Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208396 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Galuh Anindya Tyagitha
"Latar belakang : Angka kejadian infertilitas di Indonesia diperkirakan kurang lebih mencapai 6% atau terdapat kurang lebih 3-4,5 juta pasangan yang mengalami kesulitan mempunyai keturunan. Pada tahun 2012 dilaporkan bahwa 28,4% siklus merupakan transfer embrio beku dibandingkan pada tahun 2003 dimana dilaporkan siklus embrio beku dilakukan hanya 16,1% pada program Fertilisasi In Vitro (FIV). Walaupun transfer embrio beku telah semakin sering dilakukan, tetapi metode untuk persiapan endometrium yang paling efektif, antara alamiah atau artifisial, masih belum diketahui secara jelas. Tahap persiapan endometrium sebelum transfer embrio merupakan tahap yang sangat penting dalammencapai reseptivitas endometrium dan keberhasilan kehamilan. Tujuan : Mengetahui luaran program FIV pada transfer embrio beku dengan metode alamiah dan artifisial di Klinik Yasmin, RSCM Kencana. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik dengan menggunakan metode uji potong lintang, periode 1 Januari 2011-31 Desember 2018. Pengambilan sampel dengan cara total sampling. Subjek penelitian ini merupakan seluruh wanita yang mengikuti FIV dengan tranfer embrio beku yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang dilakukan di RSCM. Data yang didapatkan dianalisis secara bivariat menggunakan uji chi-square untuk mengetahui angka implantasi dan kehamilan pada transfer embrio beku dengan metode alamiah dan artifisial. Hasil : Dari 147 subyek yang memenuhi kriteria penelitian, didapatkan 19 subyek menjalani persiapan endometrium dengan metode alamiah dan 128 menjalani persiapan endometrium dengan metode artifisial. Angka implantasi metode alamiah vs metode artifisial (32 % vs 29%); angka kehamilan biokimiawi (89,5% vs 53,1%; p < 0,05); angka kehamilan klinis (42,1% vs 34,4%; p > 0,05); serta angka kehamilan lanjutan (36,8% vs  28,9%; p > 0,05). Kesimpulan :  Persiapan endometrium secara alamiah memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk terjadinya implantasi dan kehamilan biokimiawi dibandingkan persiapan secara artifisial. Sedangkan angka kehamilan klinis dan kehamilan lanjutan tidak berbeda bermakna. Diperlukan penelitian lanjutan untuk menambah besar sampel, terutama pada kelompok persiapan endometrium secara alamiah.

Background : Infertility incidence in Indonesia is estimated to reach approximately 6% or approximately 34.5 million couples who have difficulty having children. In 2012 it was reported that 28.4% of cycles were frozen embryo transfers compared to 2003 where it was reported that only frozen embryo cycles performed only 16.1% in the In Vitro Fertilization (FIV) program. Although frozen embryo transfers have increasingly been done, the most effective method for endometrium, between natural or artificial, is still not clearly known. The endometrial preparation stage before embryo transfer is a very important stage in achieving endometrial receptivity and the success of pregnancy. Objective : Knowing the outcome of the FIV program on frozen embryo transfer using natural and artificial methods at the Yasmin Clinic RSCM Kencana. Methods : This research was an restropective analytical study using a cross-sectional test method for the period of January 1, 2011-December 31, 2018. Sampling by total sampling. The subjects of this study were all women who took part in FIV with frozen embryo transfer that met the inclusion and exclusion criteria performed at RSCM. The data obtained were analyzed bivariately using the chi-square test to determine implantation and pregnancy rates in frozen embryo transfer using natural and artificial methods. Results : 1 47 subjects who met the study criteria, 19 subjects underwent endometrial preparation by natural methods and 128 were subjects who underwent endometrial preparation by artificial methods. The rate of implantation of natural methods vs. artificial methods (32% vs 29 %); biochemical pregnancy rates (89,5% vs 53,1%; p < 0,05); clinical pregnancy rate (42,1% vs 34,4%; p > 0,05) and on going  pregnancy rates (36.8% vs 2 8,9%; p > 0,05). Conclusion : Natural endometrial preparations have a higher tendency for implantation and biochemical pregnancy, while  clinical pregnancy rate and on going pregnancies not significantly difference. Further research is needed to increase sample size, especially in natural preparation group."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erda Ayu Umami
"

Latar Belakang: Prosedur transfer embrio merupakan salah satu langkah pada teknologi reproduksi berbantu, dapat dilakukan transfer embrio beku atau embrio segar. Kemanan teknologi ini masih menjadi perhatian. Sehingga penting untuk mengetahui pengaruhnya terhadap luaran dalam hal ini tumbuh kembang anak.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan transfer embrio beku dibandingkan embrio segar terhadap tumbuh kembang anak usia 0-3 tahun.

Metode: Metode penelitian ini adalah analitik komparatif dengan desain penelitian cross sectional, membandingkan tumbuh kembang anak hasil FIV dengan transfer embrio beku dibandingakan embrio segar. Pertumbuhan menggunakan parameter berdasarkan WHO Child Growth Standards 2006 atau WHO Anthro 2006. Sedangkan perkembangan menggunakan Kuesioner Praskrining Perkembangan (KPSP).

Hasil: Dari 2 kelompok subjek penelitian anak hasil FIV dengan transfer embrio beku (n=30) dibandingkan dengan embrio segar (n=30), tidak ada perbedaan pertumbuhan dan perkembangan. Nilai OR sebesar 0,64 (95% CI: 0,10-4,15) menunjukkan tidak ada perbedaan risiko gangguan gizi pada FIV dengan transfer embrio segar dibandingkan dengan embrio beku. Nilai OR sebesar 0,36 (0,06-2,01) menunjukkan tidak ada perbedaan risiko anak perawakan pendek pada FIV dengan transfer embrio segar dibandingkan dengan embrio beku. Anak FIV dengan transfer embrio beku memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami BBLR dibandingkan kelompok embrio segar dengan OR sebesar 0,17 (95% CI: 0,03-0,85). Semua anak, baik pada kelompok embrio segar dan embrio beku, memiliki lingkar kepala dan perkembangan yang normal.

Kesimpulan: Tidak ada perbedaan pertumbuhan dan perkembangan anak FIV hasil transfer embrio beku dibandingkan dengan embrio segar. Transfer embrio beku menurunkan risiko bayi lahir BBLR.


Background: Embryo transfer procedure is one step in assisted reproduction technology, it can be done frozen or fresh embryo transfer. This technological security is still a concern. So it is important to know the effect on outcomes in this case the growth and development of children.
Objective: This study aims to find out correlation of frozen embryo transfer versus fresh embryo on the growth and development of children aged 0-3 years.
Methods: This research method is comparative analytic with cross sectional research design, comparing the growth and development of children resulting from FIV with frozen embryo transfer compared to fresh embryo. For the growth, we use parameters based on the WHO Child Growth Standards 2006 or WHO Anthro 2006. While the development using KPSP (Pre-Screening Developmental Questionnaire).
Results: From the 2 groups of child research subjects frozen embryo transfer (n = 30) compared with fresh embryo (n = 30), there were no differences in growth and development. OR value of 0.64 (95% CI: 0.10-4.15) shows no difference in the risk of nutritional disorders in IVF with fresh embryo transfer compared with frozen embryo. OR value of 0.36 (0.06-2.01) indicates there is no difference in the risk of short stature in IVF with embrio segar transfer compared with frozen embryo. IVF children with frozen embryo transfer had a lower risk of developing low birth weight compared to the fresh embryo group with an OR of 0.17 (95% CI: 0.03-0.85). All children, both in the fresh and frozen embryos, have normal head circumference and development.
Conclusions: There was no difference in the growth and development of IVF children resulting from frozen embryo transfer compared with fresh embryo. The risk of low birth weight infants was lower in frozen embryo transfer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Aulia
"Latar Belakang: Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan untuk hamil setelah 1 tahun berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi. Infertilitas merupakan masalah kesehatan reproduksi yang cukup marak terjadi dan sekitar 50 dari kasus infertilitas disebabkan oleh faktor laki-laki saja atau gabungan antara faktor laki-laki dan perempuan. Buruknya vitalitas dan integritas DNA spermatozoa merupakan faktor yang berhubungan dengan infertilitas pada laki-laki.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara vitalitas dengan integritas DNA spermatozoa pada laki-laki infertil di Klinik Yasmin RSCM Kencana.
Metode: Jenis desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Subjek penelitian adalah 96 laki-laki infertil. Data diambil dari rekam medis pasien Klinik Yasmin RSCM Kencana, Jakarta. Pemeriksaan vitalitas spermatozoa menggunakan pewarnaan eosin, sedangkan pemeriksaan integritas DNA spermatozoa menggunakan uji sperm chromatin dispersion SCD . Data variabel vitalitas dan integritas DNA spermatozoa pertama-tama diuji normalitas sebarannya, kemudian dianalisis dengan uji korelasi Spearman.
Hasil: Penelitian menunjukkan terdapat korelasi negatif yang signifikan dengan kekuatan korelasi sedang antara vitalitas spermatozoa dengan indeks fragmentasi DNA spermatozoa p=0,000, r=-0,505.
Kesimpulan: Semakin tinggi vitalitas spermatozoa maka semakin rendah indeks fragmentasi DNA spermatozoa yang artinya semakin baik integritas DNA spermatozoa. Adanya korelasi dengan kekuatan korelasi sedang menunjukkan bahwa vitalitas spermatozoa tidak dapat dipergunakan sebagai prediktor integritas DNA spermatozoa, sehingga diperlukan uji fragmentasi DNA spermatozoa selain uji vitalitas spermatozoa untuk mengevaluasi infertilitas laki-laki.

Background: Infertility is the inability of sexually active couple to conceive after one year of unprotected sexual intercourse in a reasonable frequency. Infertility is a common reproductive health problem and approximately 50 of infertility cases are caused by factors from male only or a combination of male and female. Both poor sperm vitality and DNA integrity are associated with male infertility.
Objective: To analyze the correlation between sperm vitality and DNA integrity in infertile men at Yasmin Clinic RSCM Kencana.
Methods: This study was performed with cross sectional method. The subjects of research were 96 infertile men. Data were obtained from medical record at Yasmin Clinic, Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta. The method used for sperm vitality assessment was eosin staining, while the method used for sperm DNA integrity assessment was sperm chromatin dispersion test SCD. Sperm vitality and DNA integrity data were tested for normality, and then analyzed by Spearman correlation test.
Results: There was statistically significant moderate negative correlation between sperm vitality and DNA fragmentation index p 0,000, r 0,505.
Conclusion: Higher value of sperm vitality correlates with lower value of DNA fragmentation index which means that the better the sperm DNA integrity. This moderate negative correlation indicates that sperm vitality cannot be used as a predictor of sperm DNA integrity, therefore in addition to conventional semen analysis and sperm vitality test, sperm DNA fragmentation is also needed to evaluate male infertility.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febby Thannia
"Gangguan seksualitas merupakan masalah yang sering dialami oleh perempuan yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Di Indonesia membicarakan masalah seksualitas masih dianggap tabu, sehingga tidak banyak informasi yang didapatkan terkait gangguan fungsi seksual perempuan. Penelitian ini dilakukan di Klinik Yasmin RSCM Kencana. Dengan tujuan untuk mengetahui gambaran gangguan fungsi seksual pada perempuan subfertil yang datang pada kunjungan pertama untuk memiliki anak. Rancangan penelitian dengan studi potong lintang menggunakan kuisioner pada perempuan dengan keluhan ingin memiliki anak. Besar sampel 108 orang. Pengambilan sampel dengan consecutive sampling. Dilakukan wawancara dan pengisian kuisioner Female Sexual Function Index (FSFI), Kuisioner Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS), Kuisioner Hamilton Derpression Rating Scale (HDRS), Kuisioner International Index of Erectile Function (IIEF). Analisa data dengan metode Chi Square dan dilanjutkan dengan analisa multivariat Backward Conditional dilanjutkan dengan Regresi Logistik. Didapatkan hasil mayoritas  subjek perempuan berusia 30 tahun sebanyak 11 orang, belum pernah menikah sebanyak 93 (86,10 %), riwayat menggunakan alat kontrasepsi (16.67%), lama menikah kurang dari atau sama dengan 10 tahun (83.30%), Subjek yang bersekolah hingga pendidikan tinggi (93,50 %) dan memiliki pekerjaan (82,40%). Jenis disfungsi seksual pada pasien perempuan subfertil di Klinik Yasmin RSCM Kencana yaitu gangguan dorongan seksual (79,60%), bangkitan seksual (66.7%), orgasme (50,9%), nyeri (48.1%), lubrikasi  (18,50%) dan kepuasan (34.3%). mengalami depresi sebanyak 46,20% dan mengalami kecemasan 38.00%.

Subjek pria dibawah umur 40 tahun (77,80%), semua bekerja (100,00 %), dan berpendidikan tinggi (88,90 %), Pria yang mengalami depresi 21.30% dan kecemasan 19,49%.

Pada analisa bivariat Frekuensi hubungan seksual memiliki hubungan yang signifikan dengan  disfungsi seksual perempuan pasien subfertil di Klinik Yasmin RSCM Kencana p = 0.09.


Sexuality disorders are problems often experienced by women which can be influenced by many factors. Talking about sexuality in Indonesia is still considered taboo, and not much information I available regarding women's sexual dysfunction. This research was conducted at the Yasmin Clinic, RSCM KencaTo know the description of sexual function disorders in subfertile on the first visit wanting to have children. The research design was a cross-sectional study using a questionnaire on women with chief complaints of wanting to have children. The sample size is 108 people. Sampling with consecutive sampling. Interviews and questionnaires were filled in. Female Sexual Function Index (FSFI) Questionnaire, Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) Questionnaire, Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Questionnaire, and International Index of Erectile Function (IIEF) Questionnaire. Data analysis using the Chi-Square method and followed by Backward Conditional multivariate analysis followed by Logistic Regression. The results obtained were that the majority of female subjects were 30 years old as many as 11 people, 93 (86.10%) had never been married, history of using contraception (16.67%), length of marriage less than or equal to 10 years (83.30%), subjects who attended school to higher education (93.50%) and have a job (82.40%). Types of sexual dysfunction in subfertile female patients at the Yasmin Clinic RSCM Kencana are sexual drive disorders (79.60%), sexual arousal (66.7%), orgasm (50.9%), pain (48.1%), lubrication (18.50%) ) and satisfaction (34.3%). experiencing depression at as much as 46.20% and experiencing anxiety at 38.00%. Male subjects under the age of 40 years (77.80%), all working (100.00%), and highly educated (88.90%). Men who experience depression 21.30% and anxiety 19.49%. In bivariate analysis, the frequency of sexual intercourse had a significant relationship with female sexual dysfunction in subfertile patients at the Yasmin Clinic, RSCM Kencana, p = 0.09."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dyani Pitra Velyani
"Fertilisasi invitro (FIV), atau yang biasa dikenal oleh masyarakat awam sebagai “program bayi tabung”, adalah metode Assisted Reproductive Therapy (ART) yang dilakukan saat metode lain untuk mengatasi masalah infertilitas telah mengalami kegagalan (end of the line treatment). Terapi ini menghabiskan banyak waktu, biaya, tenaga, serta digambarkan sebagai emotional roller-coaster bagi pasangan yang menjalaninya.
Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dan kualitatif untuk mengetahui fenomena psikologis yang terjadi pada pasangan suami istri dengan masalah infertilitas yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana dan mengetahui bagaimana pasangan suami istri memaknai masalah infertilitas dan terapi FIV yang mereka jalani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala kecemasan merupakan gambaran yang paling banyak ditemukan. Pada uji statistik tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor demografi yaitu suku dan agama, durasi infertilitas, riwayat terapi FIV sebelumnya serta tahapan FIV yang sedang dijalani dengan adanya psikopatologi. Hal ini kemungkinan besar berhubungan dengan kesiapan mental pasangan sebelum menjalani terapi FIV, penerimaan pasangan terhadap kondisi infertilitasnya, serta religious coping positif yang dilakukan oleh pasangan dalam memaknai hasil dari terapi yang mereka jalani.

In vitro fertilization (IVF), is a method of therapy which was done after other methods to overcome infertility problems had failed (end of the line treatment). This therapy is time-, cost-, energy-consuming, and also described as an emotional roller-coster for the couples.
This research is a quantitative and qualitative study to discover psychological phenomenon that occurs in couples with infertility problems who underwent the program in Yasmin Clinic at RSCM Kencana and to explore how the couples experience this problem and IVF therapy. The results showed that anxiety are the most common symptoms.
The statistical test found no significant association between demographic factors (race and religion), duration of infertility, history of previous treatment and the stages of IVF in relation with the presence of psychopathology. This is most likely related to the mental preparation of couples before undergoing IVF, partner acceptance of the condition of infertility, and positive religious coping were performed by couples in defining the outcome of their treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
R. Jachtaniaedwina
"Infertilitas terjadi pada 10-15 pasangan di dunia. Faktor laki-laki terjadi pada 35 kasus infertilitas dan 10-20 terjadi karena keduanya. Salah satu uji untuk mendeteksi faktor infertilitas pada laki-laki adalah dengan uji fungsional spermatozoa yaitu uji integritas membran dan fragmentasi DNA spermatozoa. Uji integritas membran spermatozoa adalah uji untuk melihat keutuhan dan fungsi dari membran plasma spermatozoa. Uji fragmentasi DNA spermatozoa adalah uji untuk melihat keutuhan dari DNA spermatozoa. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara integritas membran dengan fragmentasi DNA spermatozoa.
Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan 100 sampel dari hasil laboratorium laki-laki infertil di Klinik Yasmin RSCM Kencana. Uji integritas membrane spermatozoa dilakukan dengan uji Hypo-osmotic Swelling HOS sedangkan fragmentasi DNA spermatozoa diuji dengan uji Sperm Chromatin Dispersion SCD. Uji dan pengelompokan analisis semen ini dilakukan berdasarkan WHO laboratory manual for examination and processing of human semen edisi ke-lima. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan p=0,008 dengan kekuatan korelasi lemah r=-0,265 antara integritas membran dengan fragmentasi DNA spermatozoa.

Infertility occurs in 10 15 of couple in the world. Male factor occurs in 35 of infertility cases and 10 20 occurs as both. One of the test to detect infertility factor in men is the spermatozoa functional test whereas the spermatozoa membrane integrity and DNA fragmentation test. Spermatozoa membrane integrity test is a test to see the integrity and function of the plasma membrane of spermatozoa. Sperm DNA fragmentation test is a test to determine the integrity of the DNA of spermatozoa. This study investigates the relationship between the membrane integrity of spermatozoa with DNA fragmentation.
This study using cross sectional method with 100 samples of laboratory result in Klinik Yasmin Kencana RSCM. Spermatozoa membrane integrity test conducted by Hypo osmotic swelling test and spermatozoa DNA fragmentation tested with Sperm Chromatin Dispersion test. The semen analysis is based on WHO laboratory manual for examination and processing of human semen 5th edition. The result of this study is that there is a significant negative weak correlation p 0,008, r 0,265 between the spermatozoa membrane integrity and DNA fragmentation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lindayani Halim
"Latar belakang. Chlamydia trachomatis (CT) merupakan bakteri penyebab infeksi menular seksual (IMS) yang tersebar luas di berbagai negara. Insidens infeksi CT yang rendah pada populasi umum, karena infeksi ini sering bersifat asimtomatik sehingga kurang diperhatikan. Infeksi CT berpengaruh pada organ reproduksi manusia, namun peran CT pada infertilitas laki-laki masih kontroversial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi kepositivan CT yang diperiksa dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) pada semen lakilaki pasangan infertil dan hubungannya dengan konsentrasi serta motilitas sperma.
Metode. Desain penelitian ini bersifat deskriptif-analitik dengan rancangan studi potong lintang. Berdasarkan perhitungan, sampel minimal penelitian ini sebesar 97 orang.
Hasil. Berdasarkan pemeriksaan PCR, tidak didapatkan SP yang mengandung CT pada cairan semennya. Penelitian ini mendapatkan 54 dari 100 SP (54,0%) mengalami gangguan sperma, yaitu gangguan konsentrasi, motilitas, atau keduanya. Sebanyak 41 dari 100 (41,0%) SP mengalami gangguan konsentrasi sperma dan 46 dari 100 SP (46,0%) mengalami gangguan motilitas sperma.
Kesimpulan. Tidak ditemukan C. trachomatis pada cairan semen semua SP. Hubungan kepositivan C. trahomatis dengan konsentrasi dan motilitas sperma pada penelitian ini tidak dapat dinilai karena hasil PCR CT yang negatif pada semua SP. Chlamydia trachomatis bukan merupakan penyebab infertilias laki-laki pada penelitian ini.

Background. Chlamydia trachomatis (CT) infection is the most common sexually transmitted infection and has a worldwide distribution. The reported of incidence rates of genital CT infections in the population likely are an underestimate because of the highly asymptomatic nature of the pathogen. Chlamydia trachomatis infection influences human reproductive organs, but the role of this infection in male infertility is discussed controversial. This study ascertained the proportion of CT infections by polymerase chain reaction (PCR) in semen from male partners of infertile couples and its correlation with sperm concentration and motility.
Methode. This study was descriptive-analytic with cross sectional design. Based on sample calculation, minimal sample acquired for this study was 97 subjects.
Result. Of the 100 male partners of infertile couples in the study, none were positive for CT. Sperm concentration or motility were abnormal in 54% of the 100 evaluated semen specimens. Sperm concentration and sperm motility were abnormal in 41% and 46% of the 100 evaluated semen specimens.
Conclusions. Chlamydia trachomatis was found in none of th e male partners of the infertile couples. Correlation between the detection of CT in semen and sperm concentration and motility could not be analyzed because no semen samples were positive for CT. Chlamydia trachomatis was not the underlying cause of men infertility in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tsaniya Meidini Tahsya Hermawan
"Latar Belakang Sindrom Polikistik Ovarium (SAPK) adalah salah satu penyakit metabolic-endokrin yang paling sering ditemui pada Wanita dalam usia reproduktif. Sindrom Polikistik Ovarium merupakan kondisi yang banyak dikaitkan dengan obesitas dan meningkatnya jaringan adiposa, yang bisa diukur dengan lingkar pinggang dan tingkat lemak viseral. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menganalisis korelasi dari obesitas dengan jaringan lemak viseral pada pasien sindrom polikistik ovarium dan kontrol pada klinik Yasmin, RSCM Kencana Metode Penelitian ini merupakan studi retrospektif analitik yang menggunakan metode cross-sectional dengan menggunakan data yang diperoleh dari rekam medis di Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana. Variabel independent merupakan index massa tubuh, sedangkan variable dependen adalah lingkar pinggang dan tingkat lemak viseral pada pasien SOPK dan kontrol. Hasil Penelitian ini menemukan perbedaan yang signifikan pada Lingkar pinggang (LP) dan Tingkat lemak viseral antar parameter IMT yang berbeda. Ketika membandingkan SOPK dan kelompok tidak SOPK pada kelompok yang disesuaikan dengan IMT, hanya kelompok obesitas yang memiliki perbedaan signifikan pada LP dan tingkat lemak viseral. Selain itu, ditemukan adanya korelasi yang signifikan antara indeks massa tubuh dan lingkar pinggang (p<0,000), serta lemak viseral (p<0,000) pada pasien PCOS. Hasilnya memiliki nilai Korelasi Pearson masing-masing sebesar 0,892 dan 0,871 yang berarti variabel lainnya akan semakin tinggi seiring dengan meningkatnya salah satu variabel. Kesimpulan Hasil dari penelitian ini menemukan adanya korelasi signifikan positif antara jaringan lemak viseral dan IMT pada pasien SOPK.

Introduction Polycystic ovary syndrome (PCOS) is one of the most common metabolic-endocrine disease that can be found in women in reproductive age. Polycystic ovary syndrome is a condition that is closely correlated to obesity and increase of adipose tissue, which can be measured by waist circumference and visceral fat level. Thus, this study aims to analyse the correlation of obesity with waist circumference and visceral fat in polycystic ovary syndrome and control patients. . Method This research is a retrospective analytical study that uses cross-sectional method and utilize medical records from patients in Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana. The independent variable is the body mass index, meanwhile the dependent variable is the waist circumference and visceral fat level. Results This research has found a significant difference in WC and VF among different BMI parameters. When comparing PCOS and the control group in their BMI-matched group, only the Obese group had a significant difference in WC and VF. Additionally, it is found that there is a significant correlation between body mass index and waist circumference (p<.000), as well as visceral fat (p<.000) in PCOS patients. The result has Pearson Correlation values of 0.892 and 0.871, respectively, which means the other will be higher as one variable increases. . Conclusion This research has found that there is a significant positive correlation between visceral adipose tissue and body mass index in PCOS patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Markus Christian Hartanto
"Frozen Embryo Transfer (FET) merupakan metode transfer embrio yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan fresh embryo transfer (ET) karena tidak melalui proses stimulasi ovulasi. Berbagai penelitian sudah dilakukan untuk membandingkan tingkat keberhasilan FET dan ET, namun hasil yang didapat masing-masing penelitian menunjukkan angka yang berbeda, serta ada yang signifikan dan tidak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan kehamilan pasien yang menjalani FET dan dibandingkan dengan yang menjalani ET. Penelitian dilakukan dengan metode kohort retrospektif, dengan menggunaakan 288 data rekam medis Klinik Yasmin Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Kehamilan ditentukan dengan kadar hCG ≥50 mIU/mL. Data kemudian dianalisis menggunakan program SPSS 21.0 for Windows dengan uji chi-square untuk melihat hubungan jenis transfer embrio dengan tingkat keberhasilan kehamilan. Selain itu, faktorfaktor lain yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kehamilan juga dianalisis secara multivariat dengan metode regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan angka kehamilan FET (39,6%) lebih tinggi daripada angka kehamilan ET (38,2%) namun tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p=0,809). Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan keberhasilan kehamilan adalah adanya masalah ovarium, penurunan cadangan ovarium, dan masalah infertilitas pada laki-laki.

Frozen Embryo Transfer (FET) is an embryo transfer method on in vitro fertilization that has advantage compared to fresh embryo transfer (ET) because it does not need ovulatory stimulation. Several studies have been done to compare pregnancy rate outcome of FET and ET, but the results show different number and significancy. The aim of this research was to know the pregnancy rate of FET patients compared to ET. The research was retrospective cohort study and used 288 medical record datas in Obstetry and Gynecology Department of Cipto Mangunkusumo National Hospital.
Pregnancy was measured by hcG level ≥50 mIU/mL on day 15. All results were statistically analysed by SPSS 21.0 for windows by using chi-square test to know the relation of embryo transfer method and pregnancy rate. Besides that, the other factors that affected pregnancy rate was also analyzed with multivariate logistic regression method. The result showed FET pregnancy rate (39,6%) was higher than ET (38,2%) but not statistically significant (p=0,809). Factors that had significant correlation with pregnancy rate was ovary problem, decrease of ovarian reserve, and male infertility problems.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aureilia Calista Zahra
"Pendahuluan: Sindrom polikistik ovarium adalah salah satu gangguan metabolikendokrin yang paling umum yang banyak ditemukan pada wanita dengan usia reproduksi. Sindrom ini ditandai dengan ketidakseimbangan hormon, dan terdapat beberapa tanda klinis seperti ketidakteraturan siklus menstruasi dan hiperandogrenisme yang dapat menyebabkan anovulasi. Sindrom polikistik ovarium merupakan kondisi yang banyak dikaitkan dengan obesitas serta resistensi insulin, yang dapat diukur dengan menghitung rasio gula darah/insulin puasa. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara obesitas dan rasio gula darah/insulin puasa pada pasien dengan sindrom polikistik ovarium. Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik yang menggunakan metode crosssectional dengan menggunakan data yang diperoleh dari rekam medis di Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana. Variabel independent merupakan index massa tubuh dan variable dependen adalah rasio dari gula darah/insulin puasa. Hasil: Terdapat lebih banyak pasien sindrom polikistik ovarium dengan obesitas jika dibandingkan dengan normal dan overweight. Pasien sindrom polikistik ovarium dengan obesitas memiliki rata-rata rasio gula darah/insulin puasa yang paling rendah, dengan rata-rata 11.484 (SD + 5.325). Terdapat perbedaan yang signifikan jika dibandingkan kelompok index massa tubuh normal dan overweight. Selain itu, terbukti bahwa ada korelasi yang signifikan (P < 0.001) antara index massa tubuh dengan rasio gula darah/insulin puasa, dengan nilai Pearson Correlation -0.408, yang menandakan bahwa jika satu variabel memiliki nilai yang tinggi, maka nilai dari variabel lain akan turun. Kesimpulan: Penelitian ini menemukan bahwa adanya korelasi negaitf yang signifikan antara index massa tubuh dengan rasio gula darah/insulin puasa. Keduanya memiliki nilai yang tidak sebanding, dimana nilai dari rasio gula darah/insulin puasa akan menjadi lebih rendah jika index massa tubuh pasien dengan sindrom polikistik ovarium tinggi.

Introduction: Polycystic ovary syndrome is one of the most common metabolicendocrine disease that can be found in women in reproductive age. This syndrome is characterized by hormonal imbalance, and will give rise to several clinical manifestations such as irregular menstrual cycle and hyperandrogenism, which is one of the cause of anovulation. Polycystic ovary syndrome is a condition that is closely correlated to obesity and insulin resistance, which can be measured by counting the fasting glucose/insulin level ratio. Thus, this study aims to analyse the correlation of obesity and fasting glucose/insulin level ratio in polycystic ovary syndrome patients. Methods: This research is an analytical study that uses cross-sectional method and utilize medical records from patients in Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana. The independent variable is the body mass index, meanwhile the dependent variable is the ratio of fasting glucose/insulin level. Results: There are more obese than lean and overweight polycystic ovary syndrome patients. PCOS patients with obesity present the lowest average fasting glucose/insulin level ratio, with value of 11.484 (SD + 5.325). The difference is significant when compared to lean and overweight patients. Additional to that, it is found that there is a significant correlation (P < 0.001) between body mass index and fasting glucose/insulin level ratio. This result have Pearson Correlation value of -0.408, which means when one variable value is high, the other variable value will be low. Conclusion: This research has found that there is a significant negative correlation between body mass index and fasting glucose/insulin level ratio, with both values are disproportionate to one another. This can be seen by the lower the fasting glucose/insulin level ratio is, the higher the body mass index will be."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>