi Gelombang Mikro MW Ablation yang mengandalkan pada propagasi gelombang elektromagnetik yang mampu meningkatkan suhu dari jaringan secara cepat. Perubahan temperatur ketika ablasi akan menyebabkan kandungan air pada jaringan organ tubuh akan berkurang 78 jaringan dari organ hati terdiri dari air dan mempengaruhi nilai permitivitas dan konduktivitas dari jaringan tersebut.
Perubahan ini menyebabkan pola radiasi dan impedance matching dari antena aplikator berubah selama proses ablasi berlangsung. Perubahan impedansi membuat sistem menjadi tidak match pada frekuensi kerja sebelumnya Untuk mengakomodasi beberapa frekuensi yang banyak digunakan dalam teknik ablasi gelombang mikro dan untuk menanggulangi masalah yang muncul akibat efisiensi transmisi yang berkurang maka dirancanglah suatu aplikator yang memliki karekteristik Ultrawideband UWB.
Pada penelitian telah dirancang suatu aplikator yang memiliki karakteristik UWB dengan memodifikasi bidang pentanahan aplikator tersebut dengan bentuk slot lingkaran. Hasil pengukuran magnitudo koefisien refleksi dan VSWR menunjukkan aplikator hasil fabrikasi memiliki impedance bandwidth sebesar 7.616 GHz 2.384 GHz ndash; 10 GHz . Hasil tersebut telah memenuhi definisi UWB dan dapat mengakomodasi beberapa frekuensi kerja yang digunakan pada ablasi gelombang mikro 2.45 GHz, 5.8 GHz, 9.2 GHz, 10 GHz.

Thermal ablation is done by utilizing temperature changes to destroy the abnormal tissue or restore its function. The latest technique in thermal ablation is Microwave Ablation MW Ablation that rely on the propagation of electromagnetic waves that able to increase the temperature of a tissue rapidly. Changes in temperature during the ablation process will reduce the water content in the body tissue 78 of the liver tissue is composed of water and affect the value of permittivity and conductivity of the tissue.
These changes cause the radiation pattern and impedance matching of the antena applicator also change during the ablation process. The change on impedance will make the system does not match with the frequency of previous work. To accommodate some of the frequencies that are widely used in microwave ablation technique and to tackle the problems arising from the reduced transmission efficiency then an applicator that possess Ultrawideband UWB characteristics is designed.
In this study, we have designed an applicator which has the characteristics of UWB by modifying the ground plane of the applicator with a circle slot in the ground plane. The measurement result of reflection coefficent S11 and VSWR shows that the fabricated applicator has a impedance bandwidth of 7.616 GHz 2.384 GHz ndash 10 GHz. The results have met the UWB definition and can accommodate multiple working frequencies used in microwave ablation 2.45 GHz, 5.8 GHz, 9.2 GHz, 10 GHz.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T48014
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wuri Handayani
"Studi biodistribusi radiofarmaka 99mTc-Red Blood Cells merupakan parameter kualitas produk kit radiofarmaka dan berguna sebagai tinjauan dosimetri radiasi internal. Injeksi 99mTc-RBC dilakukan melalui intravena telinga kelinci dan dilanjutkan dengan scanning PA dinamik dan statik selama 80 menit. Biodistribusi menunjukkan nilai tangkapan radiofarmaka tertinggi terdapat pada jantung (100%) pada periode 10-15 menit, diikuti dengan organ hati (81.93%), ginjal kanan (70.92%), dan ginjal kiri (45.51%).
Organ dengan waktu eliminasi obat paling cepat dibuktikan dengan nilai konstanta laju eliminasi (k) terbesar, yakni terdapat pada organ jantung (1.94 x 10-2/menit), sedangkan nilai terkecil pada organ ginjal kiri (5.0 x 10-3/menit). Perhitungan dosimetri internal menghasilkan nilai 6.517 x 10-4 mGy/mCi pada jantung, 6.259 x 10-4 mGy/mCi pada ginjal, 1.677 x 10-4 mGy/mCi pada hati, dan 2.244 x 10-3 mGy/mCi pada kandung kemih. Implementasi perhitungan laju eliminasi diwujudkan dalam bentuk kalkulator evaluasi laju eliminasi organ pasien.

The study of biodistribution and dosimetry testing for 99mTc-Red Blood Cells has been done to assess the quality of product and predict internal patient’s dose. Tc-99m RBC were injected at intravenous of rabbits and periodically scanned with PA planar imaging for several interval times up to 80 minutes after 99mTc-RBC injected. Biodistribution shows the highest activity percentage in the heart (100.0%) at period 10 - 15 minutes, followed by liver (81.93%), right kidney (70.92%), and the left kidney (45.51%).
Organ with the most rapid drug elimination is evidenced by the largest elimination rate’s value (k) which is present in the heart (1.94 x 10-2 /minutes), while the smallest is left kidney (5.0 x 10-3 /minutes). Internal dose calculation shows 6.517 x 10-4 mGy/mCi for heart, 6.259 x 10-4 mGy/mCi for kidney, 1.677 x 10-4 mGy/mCi for liver, and 2.244 x 10-3 mGy/mCi for bladder. Implementation of the elimination rate calculations realized in the form of organ elimination rate calculator to patient evaluation.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52525
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Rakhmadi
"ABSTRAK
Pada saat ini, penyakit kanker telah menjadi salah satu masalah yang sulit diatasi. Penyakit ini tidak hanya sulit untuk disembuhkan, tetapi juga sulit untuk dideteksi dan dapat menyebabkan kematian. Untuk itu direkayasa metode terapi RF ablation untuk terapi kanker. Metode RF ablation merupakan sebuah metode minimally invasive dimana aplikator dimasukkan ke dalam tubuh untuk pemanasan local terapi sel kanker. Sel kanker tersebut yang terkena suhu lebih dari 60 ⁰C akan mengalami kehancuran seketika karena sel yang terpapar suhu lebih dari 60⁰C dalam waktu yang lama akan mengalami kehancuran. Untuk kesuksesan terapi, cakupan distribusi temperatur lokal yang sempurna pada sel kanker harus tercapai
Skripsi ini bertujuan untuk mendapatkan aplikator bekerja pada frekuensi kerja biomedis 2,45 GHz dan zona ablasi yang menyelimuti seluruh bagian sel kanker. Simulasi dilakukan menggunakan phantom sederhana yang merepresentasikan struktur tubuh manusia dewasa beserta model hati dan sel kanker pada hati. Aplikator yang telah didesain kemudian difabrikasi, diukur dalam keadaan free space dan dengan phantom agar-agar serta hati sapi. Parameter yang diukur merupakan parameter S11 dimana diperoleh magnitude koefisien refleksi -17,6 dB pada 1685 MHz. Hasil pengukuran dengan phantom agar- agar didapat -25,3 dB pada 2,45 GHz. Sedangkan hasil pengukuran menggunakan phantom hati sapi didapat -14,25 dB pada 910 MHz.

ABSTRACT
At this time, cancer has become one of the problems that are difficult to overcome. The disease is not only difficult to cure, but it is also difficult to detect and can cause death. For that reason, RF ablation treatment method was engineered to cure cancer. RF ablation method is a method in which the antenna applicator is inserted into the body to heat cancer cells. The cancer cells were exposed to temperature more than 60 ⁰C will experience instantaneous cell death because the cells are exposed to temperature of more than 60 ⁰C in a long time will suffer cell destruction. For the success of the treatment, the perfect temperatur distribution coverage on the cancer cells to be achieved.
This final project purpose is to obtain applicator that operates at biomedical frequency 2.45 GHz and ablation zone that engulfed entire cancerous cell Simulations are performed using a simple phantom which represents the adult human body structure along with models of liver and liver cancer cells. The designed applicator then fabricated and measured in free space environment and agar-agar phantom also bovine liver phantom environment. Measured parameters is S11 parameter where the magnitude of reflection coefficient is-17.6 dB at 1685 MHz. Measurement result with agar-agar phantom is -25,3 dB at 2.45 GHz. Measurement results with bovine liver phantom is -14.25 dB at 910 MHz."
2016
S64527
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisi Wilanda Syamsi
"

Kanker kolorektal merupakan penyebab kematian tertinggi kedua akibat kanker setelah kanker paru-paru. Pada tahun 2018 terdapat 1,8 juta kasus baru kanker kolorektal dan 892.000 mortalitas secara global. Sebagian besar kasus kanker kolorektal baru terdeteksi pada stadium lanjut. Hal ini dikarenakan mayoritas pasien tidak merasakan gejala yang serius pada fase awal (asimtomatik). Dari total kasus, sekitar 25% pasien kanker kolorektal diketahui telah mengalami metastasis pada diagnosis awal dan 60% lainnya setelah menjalani terapi, sehingga memerlukan pengobatan yang lebih serius dan spesifik. Salah satu jalur metastasis kanker kolorektal adalah melalui aliran darah. Proses pembentukan pembuluh darah baru atau angiogenesis dipicu oleh Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). Interaksi antara VEGF-A dengan protein reseptor VEGFR-2 kinase menginisiasi proses angiogenesis yang dapat mempercepat penyebaran sel kanker. Beberapa senyawa telah berhasil dikembangkan untuk menghambat protein VEGFR-2 kinase, namun sebagian besar bersifat multi target dan menghasilkan berbagai efek samping. Pada penelitian ini, dilakukan studi in silico untuk menemukan inhibitor VEGFR-2 kinase terbarukan dengan selektivitas dan afinitas yang tinggi melalui perancangan obat berbasis fragmen. Simulasi penambatan molekul dilakukan berdasarkan struktur 3D VEGFR-2 kinase yang diperoleh dari Protein Data Bank (PDB ID: 1Y6A). Fitur farmakofor dirancang berdasarkan ligan standar Pazopanib dan 2-anilino-5-aryl-oxazole yang diambil dari basis data ChemSpider. Sebanyak 22.727 senyawa diambil dari pangkalan data PubChem dan dipilih 4 fragmen yang paling potensial untuk dilakukan penumbuhan fragmen. Selanjutnya, dari hasil penumbuhan fragmen dan simulasi penambatan molekul diperoleh 10 senyawa baru yang dinilai paling berpotensi menghambat protein VEGFR-2 kinase. Uji farmakologi dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia dan toksisitas dari senyawa baru dengan menggunakan perangkat OSIRIS Data Warrior, SwissADME, pkCSM dan Toxtree. Berdasarkan interaksi molekular dan uji farmakologi diperoleh dua senyawa baru sebagai kandidat inhibitor VEGFR-2 kinase terbaik yaitu ligan 1070 dan ligan 1143.

 


Colorectal cancer is the second leading cause of cancer death after lung cancer. As of 2018, there are an estimated 1,8 new diagnoses and 892.000 mortalities worldwide. Most of colorectal cancer cases were identified at an advance stage. Approximately 25% of patients with colorectal cancer have developed metastases in early diagnoses and another 60% after undergoing therapy that requires more serious and specific treatment. Metastasis was caused by angiogenesis which mediated by Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). Interaction between VEGF-A and receptor protein VEGFR-2 initiated the formation of new blood vessels that can accelerate the spread of cancer cells. Several compounds have been successfully developed to inhibit VEGFR-2 kinase, however most of them are multi target and result many side effects. In this research, in silico study was conducted to discover novel VEGFR-2 kinase inhibitor with high selectivity and affinity through fragment-based drug design. Molecular docking simulation was conducted based on 3D structure of VEGFR-2 kinase obtained from Protein Data Bank (PDB ID: 1Y6A). The standard ligands used in this research are pazopanib and 2-anilino-5-aryl-oxazole that acquired from ChemSpider databases. About 22.727 compounds were taken from PubChem database and 4 potential fragments were selected for fragment growing. From the result of fragment growing and molecular docking simulation, 10 new compounds that potential to inhibit VEGFR-2 kinase were obtained. Then pharmacological and toxicity tests are performed using OSIRIS Data Warrior, SwissADME, pkCSM and Toxtree. According to the molecular interaction and pharmacological tests, two new compounds are selected as the best candidate of VEGFR-2 kinase inhibitor that is ligand 1070 and ligand 1143.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Defia Alessandra Adlina
"Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu pemodelan matematis, Physiologically-Based Pharmacokinetic (PBPK) yang dapat menggambarkan biodistribusi Nivolumab pada pasien. Penelitian ini menggunakan data biodistribusi dari 89Zr-nivolumab pada tikus humanized-Peripheral Blood Lymphocytes-Severe Combined Immunodeficiency (hu-PBL-SCID) atau tikus PBL. Kompartemen organ pada struktur pemodelan PBPK terdiri dari ruang vaskular, interstitial, serta endothelial. Parameter yang diestimasi adalah faktor modulasi laju transkapiler (MK) dan faktor modulasi laju pinositosis (F2) dari masing-masing organ, serta clearance dari plasma (CLePL). Setelah berhasil mendapatkan nilai parameter yang diestimasi, model PBPK akan ditranslasikan ke manusia untuk dianalisa nilai area di bawah kurva (AUCs) terkait toksisitas obat di dalam tubuh. Parameter yang tidak diketahui dalam model PBPK berhasil diestimasi dari data, ditunjukkan dengan visualisasi grafik dengan koefisien variasi dari parameter (%CV≤50%). Nilai parameter yang diestimasi adalah CLePL=5,56x10^-5 (%CV = 25,60%), MK=5,26x10^-1 – 4,27 (%CV=15,09% – 24,91%), dan F2=2,41x10^-2 – 4,31x10^-2 (%CV=23,84% – 29,55%) untuk hati; limpa; ginjal; dan jaringan otot. Studi simulasi menunjukkan bahwa peningkatan dosis Nivolumab yang diinjeksikan akan meningkatkan nilai AUCs toksisitas obat pada setiap organ di dalam tubuh manusia. Pemodelan matematis telah berhasil dikembangkan dan mampu menggambarkan biodistribusi dari 89Zr-Df-nivolumab pada tikus.

This study aimed to develop a mathematical model, Physiologically-Based Pharmacokinetic (PBPK) to describe the biodistribution of Nivolumab in patients. This study used biodistribution data from 89Zr-nivolumab in humanized-Peripheral Blood Lymphocytes-Severe Combined Immunodeficiency (hu-PBL-SCID) mice or PBL mice. The organ compartments in the PBPK modeling structure consist of vascular, interstitial, and endothelial spaces. The estimated parameter were the modulation factor of transcapillary flow (MK) and modulation factor of pinocytosis rate (F2) from each organ, as well as plasma clearance (CLePL). After successfully obtaining the estimated parameter values, the PBPK model will be translated to humans to analyze the value of the Area Under the Curves (AUCs) related to drug toxicity in the body. The unknown parameters in the PBPK model was successfully estimated from the data, shown by the visualization of the graph with the coefficient of variation of the parameters (%CV≤50%). The values of the estimated parameters were CLePL=5,56x10^-5 (%CV = 25,60%), MK=5,26x10^-1 – 4,27 (%CV=15,09% – 24,91%), dan F2=2,41x10^-2 – 4,31x10^-2 (%CV=23,84% – 29,55%) for liver, spleen, kidney, and muscle. The simulation study showed that increasing the injected dose of Nivolumab will increase the value of AUCs and drug toxicity in the human body. Mathematical modeling has been successfully developed and was able to describe the biodistribution of 89Zr-Df-nivolumab in mice."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>