Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67005 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Chairani Sudarmin
"ABSTRAK
Penyebaran penyakit menular di Indonesia masih meningkat setiap tahunnya. Maka dari itu pemerintah mengeluarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang salah satu isinya adalah pengendalian penyakit menular. Vaksin diperlukan dalam pengendalian penyakit menular. Vaksin sensitif terhadap suhu tertentu, sehingga suhu penyimpanan yang tidak tepat akan merusak vaksin dan menghilangkan efektivitasnya. Vaksin membutuhkan cold chain di dalam rantai pasoknya yang dapat memastikan bahwa vaksin disimpan pada suhu yang sesuai. Kelalaian yang terjadi dalam rantai pasok dapat merusak vaksin dan dapat membahayakan pasien. Kendala yang dialami rantai pasok vaksin dapat menghambat pemberian vaksin kepada yang membutuhkannya dan menghambat upaya pengendalian penyakit. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prioritasi risiko yang mungkin terjadi pada rantai pasok vaksin di Indonesia serta mengembangkan strategi mitigasi risiko untuk membantu anggota rantai pasok dalam mengelola risiko yang ada. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah MCDM (Multi-criteria Decision Making) DEMATEL-Based ANP. Risiko yang didapat dari identifikasi sebanyak 32 risiko dengan lima dimensi yaitu pasokan dan pemasok, operasional, finansial, pemerintahan & permintaan pasar dan logistik. Hasil prioritasi dengan DANP menunjukkan bahwa terdapat 19 risiko yang perlu diprioritaskan. Selanjutnya dikembangkan strategi mitigasi risiko yang divalidasi oleh ahli. Hasil yang didapat adalah 23 strategi mitigasi risiko.

ABSTRACT
The spread of infectious diseases in Indonesia is still increasing every year. Therefore, the government issued a National Medium-Term Development Plan, one of which is the control of infectious diseases. Vaccines are needed in controlling infectious diseases. Vaccines are sensitive to certain temperatures, so improper storage temperatures will damage the vaccine and eliminate its effectiveness. Vaccines require cold chains in their supply chain that could ensure that vaccines are stored at the appropriate temperature. Negligence that occurs in the supply chain could damage the vaccine and could endanger the patient. Obstacles experienced by the vaccine supply chain can inhibit vaccine delivery to those who need it and hinder disease control efforts. Therefore this study aims to analyze the risk prioritization that might occur in the vaccine supply chain in Indonesia and develop a risk mitigation strategy to help supply chain members manage existing risks. The method used in this study is MCDM (Multi-criteria Decision Making) DEMATEL Based ANP. Risks obtained from the identification of 32 risks with five dimensions, namely supply and supplier, operational, financial, government & market demand, and logistics. The results of prioritization with DANP indicate that 19 risks need to be prioritized. Furthermore, risk mitigation strategies are validated by experts. The results obtained are 23 risk mitigation strategies."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Genta Rizkyansah
"Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2019, Kabupaten Pesawaran sebagai salah satu daerah endemis malaria di Provinsi Lampung memiliki jumlah kasus malaria tertinggi yaitu sebanyak 2006 kasus. Upaya yang dilakukan menuju daerah bebas malaria yaitu melalui kebijakan pembangunan manusia sektor kesehatan. Kebijakan tersebut merupakan kebijakan dengan pendekatan top down yang diimplementasikan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Salah satu tujuan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) yaitu pengendalian penyakit menular termasuk malaria. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan pembangunan manusia bidang kesehatan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) di Kabupaten Pesawaran dan untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi kebijakan tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahap persiapan pelaksanaan, mekanisme perencanaan tingkat puskesmas, penggerakan-penguatan-pelaksanaan, pengawasan-pengendalian-penilaian sudah dilakukan dengan baik namun pada tahap pelatihan pendekatan keluarga serta langkah dan teknis manajerial belum dilakukan secara maksimal. Faktor pendukung dalam implementasi kebijakan pembangunan manusia bidang kesehatan melalui PIS-PK di Kabupaten Pesawaran yaitu faktor disposisi dan struktur birokrasi, sedangkan faktor penghambatnya yaitu faktor komunikasi dan faktor sumber daya yang meliputi sarana dan prasarana yang belum memadai, sumber daya manusia dan anggaran yang terbatas.

Malaria is one of infectious diseases which still becomes the health problem in Indonesia. In 2019, Pesawaran Regency as one of the endemic areas of malaria in Lampung Province has the highest score malaria case which is 2006 cases. The endeavour that is conducted to obtain a malaria-free region is through the human development policy in health sector. That policy is a policy that uses the top down approach which is implemented through the Indonesian Health Program with Family Approach. One of the goals of Indonesian Health Program with Family Approach (PIS-PK) is infectious disease control including malaria. This research is using descriptive research method with qualitative approach which aims to describe the implementation of human development policy in health sector through the Indonesian Health Program with Family Approach (PIS-PK) in Pesawaran Region and to describe the support and obstacle factors in that policy implementation. The result of the research shows that on the preparation stage of the implementation, the planning mechanism at the level of public health center, the movement-strengthening-implementation, the supervision-control-assessment have been conducted well but on the level of training on family approach and steps and managerial techniques have not been conducted maximally. The supporting factors in implementing the human resource development policy in health sector through Indonesian Health Program with Family Approach (PIS-PK) in Pesawaran regency are the disposition factor and bureaucratic structure, meanwhile the hindrance factors are the communication and resource factor which include the facilities and infrastructures which have not been sufficient, the human resource and budget which are limited."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Andriani
"Dalam 25 tahun mendatang, angka mortalitas akibat penyakit infeksi diperkirakan akan menurun, namun penyakit infeksi di Indonesia hingga tahun 2007 masih menjadi penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan. Keluarga memiliki asosiasi yang kuat dengan kesehatan dan penyakit seseorang melalui hubungan dan dinamika kehidupannya.
Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik demografis, profil keluarga dan penyakit infeksi terbanyak di Klinik Dokter Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2006-2008 serta hubungannya.
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan 103 data sekunder dari laporan studi kasus pasien di Klinik Dokter Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2006-2008 digunakan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa penyakit infeksi terbanyak adalah infeksi M. tuberculosis , infeksi saluran pernapasan akut, infeksi saluran pencernaan, infeksi kulit, dan infeksi yang belum diketahui penyebabnya. Terdapat hubungan bermakna antara bentuk keluarga dan jumlah anggota dalam satu rumah dengan infeksi M. tuberculosis. Terdapat hubungan bermakna antara usia pasien dengan infeksi saluran pencernaan, dan status pernikahan pasien dengan infeksi saluran pencernaan.
Jadi, penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa terdapat hubungan bermakna antara karakteristik demogafis dan profil keluarga dengan penyakit infeksi pasien di Klinik Dokter Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2006-2008.

In the next 25 years, mortality rate of infectious diseases is estimated to decrease, but infectious diseases until 2007 still become the most frequent of diseases in clinical patients in Indonesia. Family has a strong association with health and disease through a relationship and the dynamics of life.
This study aims to determine the demographic characteristics, family profile, the most frequent of infectious diseases and their relationships in Clinic of Family Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia in 2006-2008.
It uses cross-sectional design and the data were collected by means of patient case reports.
The result of this study is the most frequent of infectious diseases are M. tuberculosis infection, acute respiratory tract infection, gastrointestinal tract infection, skin infection, and unknown infection. There are significant associaton between family profile (family structure and the amount of family member) and M. tuberculosis infection. There are significant association between demographic characteristics (age and marital status) and gastrointestinal tract infection.
From those results, this study concludes that there are significant association between demographic characteristics, family profile and infectious diseases in Clinic of Family Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia in 2006-2008.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Darell Joel Harlis
"Tingginya tingkat penularan penyakit menular sepert Covid-19 pada pandemi telah membuat seluruh dunia menderita. Tenaga medis yang merupakan gardu terdepan dalam menanggulangi pandemi, para tenaga medis seringkali terpapar oleh penyakit menular yang diakibatkan oleh tinngginya frekuensi interaksi dengan pasien yang mengidap penyakit menular ini. Salah satu interaksi yang sering dilakukan adalah penggantian cairan infus kepada pasien. Untuk melakukan penggantian infus dibutuhkan tiang infus yang dapat mengganti kolf atau botol cairan infus secara otomatis dan dapat mengatur jumlah tetesan permenit dari kolf. Penggantian dan pengaturan kolf ini dapat dikendalikan secara jarak jauh oleh protokol MQTT dan terkoneksi dengan Wi-Fi yang diterima oleh Wi-Fi microcontroller module sehingga servo dapat dikendalikan dari jarak jauh oleh tenaga medis dan tidak berinteraksi langgsung dengan pasien yang terpapar virus. Tiang infus pun harus memenuhi standard keamanan oleh international standard IEC 60601-1 9.4.2. Sehingga terhindar dari darah yang naik ke selang infus atau terjadinya penyumbatan pada selang infus. Kecepatan dari infuspun dapat dikendalikan dengan mengatur aliran cairan yang mengalir pada selang. Dengan adanya pengganti infus otomatis ini diharapkan terjadinya penurunan interasksi tenaga medis dengan pasien dan mengoptimalkan waktu dari tim medis untuk menangani jumlah pasien yang membeludak tinggi akibat dari pandemi ini.

The high rate of transmission of infectious diseases such as Covid-19 in a pandemic has made the world suffer. Medical personnel who are at the forefront of tackling a pandemic, medical personnel who are carried out by infectious diseases caused by interactions with patients with infectious diseases. One of the interactions that is often carried out is the replacement of intravenous fluids to patients. In order to change the infusion, an infusion pole is needed that can change the intravenous bag of infusion fluid automatically and can adjust the number of drops per minute of intravenous bag. Changing and setting this kolf can be controlled remotely by the MQTT protocol and connected to Wi-Fi received by the Wi-Fi servo microcontroller module can be controlled remotely by medical personnel and does not interact with patients exposed to the virus. Infusion poles must also meet the safety standards by the international standard IEC 60601-1 9.4.2. So that it avoids blood rising to the infusion tube or the occurrence of the infusion hose. The speed of the infusion can be controlled by adjusting the flow of fluid flowing in the hose. With this automatic infusion replacement, it is hoped that there will be a decrease in the interaction of medical personnel with patients and optimizing the time of the medical team to handle the high number of patients due to this pandemic."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Fera Ibrahim
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
PGB-pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Eleyna Farihah
"Sepsis merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat disebabkan oleh translokasi bakteri. B. animalis subsp. lactis merupakan salah satu bakteri yang berpotensi dalam mencegah translokasi bakteri. Gen grpE merupakan salah satu target spesifik dalam mendeteksi B. animalis subsp. lactis. Penelitian bertujuan untuk mengoptimasi primer dengan target gen grpE untuk kurva standar, mengetahui hubungan konsentrasi primer terhadap nilai Ct, serta mengetahui sensitivitas dan spesifisitas primer. Isolat diisolasi dari sampel feses bayi menggunakan metode fenol-kloroform. Pasangan Primer dirancang berdasarkan sekuens gen grpE B. animalis subsp. lactis (NZ_ABOT01000010.1) menggunakan program Primer3. Optimasi primer dilakukan menggunakan lima konsentrasi berbeda,yaitu 50/50 nM, 100/100 nM, 300/300 nM, 500/500 nM, dan 1.000/1.000 nM.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasangan primer F_HNO19_grpE dan R_HNO19_grpE dengan konsentrasi 1.000/1.000 nM menghasilkan kurva standar yang optimal dengan efisiensi dan koefisien korelasi (R2) masing-masing sebesar 99,095% dan 0,971. Berdasarkan uji sensitivitas dan spesifistas, pasangan primer F_HNO19_grpE dan R_HNO19_grpE konsentrasi 1.000/1.000 nM dapat mengamplifikasi DNA target sampai dilusi 10-5 , tetapi spesifisitasnya hanya sampai dilusi 10-2. Konsentrasi primer tidak berkorelasi terhadap nilai Ct. Pasangan primer F_HNO19_grpE dan R_HNO19_grpE dapat digunakan untuk kuantifikasi B. animalis subsp. lactis dengan kisaran nilai Ct sebesar 15,74--33,89.

Sepsis is a systemic disease that can be caused by bacterial translocation. B. animalis subsp. lactis is one of the bacteria that has the potential to prevent the bacterial translocation. grpE gene is a specific target in the detection of B.animalis subsp. lactis. The research aims to optimize primer pair with target gene grpE for generating standard curve, to know the correlation between primer concentration and Ct value, and to know the primer sensitivity and specificity. Isolates were isolated from infant stool samples using phenol-chloroform method. Primer pair is designed based on B. animalis subsp. lactis grpE gene sequence (NZ_ABOT01000010.1) using the Primer3 program. The primer optimization is done using five different concentrations, which are 50/50 nM, 100/100 nM,300/300 nM, 500/500 nM, and 1.000/1.000 nM. The results showed that the primer pair F_HNO19_grpE and R_HNO19_grpE with 1.000/1.000 nM concentration can be used to generate an optimal standard curve with efficiency and correlation coefficient (R2) each by 99.095% and 0.971. Based on sensitivity and specificity test, primer pair F_HNO19_grpE and R_HNO19_grpE with 1.000/1.000 nM concentration can amplify DNA targets up to 10-5 dilution, but its specificity is only up to 10-2 dilution. Primer concentration and DNA samples with different concentrations were not correlated to the Ct value. F_HNO19_grpE and R_HNO19_grpE primer pair can be used for quantification of B. animalis subsp. lactis with a range of Ct values of 15.74 to 33, 89."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S45945
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Today tongue pierching has become increasingly popular in the society. Several case reports associated with tongue pierching have presented various complications, such as tooth fracture, viral infection (HIV, Hepatitis B and C, herpes simplex, Epstein Barr), fungal infection (Candida spp), pain, altered taste, edema, paresthesis, gingival recession, prolonged bleeding, contact dermatitis. However, there is no scientific evidence to reveal histopathological change in tongue pierching. The aim of this study is to investigate the inflammation response to tongue pierching in Sprague Dawley rats. Eighteen Sprague Dawley rats were divided into one control group of 3 untreated rats and three experimental groups of 5 rats each, according to the duration of tongue pierching until the end of 1st week (A), 6th week (B), and 12th week (C). At the end of treatments, the rats were anesthetized and sacrificed. Paraffin embedded tongue specimens were prepared for histological examination with H&E staining. The number of on inflammatory cells (PMN leukocytes, lymphocytes, macrophages) was counted under light microscope. All experimental procedures were carried out under approval of study protocol by the Health and Medical Research Ethics Committee, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University, Yogyakarta. The results of this study indicated that the number of PMN leukocytes, lymphocytes, and macrophages was increasing to the 1st week after tongue piercing, but the number of PMN leukocytes and macrophages was still increasing after 6th untul 12th weeks of piercing, but the numbers of PMN leukocytes was decreasing. One way ANOVA (p<0.05) showed significant differences in the numbers of PMN leukocytes, lymphocytes and macrophages between the groups of 1st, 6th and 12th weeks after piercing. It was concluded that tongue piercing induce inflammatory response for 12 weeks in Sprague Dawley rats."
[Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Journal of Dentistry Indonesia], 2007
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kamila Fitri Islami
"Pesantren, asrama islam di Indonesia, mempunyai risiko yang cukup tinggi dalam penyebaran penyakit kulit infeksius karena sanitasi yang kurang dan tempatnya yang ramai. Tujuan dari riset ini adalah untuk mengetahui prevalensi dari penyakit kulit infeksius dan menganalisa hubungannya dengan pengetahuan mengenai kebersihan. Riset ini dilakukan di sebuah pesantren yang bertempatkan di Jakarta Timur dan menggunakan desain pembelajaran cross sectional. Data yang dibutuhkan diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh tim dokter kulit dari RSCM serta pengisian kuisioner oleh santri dan santriwati. Riset ini dilakukan dari bulan Januari 2013 hingga Juli 2014. Data yang terkumpul diolah menggunakan SPSS 21 dan diuji menggunakan uji Chi-square serta uji Kolmogorov Smirnof.
Hasil dari riset ini menunjukkan bahwa prevalensi dari penyakit kulit infeksius di antara santri dan santriwati di sebuah pesantren di Jakarta Timur adalah 37.5% dengan tidak adanya hubungan yang signifikan antara penyakit kulit infeksius dan pengetahuan mengenai kebersihan.

Pesantren, an Islamic boarding school in Indonesia, has a high risk of infection because it has low sanitation and is very crowded. The objective of the study is to know the prevalence of infectious skin disease in a pesantren in East Jakarta and analyze its relation with one of the contributing factors, which is knowledge about hygiene. The cross sectional study was done at a pesantren, located at East Jakarta. The data were obtained from all students by anamnesis and dermatological examinations done by dermatologists. Students were also asked to fill out some questionnaires to know their knowledge about hygiene. Data collection was done from January ? May 2014, processed using SPSS 21, tested with Chi-square and Kolmogorov Smirnof Test.
Result showed that the prevalence of infectious skin disease in male and female students of a pesantren in East Jakarta was 37.5% with no significant relationship between infectious skin disease and knowledge about hygiene both in male and female students."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Atika Putri
"Saat ini tren penggunaan kosmetik di Indonesia tidak untuk wanita saja, namun telah berinovasi pada produk kosmetik bagi pria maupun anak-anak. Hingga tahun 2019, pemerintah Indonesia mencatat terdapat sebanyak 797 perusahaan kosmetik dalam negeri baik dari skala kecil, menengah maupun besar dimana angka tersebut meningkat dari jumlah pada tahun sebelumnya yaitu sebesar 760 perusahaan. Kinerja industri kosmetik juga mengalami pertumbuhan sebesar 5.59% pada tahun 2020 dan berhasil menyumbang devisa negara dengan nilai ekspor mencapai USD 317 juta atau mengalami kenaikan sebesar 15.2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Aliran rantai pasok dalam akivitas bisnis tentunya merupakan hal yang rumit untuk dibicarakan karena aktivitas, koneksi dan keterkaitan antar elemen dari hulu ke hilir penuh dengan risiko dan ketidakpastian. Penelitian ini bertujuan untuk merancang model risiko rantai pasok pada industri kosmetik di Indonesia, sehingga pengelolaan risiko dan ketidakpastian dalam jaringan rantai pasok dapat dieksplor lebih lanjut sehingga dapat dijadikan sebagai referensi dalam melakukan mitigasi risiko yang tepat. Terdapat 3 metode yang digunakan pada penelitian ini, pertama adalah literature review untuk mengumpulkan indikator risiko rantai pasok di industri kosmetik dari penelitian sebelumnya, kedua adalah metode CVI untuk melakukan validasi dari indikator yang telah diperoleh dari hasil literature review serta terakhir adalah DEMATEL berbasis ANP untuk mengetahui bobot dan pengaruh antar dimensi. 20 indikator dalam 6 dimensi telah berhasil tervalidasi dari 36 indikator oleh 5 expert di bidang industri kosmetik dengan rata-rata nilai I-CVI sebesar 0,91. Dimensi pada risiko rantai pasok di industri kosmetik yang paling kuat pengaruhnya adalah dimensi pasokan dan logistik, sementara dimensi keuangan dinilai sebagai dimensi yang paling mudah terpengaruh.

The trend of using cosmetic products in Indonesia is not only exclusively for women but also has expanded for men and children. Until 2019, the Indonesian government recorded 797 domestic cosmetic companies from small, medium, and large scale, which increased compared to 760 companies in the previous year. The cosmetics industry's performance also grew by 5.59% in 2020 and contributed to foreign exchange for export with USD 317 million, increasing 15.2% compared to the previous year. Supply chain flow in business activities is undoubtedly a complicated issue to discuss because the activities, connections, and interrelationships between elements from upstream to downstream are full of risks and uncertainties. This study aims to conceptualize a supply chain risk model in the Indonesian cosmetics industry to ensure the development of appropriate risk mitigation strategy. This research used qualitative data in a questionnaire assessment by experts, processed using a Content Validity Index (CVI) approach. This research used 3 methods, literature review for collecting supply chain risk indicators, CVI method for validating the indicators collected from literature review, and DEMATEL based ANP for find the weight and relation between each indicator and dimension. A total of 20 indicators in 6 dimensions have been successfully validated from 36 indicators by five experts in the cosmetics industry with an average I-CVI value of 0.91. The highest influence dimension in supply chain risk in cosmetic industry is the supply and logistic indicator, meanwhile the finance dimension is rated as the most easily affected dimension."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Makmunarrasjid
"Bagian Proyek Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular Pusat merupakan bagian dari Proyek Upaya Pelayanan Kesehatan. Sebagian besar anggarannya dibiayai dari pinjaman luar negeri Intensified Communicable Disease Control Project Sector Loan ASDB No. 1523-INO. Bagian proyek ini telah dimulai sejak tahun anggaran 1997/1998, sampai tahun anggaran 2001 sudah merupakan tahun ke1ima. Namun realisasi anggaran dan pencapaian target sasaran fisik masih rendah. Hal tersebut menyebabkan manfaat proyek tidak dapat dinikmati sesuai rencana, Serta menyebabkan Pemerintah harus membayar commitment fee sebesar 0,75 % dad sisa pinjaman yang belum ditarik.
Pelaksanaan bagian proyek ini sebagaimana proyek-proyek pembangunan pemerintah Iainnya, dikendalikan dan dimonitoring melalui pelaporan umum keproyekan yang telah baku sebagaimana ketentuan yang berlaku. Apabila pelaksanaan pengendalian tersebut berjalan baik, seharusnya penyerapan anggaran dan pelaksanaan pencapaian target sasaran fisik setiap priode akan tercapai sesuai dengau rencana. Karena secara berkala dari hasil pengendalian tersebut, setiap perrnasalahan dapat diketahui secara dini, dan diupayakan tindakan korektif secara tepat dan cepat Kemampuan dalam merealisasikan target tahunan bagian proyek, secara kumulatif akan rnempercepat pencapaian hasil (results/outcomes) guna memperoleh manfaat (impacts) sebagai lujuan akhir dari proyek. Keberhasilan tersebut berkaitan erat dengan kinelja proyek.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengukuran dan evaluasi terhadap kinerja bagian proyek, serta untuk mengetahui pelaksanaan pengendalian keproyekan yang telah dilaksanakan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi. Penelitian ini menggunakan metoda kualitatif dengan cara observasi eksploratif dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini akan dapat menjelaslcan hubungan peranan monitoring dan evaluasi terhadap kineija bagian proyek tersebut.
Hasil penelitian dari data sekunder menunjukan simpulan adanya hubungan sinergis negatif antara peiaksanaan monitoring dan evaluasi keproyekan yang lemah, dengan hasil evaluasi yang mengidentifikasikan kine|ja Bagian Proyek Intensifikasi P2M Pusat periode tahun anggaran 1997/1998 sampai 2001 yang sangat kurang. Hasil penelitian cara observasi eksplomtif pada data selcunder tersebut sesuai pula dengan hasil simpulan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan para informan kunci baik dari kelompok pengelola langsung bagian proyek, maupun kelompok informan pemantau dan penexima pelaporan keproyekan.
Kelemahan pelaksanaan monitoring dan evaluasi tersebut bermuara dari kapasitas SDM yang kurang dipersiapkan, kurang perhatian dari pimpinan, tidak konsistenya ketentuan dengan pelaksanaan, serta belum dilakukanya sistem reward dan punishment. Monitoring dan evaluasi bukan menjadi penyebab rendahnya kineria, tempi lemahnya pelaksanaan kegiatan tersebut membuat situasi yang tidak kondusif untuk meningkatkan kinerja. Karena akar peemasalahan keproyekan tidak terpantau secara dini, sehingga tindakan korektif atau tindaklanjutnya tidak dapat dilaksanakan seciua cepat dan tepat.

The Sub Project of Center intensified Communicable Desease Control is part of Health Services Project. Most part of it is budget are allocate from Intensified Communicable Desease Control Project Loan Sector ADB No. 1523-INO. A part of thisproject has been started from 1997/1998 until 2001 fiscal year, which is the fifth years but budget realization and fulfilling physical target are still in low level. That makes project benefits can't enjoyed as it being planned, it also makes the Government had to pay commitment fee which is 0,75 % from the rest of loan that is not retake yet.
The implementation of this sub project likes another' Government project controlled and monitored through general project report based on rule being used. If the controlling face no problem the budget absorb and efforts to fulfill each period physical target supposed to be reach as it is being planned. Because film that periodic controlling, every single problem can be detected earlier and then try to 'rind corrective action correctly and as soon as possible. The ability in realized sub project yearly target cumulatively will makes faster result or outcomes fulfilling in purpose to reach the impact as a final target of the project That succesed is related with project performance. This research are purposed to evaluated and make a level to sub project performance also to know how the project controlling implemented through monitoring and evaluating activity. This research use qualitative method with explorative observation and indepth interview.
The research result will be able to explain the relation between monitoring and evaluating to project performance. Research result from secondary data is showing the conclution; that there is negative sinergic relationship between a weals project monitoring and evaluating implementation with evaluation result which is identified that sub project of center intensihed communicable control performance period 1997/1998 until 2001 very unsatisfied. Research result using explorated observation in that secondary data are same with primary data conclution which is gets &om indepth interview of all key informans from direct management sub project group, watcher informans group and the acceptor of the project report.
The weakness of that monitoring and evaluating implementation are come fiom the capacity of unprepair human resources, less attention from the leader, inconsistency between regulation and implernention, and not implemented yet reward and punishment system. The monitoring and evaluating wasn't a causes of a sub project low perfomtance, but the weaks of the activity implementation create inconducive situation to increasing performance, because the main problem were not detected early, so the corrective actions and it's follow up are can't implemented correctly and fastly.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T4621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>