Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117821 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gusrah Kharisma Partha Mandala
"Penelitian ini mencoba untuk mengukur besaran underground economy tingkat provinsi di indonesia dengan menggunakan pendekatan moneter. Pengukuran dilakukan dalam periode penelitian tahun 2007-2017, menggunakan regresi ordinary least square, untuk mengestimasi perubahan jumlah uang beredar akibat adanya aktivitas underground economy tingkat regional yang dipengaruhi oleh beban pajak regional. Estimasi dalam penelitian ini menghasilkan besaran underground economy berkisar antara 3.8%-11.6% dari pdrb dengan rata-rata 8% perprovinsi pertahun.

This study try to measure the size of the provincial-level underground economy in indonesia using a monetary approach. Measurements were made in the study period 2007-2017, using ordinary least square regression, to estimate the currency demand due to underground economy activities at the regional level that are affected by regional tax burdens. Estimates in this study resulted in the amount of underground economy ranging from 3.8%-11.6% of the grdp with an average of 8% per province per year."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T54621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuntarto Purnomo
"Pelaku underground economy lebih menyukai penggunaan uang kartal dalam transaksinya karena lebih sukar dilacak oleh aparat negara dibanding jenis uang yang lain. Jika aktivitas underground economy meningkat, maka permintaan terhadap uang kartal pun semakin meningkat. Penelitian ini mencoba mengukur besarnya underground economy di Indonesia melalui analisis sensitivitas permintaan uang kartal terhadap adanya beban pajak. Besarnya underground economy di Indonesia periode 2000 ? 2009 sekitar 5,03% - 5,04% dari PDB. Potensi pajak atas aktivitas ekonomi tersebut mencapai sekitar Rp 18,76 Triliun - Rp 18,77 Triliun setiap tahunnya.

Economics agents in the underground economy prefer cash payments in their transaction because it is not easy to be tracked by the state apparatus than other types of money. If the underground economy activity increases, the demand for money (currency) also increasing. This study attempts to measure the underground economy in Indonesia use the currency demand method. The size of the underground economy in Indonesia during the period 2000 - 2009 is around 5.03 - 5.04 as a percentage of GDP. Meanwhile, the tax potential on the activity is around Rp 18.76 trillion - to Rp 18.77 trillion annually."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T27931
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Oda Sekar Ayu Issusilaningtyas
"Ada keuntungan dan kerugian ambigu dari ekonomi bawah tanah dalam suatu negara ekonomi. Gagasan yang bisa diperdebatkan seputar apakah ekonomi bawah tanah dapat membantu negara ekonomi dalam kasus krisis. Banyak ekonom mungkin percaya bahwa itu bisa berubah menjadi pengukuran yang menyesatkan. Masalah meningkat ketika strategi fiskal dan moneter harus menjadi tindakan bersama untuk mengendalikan ekonomi bawah tanah, dalam kasus krisis keuangan global. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan analisis kebijakan publik untuk masalah ekonomi bawah tanah di Indonesia selama krisis keuangan global. Periode penelitian adalah 2004-2017 dan populasi dalam penelitian ini adalah Indonesia. Sampel diperoleh melalui metode purposive sampling. Regresi Least Square Biasa digunakan sebagai metode analisis data dalam penelitian ini. Ditemukan dari penelitian ini bahwa nilai rata-rata ekonomi di Indonesia dari 2004 hingga 2017 adalah 26 dari PDB dengan kerugian dari potensi pajak sekitar 2,8 dari PDB.

There are ambiguous advantages and disadvantages of underground economy within an economic state. The debatable notions surrounding whether or not underground economy might help an economic state in the case of crisis. Many economists also believe that it might destroy an economic performance of a country since it might turn into misleading measurements. The problems rise when fiscal and monetary strategies should take actions together in order to control underground economy in the case of global financial crisis. The objective of this research is to obtain public policy analysis for underground economy problem in Indonesia during global financial crisis. The research period is from 2004 2017 and population in this research is Indonesia. Sample is obtained through purposive sampling method. Ordinary Least Square regressions are used as the data analysis method in this research. It is found from this research that the average value of underground economy in Indonesia from 2004 to 2017 is 26 of GDP with the loss from tax potential around 2,8 of GDP."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T50937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berry Dwi Satya
"Underground economy dapat mendistorsi perekonomi karena membatasi efektivitas kebijakan, dan menyebabkan meningkatnya erosi basis pajak yang kemudian dapat menciptakan sistem pajak yang tidak efisien. Keberadaan underground economy sendiri juga dapat menjadi salah satu penyebab ketimpangan. Studi ini menganalisis hubungan antara underground economy dan ketimpangan pendapatan di Indonesia menggunakan model ECM. Berdasarkan data dari tahun 1980-2020, penelitian kami menunjukkan tren penurunan ukuran underground economy, dari 59,6% pada tahun 1980 menjadi 20,1% pada tahun 2020, namun dengan ukuran rata-rata underground economy, sebesar 31,59%, masih tinggi dibandingkan dengan negara lain. Studi kami juga menunjukkan bagaimana ekonomi bawah tanah mempengaruhi ketimpangan, dimana peningkatan ukuran 1% underground economy menyebabkan peningkatan indeks ketimpangan (koefisien gini) 0,13 persen. Selain itu juga menunjukkan sinyal bahwa efek jangka panjang dari underground economy terhadap ketimpangan lebih tinggi. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah yang bertujuan mengatasi ketimpangan sebaiknya juga perlu mengatasi hal yang mendasari dan mendorong underground economy.

The underground economy can distort the economy as it limits policies effectiveness, and it implies of an increasing tax base erosion which further creates an inefficient tax system. The existence of an underground economy may also be one of the causes of prevalent inequality. This study analyzes the relationship between the underground economy and income inequality in Indonesia using the ECM model. Based on data from 1980-2020, our study shows the trend of a decrease in UE, from 59,6% in 1980 to 20,1% in 2020, yet the average size of underground economy, which is 31.59%, is still high in comparison to other countries. Our study also shows how underground economy affects inequality, an increase of 1% in the size of underground economy leads to an increase of 0.13 percent in the Gini Coefficient. There is also a signal that the long-run effect of underground economy to inequality is higher. Therefore, policies aiming to tackle inequality may also need to address the basic and driving forces of underground economy."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Srikandi Manita
"ABSTRAK
Upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan realisasi penerimaan pajak dengan kebijakan Tax Amnesty pada tahun 2016-2017 bertujuan untuk meningkatkan realisasi pajak yang dilakukan untuk mendapatkan potensi pajak yang belum diterima oleh otoritas pajak. Salah satu indikator meningkatnya potensi pajak tersebut adalah adanya peningkatan besaran underground economy. Untuk itulah penting dilakukan estimasi besaran underground economy yang dapat mendukung analisa peningkatan basis pajak serta alat pengawasan bagi pemerintah untuk menjaga akurasi data ekonomi makro seperti PDB, pengangguran dan penentuan target penerimaan pajak serta arah kebijakan pemerintah. Penelitian ini membandingkan underground economy di Indonesia dan Rusia mengingat kedua negara ini termasuk dalam anggota G-20 serta kedua negara tersebut memiliki persamaan sebagai negara transisi. Indonesia mengalami transisi dari sistem pemerintahan sentralisasi menjadi desentralisasi setelah krisis ekonomi 1998 sedangkan Rusia mengalami transisi dari perekonomian berencana terpusat menjadi perekonomian pasar mulai bulan Oktober 1991. Metode estimasi pada penelitian ini menggunakan Ordinary Least Square dengan pendekatan currency demand didapat dari selisih permintaan uang antara perekonomian dengan underground economy dengan perekonomian tanpa underground economy pada tahun 2004 hingga 2015. Hasil estimasi besaran underground economy per GDP di Indonesia dari tahun 2004 hingga 2015 berkisar antara 25.76 hingga 32.53 dengan rata-rata sebesar 28.65 . Sedangkan Rusia berkisar antara 12.74 hingga 26.19 dengan rata-rata sebesar 18.79 . Namun rata-rata pertumbuhan besaran underground economy di Indonesia lebih kecil. Rusia unggul pada rata-rata pertumbuhan pajak riil sebesar 12.56 serta rata-rata presentase pajak riil terhadap total pajak yang termasuk potensi pajak dari aktivitas underground economy sebesar 84.26.

ABSTRACT
The Indonesian government 39 s efforts to increase tax revenue realization with Tax Amnesty policy in 2016 2017 are aimed at increasing tax realization to obtain potential taxes that have not been received by the tax authorities. One indicator of the increased potential taxes is an increase in the magnitude of the underground economy. For that reason, it is important to estimate the amount of underground economy that can support the analysis of tax base increase and supervision tool for the government to maintain the accuracy of macroeconomic data such as GDP, unemployment and the determination of tax revenue target and the direction of government policy. This study compares the underground economy in Indonesia and Russia as both countries are included in the G 20 members and both countries have similarities as a transitional country. Indonesia experienced a transition from the centralized system of government to decentralization after the 1998 economic crisis while Russia experienced a transition from a centralized planned economy to a market economy starting in October 1991. Estimation method in this study using Ordinary Least Square with currency demand approach obtained from the difference between the money demand from the economy with the underground economy and the economy without underground economy in 2004 to 2015. The estimated value of the underground economy per GDP in Indonesia from 2004 to 2015 ranged from 25.76 to 32.53 with an average of 28.65 . While Russia ranges from 12.74 to 26.19 with an average of 18.79 . However, the average growth rate of underground economy in Indonesia is smaller. Russia excels at an average real growth rate of 12.56 and the average percentage of real tax on total taxes including the potential tax of underground economy of 84.26 . "
2018
T50238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisniati Arifah
"Underground economy adalah fakta yang terjadi di seluruh negara di dunia, dan telah menjadi perhatian bagi para peneliti untuk mempelajarinya. Beberapa penelitian terdahulu oleh Wibowo, Sharma (2001), Schneider (2005) dan Panjaitan (2007) telah mengestimasi underground economy di Indonesia dalam kurun waktu penelitian yang berbeda-beda dan menghasilkan estimasi underground economy yang bervariasi.
Penelitian ini berfokus pada estimasi underground economy di Indonesia dan mengukur besarnya tax evasion selama kurun waktu penelitian tahun 1976-2007 dengan menggunakan Currency Demand Method. Hasil dari penelitian ini bahwa estimasi underground economy di Indonesia selama kurun waktu penelitian 1976-2007 rata-rata adalah sebesar 2,85% terhadap GDP dengan estimasi tahun 2007 adalah sebesar 7,24% dari GDP atau sebesar 286 triliun rupiah. Besarnya tas evasion selama masa penelitian adalah sebesar rata-rata 3,19% terhadap total penerimaan pajak dengan estimasi tahun 2007 adalah sebesar 8,65% dari total penerimaan pajak atau sebesar 42,475 triliun rupiah.
Hasil penelitian ini juga mengkonfirmasi hasil penelitian sebelumnya, bahwa ketika terjadi shock pada perekonomian, besaran underground economy akan meningkat tajam sebelum akhirnya menurun kembali setelah kondisi perekonomian membaik, yang untuk kasus Indonesia terjadi ketika krisis ekonomi tahun 1998. Hal menarik lainnya yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa terjadi tren peningkatan yang cukup signifikan pada tas evasion setelah tahun 2000, yaitu setelah dilakukannya reformasi perpajakan.

Underground economy is a fact of life that happened in every country in the world. It had become a major issue for the scientists to studying it. Several previous studies, by Wibowo, Sharma (2001), Schneider (2005) and Panjaitan (2007) had tried to estimated the underground economy di Indonesia in different period of time and had resulted a various size and amount of underground economy in Indonesia.
This study focuses in estimating underground economy di Indonesia and measuring tax evasion over the time period 1976-2007 by using Currency Demand Method. The results demonstrated that the underground economy di Indonesia for the selected time period is averaging 2,85% of the reported GDP with the estimation for 2007 is 7,24% of the reported GDP or 286 billions rupiah. Tax evasion for the selected time period is averaging 3,19% of the total tax revenue with the estimation for 2007 is 8,65% from the total tax revenue or 42,475 billions rupiah.
The results of this study also confirms the previous study, that the size of underground economy will raise enermously during an economic shocks, before retum to normal when the economic conditions is recovered. It happened in Indonesia during Asian crisis in 1998. Another interesting finding is that a significant increasing trend is happened in tax evasion in Indonesia after the year of 2000, which is happened after the major tax reforms.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26291
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Dharmawan
"[Kegiatan ekonomi bawah tanah adalah masalah umum di setiap negara terlepas dari tingkat perkembangan ekonomi dari suatu negara, termasuk Indonesia. Kegiatan ini tidak dihitung dalam perhitungan PDB. Dengan demikian, hasil perhitungan PDB tersebut akan membuat bias kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi ekonomi bawah tanah di Indonesia, karakteristiknya dan faktor penyebabnya. Penelitian ini juga akan
menguji hubungan antara ekonomi bawah tanah dan pertumbuhan ekonomi Indonesia serta pendapatan pemerintah dari sektor pajak. Hasil analisis menunjukkan bahwa ukuran ekonomi bawah tanah di Indonesia untuk periode 1999–2007 masih relatif tinggi yaitu sekitar 18% - 21% dari PDB. Akibatnya, kondisi ini akan memberikan dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan juga mengurangi pendapatan pemerintah, terutama dari sektor perpajakan, hal ini akan membatasi kemampuan pemerintah dalam penyediaan barang publik kepada
masyarakat. Ada beberapa cara yang dapat ditempuh oleh pemerintah dalam mengurangi ekonomi bawah tanah, tetapi pemberantasn tingkat korupsi dan peningkatan kualitas pemerintah dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat adalah langkah utama yang perlu diambil oleh pemerintah Indonesia;Underground economic activities are a common problem in every country regardless of the level of economic development, including Indonesia. These activities are not counted in GDP measurement; thus, they will skew government
policy decisions. The aim of this study is to examine the current condition of the underground economy in Indonesia, its characteristics, and the causes of its increasing growth. This study will also examine the relationship among the underground economy, Indonesian economic growth, and government tax revenue. The findings show that the size of the underground economy between 1999 and
2007 is relatively high at approximately 18% to 21% of GDP. Consequently, the underground economy has a negative impact on economic growth and also reduce government revenue, primarily tax revenue, thereby limiting the government’s ability to provide goods and services. Although, there are several ways to reduce the underground economy, reducing the level of corruption and improving governance in order to increase social trust is the most important action that can to
be taken by the Indonesian government.;Underground economic activities are a common problem in every country
regardless of the level of economic development, including Indonesia. These
activities are not counted in GDP measurement; thus, they will skew government
policy decisions. The aim of this study is to examine the current condition of the
underground economy in Indonesia, its characteristics, and the causes of its
increasing growth. This study will also examine the relationship among the
underground economy, Indonesian economic growth, and government tax revenue.
The findings show that the size of the underground economy between 1999 and
2007 is relatively high at approximately 18% to 21% of GDP. Consequently, the
underground economy has a negative impact on economic growth and also reduce
government revenue, primarily tax revenue, thereby limiting the government’s
ability to provide goods and services. Although, there are several ways to reduce
the underground economy, reducing the level of corruption and improving
governance in order to increase social trust is the most important action that can to
be taken by the Indonesian government, Underground economic activities are a common problem in every country
regardless of the level of economic development, including Indonesia. These
activities are not counted in GDP measurement; thus, they will skew government
policy decisions. The aim of this study is to examine the current condition of the
underground economy in Indonesia, its characteristics, and the causes of its
increasing growth. This study will also examine the relationship among the
underground economy, Indonesian economic growth, and government tax revenue.
The findings show that the size of the underground economy between 1999 and
2007 is relatively high at approximately 18% to 21% of GDP. Consequently, the
underground economy has a negative impact on economic growth and also reduce
government revenue, primarily tax revenue, thereby limiting the government’s
ability to provide goods and services. Although, there are several ways to reduce
the underground economy, reducing the level of corruption and improving
governance in order to increase social trust is the most important action that can to
be taken by the Indonesian government]"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T44649
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Hernikawati
"Pemeringkatan e-Government Indonesia (PeGI) menggunakan 5 dimensi sebagai faktor penilaian yaitu dimensi kebijakan, kelembagaan, infrastruktur, aplikasi, dan perencanaan. Kondisi implementasi e-government belum menunjukkan keberhasilan disemua daerah, hal ini bisa dilihat dari 26 provinsi yang mengikuti PeGI hanya 7 provinsi yang mendapat peringkat baik pada tahun 2011. Penelitian ini bertujuan untuk untuk menguji validitas indikator-indikator dari dimensi kebijakan, kelembagaan, infrastruktur, aplikasi, dan perencanaan, kemudian mengelompokkan provinsi berdasarkan kesamaan karakteristik yang dimiliki serta menentukan variabel yang mempengaruhi pembentukan kelompok tersebut. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuntitatif dengan teknik analisis faktor, analisis klaster, dan analisis diskriminan.
Hasil penelitian ini adalah indikator-indikator dimensi kebijakan, kelembagaan, infrastruktur, dan perencanaan semuanya valid dan bisa digunakan untuk penilaian implementasi e-government tingkat provinsi. Dimensi aplikasi tidak semuanya valid, indikator untuk aplikasi yang tidak valid adalah aplikasi manajemen keuangan. Berdasarkan hasil analisis klaster dengan K-Mean untuk 3 klaster yang terbentuk yaitu klaster 1(A) terdiri dari 5 provinsi, klaster 2 (B) terdiri dari 9 provinsi, dan klaster 3 (C) terdiri dari 10 provinsi. Pada analisis diskriminan menunjukkan bahwa karakteristik untuk provinsi pada kelompok A, kelompok B, dan kelompok C berbeda. Variabel infrastruktur, aplikasi, dan perencanaan merupakan variabel yang paling membedakan kelompok-kelompok tersebut.

PeGI has 5 dimensions (dimensions of policies, institutions, infrastructure, applications, and planning) to evaluate. Although the implementation of PeGI is almost 6 years, but the implementation condition of of e-government has not shown success in all areas, it can be seen for 2011, from 26 provinces who follow PeGI only 7 provinces that gets good ratings. The purpose of this research to test the validity of the indicators of the 5 dimensions and classifying provinces possessed similar characteristics and to determine the variables that influence the formation of the group. This research use quantitative approach method. Data analysis was performed using factor analysis, cluster analysis, and discriminant analysis.
The results of this study are indicators of policy dimensions, institutional, infrastructure, and planning are all valid and can be used for the assessment of the implementation of e-government at the provincial level. For The applications, financial management applications indicator is not valid. Based on the analysis of the K-Means cluster to third cluster formed by the cluster 1 (A) consists of 5 provinces, cluster 2 (B) consists of 9 provinces, and cluster 3 (C) consists of 10 provinces. In the discriminant analysis showed that the characteristics or conditions for the provinces in group A, group B and group C are different. Infrastructure, application, and planning dimension are that most distinguishes these groups.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2013
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Nurul Maliki
"Sebenarnya musik telah menjadi bagian dari hidup manusia selama berabad-abad lamanya. Musik lahir dari kecintaan manusia pada kehidupan dan dilandasi oleh ingatan manusia akan pengalaman-pengalaman hidupnya (Campbell, 1997: 142). Jika ditelaah kapan musik itu mulai tumbuh, mungkin jawabannya adalah ketika manusia terlahir di Bumi. Sebagai titik tolak, untuk pertama kali musik Progressive itu lahir dari ketidakpuasan, atau ingin mencari suatu bentuk baru yang di luar kebiasaan atau minat orang kebanyakan. Terjadinya akuiturasi dan asimilasi yang begitu kuat menyerang pada individu dan masyarakat, maka tercetuslah musik Progressive. Perkembangan musik aliran ini memang berasal dari Barat (Eropa). Berawal dari eksperimentasi musisi rock saat itu, diinspirasi oleh The Beatles dan The Beach Boys, band musik rock asal inggris, di mana mulai menggabungkan musik tradisional, musik kiasik, dan jazz ke dalam komposisi mereka, hal ini dikenal sebagai aliran musik rock Progressive (Progressive Rock).
Timbulnya musik-musik underground ini, khususnya yang beraliran Progressive merupakan suatu bentuk apresiasi seni musik yang jauh dari unsur kapitalisme. Hal ini terjadi karena saat ini seni tidak lagi dihargai menjadi sebuah nilai kesenian. Seni diukur hanya lewat uang belaka. Ringkasnya seni musik khususnya telah menjadi industri. Padahal suatu karya seni apapun jenisnya merupakan hasil suatu pemikiran yang otentik dan orisinil terhadap realita sosial yang tertuang melalui media baik lukisan, lagu, puisi dan sebagainya. Namun saat ini, hal itu mulai bergeser jauh, dimana orang hanya meniiai seni dengan 'uang semata' dan seperti pemyataan Walter Benjamin: 'Seni akan kehilangan auranya.' (dalam Connerton, 1980: 281).
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah wujud komunitas musik underground progressive melalui rekaman independent-nya merupakan wadah penolakan terhadap kapitalisme yang mengarah pada fetisisme (dari konsep Adomo dan Thornton), di mana dalam masyarakat modem saat ini tercipta masyarakat yang pasif dan terdoktrin pada keinginan ?pasar? sehingga membentuk suatu kesadaran palsu atas rasionalitas masyarakat. Paradigma kritis dipakai sebagai landasan penelitian dengan mengaplikasikan metode etnografi. Pengetahuan dan realitas dalam kerangka pemikiran kritis bersifat emansipatoris dan menggali fenomena yang mendalam. Proses pemahamannya tidak dapat mengabaikan faktor historis dan kultural. Oleh sebab itu, etnografi dipilih sebagai metode untuk menggali data alamiah dengan Iebih dalam, berkaitan dengan kebutuhan informasi historis dan kuttural. Aplikasi metode penggalian data menggunakan tehnik observasi langsung, observasi terlibat, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa Semua elemen yang terkandung dalam seluruh sistem produksi karya seni berada dalam lingkupan sosial-historis. Karya seni lahir dari sejarah seni dan sejarah masyarakat yang masing-masing punya sejarah sosial sendiri yang melibatkan relasi-relasi antar kelompok, kekuasaan institusi, konvensi-konvensi yang berlaku, serta perubahan setera masyarakat. Dengan demikian terbangun dua konsep pembentukan pasar dalam hal ini. Mereka adalah musik pada jalur mainstream dan musik pada jalur underground. Masing-masing memiliki misi yang berujung pada kapitalisme yang idealis. Konsep pertama menganggap bahwa sesuatu yang popular dapat menjadi sumber keuntungan karena mewakili homogenitas selera masyarakat dan selera masyarakat tersebut akan terbentuk dengan intensitas strategi penjuatan yang tinggi. Di lain pihak pada konsep yang kedua menganggap bahwa setera masyarakat seharusnya terbentuk atas dasar latar belakang individu atau kelompok secara natural tanpa intervensi kekuatan sebuah institusi sehingga karya yang tercipta akan semakin beragam, karena hakikat manusia yang unik dengan beragam pengalaman hidup yang berlainan merupakan anugerah yang tidak dapat dipungkiri. Kesadaran akan hat ini membentuk aliran musik yang segmental dalam sebuah komunitas yang berpegang pada rasionalitas akan kehendak bebas manusia dalam berkarya dengan mengesampingkan unsur komoditas dan pemasungan hak berkarya yang autentik.
Makna teoritis hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua subkultur mengarah pada sesuatu yang menyimpang, namun memang tidak dapat dielakkan bahwa suatu komunitas ada karena adanya ketidakpuasan terhadap budaya dominan masyarakat. Melalui identitasnya yang menjunjung tinggi nilai kehendak bebas atas karya cipta dengan orisinalitas dan autentisitasnya menunjukkan bahwa dengan jelas mereka menentang adanya intervensi yang bertujuan komersial yang dimanipulasi. Dalam misinya komunitas ini lebih menunjukkan perlawanan dengan budaya dalam praktek kompromistis. Hal ini dilakukan karena komunitas ini sangat menjunjung kehendak bebas dan rasionalitas manusia. Sehingga perbedaan didasarinya dapat terjadi. Namun penolakannya terhadap kebijakan mainstream yang cenderung kolonialis tetap merupakan usaha yang harus dilakukan lewat rasionalisasi identitas komunitas melalui kesadaran masyarakat dalam rekaman karya-karyanya.

Apparently music has been a part of human life for centuries. Music is born from human love for life and is inspired by human thoughts of experiences (Campbell, 1997: 142). If we analyzed when music starts to develop, the answer might be when human starts to exist. As the background, progressive music is born from dissatisfaction or desire to find something that out of mainstream interest. The development of this music genre originated from the West (Europe). Born from Rock Musicians' experimentation, inspired by The Beatles and The Beach Boys, English Rock Bands; they start elaborating traditional music, classical music, and jazz to their composition. This thing is to be known as progressive rock music genre.
The existence of underground music, especially the one that have progressive genre is a form of musical art appreciation which far from capitalism factor. It is happened because nowadays art is no longer appreciated for its value but art is measured by mere money. For short, musical art has transformed into an industry. Instead of appreciation in art as a form of authentic and original thought, which is addressed to criticize the social realism such as paintings, songs, and poems; nowadays, art is appreciated as commodity.
The aim of the study is to investigate whether the underground progressive community with its independent recordings is a medium of rejection for capitalism, which swayed toward fetishism (Adomo and Thornton). Thus this modem society becomes passive and doctrines by the market, which has big influence to the false consciousness of the society; to elaborate the con-elation between these symptoms to its background. Therefore, critical paradigm and ethnographical method is applied to this study.
The findings show that all of the elements contained in the art production system are related to its social-historical background. Art is produced with in the society by its elements, such as histories, institutions, conventions, and also the governance. Therefore, it elicits two concepts of art. They are mainstream music (popular music) and underground music (progressive music), which are aimed to their idealistic capitalism. The first concept is to think that something popular can be the profit source because it represents the homogeneity of taste and that taste will be formed with high intensity marketing strategy. On the other side, in the second concept thinks that the society's taste should be formed based on the background of individual or groups in a natural way without any interventions so that, the resulting composition will have more varieties. The consciousness of this mater forms segmental music genre in a community, which deeply rooted in rationality of human freewill in making arts by disbanding co modification factors and inhibiting of authentic art creating rights.
The theoretical meaning of this study shows that not all subcultures geared toward deviation, but it is an undeniable fact that a community exists because dissatisfaction of society's dominate culture. Through their identity that upheld freewill value of arts with originality and authenticity shows clearly that they oppose any manipulated commercial interventions. In their mission, this community shows their opposition to compromised practice. These acts are done because the community upheld the freewill value and human rationality. Therefore, the rationalization of subculture identity has to be through their underground recordings."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22446
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Hardyman Zalukhu
"Pengukuran Efisiensi merupakan hal yang penting sebagai evaluasi kinerja faktor input dalam menghasilkan output yang ada. Pengukuran ini penting dilakukan terutama oleh unit yang bergerak dalam pelayanan publik. Kantor Pajak sebagai bagian pelayanan publik dalam hal administrasi perpajakan dituntut untuk dapat bekerja maksimal menggunakan faktor input yang ada. Penelitian ini mengukur nilai efisiensi kantor pajak tingkat provinsi di Indonesia dalam pengumpulan penerimaan pajak dalam periode 2016-2020 dengan metode Stochastic Frontier Analysis. Penelitian ini menemukan bahwa efisiensi teknis KPP antar Provinsi memiliki nilai yang beragam dan terdapat pengaruh faktor internal seperti kebijakan manajemen dan faktor eksternal ikut mempengaruhi efisiensi Kantor Pajak tingkat Provinsi di Indonesia

Efficiency measurement is important as an evaluation of the performance of input factors in producing existing outputs. This measurement is important especially for units engaged in public services. The Tax Office as part of the public service in terms of tax administration is required to be able to work optimally using existing input factors. This study measures the efficiency of the Provicial Tax Office in Indonesia in collecting tax revenues in the 2016-2020 period using the Stochastic Frontier Analysis method. This study found that the technical efficiency of KPP between Provinces has various values and there are influences from internal factors such as management policies and external factors that influence the efficiency of the Indonesia’s Tax Offices at Provincial level

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>