Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208835 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ilham Arif
"Latar belakang: Penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) terusmeningkat jumlahnya di dunia maupun di Indonesia. Fistula arterio-venosa (FAV) masih menjadi standard emas aksesvaskular untuk hemodialisa dan untuk pasien diabetes melitusdirekomendasikan untuk membuat FAV di brakiosefalika. Steal Syndrome merupakan salah satu komplikasi FAV. Telah adapenelitian basal digital pressure (BDP), saturasi oksigen, dan change digital pressure (CDP) untuk diagnosa Steal Syndrome, namun belum pada pasien dengan diabetes melitus. Penelitianini bertujuan untuk mengukur akurasi BDP, saturasi oksigen, dan CDP untuk diagnosa Steal Syndrome pada pasien PGTA dengandiabetes melitus.
Metode: Penelitian ini merupakan kohort prospektif yang melibatkan 69 pasien PGTA dengan diabetes melitus tipe 2 yang melakukan kontruksi FAV brakiosefalika pada 3 senter vaskulardi Jakarta. Pemeriksaan BDP, CDP, dan saturasi oksigendilakukan minimal 4 minggu setelah proses pembuatan FAV dan setelah FAV dinyatakan matur serta telah digunakan untukhemodialisa. Analisis statistic menggunakan SPSS versi 25.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada CDP, BDP, maupun saturasi oksigen antara pasien Steal Syndrome dan tidak Steal Syndrome (p<0,001). Nilai area under curve (AUC) BDP, CDP, dan Saturasi oksigen untuk memprediksi Steal Syndrome adalah 95,9% (IK95%: 90,1%-100%), 93,8% (IK95%: 87,6%-99,9%), dan 97,5% (IK95%: 93,8%-100%). Dan nilai ambang batasBDP, CDP, dan saturasi oksigen yang optimal untukmemprediksi Steal Syndrome adalah <85 mmHg (sensitivitas: 80%, Spesifisitas 100%) untuk BDP, >35 mmHg (sensitivitas: 80%, Spesifisitas 90,74%) untuk CDP, dan 94,5% (sensitivitas80%, spesifisitas 100%) untuk saturasi oksigen.
Kesimpulan: BDP, CDP, dan saturasi oksigen meski dengansensitivitas dan spesifisitas yang masih terbatas terbukti dapatdigunakan untuk mendiagnosa Steal Syndrome pada pasienPGTA dengan diabetes melitus.

Background: The number of end-stage renal disease patient keep increasing globally. Arteriovenous Fistula (AVF) is still the golden standard vascular access for hemodialysis and the recommended site for AVF construction in diabetic patient is at brachiocephalic. Steal Syndrome is one of AVF complication.There have been studies that used basal digital pressure (BDP), oxygen saturation, and change digital pressure (CDP) for Steal Syndrome diagnosis. However, there is no study in diabetic patient. This study aims to measure the accuracy of BDP, CDP, and oxygen saturation to diagnose Steal Syndrome in end-stage renal disease patient with type 2 diabeters mellitus.
Methods: This is a prospective cohort study with 69 end-stage renal disease patient with type 2 diabetes mellitus that have braciocephalic AVF construction in 3 vascular centers in Jakarta. BDP, CDP, and oxygen saturation examination was performed after AVF was considered mature and being use for hemodialysis, the earliest being 4 weeks after AVF construction.SPSS version 25 was used for statictical analysis.
Result: There was significant association between CDP, BDP,and oxygen saturation with Steal Syndrome (p<0,001). Area Under Curve (AUC) value of BDP, CDP, and oxygen saturation to predict Steal Syndrome was 95,9% (90,1%-100%), 93,8% (87,6%-99,9%), and 97,5% (93,8%-100%) consecutively. The optimal threshold of BDP, CDP, and oxygen saturation for predicting steal syndrome was <85 mmHg (sensitivity: 80%, Spesificity 100%) for BDP, >35 mmHg (sensitivity: 80%, Spesificity 90,74%) for CDP, dan 94,5% (sensitivity 80%, spesificity 100%) for oxygen saturation.
Conclusion: BDP, CDP, and oxygen saturation can be used to diagnose Steal Syndrome in end-stage renal disease patient with diabetes mellitus. However, BDP, CDP, and oxygen saturation still have limited sensitivity and specificity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febiansyah Kartadinata Rachim
"Latar Belakang: Fistula arteriovenosa (FAV) sebagai akses hemodialisis terpilih saat ini semakin banyak digunakan, seiring dengan meningkatnya jumlah penderita Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA). Pada kondisi FAV terjadi perubahan hemodinamik karena adanya penurunan resistensi dari feeding artery ke draining vein, yang apabila menyebabkan kegagalan kompensasi, dapat terjadi gangguan perfusi. Salah satu indikator untuk menilai perfusi yang baik pada lengan adalah dengan menilai basal digital pressure (BDP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara volume flow pada feeding artery dan draining vein FAV dengan BDP pada pasien PGTA.
Metode: Desain yang digunakan adalah desain potong lintang. Penelitian ini dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama periode Oktober hingga November 2019 pada pasien yang menjalani hemodialisis dengan menggunakan akses native fistula lengan atas atau lengan bawah dengan atau tanpa gejala iskemia pada tangan dan mengukur BDP menggunakan photoplethysmography.
Hasil: Total sampel didapatkan sebanyak 62 sampel, dengan karakteristik 40 pria dan 22 wanita. Sebanyak 38 pasien berusia <65 tahun dan 24 pasien berusia ≥65 tahun. Sebanyak 45 dan 25 pasien menderita hipertensi dan diabetes melitus. Tidak didapatkan pasien dengan gejala nyeri, defisit neurologis, ataupun gangrene. Dari hasil analisis, tidak didapatkan adanya korelasi antara diameter dan volume flow anastomosis FAV dan feeding artery terhadap BDP, baik di radiosefalika maupun brakhiosefalika.
Simpulan: Tidak terdapat korelasi antara diameter dan volume flow anastomosis FAV dan feeding artery terhadap FAV, baik di radiosefalika maupun brakhiosefalika.

Background: Arteriovenous fistula (FAV) as the chosen hemodialysis access is currently being used for more, along with the increasing number of patients with End Stage Renal Disease (ESRD). In the FAV condition, there is a hemodynamic change due to a decrease in resistance from feeding artery to draining vein, which if it causes compensation failure, impaired perfusion can occur. One indicator to assess good perfusion in the arm is to assess basal digital pressure (BDP). This study aims to determine the correlation between volume flow in feeding artery and draining vein FAV with BDP in PGTA patients.
Method: This study was a cross-sectional design. This research was conducted at Dr. RSUPN Cipto Mangunkusumo during the period from October to November 2019 in patients undergoing hemodialysis using native access to the upper or lower arm with or without symptoms of ischemia on the hands and measuring BDP using photoplethysmography.
Results: A total of 62 samples were obtained, with the characteristics of 40 men and 22 women. A total of 38 patients aged <65 years and 24 patients aged ≥65 years. 45 and 25 patients suffer from hypertension and diabetes mellitus. There were no patients with symptoms of pain, neurological deficits, or gangrene. From the analysis results, there was no correlation between the diameter and volume of FAV anastomosis flow and feeding artery to BDP, both in radiosefalica and brakhiosefalika.
Conclusion: There was no correlation between diameter and volume flow of FAV anastomosis and feeding artery to FAV, both in radiocephalica and brachiocephalica."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ihsan Soemanto
"Latar belakang: Penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) masih menjadi permasalahan nasional dan internasional, salah satu faktor penyebabnya adalah Diabetes Melitus tipe 2 (DM). Hemodialisa menjadi pilihan terbanyak terapi pengganti ginjal bagi para pasien PGTA, dengan fistula arteriovenosa autogen (FAV) menjadi pilihan terbaik akses karena rendah angka komplikasi dan intervensi. Penentuan maturasi dan waktu kanulasi FAV masih bervariasi dan masih banyak dipelajari. Salah satu faktor utama keberhasilan maturasi FAV adalah feeding arteri. Rekomendasi KDOQI penggunaan FAV yaitu “rule of 6”, dan rekonstruksi FAV bracchiocephalica untuk kasus PGTA dengan komorbid DM. Penelitian ini diharapkan bahwa parameter arteri brachialis sebagai feeding artery menggunakan USG linear dapat menjadi prediktor maturasi FAV.
Subjek dan metode: seluruh pasien PGTA dengan DM tipe 2 yang menjalani operasi FAV brachiocephalica. Dengan menggunakan data sekunder dilihat parameter sebelum operasi berupa diameter, peak systole (PS), volume flow (VF), dan Intimal Medial Thickness (IMT) arteri brachialis yang akan dilakukan anastomosis, dan penilaian maturasi pada minggu 1,2,4,6,8 pasca operasi.  Penilitian ini menggunakan analisis komparatif kategorik 2 kelompok tidak berpasangan dengan uji hipotesis T test. Nilai perbedaan rerata (mean difference) dan p dipresentasikan. nilai p=0.05 menunjukkan terdapat hubungan bermakna secara statistik.
Hasil: 64 pasien masuk dalam penelitian, jumlah maturasi pada minggu 1,2,4,6,8 pasca operasi: 6 (9,37%), 12 (18,75%), 20 (31,25%), 37 (57,81%), dan 47 (73,43%). Dari keseluruhan variabel bebas yang di teliti tidak ada yang menunjukan hubungan bermakna terhadap maturasi FAV. Ditemukan VF dan PS yang selalu konsisten lebih tinggi pada kelompok matur di setiap waktu pemeriksaan.
Kesimpulan: parameter VF, PS dan IMT arteri brachialis sebelum operasi belum dapat menjadi prediktor untuk keberhasilan maturasi pada pasien PGTA dengan DM tipe 2. Diperlukan penelitian lanjut menilai parameter lain termasuk faktor outflow dan faktor lainnya dengan sampel lebih besar.

Background; End stage renal disease is an increasing national and global health problem, with diabetic type 2 as one of its most common cause. Hemodialysis is still the most frequent choice for renal substitution therapy. And native arteriovenous fistula is still the best option for hemodialysis access because of the lowest number of complication and intervention. But the method for determining AVF maturation and time for cannulation still varies and need to be studied more.  One of the main factors for AVF maturation is feeding artery. KDOQI had recommend “rule of 6” as maturation condition, other recommendation stated that brachiocephalic AVF should be constructed for end renal stage disease with diabetes mellitus.  This study aim to know whether preoperative feeding artery linear duplex scan parameters can be used as a predictor for the AVF maturation.  
Subject and Methods: Subjects were patient with end stage renal disease with diabetic type 2, who had brachiocephalic AVF surgery. Subject were taken from secondary data and diameters, peak systole (PS), volume flow (VF), and intimal medial thickness (IMT) of brachial artery were collected before surgery. Maturation time was determined with draining vein examination at 1st, 2nd, 4th, 6th and 8th weeks after surgery. Data analysis was done using unpaired t-test. P value below 0.05 were considered significant.
Results: 64 patients were included in this study. The number of patients with mature AVF in 1, 2, 4, 6, and 8 weeks were 6 (9,37%), 12 (18,75%), 20 (31,25%), 37 (57,81%), and 47 (73,43%) consecutively. All independent variables showed no statistically significant difference between mature and non-mature group. We found VF and PS scores to be consistently higher at mature group compared to non-mature group in all examination time.
Conclusion: Preoperative VF, PS, IMT of the feeding artery could not predict the maturation and time to mature of brachiocephalic AVF in end stage renal disease with diabetic type 2 patients. Further research is required, especially to study other paramaters include outflow and other factors with larger sampel size.

 

Keywords: AVF maturation, feeding artery, duplex scan

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Wijaya
"Latar Belakang: Dengan adanya hemodialisis, angka harapan hidup pasien penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) meningkat. Akan tetapi, kualitas hidupnya semakin lama semakin menurun. Kualitas hidup pasien PGK dinilai dengan KDQOL SF-36 yang memiliki 3 komponen, yaitu PCS (fisik), MCS (mental), dan KDCS (berhubungan dengan penyakit ginjalnya). Status nutrisi merupakan salah satu faktor penentu kualitas hidup. Belum jelas apakah massa otot atau massa lemak yang berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup pasien PGTA.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara persentase massa bebas lemak (FFM) dengan kualitas hidup pasien PGTA.
Metode. Studi potong lintang ini dilakukan di Unit Hemodialisis, Divisi Ginjal hipertensi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan Juni-Juli 2018. Sebanyak 102 pasien diteliti pada studi ini. Sampel darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium. Persentase massa bebas lemak dihitung menggunakan Bioimpedance Analysis (BIA). Kualitas hidup dievaluasi menggunakan kuesioner KDQOL SF-36 versi 1.3. Analisis statistik dilakukan menggunakan uji korelasi Pearson. Analisis kualitas hidup berdasarkan klasifikasi persentase lemak dilakukan dengan uji Anova.
Hasil. Pada penelitian ini, rerata skor KDQOL keseluruhan adalah 47,86+6,56, dengan rerata skor PCS 40,97+9,66, median skor MCS 46,6 (22,05-59,95), dan KDCS 55,98+9,02. Persentase FFM subjek 74,21+1% dengan rerata massa 43,06+8,16 kg. Hasil uji korelasi Pearson antara skor keseluruhan KDQOL dan persentase FFM mendapatkan nilai r 0,032 dan p 0,750. Hasil signifikan didapatkan antara subkomponen PCS dengan FFM (r 0,223, p 0,024). Persentase massa otot didapatkan berhubungan dengan KDCS (r 0.23, p 0.041) dengan usia sebagai faktor perancu dalam hubungan persentase massa otot dan KDCS.
Kesimpulan. Terdapat hubungan positif lemah antara FFM (dalam kg) dengan kualitas fisik pasien PGTA. Terdapat hubungan positif lemah antara persentase massa otot dengan komponen KDCS pada pasien PGTA .

Background. Due to the occurrence of hemodialysis, the life expectancy of end stage renal disease (ESRD) patients are lengthening. However, their quality of life (QoL) are decreasing. The QoL of ESRD patients are composed of physical (PCS), mental (MCS), and kidney-related (KDCS) components. Nutritional status is one of the influencing factors of QoL. It is not clear whether free fat mass (FFM) or fat mass that contribute to the increase of QoL of ESRD patients.
Objectives. This study aims to identify the correlation of FFM percentage and quality of life of ESRD patients.
Method. This cross-sectional study was conducted in Hemodialysis Unit, Division of Kidney and Hypertension Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta from June-July 2018. 102 subjects were included in this study. Blood samples were collected for laboratory examination. FFM percentage was measured using bioimpedance analysis (BIA). Meanwhile, QoL was evaluated using KDQOL SF-36 version 1.3. Statistical analysis was done using Pearson correlation test. Analysis of QoL based on fat percentage was done using Anova test.
Result. In this study, the overall KDQOL score was 47,86+6,56 with PCS 40,97+9,66, MCS 46,6 (22,05-59,95), and KDCS 55,98+9,02. FFM percentage was 74,21+1% with mean mass of 43,06+8,16 kg. Statistical analysis showed no correlation between FFM percentage and overall KDQOL score (r 0,032, p 0,750). However, there was a significant correlation between PCS and FFM (r 0,223, p 0,024). Muscle mass percentage also shows a positive correlation with KDCS (r 0.23, p 0.041) with age as confounding factor between this two variables.
Conclusion. There is a weak positive correlation between FFM in kg and physical quality of ESRD patients. There is also a weak positive correlation between muscle mass percentage and KDCS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"[Pendahuluan:
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kondisi hilangnya fungsi ginjal progresif dan ireversibel yang sangat mungkin mengancam jiwa pasien. Penyebab terbanyak PGK adalah diabetes mellitus (DM) dan hipertensi (HT) yang juga memiliki efek terhadap organ lain terutama jantung. Hal ini mengakibatkan disfungsi ginjal berat pada pasien seringkali ditemukan bersama dengan disfungsi jantung. Tata laksana nutrisi optimal diperlukan untuk mendapatkan hasil klinis yang baik.
Presentasi kasus:
Empat pasien perempuan, usia 49-67 tahun dengan riwayat DM dan HT, datang ke RS dengan keluhan sesak nafas, penurunan kesadaran, dan edema. Pasien didiagnosis dengan congestif heart failure (CHF), PGK (G5, G4, G4, dan G3), HT, DM tipe 2. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa pasien berisiko malnutrisi, anemia, hiperuricemia, dan dislipidemia. Selama perawatan, pasien mendapatkan nutrisi secara bertahap sampai mencapai kebutuhan energi total, protein 0,8 g/kg BB, minyak ikan 2 g/hari, multivitamin, dan kalsium, disertai pembatasan asupan garam. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa keempat pasien mengalami perbaikan klinis, namun tetap mengalami peningkatan kreatinin.
Kesimpulan:
Tata laksana nutrisi pasien PGK membutuhkan strategi pemberian nutrisi yang lebih komprehensif, tidak hanya dengan melakukan pembatasan asupan protein., Introduction:
Chronic kidney disease (CKD) is life threathening condition caused by lost of kidney function progressively and irreversibly. Diabetes Mellitus (DM) and hypertension (HT) are the most common etiology of CKD, which also have impact to other organs such as heart. It make clinical manifestation in CKD patients often found with heart dysfunction, named as cardiorenal syndrome. Optimal nutrition therapy is needed to achieve good clinical outcomes.
Case presentation:
Four female patients, ages 49-67 years old with history of DM and HT, came to hospital with chief complain dyspneu, decreased conciousness, and oedema anasarca. Patients had diagnose with CHF, PGK, anemia, DM, and HT. Data from anamnesis, physical, and laboratorium examination showed that all pasien have malnutrition risk, anemia, dyslipidemia, and hiperuricemia. During hospitalization, nutrition had given gradually to reach total energy needs, protein 0,8 g/kg BW, fish oil 2 g/day, multivitamin, calcium and salt restriction to recommended daily intake value. Monitoring result show that all patients have clinically improvement, but not creatinin level which act as marker of kidney damage.
Conclusion:
Nutrition management in CKD patients need comprehensif strategy, not only with restriction protein intake.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fanuva Endang Tri Setyaningsih
"Gagal ginjal kronis merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi di perkotaan. Pasien gagal ginjal kronis biasanya mengalami xerosis yang merupakan gangguan pada integritas kulit dan berpengaruh pada kualitas hidup. Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis praktik mengenai pemakaian minyak zaitun untuk mengatasi xerosis pada pasien gagal ginjal. Hasil dari pemakaian minyak zaitun sebagai emolien mendapatkan hasil yang baik dalam mengatasi xerosis. Rekomendasi dari penulisan ini adalah agar perawat menganjurkan pemakaian minyak zaitun sebagai emolien untuk mengatasi xerosis pada pasien gagal ginjal kronis.

Chronic kidney disease is one of urban health nursing problem. Chronic kidney disease patient’s usually has xerosis as one of manifestations in skin integrity that can influence quality of life. This article has purpose to analysis clinical practice about using olive oil to solve xerosis in chronic kidney disease patients. Applying olive oil as emollient is good treatment to solve xerosis. So, recommendation from this article is nurse supposed to suggest the chronic kidney disease patient using olive oil regularly for xerosis treatment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Mawarsari Sugianto
"Prevalensi penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) di masyarakat perkotaan mengalami peningkatan. Peningkatan kasus penyakit ini disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat seperti pola makan yang tidak sehat, dan merokok yang dapat memicu penyakit kronis seperti diabetes mellitus (DM) dan hipertensi. DM dan hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya GGK. Penatalaksanaan pasien GGK meliputi terapi konservatif, dialisis, dan transplantasi ginjal. Dialisis menjadi pilihan terbanyak sebagai penatalaksanaan pada gagal ginjal stadium akhir, untuk menyelamatkan hidup pasien. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang disarankan hemodialisis mengalami rasa cemas dan depresi, hal inilah yang seringkali memicu ketidakpatuhan terhadap kegiatan hemodialisis dan program pengobatan. Pemberian dukungan pada pasien GGK pre-dialisis dapat digunakan sebagai intervensi untuk meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Praktikan merekomendasikan pentingnya dibuat standar prosedur operasional dalam pemberian dukungan pre-hemodialisis.

The prevalence of Chronic Kidney Disease (CKD) in urban communities has been increasing. The increase of this disease is caused by an unhealthy lifestyle such as unhealthy diet, and smoking which can lead to chronic diseases such as diabetes mellitus (DM) and hypertension. DM and hypertension are major causes of CKD. Treatment CKD includes conservative therapy, dialysis, and kidney transplantation. Dialysis becomes the most considered as the management of the end stage renal failure, to save lifes. Research shows that the majority of hemodialysis patients are advised to experience anxiety and depression, it is this which often trigger non-compliance with hemodialysis and treatment program activities. Providing support can be used as an intervention to improve patient’s adherence to treatment regimens. It is recommended operating procedures should developed in providing of pre-hemodialysis support.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febiansyah Kartadinata Rachim
"Latar Belakang: Fistula arteriovenosa (FAV) sebagai akses hemodialisis terpilih saat ini semakin banyak digunakan, seiring dengan meningkatnya jumlah penderita Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA). Pada kondisi FAV terjadi perubahan hemodinamik karena adanya penurunan resistensi dari feeding artery ke draining vein, yang apabila menyebabkan kegagalan kompensasi, dapat terjadi gangguan perfusi. Salah satu indikator untuk menilai perfusi yang baik pada lengan adalah dengan menilai basal digital pressure (BDP).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara volume flow pada feeding artery dan draining vein FAV dengan BDP pada pasien PGTA.
Metode: Desain yang digunakan adalah desain potong lintang. Penelitian ini dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama periode Oktober hingga November 2019 pada pasien yang menjalani hemodialisis dengan menggunakan akses native fistula lengan atas atau lengan bawah dengan atau tanpa gejala iskemia pada tangan dan mengukur BDP menggunakan
photoplethysmography.
Hasil: Total sampel didapatkan sebanyak 62 sampel, dengan karakteristik 40 pria dan 22 wanita. Sebanyak 38 pasien berusia <65 tahun dan 24 pasien berusia ≥65 tahun. Sebanyak 45 dan 25 pasien menderita hipertensi dan diabetes melitus. Tidak didapatkan pasien dengan gejala nyeri, defisit neurologis, ataupun gangrene. Dari hasil analisis, tidak didapatkan adanya korelasi antara diameter dan volume flow anastomosis FAV dan feeding artery terhadap BDP, baik di radiosefalika maupun brakhiosefalika.
Simpulan: Tidak terdapat korelasi antara diameter dan volume flow anastomosis FAV dan feeding artery terhadap FAV, baik di radiosefalika maupun brakhiosefalika.

Background: Arteriovenous fistula (FAV) as the chosen hemodialysis access is currently being used for more, along with the increasing number of patients with End Stage Renal Disease (ESRD). In the FAV condition, there is a hemodynamic change due to a decrease in resistance from feeding artery to draining vein, which if it causes compensation failure, impaired perfusion can occur. One indicator to assess good perfusion in the arm is to assess basal digital pressure (BDP).
This study aims to determine the correlation between volume flow in feeding artery and draining vein FAV with BDP in PGTA patients.
Method: This study was a cross-sectional design. This research was conducted at Dr. RSUPN Cipto Mangunkusumo during the period from October to November 2019 in patients undergoing hemodialysis using native access to the upper or lower arm with or without symptoms of ischemia on the hands and measuring BDP using photoplethysmography.
Results: A total of 62 samples were obtained, with the characteristics of 40 men and 22 women. A total of 38 patients aged <65 years and 24 patients aged ≥65 years. 45 and 25 patients suffer from hypertension and diabetes mellitus. There were no patients with symptoms of pain, neurological deficits, or gangrene. From the analysis results, there was no correlation between the diameter and volume of FAV anastomosis flow and feeding artery to BDP, both in radiosefalica and brakhiosefalika.
Conclusion: There was no correlation between diameter and volume flow of FAV anastomosis and feeding artery to FAV, both in radiocephalica and brachiocephalica.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sukron
"Gagal Ginjal Kronis merupakan salah satu masalah perkotaan. Gaya hidup yang tidak sehat pada masyarakat perkotaan seperti konsumsi makanan dan minuman olahan, kurang aktivitas, merokok, penggunaan alkohol, dan obat-obatan meningkakan risiko masalah kesehatan seperti hipertensi dan diabetes melitus.
Kedua masalah kesehatan tersebut merupakan dua penyebab utama terjadinya Gagal Ginjal Kronis (GGK). Salah satu masalah yang terjadi pada pasien Gagal Ginjal adalah intoleransi aktifitas disebabkan kelelahan/fatigue baik fisik maupun spikologis.
Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada pasien GGK dan intervensi mengenai Progressive Muscle Relaxation dalam mengatasi kelelahan/Fatigue pada pasien Gagal Ginjal Kronis.
Rekomendasi penulisan ini ialah agar perawat dapat mengajarkan latihan Progressive Muscle Relaxation kepada pasien Gagal Ginjal Kronis yang mengalami intoleransi aktifitas karena kelelehan/ fatigue.

Chronic Kidney Disease is one of the urban health problem that related to unhealthy lifestyles such as instant packaged food consuming, less activity, smoking, alcohol consuming, and drugs consuming. Those unhealthy lifestyles increase health risk problems such as hypertension and diabetes mellitus.
Both diseases are the main causes of Chronic Kidney Disease (CKD). Activity intolerance which caused by physical and psychological fatigue is one of the problem in patient with Chronic Kidney Disease.
This study aimed to analyse the Urban Health Nursing in CKD patients and intervention of Progressive Muscle Relaxation to overcome fatigue in patient with CKD.
This study recommends nurses to teach Progressive Muscle Relaxation to patient with chronic kidney disease who experience activity intolerance which caused by fatigue.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Neli Suharti
"Pola hidup masyarakat perkotaan yang semakin komplek berdampak pada penurunan derajat kesehatan masyarakat. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku, keturunan dan pelayanan kesehatan. Salah satu dampaknya adalah meningkatnya penyakit hipertensi dan diabetes melitus yang merupakan penyebab utama terjadinya Gagal Ginjal Kronis (GGK). GGK terjadi penurunan fungsi ginjal dan penimbunan sisa metabolisme protein yang disebut toksin uremik. GGK salah satunya menyebabkan gangguan integritas kulit seperti kulit kering (xerosis) yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Peran perawat sangat diperlukan dalam upaya promotif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan preventif untuk menghindari suatu kejadian sebelum terjadi komplikasi lebih lanjut. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk melakukan analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien gagal ginjal kronik dengan intervensi pemberian coconut oil terhadap xerosis. Kegagalan ginjal dapat menyebabkan perubahan pada kelenjar keringat dan kelenjar minyak yang menyebabkan kulit menjadi kering. Kulit kering akan menyebabkan infeksi, apabila terluka akan membuat proses penyembuhannya lebih lambat dan menjadi penyebab gatal-gatal. Pemberian coconut oil dapat dijadikan suatu pilihan dalam mengatasi xerosis.

The complexity of urban people's lifestyle affects on decreasing health status of people. That condition is influenced by environment, behavior, genetic, and health service factor. One of the effects is high prevalence of hypertension and diabetes mellitus which can cause chronic kidney disease (CKD). CKD occurs is kidney function decrease and waste metabolism accumulation of protein named uremic toxin. CKD can cause impaired skin integrity such as dry skin (xerosis) that affects quality of life. The role of nurses is necessary in promotion to increase people health status and preventive to avoid further complication. This study aims to analyze clinical practice of urban health nursing by application of coconut oil in CKD patient with xerosis. Decreased kidney function causes change in sweat and oil glands that leads skin dryness. Skin dryness can cause itchy skin and infection when injured by affecting healing process. The application of coconut oil can be one option to overcome xerosis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>