Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148017 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasution, Yesy Marianna, author
"Latar Belakang: Aktivasi mediator inflamasi diketahui menyebabkan kelahiran preterm. Sitokin dan penanda inflamasi yang terbentuk berhubungan dengan imun tubuh. Vitamin D diketahui berperan pada modulasi respon sistem imunitas tubuh. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara kadar vitamin D serum ibu dan tali pusat, dengan IL-6 tali pusat dan C Reactive Protein (CRP) darah bayi prematur.
Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain potong lintang pada subjek ibu hamil 28-34 minggu yang mengalami kelahiran prematur didahului KPD dan bayi yang dilahirkannya, di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta pada bulan Januari 2017 sampai Agustus 2018. Subjek diambil secara consecutive sampling. Variabel data adalah kadar serum vitamin D ibu dan tali pusat, kadar serum IL-6 tali pusat dan kadar CRP darah bayi. Dilakukan kategorisasi dikotomi dan polikotomi (tiga) kadar vitamin D dan dicari hubungannya dengan kadar IL-6 tali pusat dan CRP darah bayi, menggunakan uji Mann-Whitney dan Kruskal Wallis.
Hasil: Sebanyak 70 subjek telah memenuhi kriteria penelitian. Pada kategori dikotomi vitamin D ibu, kadar IL-6 tali pusat dan CRP bayi dari kelompok kadar vitamin D kurang, sedikit lebih tinggi (3,89 pg/ml dan 0,45 mg/dl) dibandingkan kelompok kadar vitamin D normal (3,29 pg/ml dan 0,30 mg/dl), tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna (IL-6 p=0,771 dan CRP p = 0,665). Pada kategori polikotomi vitamin D ibu, kadar IL-6 tali pusat dan CRP bayi dari kelompok ibu vitamin D defisiensi, lebih tinggi (20,31 pg/ml dan 0,50 mg/dl) dibandingkan kelompok ibu vitamin D insufisiensi (3,34 pg/mL dan 0,45 mg/dl) dan kelompok ibu vitamin D normal (3,29 pg/mL dan 0,30 mg/dl), tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna (IL-6 p=0,665 dan CRP p = 0,899). Pada kategori dikotomi maupun polikotomi vitamin D tali pusat, didapatkan perbedaan tidak bermakna yang terbalik dari kadar IL-6 tali pusat dan CRP bayi.
Simpulan: Tidak didapatkan hubungan antara kadar serum vitamin D ibu dan tali pusat dengan kadar serum IL-6 tali pusat dan CRP darah bayi prematur.

Background: Activation of inflammatory mediators is known to cause preterm birth. Cytokines and inflammatory markers formed are associated with the body's immune system. Vitamin D is known to play a role in modulating the body's immune system response. This study aimed to find out the relationship between the levels of serum of maternal and umbilical cord vitamin D, with umbilical cord IL-6 and C Reactive Protein (CRP) in premature infants.
Method: This research was an analytic study with a cross-sectional design on the subject of 28-34 weeks pregnant women who experience preterm birth preceded by premature rupture of membranes and their babies, at dr. Cipto Mangunkusumo and Persahabatan General Hospital, Jakarta, from January 2017 to August 2018. Data variables were the levels of serum of maternal and umbilical cord vitamin D, umbilical cord IL-6 and CRP in premature infants. Vitamin D levels were divided into dichotomy and polycotomy categories, and found out their relationship to the levels of IL-6 and CRP using the Mann Whitney and Kruskal Wallis tests.
Result: A total of 70 subjects met the research criteria. In the maternal vitamin D dichotomy category, the umbilical cord IL-6 and infants CRP levels from the group with low level were less slightly higher (3.89 pg/ml and 0.45 mg/dl) compared to the group with normal level (3.29 pg/ml and 0.30 mg/dl), but the difference was not significant (IL-6 p = 0.771 and CRP p = 0.665). In the maternal vitamin D polycotomy category, umbilical cord IL-6 and infants CRP levels from the deficiency group were higher (20.31 pg/ml and 0.50 mg/dl) compared to the insufficiency group (3.34 pg/mL and 0.45 mg/dl) and the normal group (3.29 pg/mL and 0.30 mg/dl), but the difference was not significant (IL-6 p = 0.665 and CRP p = 0.899). In both dichotomy and polycotomy categories of umbilical cord vitamin D, we found a non-significant difference inversely related to umbilical cord IL-6 and infants CRP levels.
Conclusion: There was no correlation between between the levels of serum of maternal and umbilical cord vitamin D, with umbilical cord IL-6 and C Reactive Protein (CRP) in premature infants."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denni Hermartin
"Latar Belakang :Insidensi terjadinya ketuban pecah dini (KPD) pada kehamilan preterm adalah 3-10,% dari semua persalinan. Lama terjadinya ketuban pecah dini berpengaruh pada kejadian infeksi maternal dan sepsis pada bayi. Sepsis, termasuk sepsis neonatal awitan dini (SNAD), masih menjadi penyebab utama kematian bayi prematur. Vitamin D berperan meningkatkan imunitas tubuh terutama saat menghadapi infeksi. Tujuan penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara lama KPD, leukosit maternal, kadar vitamin D maternal dan tali pusat dengan luaran sepsis awitan dini pada bayi prematur.
Metode : Desain penelitian kohort retrospektif dengan menggunakan rekam medis dan data penelitian sebelumnya. Mencatat lama ketuban pecah dini, kadar leukosit maternal, kadar vitamin D maternal dan tali pusat dankejadian sepsis pada bayi yang dilahirkan usia 28-34 minggudi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta. Subjek penelitian diambil secaraConsecutivesampling.
Hasil : Selama periode penelitian didapatkan 72 subjek bayi yang dilahirkan dari ibu dengan KPD, 22 bayi (31%) diantaranya mengalami SNAD, sedangkan 50 bayi lainnya tidak mengalami SAD. Tidak terdapat hubungan antara lama KPD, jumlah leukosit maternal dengan kejadian SNAD tetapi didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar vitamin D maternal dan tali pusat dengan kejadian SNAD.

Background:The incidence of premature rupture of membranes (PROM) in preterm pregnancy is 3-10,% of all deliveries. The duration of premature rupture of the membranes affects the incidence of maternal infection and sepsis in infants. Sepsis, including early onset neonatal sepsis (EONS), is still the main cause of premature infant mortality. Vitamin D acts to increase the body s immunity, especially when facing infection. The purpose of this study was to determine the relationship between the length of the ROM, maternal leukocytes level, maternal and umbilical cord vitamin D levels with early onset sepsis in premature infants.
Method:Design of a retrospective cohort study using medical records and previous research data. Note the duration of premature rupture of the membranes, maternal leukocyte levels, maternal vitamin D levels and umbilical cord and the incidence of sepsis in infants born 28-34 weeks at the National Center General Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo and Center General Hospital Pesahabatan, Jakarta. The research subjects were taken by consecutive sampling.
Results: During the study period 72 subjects were born from mothers with ROM, 22 infants (31%) among them experienced EONS, while 50 other infants did not experience EONS. There was no relationship between the duration of ROM, the number of maternal leukocytes with the incidence of EONS, but a significant relationship was found between maternal vitamin D levels and umbilical cord with EONS events.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Erni
"ABSTRACT
Objective : To study the eH`ect of vitamin C 1000 mg i.v and E 400 mg oral supplementation on serum c-reactive protein level as parameter of inflammation in burn patients.
Methods: This study was a one group pre post test that gave i.v 1000 mg vitamin C and oral 400 mg vitamin E supplementations to thirteen moderate-severe burn patients, with percentage of burn less than 60%, in burn unit Cipto Mangunkusumo Hospital. Data were collected using questionnaire, medical record, anthropometric measurement, dietary assessment using four consecutive days food record. Laboratory test for serum vitamin C, E and serum c-reactive protein levels- were evaluated before and after supplementations. Differences in mean values were assessed by Wilcoxon for the not normal distribution.
Results: Among thirteen subjects, Seven (53.80%) Subjects were female, median of age 35 (18-55) years. Body mass index in most subjects (69.2%) were categorized as normal. The median percentages of burn injury 22 (5~57)%, and the frequency of severe burn was 6l.50%, while the most cause of burn was flame (76.9%). Level of vitamin C after treatment was increased, but not significant. Level of vitamin E after treatment was significantly increased (p=0,016). Level of CRP after supplementation significantly increased (p=0.04).
Conclussion: There was significantly reduced of level serum CRP after four days vitamin C1000 mg i.v dan E 400 mg oral supplementations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32877
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Saiful Rizal
"Latar Belakang: Endometriosis adalah terdapatnya jaringan (kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium di luar uterus yang menyebabkan proses reaksi inflamasi kronis. Penderita endometriosis mengalami gangguan yang bersifat siklik dan terus menerus.Masalah lain adalah keterlambatan diagnosis. Laparoskopi adalah baku emas endometriosis, namun sulit untuk mengenali endometriosis pada stadium minimal dan ringan. Penanda atau biomarker sangat berguna untuk menghindari tindakan invasif yang tidak diperlukan, belum ada biomarker dapat memberikan gambaran secara jelas pada penggunaan klinis sehari-hari. Calprotectin adalah penanda dari inflamasi akut dan kronis yang diekspresikan pada granulosit terutama pada neutrofil, dan juga pada monosit, dan makrofag.25,26 belum ada penelitian yang meneliti hubungan calprotectin dengan penderita endometriosis. CRP merupakan marker inflamasi sistemik dan secara rutin digunakan sebagai penanda infeksi, inflamasi, atau kerusakan jaringan.30,31 Data mengenai kadar CRP perifer pada endometriosis jarang dan kontroversial.31
Tujuan: Diketahui korelasi calprotectin dan hs-CRP serum sebagai penanda inflamasi kronis terhadap derajat endometriosis menurut klasifikasi rASRM, yaitu derajat minimal, ringan, sedang, dan berat
Metode: Analisis observasional dengan desain potong lintang pada bulan Juli 2017-April 2018 di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSUP Fatmawati dan RSUP Persahabatan, Jakarta. Empat puluh enam pasien endometriosis yang akan menjalani laparoskopi atau laparotomi yang memenuhi syarat penelitian direkrut consecutive sampling diperiksa kadar serum Calprotectin dan hs-CRP. Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik dan Penelitian tahun 2017
Hasil: Tidak adanya korelasi antara Calprotectin dengan derajat endometriosis (r=-0,16, p=0,278). Adanya korelasi positif lemah antara HsCRP dengan derajat endometriosis (r=0,29, p=0,050)
Kesimpulan: Kadar Calprotectin serum tidak memiliki korelasi dengan derajat endometriosis. Kadar HsCRP serum memiliki korelasi positif lemah dengan derajat endometriosis, HsCRP dan Calprotectin serum tidak dapat membedakan derajat endometriosis

Background: Endometriosis is defined as the presence of endometrial-like tissue (gland and stroma) outside the uterus, which induces a chronic inflammatory reaction. Patients with endometriosis experience cyclic and continuous symptoms. Another problem is delays in diagnosis. Laparoscopy is gold standart in endometriosis, but it is difficult to recognize endometriosis at minimal and mild stage. Biomarkers are very useful to avoid invasive procedure that are not needed, none of these have been clearly shown to be of clinical use. Calprotectin is a marker of acute and chronic inflammation which is expressed on granulocytes, especially in neutrophils, and also in monocytes, and macrophages. There have been no studies examining the relationship between calprotectin and endometriosis. CRP is a systemic inflammatory marker and it routinely used as a marker of infection, inflammation, or tissue damage. Data regarding the CRP level in peripheral blood of endometriosis patients are relatively scarce and controversial. Purpose: The purpose of this research is to identify correlation between calprotectin and hs-CRP as a marker of chronic inflammation with the degree of endometriosis according to the rASRM classification, which is minimal, mild, moderate, and severe. Method: Analysis observational with cross sectional study design in July 2017-April 2018 at Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta, Fatmawati General Hospital and Persahabatan Hospital, Jakarta. Forty-six endometriosis patients undergoing laparoscopy or laparotomy who met the study requirements were recruited by consecutive sampling to be examined for serum levels of Calprotectin and hs-CRP. This study was approved by Ethics and Research Committee in 2017 Results: No correlation between Calprotectin and the degree of endometriosis (r=-0.16, p=0.278). There was a weak positive correlation between HsCRP and the degree of endometriosis (r=0.29, p=0.050). Conclusion: Calprotectin levels uncorrelated with the degree of endometriosis. HsCRP levels have a weak positive correlation with the degree of endometriosis, HsCRP dan Calprotectin cannot distinguish the degree of endometriosis"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Handoko
"Tujuan: Penelitian ini membandingkan kadar 25- OH -vitamin D3 pada serum maternal, darah tali pusat dan jaringan plasenta pada ibu hamil normal dan preeklamsia. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan jumlah sampel 86 pasien yang melakukan persalinan di RS Cipto Mangunkusumo dan RSUD Tangerang. Setelah itu data disajikan dalam tabel dan dianalisis dengan uji parametrik, yaitu uji-t berpasangan bila sebaran data normal atau uji non parametrik, yaitu uji Mann-Whitney bila sebaran data tidak normal Hasil: Didapatkan kadar 25- OH -vitamin D3 serum maternal kelompok preeklamsia sebesar 16.30 6.20-49.00 ng/mL sedangkan pada sampel kelompok tidak preeklamsia, sebesar 13.50 4.80 ndash; 29.20 ng/mL di mana didapatkan nilai p = 0,459, dengan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik. Didapatkan kadar 25- OH -vitamin D3 tali pusat kelompok preeklamsia sebesar 11.80 3.50 ndash; 38.60 ng/mL sedangkan kelompok tidak preeklamsia sebesar 11.70 1.00 ndash; 28.80 ng/m, di mana didapatkan nilai p = 0.964, dengan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik. Didapatkan kadar 25- OH -vitamin D3 jaringan plasenta kelompok preeklamsia sebesar 49.00 22.00 ndash; 411.00 ng/mL. sedangkan kelompok tidak preeklamsia, sebesar 43.40 11.80 ndash; 153.00 ng/mL, di mana didapatkan nilai p 0.354 dengan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik Didapatkan hasil kadar 25- OH -vitamin D3 serum kelompok preeklamsia awitan dini sebesar 10.80 6.20 ndash; 41.90 ng/mL sedangkan kelompok preeklamsia awitan lanjut sebesar 18.00 7.00 ndash; 49.00 ng/mL dengan nilai p = 0,133, di mana tidak didapatkan perbedaan bermakna secara statistik. Didapatkan hasil kadar 25- OH -vitamin D3 tali pusat kelompok preeklamsia awitan dini sebesar 10.65 3.50 ndash; 38.60 ng/mL. sedangkan pada kelompok preeklamsia awitan lanjut, sebesar 12.65 6.40 ndash; 33.20 ng/mL. di mana didapatkan nilai p = 0.377 dengan tidak didapatkan perbedaan bermakna secara statistik. Didapatkan kadar 25- OH -vitamin D3 pada jaringan plasenta kelompok preeklamsia sebesar 79.00 36.00 ndash; 411.00 ng/g. sedangkan pada kelompok tidak preeklamsia sebesar 40.00 22.00 ndash; 171.00 ng/g. di mana didapatkan nilai p 0.006, dengan didapatkan perbedaan bermakna secara statistik pada rerata kadar 25- OH -vitamin D3 jaringan plasenta Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada rerata kadar 25- OH -vitamin D3 pada darah serum, tali pusat dan jaringan maternal pada wanita preeklamsia dan tidak preeklamsia. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada rerata kadar 25- OH -vitamin D3 pada darah serum dan tali pusat pada wanita preeklamsia dan tidak preeklamsia Terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada rerata kadar 25- OH -vitamin D3 pada plasenta wanita preeklamsia dan tidak preeklamsiaKata kunci: 25- OH -vitamin D3, preeklamsia, serum, tali pusat, jaringan plasenta

Abstract Objective: This study is designed for comparing 25- OH -vitamin D3 levels in maternal serum, cord blood and placental tissue in non preeclampsia and preeclampsia pregnant women.Methods: This study is a cross sectional study with the number of samples of 86 patients who deliver in Cipto Mangunkusumo Hospital and Tangerang District Hospital. After that the data is presented in the table and analyzed by parametric test, ie paired t-test when the distribution of normal data or non parametric test, ie Mann-Whitney test when the data distribution is not normal..Results: The serum maternal 25- OH -vitamin D3 levels of preeclampsia group were 16.30 6.20-49.00 ng / mL while in the non-preeclamptic sample group, 13.50 4.80 - 29.20 ng / mL were obtained p = 0.459, with no statistically significant difference . The umbilical cord 25- OH -vitamin D3 levels of preeclampsia group were 11.80 3.50 - 38.60 ng / mL while the preeclampsia group was 11.70 1.00 - 28.80 ng / m, where p = 0.964 was obtained, with no statistically significant difference. Obtained 25- OH -vitamin D3 levels of placental tissue in the preeclampsia group by 49.00 22.00 - 411.00 ng / mL. while the group did not preeclampsia, amounting to 43.40 11.80 - 153.00 ng / mL, where p value of 0.354 was obtained with no statistically significant difference Earning serum 25- OH -vitamin D3 serum pre-eclampsia group onset was 10.80 6.20 - 41.90 ng / mL whereas the onset of pre-eclampsia group was 18.00 7.00 - 49.00 ng / mL with p value = 0.133, where no statistically significant difference was obtained. The results of the umbilical cord 25- OH -vitamin D3 levels of early onset preeclampsia group were 10.65 3.50 - 38.60 ng / mL. whereas in the onset of pre-eclampsia group, it was 12.65 6.40 - 33.20 ng / mL. where obtained p value = 0.377 with no statistically significant difference. Obtained 25- OH -vitamin D3 levels in placental tissue preeclampsia group of 79.00 36.00 - 411.00 ng / g. while in the pre-eclampsia group was 40.00 22.00 - 171.00 ng / g. where obtained p value of 0.006, with statistically significant difference in mean 25- OH -vitamin D3 levels of placental tissueConclusion: There was no statistically significant difference in mean serum 25- OH -vitamin D3 levels in serum, cord blood and maternal tissue in women with preeclampsia and not preeclampsia. There was no statistically significant difference in mean 25- OH -vitamin D3 levels in serum and umbilical blood in pre-eclampsia and non-preeclampsia women. There were statistically significant differences in mean 25- OH -vitamin D3 levels in female placenta preeclampsia and not preeclampsia Keywords: 25- OH -vitamin D3, preeclampsia, serum, umbilical cord, placental tissue "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T57669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Deviriyanti Agung
"Latar Belakang: Preeklamsia merupakan masalah penting yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal. Preeklamsia berhubungan dengan stres oksidatif pada sirkulasi maternal. Preeklampsia merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan antioksidan sehingga terjadi reaksi inflamasi berlebihan pada kehamilan yang berakibat disfungsi endotel. Antioksidan dan inflamasi dalam tubuh ditentukan oleh status gizi ibu dan bayi yang dapat dinilai dari kadar serum ibu seperti zink, selenium, besi dan tembaga.
Tujuan: Diketahuinya perbedaan kadar zink, selenium, besi dan tembaga dalam serum maternal dan tali pusat pada preeklamsia.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan jumlah sampel 35 yang melakukan persalinan di RS Cipto Mangunkusumo. Setelah itu data disajikan dalam tabel dan dianalisis dengan uji T berpasangan dan uji Wilcoxon. Penelitian ini sudah lolos kaji etik dan mendapat persetujuan pelaksanaan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI-RSCM.
Hasil: Kadar rerata zink pada serum maternal dan tali pusat adalah 43,17 11,07 g/dl dan 86,66 25,54 g/dl dengan selisih rerata -43,49 27,83, nilai p

Background: Preeclampsia is a significant health problem and is the leading cause of maternal and perinatal mortality and morbidity. Preeclampsia is associated with oxidative stress in the maternal circulation. Preeclampsia was a manifestation of the free radical and antioxidant imbalance resulting inflammation and endothelial dysfunction. Antioxidant dan inflammation was determined by nutrition status that measured in maternal and fetal serum such zinc, selenium, iron and copper.
Objective: Investigate the mean difference of zinc, selenium, iron and copper in maternal serum and fetal umbilical cord in pregnancy with preeclampsia.
Methods: This was a cross sectional study enrolled 35 preeclampsia patients pregnancy visiting Cipto Mangunkusumo Hospital. Data was presented in table and was analyzed by paired T test and Wilcoxon test. This study had been granted ethical clearence and approved by Ethical Committee for Health Research Faculty of Medicine University of Indonesia Cipto Mangunkusumo Hospital.
Result: The zinc maternal level and fetal umbilical cord were 43,17 11,07 g dl and 86,66 25,54 g dl, p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fernando Wahyu
"Latar belakang dan tujuan: Salah satu fungsi vitamin D adalah mengatur proliferasi dan maturasi sel darah. Beberapa penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan rendahnya kadar vitamin D dengan kejadian dan kesintasan pada pasien LMA. Data terbaru menunjukkan bahwa prevalensi insufisiensi vitamin D di Indonesia lebih dari 50%, meskipun Indonesia termasuk negara dengan paparan sinar matahari yang tinggi. Keadaan ini kemungkinan juga dialami oleh pasien LMA di Indonesia sehingga dapat memperburuk prognosis penyakitnya. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti hubungan kadar vitamin D dengan prognosis pasien LMA di Indonesia. Selain vitamin D, beberapa sitokin yang dipengaruhi oleh vitamin D seperti IL-6 (sitokin proinflamasi) dan IL-10 (sitokin antiinflamasi) dapat mempengaruhi regulasi hematopoiesis normal dan keganasan pada pasien LMA. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui hubungan antara kadar vitamin D, IL-6, IL-10, dan rasio IL-6/IL-10 dengan kesintasan 1 tahun pasien LMA.
Metode: Penelitian dengan desain kohort retrospektif dilakukan pada 43 pasien LMA di RSCM dan RS Kanker Dharmais. Sebanyak 43 serum darah pasien LMA dianalisis dengan metode ELISA untuk memperoleh kadar vitamin D, IL-6 dan IL-10. Analisis kesintasan 1-tahun dilakukan dengan Kaplan Meier estimator.
Hasil: Tidak terdapat hubungan antara kadar vitamin D (HR: 0.817 95%CI 0.352-1.901), IL-6 (HR: 1.057 95%CI 0.525-2.128), IL-10 (HR: 0.586 95%CI 0.294-1.168) dan rasio IL-6/IL-10 (HR: 0.823 95%CI 0.411-1.646) serum dengan kesintasan 1-tahun pasien LMA. Tidak ada korelasi antara vitamin D dengan kadar kadar IL-6, IL-10, dan rasio IL-6/IL-10.
Kesimpulan: Tidak diperoleh hubungan bermakna antara kadar vitamin D, IL-6, IL-10, dan rasio IL-6/IL-10 dengan kesintasan 1-tahun, namun kami menyadari bahwa besar sampel yang digunakan masih jauh dari cukup. Hasil analisis menunjukkan ada tendensi vitamin D merupakan faktor proteksi pada kesintasan 1 tahun, sedangkan ratio IL-6/IL-10 merupakan faktor risiko pada kesintasan 1 tahun.

Background and aim: Vitamin D was known to the proliferation and maturation of blood cells. Several studies have shown that there is an association between low vitamin D levels with incidences and survivals of AML patients.Previous data had shown that about half of Indonesian have vitamin D insufficiency, even though Indonesia is a tropical country with high sun exposure. Vitamin D insufficiency might also worsen the condition and prognosis of AML patients in Indonesia. Up to date, the relationship between vitamin D levels and the prognosis of AML patients in Indonesia was not known. Several cytokines related to vitamin D, including IL-6 (pro-inflammatory cytokines) and IL-10 (anti-inflammatory cytokines) might also influence the regulation of hematopoiesis in normal and malignant conditions. Thisstudy was aimed to determine the association between vitamin D concentrations, serum IL-6, IL-10 and the ratio of IL-6/IL-10 with 1-year Survival Rate in Indonesian Acute Myeloblastic Leukemia Patients.
Method: This was a retrospective cohort study done in 43 AML patients in RSCM and RS Kanker Dharmais. We analyzed 43 serum samples for vitamin D, IL-6 and IL-10 concentrations using ELISA. Survival analysis was done using Kaplan Meier estimator.
Result: There was no correlation between the levels of vitamin D (HR: 0.817 95%CI 0.352-1.901), IL-6 (HR: 1.057 95%CI 0.525-2.128), IL-10 (HR: 0.586 95%CI 0.294-1.168) and ratio IL-6/IL-10 (HR: 0.823 95%CI 0.411-1.646) with 1 year survival of AML patients. There was no correlation between vitamin D and levels of IL-6, IL-10 and ratio IL-6/IL-10.
Conclusion: There is no correlation between vitamin D, IL-6, IL-10 and ratio IL-6/IL-10 with 1-year survival of AML patients. No association was found between vitamin D, IL-6, IL-10, ratio IL-6/IL-10. However, the study was done in a limited sample size. Analysis showed a tendency for vitamin D to be a protective factor at 1 year survival, while the ratio IL-6/IL-10 was a risk factor at 1 year survival.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adly Nanda Al Fattah
"Latar Belakang: Defisiensi vitamin D berhubungan dengan berbagai luaran kehamilan yang tidak baik seperti pre-eklamsia, diabetes melitus gestasional, bayi berat lahir rendah, dan kelahiran preterm. Vitamin D diduga berperan dalam patofisiologi terjadinya kelahiran preterm melalui mekanisme penekanan mediator inflamasi. 

Tujuan: Penelitian ini bertujuan membandingkan kadar 25 (OH) D serum ibu dan tali pusat pada kelahiran preterm dan cukup bulan. Selain itu juga dicarikorelasi antara kadar 25 (OH) D serum ibu dengan tali pusat.

Metode: Pada penelitian ini digunakan desain potong-lintang. Penelitian dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan Jakarta, mulai dari Januari 2017 sampai dengan Februari 2018. Kadar 25 (OH) D ibu dan tali pusat dibandingkan antara kelompok cukup bulan dan preterm.
Hasil: Didapatkan 81 subjek yang dapat dilakukan analisis, yaitu 36 subjek (44,4%) melahirkan cukup bulan dan 45 (55,6%) preterm. Median 25 (OH) D maternal pada kelompok preterm dan cukup bulan berturut-turut 15 ng/mL dan 13,95ng/mL, sedangkan tali pusat 13 ng/ml dan 11,85 ng/ml.Tidak terdapat perbedaan kadar 25 (OH) D serum maternal (p=0,96) dan tali pusat (p=0,80) antara kedua kelompok. Terdapat korelasi positif antara kadar 25(OH) ibu dengan tali pusat (r=0,59, p<0,001 untuk kelompok cukup bulan dan r=0,44, p<0,002 untuk kelompok preterm).
Kesimpulan: Kadar 25 (OH) D serum ibu dan tali pusat tidak berbeda bermakna antara kelompok kelahiran preterm dancukup bulan. Terdapat korelasi antara kadar 25 (OH) D ibu dengan tali pusat.

Background: Vitamin D deficiency is associated with poor outcomes of pregnancy such as pre-eclampsia, gestational diabetes mellitus, low birth weight infants, and preterm birth. Vitamin D is thought to play a role in the pathophysiology of preterm deliveries through the mechanism of inflammatory mediator suppression.
Objective: To compare maternal and umbilical serum 25 (OH) D levels between preterm and aterm deliveries group. In addition, the correlation between maternal and umbilical cord serum of 25 (OH) D were analyzed.
Method: This cross-sectional study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital and Budi Kemuliaan Hospital Jakarta from January 2017 to February 2018. Pre-delivery maternal venous blood and umbilical cord vitamin D serum levels were measured for both of term and preterm deliveries group.
Result: Eighty one subjects were eligible for analysis, 36 subjects (44.4%) delivered term babies and 45 (55.6%) delivered preterm babies. Median level of maternal serum 25 (OH) D were resepectively 15 ng/mL and 13.95 ng/mL for preterm and term group. Umbilical cord serum 25 (OH) D levels were respectively 13 ng/ml and 11.85 ng/ml for preterm and term group. There was no statistically difference between pereterm and term group of both maternal and umbilical serum 25 (OH) D levels (respectively p = 0.96, p = 0.80). There was a positive correlation between the maternal and umbilical 25 (OH) D levels in both groups (r = 0.59, p <0.001 for term group and r = 0.44, p <0.002 for preterm group).
Conclusions: Maternal and umbilical serum 25 (OH) D levels were not significantly different between term and preterm groups. There was a correlation between maternal and umbilical serum levels of 25 (OH) D."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muningtya Philiyanisa Alam
"Proses inflamasi pada kanker kepala dan leher menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi dan sintesis protein fase akut c-reactive protein, CRP yang kemudian menyebabkan perubahan metabolisme dan anoreksia pada penderitanya. Seng merupakan zat gizi yang memiliki peran penting dalam menekan inflamasi, namun dilaporkan sekitar 65 pasien kanker kepala dan leher mengalami kekurangan seng. Penelitian potong lintang ini bertujuan mengetahui korelasi antara asupan seng dan kadar seng serum dengan kadar c-reactive protein CRP sebagai upaya menekan inflamasi sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien kanker kepala leher. Dari 49 subyek yang dikumpulkan secara konsekutif di Poliklinik Onkologi RS Kanker Dharmais, 67,3 adalah laki-laki, rentang usia subyek 46 ndash;65 tahun. Frekuensi terbanyak 65,3 adalah kanker nasofaring dan 69,4 berada pada stadium IV. Seratus persen subyek memiliki asupan seng dibawah nilai angka kecukupan gizi. Rerata kadar seng serum subyek adalah 9,83 2,62 mol/L. Sebanyak 51 subyek memiliki kadar CRP yang meningkat. Terdapat korelasi negatif yang lemah antara kadar seng dengan kadar CRP subyek r =-0,292, p =0,042, namun tidak terdapat korelasi antara asupan seng dengan kadar CRP subyek p =0,86.

The inflammatory process of head and neck cancer leads to increase the proinflammatory cytokines and the synthesis of c reactive protein CRP , which then causes metabolic alteration and anorexia in the patients. Zinc is one of nutrient that has an important role in suppressing inflammation. It is reported that about 65 of head and neck cancer patients have zinc deficiency. The aim of this cross sectional study is to determine the correlation between zinc intake and serum zinc levels with CRP level as an effort to reduce inflammation to reduce the morbidity and mortality of head and neck cancer patients. Subjects were collected by consecutive sampling in the Oncology Polyclinic Dharmais Cancer Hospital, from 49 subjects 67,3 were men, most subjects were in the age range between 46 ndash 65 years. The highest frequency 65,3 is nasopharyngeal cancer and 69,4 are already in stage IV. All subjects in this study have a zinc intake below the recommended dietary allowance RDA in Indonesia. The mean serum zinc level of the subjects was 9.83 2.62 mol L. Most subjects have elevated CRP levels. There was a weak significant negative correlation between zinc concentration and CRP levels of subjects r 0.292, p 0.042, but there was no correlation between zinc intake and CRP levels of subjects p 0.86. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Amadea Gunawan
"Latar Belakang COVID-19 berdampak secara signifikan bagi dunia. Tingginya prevalensi dan insidensi, serta banyaknya kasus berderajat keparahan sedang-berat, mendorong dunia dan Indonesia untuk mencari terapi yang tepat. Salah satunya adalah anti-interleukin-6 untuk mengatasi badai sitokin yang kerap terjadi pada pasien COVID-19. Anti-interleukin-6 berupa Tocilizumab yang digunakan untuk mengatasi COVID-19 derajat sedang-berat hingga saat ini masih minim diteliti di dunia maupun di Indonesia. Maka, Peneliti berharap penelitian ini dapat berkontribusi pada perkembangan dunia medis di Indonesia. Metode Penelitian ini dilakukan dengan desain kohort retrospektif yang dilakukan di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan rekam medis pasien COVID-19 berderajat sedang-berat guna menilai hubungan antara pemberian Tocilizumab dengan tingkat mortalitas, lama rawat, dan kadar biomarker inflamasi yaitu C-reactive protein dan D-dimer. Hasil Diperoleh 52 pasien yang diberikan obat Tocilizumab dan 52 pasien kontrol. Pada kelompok pasien yang diberikan Tocilizumab, 48 pasien dirawat pada bulan Januari-Juni dan 4 pasien dirawat pada bulan Juli-Desember. Pada kelompok kontrol, 32 pasien dirawat pada bulan Januari-Juni dan 20 pasien dirawat pada bulan Juli-Desember. Ditemukan sebanyak 40,4% pasien yang memperoleh Tocilizumab hidup dan sembuh, sedangkan pada kelompok kontrol hanya 16,4% pasien yang sembuh (p=0,014). Rata-rata lama rawat pasien kelompok uji mencapai 20,9±11,5 hari, lebih lama dibandingkan kelompok kontrol yaitu 16,5±12,4 hari (p=0,007). Rata-rata penurunan kadar CRP pada kelompok uji adalah -74,65±72,59 mg/L, sedangkan pada kelompok kontrol meningkat (p=0,001). Kadar D-dimer pasien yang diberikan Tocilizumab mengalami penurunan namun tidak signifikan. Kesimpulan Tocilizumab terbukti menurunkan angka mortalitas, menurunkan kadar CRP, dan cenderung menurunkan kadar D-dimer pada pasien COVID-19 derajat sedang-berat.

Introduction COVID-19 has a significant impact globally. The high prevalence and incidence, also the large number of moderate-severe cases, encouraged the world and Indonesia to look a better therapy. One of them is anti-interleukin-6 to overcome cytokine storm that occurs in COVID-19 patients. Today, there is minimal research that learn about anti-interleukin-6, Tocilizumab. This research hope could contribute to the development of the medical sector in Indonesia. Method This research conducted with a retrospective cohort design at Universitas Indonesia Hospital. This study used medical records of COVID-19 moderate-severe patients to assess the relation between Tocilizumab administration and mortality, length of stay, and levels of C-reactive protein and D-dimer. Result There were 52 moderate-severe COVID-19 patients receiving Tocilizumab and 52 control patients. In the test group, 48 patients treated in January-June and 4 patients treated in July-December. In the control group, 32 patients treated in January-June and 20 patients treated in July-December. It was found that 40,4% of patients who were given Tocilizumab survived, while in the control group only 16,4% of patients survived (p=0,014). The average length of stay for test group reached 20,9±11,5 days, longer than the control group, which was 16,5±12,4 days (p=0,007). The average CRP levels decrease in test group was -74.,65±72,59 mg/L, while it increased in the control group (p=0,001). The D-dimer levels of patients given Tocilizumab decreased but not significant. Conclusion Tocilizumab has been proven to reduce mortality rates, lower CRP levels, and tends to reduce D-dimer levels in moderate-severe COVID-19 patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>