Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211652 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dedi Irawan
"Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juni 2015 di Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat dan di Laboratorium Kimia, Universitas Indonesia dan bertujuan : Untuk mengetahui kandungan Kadmium (Cd) dan Kromium (Cr) pada Ikan Bandeng dan Sedimen di Pertambakan Bermangrove. Sampel berupa ikan bandeng dan sedimen diambil dari pertambakan bermangrove yang dibagi ke dalam enam stasiun. Masing-masing stasiun diteliti kandungan logam berat Kadmium (Cd) dan Kromium (Cr) di ikan bandeng dan Sedimen. Kandungan logam Cr yang ditemukan di ikan bandeng memenuhi kisaran 0.03-0.029 mg/kg. Ambang batas logam Cr di biota menurut Keputusaan Menteri Lingkungan Hidup tahun 2001 sebesar 0.005 ppm, artinya seluruh stasiun telah melampaui ambang batas. Untuk kandungan logam Cr di sedimen di kisaran 0.021-0.636 mg/kg. ambang batas logam Cr di sedimen menurut Swedish Enviromental Protection Agency (<40 mg/kg), mengacu pada standard tersebut maka logam Cr di sedimen belum melebihi ambang batas.

The research was conducted in June 2015 Blanakan Village, Subang, West Java and Chemistry Laboratory, University of Indonesia and aims: To determine the content of Cadmium (Cd) and Chromium (Cr) in the Milkfish and Sediment in aquaculture. Samples of fish and sediment taken from aquaculture divided into six stations. Each station studied heavy metal content of Cadmium (Cd) and Chromium (Cr) in fish and sediments. Cr metal content found in fish meet the range of 0.03-0.029 mg/kg. Cr threshold in biota desperation by the Minister of Environment in 2001 amounted to 0.005 ppm, meaning the whole station has exceeded the threshold. Cr for the metal content in the sediment in the range of 0.021-0.636 mg/kg. Threshold of Cr in sediments according to the Swedish Environmental Protection Agency (< 40 mg/kg), refers to these standards, the Cr in sediments has not exceeded the threshold."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arinka Fathinah
"Mikroplastik merupakan potongan plastik kecil berukuran 1 μm hingga 5 mm bersifat bioavailable dan ubiquitous. Muara disebut sebagai titik panas mikroplastik karena saat mikroplastik dari sungai memasuki muara, gelombang, pasang surut, dan angin mampu memengaruhi lintasan dan kecepatan partikel masuk ke laut serta pengendapan mikroplastik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelimpahan dan komposisi bentuk, ukuran, serta jenis polimer mikroplastik yang terakumulasi pada air, sedimen, dan ikan bandeng Chanos chanos di muara Sungai Blanakan, Subang, Jawa Barat. Pengambilan sampel dilakukan di empat titik lokasi. Sampel air disaring menggunakan plankton net 300 μm, sampel sedimen diambil menggunakan Van Veen Grab, dan sampel ikan diambil menggunakan bubu. Sampel air diekstraksi dengan larutan H2O2 30% serta FeSO4 0,05 M. Begitu pula dengan sampel sedimen yang sebelumnya telah disuspensi larutan NaCl. Sementara itu, jaringan dan organ daging, insang, dan saluran pencernaan dari 11 sampel ikan bandeng Chanos chanos diisolasi dan diekstraksi menggunakan larutan KOH. Sampel mikroplastik diamati di atas kertas Whatman cellulose nitrate dan dianalisis menggunakan mikroskop. Identifikasi mikroplastik dikelompokkan berdasarkan bentuk yaitu fiber, fragmen, film, pellet, dan foam, serta ukuran yaitu <300 μm, 300-500 μm, 500-1000 μm, dan >1000 μm. Identifikasi jenis polimer dilakukan dengan metode Raman spektrometeri. Kelimpahan mikroplastik pada sampel air berkisar 526,67 - 946,67 partikel/m3, sedangkan sedimen berkisar 674,07 - 1074,07 partikel/kg dengan dominasi bentuk fiber baik di air maupun sedimen. Kelimpahan mikroplastik ikan bandeng Chanos chanos adalah 43,06 partikel/individu dengan urutan kelimpahan mikroplastik jaringan tertinggi yaitu insang, daging, dan saluran pencernaan. Jenis polimer mikroplastik yang terdeteksi adalah polyethylene terephthalate (PET), polypropylene (PP), dan poly(vinyl chloride) (PVC). Uji korelasi menunjukkan tidak adanya hubungan antara keberadaan mikroplastik pada air dan sedimen terhadap ikan bandeng Chanos chanos.

Microplastics are small pieces of plastic range in size from 1 μm to 5 mm that are bioavailable and ubiquitous. Estuaries are known as "microplastic hot spots" due to the fact that when river microplastic enters an estuary, then waves, tides, and wind can change the direction and speed of the particles entering the sea and the deposition of microplastic. This study aims to analyze the abundance and composition of shape, size, and types of microplastic polymers that accumulate in water, sediment, and milkfish Chanos chanos in the estuary of Blanakan River, Subang, West Java. Sampling was carried out at four sampling points. Water samples were filtered using a 300 μm plankton net, sediment samples were taken using a Van Veen Grab, and fish samples with a trap. Water sample were extracted with 30% H2O2 solution and 0,05 M FeSO4. The same was applicable to sediment samples that had been previously suspended in NaCl solution. Meanwhile, tissues and organs of muscles, gills, and digestive tract from 11 samples of milkfish Chanos chanos were isolated and extracted using KOH solution. Microplastic samples were observed on Whatman cellulose nitrate paper and analyzed using a microscope. Microplastics are categorized according to form, namely fiber, fragment, pellet, film, foam, and size, namely <300 μm, 300-500 μm, 500-1000 μm, and > 1000 μm. The Raman spectrometry method was used to determine the type of polymer. In sediment samples, the amount of microplastics ranged from 674,07 to 1074,07 particles/kg, while the abundance in water samples ranged from 526,67 to 946,67 particles/m3. Fiber predominated in both water and sediment. The abundance of microplastics in milkfish Chanos chanos was 43,06 particles/individual with the biggest tissue microplastic abundance starting with the gills, meat, and digestive tract. The types of microplastic polymers detected were polyethylene terephthalate (PET), polypropylene (PP), and poly(vinyl chloride) (PVC). The correlation test revealed that there was no relationship between the abundance of microplastics in water and sediment for the milkfish Chanos chanos."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincentia Priscilla
"Penelitian ini menganalisis kelimpahan dan jenis mikroplastik pada bandeng Chanos chanos, air, dan endapan tambak bandeng di Muara Kamal dan Marunda, Teluk Jakarta. Pengambilan sampel bandeng dilakukan dengan kriteria umur 5 sampai 6 tahun berusia bulan dengan jumlah sampel 6 ikan dari setiap lokasi. Air dan sedimen tadinya diambil dari 5 titik di kolam bandeng di setiap lokasi. Saluran pencernaan diekstraksi dari setiap bandeng dihancurkan dengan pereaksi asam nitrat yang kuat (HNO3 65%). air sampel disaring menggunakan plankton net dengan ukuran mesh 300 μm dan sedment sampel dikeringkan dalam oven. Solusi NaCl terkonsentrasi digunakan untuk mencapai flotasi mikroplastik pada setiap sampel disiapkan saluran pencernaan ikan bandeng, air yang disaring, dan sedimen kering. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya.
Sampel ditempatkan di Sedgwick Rafter Chamber dan penghitungan mikroplastik dilakukan dilakukan untuk partikel dengan ukuran mulai dari 20 μm hingga 4 mm berdasarkan bentuk partikelnya serat, film, fragmen, dan granula. Hasil yang diperoleh untuk sampel dari Muara Kamal menunjukkan jumlah mikroplastik 3.005 ± 437,4 partikel ind-1 dalam ikan bandeng, 103,8 ± 20,7 partikel L-1 dalam air, dan 111.680 ± 13.204,2 partikel Kg-1 dalam sedimen. Mikroplastik Kelimpahan ditemukan lebih rendah dalam sampel dari Marunda dengan 2.090 ± 545 partikel ind-1 in bandeng, 90,7 ± 17,4 partikel L-1 dalam air, dan 82,480 ± 11,226,4 partikel Kg-1 dalam sedimen.

This study analyzes the abundance and types of microplastics in Chanos chanos, water, and milkfish pond deposits in Muara Kamal and Marunda, Jakarta Bay. Sampling of milkfish is carried out with the criteria of age 5 to 6 years old with a sample of 6 fish from each location. Water and sediment were taken from 5 points in the milkfish pond at each location. The digestive tract is extracted from each milkfish destroyed by strong nitric acid reagents (65% HNO3). water. The sample was filtered using a plankton net with amesh size of 300 μm and the sample sedment was dried in an oven. The concentrated NaCl solution is used to achieve. Microplastic flotation in each sample was prepared by the digestive tract of milk fish, filtered water, and dry sediment. Observations were made with a light microscope. Samples were placed in the Sedgwick Rafter Chamber and microplastic calculations were carried out for particles ranging in size from 20 μm to 4 mm based on the particle shape of the fibers, films, fragments, and granules. The results obtained for samples from Muara Kamal showed the amount of microplastic 3.005 ± 437.4 particles ind-1 in milkfish, 103.8 ± 20.7 L-1 particles in water, and 111,680 ± 13,204.2 Kg-1 particles in sediments. Abundance microplastic was found lower in samples from Marunda with 2,090 ± 545 ind-1 particles in milkfish, 90.7 ± 17.4 L-1 particles in water, and 82,480 ± 11,226.4 Kg-1 particles in sediment.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Utami Wulaningsih, Author
"Logam berat yang mencemari sungai dapat mengontaminasi air dan hasil tangkapan pada tambak. Tambak Blanakan merupakan tempat budidaya hasil tangkapan perairan yang terletak di Kabupaten Subang, Jawa Barat dengan sumber air laut dan air tawar yaitu sungai Blanakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan logam berat tembaga (Cu) dan kadmium (Cd) pada sedimen dan kepiting bakau Scylla serrata, serta menentukan nilai bioconcentration factor (BCF) pada kepiting bakau di tambak Blanakan. Sampel sedimen diambil pada tiga stasiun secara purposive sampling pada tiga titik yaitu inlet, midlet, dan outlet sebanyak 500 g, sedangkan kepiting bakau diambil pada tiga stasiun sebanyak 5 ekor tiap stasiun. Sampel sedimen dipanaskan menggunakan oven selama 48 jam di suhu 60oC dan kepiting (yang sudah dipisahkan jaringan lunaknya). Analisis logam berat tembaga (Cu) pada sedimen dan kepiting bakau dilakukan menggunakan metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS), sedangkan logam kadmium (Cd) pada sampel sedimen dianalisis menggunakan Inductively Coupled Plasma (ICP). Hasil analisis kandungan tembaga (Cu) pada sampel sedimen memiliki rata-rata sebesar 5,5367 – 8,31 ppm, sedangkan analisis tembaga (Cu) pada sampel kepiting bakau memiliki rata-rata sebesar 27,98 ppm. Hasil analisis kandungan kadmium (Cd) pada sedimen tidak terdeteksi, sedangkan kandungan kadmium (Cd) di kepiting bakau memiliki rata-rata 0,12 ppm. Nilai BCF tembaga (Cu) pada kepiting bakau adalah BCF > 2 yang menunjukkan bahwa kepiting bakau di tambak Blanakan merupakan konsentrator makro.

Heavy metals that pollute rivers can contaminate water and catches in ponds. Blanakan pond is a place for cultivating water catches located in Subang Regency, West Java, with sources of sea water and fresh water, namely the Blanakan river. This study aims to analyze the content of heavy metals copper (Cu) and cadmium (Cd) in sediments and mud crabs Scylla serrata, and determine the value of bioconcentration factor (BCF) in mud crabs in Blanakan ponds. Sediment samples were taken at three stations by purposive sampling at three points, namely inlet, midlet, and outlet as much as 500 g, while mud crabs were taken at three stations with 5 fish per station. Sediment samples were heated using an oven for 48 hours at 60oC and crabs (which had been separated from the soft tissue). Analysis of heavy metal copper (Cu) in sediments and mud crabs was carried out using the Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) method, while metal cadmium (Cd) in sediment samples was analyzed using Inductively Coupled Plasma (ICP). The results of the analysis of the copper (Cu) content in the sediment samples had an average of 5.5367 – 8.31 ppm, while the copper (Cu) analysis in the mud crab samples had an average of 27.98 ppm. The results of the analysis of the content of cadmium (Cd) in the sediment was not detected, while the content of cadmium (Cd) in mud crabs had an average of 0.12 ppm. The BCF value of copper (Cu) in mangrove crabs is BCF > 2 which indicates that the mangrove crabs in Blanakan ponds are macro concentrators."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ayu Sekarini
"Penelitian ini menganalisis jumlah, jenis, dan ukuran mikrplastik yang tersangkut pada lembar insang ikan bandeng yang dibudidaya di Tambak Marunda, Jakarta Utara. Kriteria pengambilan sampel ikan bandeng adalah yang berumur sekitar 5—6 bulan (siap konsumsi) sebanyak 10 ekor. Organ yang diteliti adalah insang ikan bandeng pada lenbar terluar (anterior hemibranch), tengah, dan dalam (posterior hemibranch). Masing-masing lembar tersebut dibagi menjadi tiga bagian yaitu atas (upper), tengah, dan bawah (lower). Insang ikan bandeng diisolasi dari organ tubuh lainnya kemudian dibagi berdasarkan posisi lembar insang. Sampel insang kemudian diamati dengan object glass yang ditetesi akuades di bawah mikroskop cahaya dan didokumentasikan menggunakan kamera. Ukuran mikroplastik dianalisis menggunakan aplikasi ImageJ. Jenis mikroplastik yang ditemukan adalah fiber, film, fragmen, dan granula dengan persentase fiber 66%, film 14%, granula 14%, dan fragmen 6%. Ukuran partikel fiber memiliki rentang 974—5000 µm, film 144—628,8 µm, fragmen 157—1.125 µm, dan granula 117,7—484 µm. Komposisi mikroplastik terbanyak ditemukan di lembar terluar (6.667 partikel) > dalam (6.480 partikel) > tengah (6.449) dan komposisi pada sisi kanan insang lebih tinggi (10.414 partikel) dibandingkan sisi kiri insang (10.055 partikel).

This research analyzed the number, types, and size of microplastics in milkfish gills sheets from cultivated pond in Marunda, North Jakarta. The criteria for the sample were fish that ready for consumption (around 5—6 month old) and 10 individuals. The organs studied were the outer sheet (anterior hemibranch), middle (posterior hemibranch), and inner (posterior hemibranch) of milkfish gills on each sheet was divided into three parts, namely upper, middle, and lower. The gills were isolated from other organs and then divided based on position of the gills sheets. The gills were then placed on object glass dripped with distilled water under a light microscope and were documented using a camera device. Microplastic size was analyzed using ImageJ (Application). Microplastic types found include fiber, film, fragment, and granule with 66% fiber, 14% film, 14% granule, and 6% fragment. The particle size of the fiber has a range of 974—5000 µm, film 144—628,8 µm, fragment 157—1.125 µm, and granule 117,7—484 µm. The highest microplastic composition was found in outer sheet (6,667 particles) > inner (6,480 particles) > middle (6,449 particles) and the composition on the right side of the gills was higher (!0,414 particles) than the left side of the gills (10,055 particles)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutanto, 1950-
"Proses dekomposisi senyawa ester menjadi asam karboksilat dan alkena dalam sedimen disimulasikan dengan pendekatan pirolisis metilasi in situ. Simulasi dekomposisi senyawa ester telah dilakukan terhadap fraksi kerogen dan aspalten dari tujuh sampel dalam interval kedalaman 1100-2330 m mewakili runtunan sedimen sumur GNK-67, sub Cekungan Palembang-Selatan.
Hasil studi menunjukkan bahwa dalam fraksi kerogen maupun aspalten banyak mengandung ester rantai panjang dari n-C10 sampai n-C20 dengan kelimpahan dominan n-C16 dan n-C18. Ester-ester ini secara umum menunjukkan pola perubahan yang menggambarkan proses potensial yang tidak terpengaruh oleh tingkat oksisitas maupun keasaman sedimen.
Uji korelasi indeks dekomposisi ester terhadap data parameter kematangan terbakukan menunjukkan gambaran yang jelas bahwa pola perubahan residu normal ester paralel dengan data tersebut. Dua parameter ester n-C16 dan n-C18 telah diusulkan sebagai parameter kematangan termal alternatif dengan batas awal jendela pembentukan minyak disekitar 1500 m."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardina Purnama Tirta
"Eutrofikasi merupakan salah satu problem lingkungan perairan yang disebabkan oleh munculnya nutrien yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Pada sebagian besar danau, fosfat merupakan nutrisi pembatas pada proses fotosintesis alga. Meskipun konsentrasi fosfat di badan air dikurangi, eutrofikasi masih dapat terjadi karena adanya mobilisasi fosfat dari pore water sedimen ke badan air. Oleh karena itu, monitoring terhadap cemaran fosfat di perairan perlu mengkaji pelepasan fosfat dalam sedimen dan bagaimana interaksinya pada badan air. Studi pelepasan fospat dari sedimen ke badan air dilakukan menggunakan perangkat DGT dengan ferrihidrit sebagai binding gel dan N- -methylenebisacrylamide sebagai crosslinker. Hasil penelitian menunjukkan DGT dengan dengan komposisi akrilamid 15 % ; N- -methylenebisacrylamide 0,1 % dan ferrihidrit sebagai binding gel dapat digunakan untuk pengukuran fosfat yang lepas dari sedimen ke badan air.
Hasil penggelaran DGT selama 7 hari pada kondisi oxic dan anoxic menunjukkan proses lepasnya fosfat dari sedimen ke badan air dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan kondisi oxic lingkungan. Konsentrasi fosfat yang lepas dari pore water sedimen ke badan air pada kondisi anoxic memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan kondisi oxic. Hasil penelitian dari penggelaran DGT selama 7 hari untuk sampel sedimen buatan dan sedimen nyata pada kedalaman 1 sampai 15 cm dari permukaan air menunjukkan sedimen memiliki profil massa fosfat yang berbeda sesuai dengan kedalaman. Konsentrasi fosfat yang lepas cenderung lebih tinggi dengan bertambahnya kedalaman dan waktu inkubasi. CDGT fosfat maksimum yang lepas pada kondisi oxic untuk sampel sedimen buatan hari ke-1 , hari ke-3 dan hari ke-7 masing-masing sebesar 1,00 μg/L pada kedalaman 14 cm, 6,61 μg/L pada kedalaman 14 cm, dan 20,92 μg/L pada kedalaman 11 cm. CDGT fosfat maksimum yang lepas pada kondisi anoxic untuk sampel sedimen buatan hari ke-1 , ke-3, dan ke-7 masing-masing sebesar 9,62 μg/L pada kedalaman 12 cm, 10,31 μg/L pada kedalaman 13 cm, dan 24,19 μg/L pada kedalaman 10 cm. CDGT fosfat maksimum untuk sampel sedimen nyata setelah penggelaran 7 untuk kondisi oxic sebesar 29,23 g/L di kedalaman 14 cm, sedangkan untuk kondisi anoxic sebesar 30,19 g/L di kedalaman 8 cm.

Eutrophication is one of the environmental problems caused by the excessive nutrients in aquatic ecosystems. In most lakes, phosphate is a limiting nutrient for algae photosynthesis. Even though the concentration of phosphate from external loading into the water body has been reduced, eutrophication could still be occurring due to internal mobilization of phosphate from the sediment pore water into the overlying water. Therefore, released phosphate from sediments and their interaction in the pore water must be included in monitoring of phosphate concentration in aquatic system. Released phosphate from sediment into pore water has been studied by DGT devices with ferrihydrite as binding gel and NN'-methylenebisacrylamide as crosslinker. The results showed that DGT with 15% acrylamide; 0.1 % N-N'-methylenebisacrylamide and ferrihydrite as binding gel was suitable for the measurement of released phosphate from sediment into pore water.
The result of deployed DGT in oxic and anoxic condition in seven days incubation showed the released phosphate process from the sediment into pore water affected by incubation time and the existence of oxygen in the environment. Released phosphate from the sediment to the water in anoxic condition has a higher value than oxic conditions. The experimental results of deployed DGT in synthetic and natural sediment core at a depth of 1 to 15 cm from the surface of the water for 7 day showed that the sediment has a phosphate mass profile difference based on depth. The concentration of phosphate tends to be increased with depth. The maximum CDGT of phosphate released for synthetic sediment in oxic condition at 1st, 3rd, and 7th day period of incubation are 1.00 μg/L at 14 cm depth, 6.61 μg/L at 14 cm depth and 20.92 μg/L at 11 cm depth, respectively. The maximum CDGT of phosphate release for synthetic sediment in anoxic condition at 1st, 3rd, and 7th day are 9.62 μg/L at 12 cm depth, 10.31 μg/L at 13 cm depth and 24.19 μg/L at 10 cm depth, respectively. The maximum CDGT of phosphate release from natural sediment in oxic and anoxic condition at 7th day are 29.23 g/L at 14 cm depth and 30.19 g/L at 8 cm depth, respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T46797
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Hermawan
"Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juli 2015 di Rumah Akuakultur Laboratorium Biologi Kelautan, FMIPA UI dan bertujuan : (1) Mengetahui pengaruh perbedaan persentase Sargassum sp. pada komposisi pakan buatan terhadap pertambahan biomassa, panjang dan kelangsungan hidup ikan bandeng (Chanos chanos) dalam akuaponik air laut. (2) Mengetahui pertambahan biomassa Gracilaria sp. dalam akuaponik air laut. Ikan bandeng yang diteliti berukuran 3,57-4,13 cm dengan kepadatan 20 ekor/bak dan Gracilaria sp. yang ditanam memiliki biomassa 30 gram/bak. Penelitian ini berlangsung 60 hari dengan 3 perlakuan berbeda, yaitu : perlakuan pakan komposisi (0% Sargassum sp., 6% Sargassum sp. dan 12% Sargassum sp.). Setiap perlakuan dilakukan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh perbedaan persentase Sargassum sp. dalam pakan buatan. Komposisi 12% Sargassum sp. yang paling berpengaruh nyata terhadap pertambahan biomassa dan panjang ikan bandeng, sedangkan untuk kelangsungan hidup ikan bandeng tidak berpengaruh. Pertambahan biomassa Gracilaria sp. paling berpengaruh terjadi di bak kultur yang perairannya bersumber dari sisa konsentrasi pakan komposisi 12% Sargassum sp. dalam sistem akuaponik air laut.

This research was conducted in April to July, 2015 in Aquaculture House of Marine Biology Laboratory of FMIPA, UI. The aims of this research are : (1) Discover the impact of different Sargassum sp. percentage in artificial feed composition to biomass growth, length, and survival of milkfish. (2) Discover biomass growth of Gracilaria sp. in Marine Aquaponic. The objects of this research are 3,57-4,13 cm of milkfish (Chanos chanos) which are placed in a pond (each pond consists of 20 milkfish) and Gracilaria sp. whose biomass is 30 gram/in each pond. This research was conducted in 60 days, by giving 3 different feed compositions to the fish 3 times (0% Sargassum sp., 6% Sargassum sp. and 12% Sargassum sp.). This research found the impact of different Sargassum sp. percentage in artificial feed. 12% composition of Sargassum sp. shows the best impact to the growth of biomass and milkfish length. However, it does not show any impact to the survival of milkfish. The Gracilaria sp. biomass growth is most visible in culture pond. The water of the pond sourced from the concentrate of 12% feed composition of Sargassum sp. in marine aquaponic system."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
T43693
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romauli, Maya Pada
"Salah satu pencemaran di dalam perairan disebabkan oleh logam berat. Logam berat merupakan bahan anorganik yang bersifat toksik dan dapat terakumulasi dalam tubuh biota air. Pada penelitian ini, biota yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran logam berat tersebut adalah ikan bandeng. Selain itu, penelitian ini mengkaji kandungan logam berat Cd, Cr, dan Cu dalam sedimen. Sampel-sampel tersebut diambil di daerah Blanakan, Subang dan Marunda, Jakarta Utara. Hasil penelitian menunjukkan logam Cd tidak terdeteksi baik dalam ikan bandeng maupun sedimen pada kedua daerah sampling. Kandungan logam berat Cr dalam daging dan insang ikan bandeng serta sedimen di Blanakan, Subang diperoleh berurutan dengan rentang konsentrasi sebesar 0,92-2,47 µg/g; 0,15–3,00 µg/g; dan 8,23–24,79 µg/g. Sedangkan kandungan logam berat Cr di Marunda, Jakarta Utara dalam daging dan insang ikan bandeng serta sedimennya berurutan adalah 0–0,24 µg/g; 1,23–8,85 µg/g; dan 22,10–31,63 µg/g. Untuk logam Cu di Blanakan, Subang diperoleh konsentrasi dalam daging dan insang ikan bandeng serta sedimen dengan rentang sebesar 1,78–5,24 µg/g; 2,03– 3,40 µg/g; dan 16,71–20,48 µg/g. Sedangkan kandungan logam berat Cu di Marunda, Jakarta Utara dalam daging dan insang ikan bandeng serta sedimennya berurutan adalah 1,47–2,46 µg/g; 2,28–5,43 µg/g; dan 17,19–30,21 µg/g.

One of pollution in the water caused by heavy metals. Heavy metals are inorganic substances that are toxic and can accumulate in the body water biota. In this study, the organisms were used as bioindicator of heavy metal pollution is milkfish. In addition, this study examines the content of heavy metals Cd, Cr, and Cu in the sediment. The samples were taken in the area Blanakan, Subang and Marunda, North Jakarta. The results showed no detectable metal Cd in both milkfish and sediment sampling in both areas. Cr content of heavy metals in meat and milk fish gills and sediment Blanakan, Subang obtained sequentially with the concentration range of 0.92 to 2.47 µg/g, 0.15 to 3.00 µg/g and 8.23 to 24.79 µg/g. While the heavy metal content of Cr in Marunda, North Jakarta in meat and milk fish gills and sediment sequence is 0 to 0.24 µg/g, 1.23 to 8.85 µg/g and 22.10 to 31.63 µg/g. For Cu metal in Blanakan, Subang obtained concentrations in meat and milk fish gills and sediments range of 1.78 to 5.24 µg/g, 2.03 to 3.40 µg/g and 16.71 to 20.48 µg/g. While the heavy metal content of Cu in Marunda, North Jakarta in meat and milk fish gills and sediment sequence was from 1.47 to 2.46 µg/g, 2.28 to 5.43 µg/g and 17.19 to 30.21 µg/g."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S45413
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fira Susiyeti
"ABSTRAK
Kampung Nelayan Muara Angke berada di tepi perairan Teluk Jakarta yang telah
tercemar logam kadmium. Masyarakatnya biasa mengkonsumi ikan dari Teluk Jakarta
sehingga dapat menimbulkan risiko gangguan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat risiko pajanan kadmium pada masyarakat Muara Angke melalui
pendekatan analisis risiko kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intake
kadmium melalui ikan pada masyarakat Kampung Nelayan Muara Angke sebesar
0,000012 mg/kg/hari, dengan durasi pajanan masyarakat Muara Angke sebesar 24 tahun,
berat badan masyarakat Muara Angke sebesar 59 kg. Laju asupan ikan sebesar 197,4
gr/hari dan frekuensi pajanan sebesar 294,3 hari/tahun. Hasil analisis menunjukkan
bahwa Masyarakat Kampung Nelayan Muara Angke baik secara populasi dan individu
belum memiliki risiko dan masih aman dari gangguan kesehatan nonkarsinogenik akibat
pajanan kadmium dalam ikan untuk saat ini sampai dengan 30 tahun mendatang dengan
asumsi bahwa sumber pajanan hanya berasal dari ikan saja dan tidak memperhitungkan
pajanan kadmium dari sumber lain.

Abstract
Muara Angke located on the shores of Teluk Jakarta which have been polluted by heavy
metals cadmium. The Community always eat fish from Teluk Jakarta, this would pose a
risk of health problems. This study aimed to determine the level of risk exposure to
cadmium at Muara Angke community through health risk analysis approach. The results
showed that the intake of cadmium on fish for people in Kampung Nelayan Muara Angke
at 0,000012 mg/kg/day, with duration of exposure to the community Muara Angke for 24
years, Muara Angke community weight of 59 kg. Fish intake rate of 197,4 g/day and
frequency of exposure of 294,3 days/year. The results showed that Muara Angke
community, population and individual do not have risks and still safe from health
disorders noncarsinogenic because of cadmium exposure in fish at this time to 30 years
ahead on the assumption that cadmium exposure comes from fish only and do not take
into account exposure to cadmium from other sources."
2010
T31412
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>