Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190038 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susana Indriyati Caturiani
"Aktivitas migrasi tenaga kerja membawa peningkatan penghasilan, pendidikan pun sosial pada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan keluarganya. Bagi negara, migrasi tenaga kerja menyumbang devisa dan menyediakan peluang kerja. Aktivitas ini juga meninggalkan persoalan yang berulang, pada masa pra-penempatan, penempatan maupun purna penempatan. Pemerintah, organisasi non pemerintah dan swasta menyatakan bahwa sumber persoalannya berada pada masa pra-penempatan. Penempatan TKI diselenggarakan oleh pemerintah pusat, daerah termasuk desa serta pihak swasta, diantaranya perusahaan jasa penempatan.
Penelitian ini dilaksanakan pada lingkup daerah asal yaitu Kabupaten Indramayu dan Cianjur, Provinsi Jawa Barat, bertujuan menelaah tata kelola pra-penempatan TKI yang berlangsung dan dalam inspirasi good enough governance meneroka tata kelola di kemudian hari. Informan dalam penelitian kualitatif ini meliputi pemerintah kabupaten, pemerintah desa, kelompok masyarakat yang peduli pada isu TKI, asosiasi perusahaan jasa penempatan dan Kantor Imigrasi. Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan sponsor/calo dan budayawan setempat. Data diperoleh dari wawancara, diskusi kelompok terarah (FGD) dan sumber sekunder.
Pra-penempatan TKI diurus oleh dinas tenaga kerja sebagai bagian tugasnya. Pada aspek peraturan, peraturan yang telah terbit ditingkat kabupaten maupun desa dan prinsip kehati-hatian, belum sepenuhnya dapat melindungi CTKI. Ketegasan yang diberlakukan dapat menyebakan mereka menempuh jalan yang tidak sesuai prosedur. Sponsor/calo yang biasanya amat dikenal oleh CTKI dan keluarganya berperan besar dalam kegiatan rekrutmen dan penyiapan dokumen CTKI.
Namun demikian, ada praktik-praktik baik yang telah berlangsung di lingkup desa maupun kabupaten meskipun belum sempurna. Praktik baik tersebut dapat menjadi titik awal memperbaiki tata kelola prapenempatan secara bertahap. Dengan demikian, pilihan prioritas perlu dilakukan yaitu sosialisasi, pengembangan komunitas serta pendidikan dan pelatihan. Perluasan pemangku kepentingan merupakan salah satu jalan agar upaya perbaikan berkesinambungan. Dengan demikian, prapenempatan bukan melulu pada urusan administrasi dokumen melainkan juga sosialisasi migrasi tenaga kerja yang aman hingga tumbuh masyarakat yang melek migrasi di daerah kantong TKI.
Good enough governance perlu menegaskan unsur kesinambungan dan daya tahan didalamnya.
Worker migration activities increase incomes, education and social status to Indonesian Migrant Workers (TKI) and their families. For the country, worker migration contributes to foreign exchange and provides employment opportunities. This activity also left problems that were repeated, in the pre-placement, placement and after-placement. The government, non-governmental organization and private placement company association state that the source of the problem is in the pre-placement period. The placement of migrant workers is carried out by the central government, regions and private parties.
This research was conducted in the area of origin, namely Indramayu and Cianjur Regencies, West Java Province, aimed at examining the pre-placement governance of migrant workers that took place and in inspiring good enough governance to explore governance in the future. Informants in this qualitative study included district governments, village governments, community groups concerned with the issue of migrant workers, associations of placement companies and the Immigration Office. In addition, interviews were also conducted with brokers and local cultural figures. Data obtained from interviews, focus group discussions (FGD) and secondary sources.
Pre-placement of migrant workers is managed by the labor department as part of their duties. In terms of regulations, regulations that have been issued at the district and village levels and the precautionary principle, have not been able to fully protect prospective migrant workers. Assertiveness can cause them to take ways that are not in accordance with procedures. Sponsors brokers who are usually well known by prospective migrant workers and their families play a major role in the recruitment and preparation of their documents.
However, there are good practices that have taken place in both the village and district spheres, although not yet perfect. These good practices can be a starting point for gradually improving pre-placement governance. Thus, priority choices need to be made, namely socialization, community development and education and training. The expansion of stakeholders is one way for continuous improvement efforts. Thus, pre-placement is not only about the administration of documents but also the socialization of safe worker migration to the growth of people who are literate of migration in migrant worker enclaves.
Good enough governance needs to emphasize the element of sustainability and endurance in it."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septian Handika Saputra, auhtor
"Skripsi ini membahas tentang peran dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) di dalam proses pra penempatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dari BNP2TKI di dalam proses pra penempatan serta kendala yang dihadapi oleh BNP2TKI. Teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah tenaga kerja, buruh migran, dan konteks peran di dalam organisasi. Pendekatan pada penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan metode pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam.
Hasil penelitian ini adalah terdapat tiga peran dari BNP2TKI di dalam pra penempatan yaitu peran ideal, peran yang dianggap oleh diri sendiri, dan peran yang dilaksanakan. Terdapat perbedaan antara peran yang ideal dengan peran yang dianggap oleh diri sendiri dan peran yang dilaksanakan. Permasalahan yang terjadi di dalam proses pra penempatan cukup banyak terjadi baik yang dialami oleh BNP2TKI maupun instansi lain yang terkait.

This thesis discusses the role of the National Agency for the Placement and Protection of Indonesian Workers (BNP2TKI) in the pre-placement process. This study aims to determine what the role of BNP2TKI in pre-placement process and the constraints faced by the BNP2TKI. The theory used in this research is labor, migrant workers, and the context of the role within the organization. The approach in this study using post-positivist approach to the method of data collection through library research and in-depth interviews.
The results of this study is there are three roles of BNP2TKI in pre-placement is ideal role, the role of which is considered by themselves, and the role undertaken. There are differences between the ideal role with the roles that are considered by themselves and the role undertaken. The problems that occurred in the pre-placement process pretty much going either experienced by BNP2TKI and other relevant institution.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S63183
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanif
"Penelitian ini membahas mengenai koordinasi kelembagaan di antara Kementerian Ketenagakerjaan, BNP2TKI, dan Kementerian Luar Negeri dalam tata kelola TKI Arab Saudi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koordinasi kelembagaan di antara Kementerian Ketenagakerjaan, BNP2TKI dan Kementerian Luar Negeri dalam penempatan dan perlindungan TKI Arab Saudi kurang optimal. Selain itu, hambatan dalam koordinasi kelembagaan ini berasal dari regulasi yang menimbulkan penafsiran yang berbeda, persepsi dan pemahaman lembaga yang berbeda, sikap ego sektoral dan kurang optimalnya komunikasi.

This research discusses about the inter-organizational coordination among ministry of manpower, national board for placement and protection of indonesian overseas workerand ministry of foreign affair in indonesian migrant worker governance for Saudi Arabia. This is a qualitative research. The data were collected by means of indepth interview, observation, and document studies.
The results show that Interorganizational coordination among these three institutions are not optimal yet. However, there are still 4 major obstacles to deal with, such as, lack of regulation, difference in perception and understanding, sectoral ego, and the lack of communication."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62976
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Maria Putri Salsabila
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana akses keadilan dapat dijamin melalui terpenuhinya hak atas informasi bagi perempuan pekerja migran. Lebih lanjut, penelitian ini juga akan memberikan gambaran mengenai dampak dari keterbatasan akses yang dialami perempuan pekerja migran desa Krasak dan cara mereka menghadapi permasalahan yang timbul dalam tahap pra-penempatan. Penelitian mengenai pekerja migran sudah banyak ditulis, namun pengalaman perempuan pekerja migran di tahap pra-penempatan masih belum banyak dikaji. Penelitian ini menggunakan metode sosio-legal berperspektif perempuan. Peneliti melakukan studi dokumen terhadap berbagai instrumen hukum nasional dan internasional mengenai hak atas informasi perempuan pekerja migran. Berbagai peraturan hukum tersebut dianalisa secara kritikal menggunakan pendekatan teori hukum feminis yang mempertanyakan bagaimana posisi perempuan di dalam hukum, apakah hukum melindungi atau merugikan serta apakah dalam pembuatan hukum tersebut pengalaman perempuan diakomodir. Selain itu peneliti melakukan observasi, focus group discussion FGD, dan wawancara mendalam di desa Krasak. Wawancara juga dilakukan dengan pengurus SBMI, kepala desa, kepala dinas tenaga kerja, dan para pihak lain yang terkait. Peneliti juga melakukan pengamatan, utamanya untuk melihat aktivitas dan kehidupan perempuan pekerja migran desa Krasak. Data observasi, FGD dan wawancara juga dianalisa dengan menggunakan teori hukum feminis karena cerita pengalaman perempuan menjadi bahan penting dalam kajian hukum berperspektif perempuan.

ABSTRACT
This study aims to explain how access to justice can be guaranteed through the fulfillment on the right of information for women migrant workers. Furthermore, this study will also provide an overview on the impact of the limited access experienced by women migrant domestic workers in Krasak Village and how they face the problems that arise from the pre placement phase. Research on migrant workers has been widely written, but the experience of women migrant workers in the pre placement phase has not been studied deeply. This research uses socio legal method with womens perspective. Researcher conducted document studies on various national and international legal instruments on the right of information for women migrant workers. These legal instruments are critically analyzed using a feminist legal theory approach that questions how womens are being positioned within the law, whether the law protect or harm women and whether womens experienced are being accomodated in the making of the law. In addition, researcher has conducted observations, focus group discussions FGD and in depth interviews in Krasak Village. Interviews were also conducted with SBMI board members, village heads, ministry of manpower and other related parties. Researchers also made observations, primarily to see the activities and lives of women migrant workers in Krasak village. Observational data, FGD and interviews were also analyzed using feminist legal theory because the story of womens experience became an important ingredient in womens perspective legal review. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Diyana Kusumawardani
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S23898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joan Eleora
"Perubahan fisik yang terjadi oleh karena adanya perkembangan pembangunan sebuah wilayah mempengaruhi iklim mikro suatu kawasan dan juga terhadap kondisi termal kawasan tersebut. Peningkatan suhu udara dapat mempengaruhi kenyamanan termal. Kenyamanan termal inilah yang mempengaruhi inisiatif manusia dalam beraktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana variasi kenyamanan termal berdasarkan tipe penggunaan lahan dan untuk menganalisis persepsi penduduk terhadap kenyamanan termal dalam berjalan kaki di Kecamatan Cianjur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan melakukan penyebaran kuesioner. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis keruangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan industri memiliki suhu udara tertinggi dan kelembaban udara paling rendah dibandingkan dengan tipe penggunaan lainnya. Hal ini dipengaruhi dari aktivitas industri yang menghasilkan panas dari kegiatan produksi dan asap pabrik. pada pagi dan siang hari mayoritas nilai THI termasuk pada kategori “Tidak Nyaman”, sedangkan pada sore hari kategori “Tidak Nyaman” dan “Sebagian Tidak Nyaman” cukup merata persebarannya. Secara temporal, persepsi penduduk di Kecamatan Cianjur terhadap kenyamanan termal cenderung merasa “Nyaman” di pagi dan sore hari, kemudian merasa “Sedikit Tidak Nyaman” di siang hari. Meskipun nilai THI cukup tinggi di suatu wilayah, namun persepsi seseorang terhadap kenyamanan termal dapat berbeda karena terdapat kondisi lain yang mempengaruhi adaptasi psikis seseorang dalam merasakan termal.

Physical changes that occur due to the development of an area affect the microclimate of an area and also the thermal conditions of the area. An increase in air temperature can affect thermal comfort. It is this thermal comfort that influences human initiative in activities. This study aims to find out how thermal comfort varies based on the type of land use and to analyze residents' perceptions of thermal comfort when walking in Cianjur District. The method used in this study is a quantitative method by distributing questionnaires. The analysis used is descriptive analysis and spatial analysis. The results showed that industrial land use had the highest air temperature and lowest air humidity compared to other types of land use. This is influenced by industrial activities that generate heat from production activities and factory smoke. in the morning and afternoon the majority of THI scores fall into the "Uncomfortable" category, while in the afternoon the "Uncomfortable" and "Mostly Uncomfortable" categories are fairly evenly distributed. Temporarily, the perception of residents in Cianjur Subdistrict towards thermal comfort tends to feel "Comfortable" in the morning and evening, then feel "Slightly Uncomfortable" during the day. Even though the THI value is quite high in an area, a person's perception of thermal comfort can be different because there are other conditions that affect a person's psychological adaptation to feeling thermal.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahda Arquette Sedana
"Tanah longsor merupakan salah satu fenomena bencana alam yang memiliki ciri khas dan sering terjadi di wilayah tropis. Bencana tanah longsor menjadi pusat perhatian karena terjadi secara kontinu dari tahun ke tahun, serta dapat menimbulkan kerugian baik secara material maupun non material. Kecamatan Cibeber merupakan wilayah yang sering dilanda kejadian tanah longsor di Kabupaten Cianjur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik fisik wilayah tanah longsor dan menganalisis kaitan antara karakteristik fisik wilayah tanah longsor dengan kerugian akibat tanah longsor di Kecamatan Cibeber. Karakteristik fisik wilayah tanah longsor yang digunakan adalah ketinggian, kelerengan, jarak dari sungai, jarak dari jalan, jenis tanah, jenis batuan dan penggunaan lahan. Penelitian ini menggunakan analisis spasial overlay, statistik dan deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa karakteristik fisik wilayah tanah longsor di Kecamatan Cibeber terbagi menjadi 3 klaster. Tanah longsor yang berada pada klaster 1 yakni sering terjadi pada ketinggian 601-800 mdpl, memiliki kelerengan 15%-30%, dan didominasi oleh penggunaan lahan permukiman. Tanah longsor yang berada pada klaster 2 yakni sering terjadi pada ketinggian 801-1000 mdpl, memiliki kelerengan 30%-45%, dan didominasi oleh penggunaan lahan hutan. Tanah longsor yang berada pada klaster 3 yakni sering terjadi pada ketinggian 401-600 mdpl, memiliki kelerengan >45%, dan didominasi oleh penggunaan lahan hutan kemasyarakatan. Variabel yang sangat berkontribusi dalam proses pembentukan tanah longsor adalah kelerengan, khususnya pada lereng 30%-45%. Kaitan karakteristik fisik wilayah tanah longsor terhadap kerugian baik secara non material maupun material di Kecamatan Cibeber dapat diidentifikasi melalui klasternya. Kerugian non material yakni korban jiwa akibat tanah longsor berada pada klaster 1 dengan penggunaan lahan permukiman. Sedangkan, kerugian material yakni perumahan dan jalan akibat tanah longsor berada pada klaster 3 dengan penggunaan lahan hutan kemasyarakatan.

Landslide is one of natural disaster phenomena that has distinctive characteristics and often occur in tropical region. Landslide disaster can be the center of attention because it occurs continuously from year to year and cause loss both  material and non-material. Cibeber District is an area that often exposed by landslides in Cianjur Regency. This study aims to analyze the physical characteristics of the landslide area and analyze the relationship between the physical characteristics of the landslide area and loss due to landslides in Cibeber District. The physical characteristics of landslide area used are elevation, slope, distance to river, distance to road, soil type, lithology and landuse. This study uses spatial overlay, statistic, and descriptive analysis. The result of study stated that the physical characteristics of landslide area in Cibeber District were divided into 3 clusters. Landslide in cluster 1 often occur at an elevation of 601-800 meters above sea level, has a slope of 15%-30%, and has dominated land use by residential. Landslide in cluster 2 often occur at an elevation of 801-1000 meters above sea level, has a slope of 30%-45%, and has dominated landuse by forest. Landslide in cluster 3 often occur at an elevation of 401-600 meters above sea level, has a slope of >45%, and has dominated landuse by community forest land. The variable that very contribute to the process of landslide is a slope, especially in slope of 30%-45%. The relationship between the physical characteristics of the landslide area to loss both non-material and material in Cibeber District can be identified through it’s cluster. Non-material loss due to landslide is in cluster 1 with residential landuse. Meanwhile, housing and road material loss due to landslides are in cluster 3 with community forest land."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Lutfia
"Arab Saudi merupakan negara yang memiliki permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) non formal dengan jumlah terbesar, sehingga peneliti tertarik dan bertujuan meneliti bagaimana hambatan komunikasi antar budaya yang dialami TKI dengan majikannya di Arab Saudi, dan bagaimana upaya yang dilakukan TKI untuk mengatasi hambatan tersebut berdasarkan pengalaman TKI yang pernah bekerja di Arab Saudi. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan kualitatif dan tipe penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan model komunikasi antar budaya yang dikemukakan Gudykunst dan Kim dan beberapa masalah potensial yang dapat menghambat komunikasi antar budaya oleh Samovar,dkk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat masalah-masalah (problem potensial) yang muncul dalam interaksi TKI dengan majikan di Arab Saudi yang dapat membawa implikasi adanya hambatan komunikasi dalam interaksi antara TKI dengan majikan. Secara umum terdapat beberapa kesamaan hambatan komunikasi yang dialami oleh TKI dengan majikannya yaitu ketika kali pertama bekerja sebagai TKI di Arab Saudi adalah berupa perbedaan bahasa dan nada suara, perbedaan interpretasi nonverbal, ketidakpastian dan kecemasan yang tinggi. Dalam penelitian ini, peneliti melihat bagaimana latar belakang pendidikan dan pengalaman lamanya bekerja menyebabkan munculnya beberapa perbedaan pengalaman hambatan komunikasi yang dialami TKI dengan majikannya di Arab Saudi yaitu etnosentrisme dan stereotipe negatif terhadap majikan, jarak kekuasaan yang tinggi, dan perbedaan gaya komunikasi.

Saudi Arabia is a country that having the biggest problem of non formal Indonesian overseas workers. Therefore, researcher is interested and intended to investigate regarding intercultural communication barrier that happens between the worker and employer in Saudi Arabia and how the workers deal with it based on their experiences. This research is using constructivism paradigm with qualitative approach and descriptive research type. Intercultural commuication's model proposed by Gudykunst and Kim, potensial problems that can be detaining intercultural communication by Samovar,et.al are used by researcher in this research. The result of this research shows that there are potential problems that arise in the workers-employers interaction. These problems can bring implication about communication barriers when they interact. Generally, there are similarities regarding communication barriers that happens between workers-employers, especially when the workers work in Saudi for the first time, those are language and voice tone differences, nonverbal interpretation differences, uncertainty and high anxiety. In this research,the researcher saw how education background and work experience make the communication barriers experiences between workers getting different. The differentiations are ethnocentrism and negative stereotype to the employer, high power distance, and communications style difference.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aspas Aslim
"Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Jawa Barat pada tahun 1995 terjadi 3140 kasus DBD dengan Cale Fatality Rate (CFR) 3,9%. Di Kabupaten Indramayu setama 5 tahun terakhir (1992 - 1996), jumlah kasus DBD makin tinggi dan wilayah endemis DBD makin luas.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kerawanan DBD di Kabupaten Indramayu, serta mencoba mengidentifikasi faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhinya. Berdasarkan hasil analisis tersebut kemudian dibuat rencana pengendalian DBD di Kabupaten Indramayu.
Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kerawanan DBD dilakukan dengan memetakan wilayah endemis DBD tahun 1992-1996 dan menguji hubungan antara kerawanan DBD dengan kepadatan penduduk.
Hasil analisis menunjukkan bahwa wilayah kerawanan DBD menyebar menyusuri jaringan jalan propinsi, yang kemudian diikuti dengan penyebaran di sepanjang jalan kabupaten. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan antara kerawanan DBD dengan mobilitas penduduk. Dengan uji X2 terbukti bahwa kepadatan penduduk berhubungan secara bermakna. dengan tingkat kerawanan DBD. Ditinjau dari segi pelayanan kesehatan, terlihat bahwa pelayanan promotif dan preventif (fogging, abatisasi, pemberantasan sarang nyamuk) untuk mengendalikan DBD masih belum memadai.
Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan justru setelah terjadi suatu kasus DBD, sehingga tidak berfungsi sebagai tindakan promotif dan preventif.
Disimpulkan bahwa 1). tingkat kerawanan DBD di Kabupaten Indramayu tahun 1992-1996 semakin meningkat, meskipun masih ada 68 desa yang selama 5 tahun tersebut tetap berstatus sebagai desa potensial DBD; 2). tingkat kerawanan DBD berhubungan dengan mobilitas dan kepadatan penduduk; dan 3). upaya promotif dan preventif belum dilaksanakan secara memadai, sehingga tidak menghasilkan efek promotif dan preventif.
Disarankan untuk mengupayakan pengendalian DBD dengan 3 strategi utama yaitu 1). meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan masyarakat akan masalah DBD 2). meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan vektor DBD, terutama melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk; dan 3). memanfaatkan berbagai institusi kemasyarakatan yang ada untuk menggerakkan masyarakat dalam pengendalian DBD di Kabupaten Indramayu.
Sebagai langkah tindak lanjut akan dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menyampaikan hasil analisis yang telah dilakukan kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Indramayu.
2. Membuat rencana kerja operasional yang rinci, serta mengusulkannya kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Indramayu.
3. Meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan masyarakat terhadap DBD dengan memanfaatkan berbagai jalur komuikasi, yaitu radio daerah, dan pertemuan-pertemuan lintas sektoral atau R.apat Koordinasi Kabupaten yang dilaksanakan pada setiap tanggal 17.
4. Mengintensifkan dan memperluas cakupan fogging masal sebelum masa penularan (SMP) di semua desa endemis.
5. Melakukan abatisasi nasal setiap tiga bulan sekali di semua desa.
6. Mengintensifkan pelaksanaan fogging fokus segera setelah dilaporkan adanya kasus DBD.

Assessment of Dengue Hemorrhagic Fever's Endemicity at the Village Level in Indramayu District 1992-1996 and Development of Strategy and Plan of Action for Controlling Dengue Hemorrhagic Fever in Indramayu DistrictDengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of the public health problems in Indonesia. In 1995, there was 3140 DHF cases in West Java with the case fatality rate of 3.9%. During the last 5 years (1992-1996) there was an increased case in Indramayu District, as well as a wider endemic areas.
This study aimed to assess the endemic of DHF in Indramayu District, and identify its potential related factors. Based on the results, a strategy and plan of action for controlling DHF in Indramayu District will be developed.
It was found that the endemic areas spread out along the province road, and followed by its spread along the district road. This result indicated that the people's mobility had some association with the DHF's endemic. The X2 tests showed a significant association between the DHF's endemic and the population density. Through a qualitative assessment, it was also found that promotive and preventive measures (fogging, abatisation, vector control) were not applied adequately, so that their function as promotive and preventive measures were not met.
It was concluded that 1). during 1992-1996 the DHF's endemic in Indramayu District was worse; 2). the DHF's endemic associated with the people's mobility and population density; and 3). promotive and preventive measures for controlling DHF's vector were not applied adequately.
It was suggested to control DHF in Indramayu District through 3 main strategies, i.e. 1). to improve the community's knowledge and awareness on DHF; 2). to improve community participation in controlling DHF's vector, and 3). to use any community's institution in controlling DHF.
Several follow up activities were planned to be done:
1. To report the result of this assessment to the governmental head of Indramayu District (Bupati).
2. To make a detail and comprehensive plan of action for controlling DHF in Indramayu District.
3. To improve the community's knowledge and awareness on DHF by using any means of communication such as district's radio and regular monthly intersectoral coordination meeting.
4. To intensify and extensity mass fogging in all endemic areas.
5. To do a mass abatisation in all villages.
6. To intensify focal fogging soon after a DHF case is reported.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asmadi
"Perilaku kekerasan dapat terjadi pada semua lingkup kehidupan termasuk di dalam keluarga. Kekerasan dalam keluarga lebih banyak terjadi pada anak-anak. Kasus kekerasan terhadap anak cenderung meningkat setiap tahunnya dan dampak yang ditimbulkannya sangat besar terutama terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Atas dasar itu, maka perlu dilakukan penelitian mengenai kekerasan terhadap anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi karakteristik dan lingkungan keluarga terhadap terjadinya kekerasan pada anak usia 10-14 tahun.
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh keluarga yang mempunyai anak usia 10-14 tahun di Kab. Indramayu. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 115 keluarga dengan teknik multistage cluster random sampling yang terbagi dalam tiga desa yaitu Lelea, Waru, dan Terusan. Analisis hubungan dilakukan melalui uji chi square, sedangkan analisis faktor dominan dilakukan dengan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan ada empat variabel yang berkontribusi terhadap terjadinya kekerasan pada anak yaitu tingkat pendidikan ayah, jenis pekerjaan ayah, norma keluarga, dan lingkungan sosial keluarga. Diantara keempat variabel tersebut yang paling dominan adalah lingkungan sosial keluarga. Berkenaaan dengan hasil penelitian ini, maka usulan untuk perawat komunitas antara lain berupaya mengoptimalkan pelaksanaan peran-peran perawat komunitas; mengembangkan layanan asuhan keperawatan keluarga yang sesuai baik pada keluarga pedesaan maupun perkotaan dengan menggunakan pendekatan yang berbasis kultural; memfasilitasi peningkatan kemampuan pelaksanaan tugas kesehatan dan perkembangan keluarga; memberikan pendidikan kesehatan secara terprogram dengan baik mengenai tahap perkembangan anak dan kekerasan terhadap anak. Keluarga perlu meningkatkan pelaksanaan tugas kesehatan dan perkembangan keluarga dengan tahap anak usia remaja. Puskesmas perlu meningkatkan pelayanan preventif dan promotif di luar gedung dan mengembangkan layanan asuhan keperawatan komunitas. Keberhasilan penanganan kekerasan terhadap anak juga perlu didukung oleh kebijakan Pemerintah Daerah.

Behavior of violence can happen in all life scope including in family. Family violence more happen on children. Violence cases on child tend to increase every year and the impact which generating of very big especially to child’s growth and development. Thus, a research on violence on children need to conducted. The purpose of this research was to examine family’s characteristic and environment contribution to the violence on children of age 10-14 years.
This research used descriptive correlation design with cross sectional approach. Population of this research was all family with child 10-14 years old in Indramayu district. Samples were 115 family selected by multistage cluster random sampling technique from three villages namely Lelea, Waru, and Terusan. The relationship was analysed by chi square test, while dominant factor analysis was performed by multiple logistics regression test.
Result of research showed four variables that had contribution to violence on children namely father’s level of education, father's work type, family norm, and the social environment of family. From the four variables the most dominant were social environment of family. Recommendations of this research werw community nurse need to optimize community nurse role implementation, develop proper family nursing care in rural and urban using cultural basis approach, facilitate improvement of health duty family development implementation capability, give well programmed health education on children development stage and violence on children. Family need to improve growth and health duty implementation of with adolescent stage. Health centre (Puskesmas) need to improve preventive and promotive service and develop community health nursing service. Handling efficacy to child abuse is also require to be supported by Local Government policy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T24778
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>