Ditemukan 85100 dokumen yang sesuai dengan query
Istidana Harjanti Ismed
"Dengan memanfaatkan teknologi perangkat lunak sebagai enabler, PT BZCI (BZCI) mengembangkan sebuah situs jual beli daring (online marketplace) berkonsep business to business (B2B) sebagai produk dari model bisnisnya. Dalam proses pengembangan produknya, BZCI memilih menerapkan metode Scrum. Namun, dalam mengimplementasi Scrum ternyata tidak semudah mempelajari teorinya, banyak masalah yang terjadi di BZCI dalam menjalankan praktik Scrum seperti keterlambatan waktu rilis dari setiap Sprint, individu dalam tim yang merasa praktik Scrum tidak begitu penting dilaksanakan sepenuhnya karena dirasa banyak menyita waktu. Maka agar dapat mengatasi berbagai kendala terkait implementasi Scrum di BZCI, dilakukan pengukuran tingkat kematangan implementasi Scrum di BZCI menggunakan Scrum Maturity Model (SMM). Peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner dan pengamatan lapangan menggunakan SMM pada tingkat 2 dan 3 yang praktiknya telah disesuaikan dengan Scrum Guide tahun 2017 dan Scrum Body of Knowledge (SBoK) v.3. Kemudian pengolahan data menggunakan perhitungan KPA Rating pada Agile Maturity Model.
Hasil pengolahan data menunjukan bahwa BZCI memperoleh nilai kematangan tingkat 1 (Initial) yang mana pada tingkat ini proyek dalam organisasi seringkali menghadapi keterlambatan dan perubahan requirements yang sulit dikendalikan, sehingga dibuat rekomendasi perbaikan implementasi Scrum pada tingkat 2 (Managed) dan 3 (Defined). Terdapat total 26 praktik pada tingkat 2 (Managed) dan 3 (Defined) yang bernilai rendah dan tidak sesuai dengan panduan Scrum sebagai praktik yang perlu diperbaiki. Kemudian peneliti memetakan praktik yang perlu diperbaiki tersebut dengan teori dari Scrum Guide tahun 2017, SBoK v.3 dan pendapat praktisi Scrum sehingga menghasilkan dokumen rekomendasi perbaikan implementasi Scrum sesuai dengan kondisi organisasi di BZCI. Dokumen ini kemudian dapat diimplementasi untuk memperbaiki jalannya praktik Scrum di BZCI."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Nala Freedrikson Arifin
"PT. Telekomunikasi Selular merupakan salah satu penyedia jasa layanan jaringan Internet dengan jangkauan paling luas, yang menjangkau hingga daerah terpencil, pulau terluar hingga perbatasan wilayah negara. Tahun 2019 PT Telekomunikasi Selular meluncurkan produk by.U, yang ditujukan untuk segmen anak muda yang bebas. Produk by.U sendiri memiliki slogan “SemuanyaSemaunya”, yang menggambarkan paket kepada pelanggan tanpa di-bundle seperti produk telekomunikasi lainnya. Dalam pengembangan produknya, tim by.U menggunakan Scrum sebagai pedoman. Hal ini dikarenakan sifat Scrum yang cepat dalam merespon perubahan. Namun dalam pelaksanaannya terjadi beberapa masalah, sehingga tujuan awal digunakannya Scrum tidak dapat tercapai. Proses identifikasi masalah menunjukkan bahwa salah satu akar permasalahan yang terjadi adalah penambahan Sprint Backlog di tengah Sprint. Selain itu terjadi perubahan konten Sprint Backlog di tengah sprint yang menyebabkan beban kerja tim development bertambah. Hal ini membuat estimasi beban kerja di awal sprint tidak tercapai, serta menimbulkan beban kerja tambahan untuk Sprint berikutnya. Oleh karena itu, penelitian ini melakukan pengukuran kematangan proses Scrum dengan menggunakan Scrum Maturity Model, yang telah diperbarui berdasarkan Scrum Guide 2017 dan SBOK v3. Hasil penilaian menunjukkan tim produk by.U memperoleh tingkat kematangan satu (Initial). Setelah itu disusun rekomendasi perbaikan seluruh praktik yang belum mencapai peringkat Fully Achieved, serta dikelompokkan berdasarkan komponen Scrum, yaitu Scrum Roles, Scrum Artifacts, dan Scrum Events. Kemudian praktik tersebut dipetakan ke Scrum Guide 2017, SBOK v3, dan pengalaman pakar Scrum. Dengan demikian diperoleh dokumen rekomendasi perbaikan implementasi Scrum, sesuai dengan kondisi tim produk by.U. Dokumen tersebut dapat menjadi dasar untuk melakukan perbaikan praktik Scrum pada tim produk by.U.
PT. Telekomunikasi Selular is one of the Internet network service providers with the broadest range that reaches to remote areas, outer islands to the borders of the country. In 2019, PT. Telekomunikasi Selular launches by.U products aimed at the free youth segment. The by.U product itself has the slogan "Everything at Will", which describes the package given to the customer without being bundled like other telecommunications products. In developing their products, the by.U team used Scrum as a guide. It is due to the nature of Scrum, which is fast in responding to changes. However, several problems occurred in the implementation. As a result, the initial purpose of using Scrum cannot be achieved. The problem identification process shows that one of the root causes is the addition to the Sprint Backlog or changes in the Sprint Backlog content in the middle of the sprint. As a result, it increases the development team's workload. It makes the estimated workload at the beginning of a sprint missed. Consequently, it raises the workload for the next sprint. Therefore, this study measures the maturity of the Scrum process using the updated Scrum Maturity Model based on the 2017 Scrum Guide and SBOK v3. The assessment results show that by.U product team gets a maturity level of one (Initial). Recommendations for improvement are made for all practices, which are not in the Fully Achieved level, are grouped based on Scrum components. These are Scrum Roles, Scrum Artifacts, and Scrum Events. The practice is mapped to the 2017 Scrum Guide, SBOK v3, and the experience of Scrum experts. Therefore, the recommendations for improvement of the Scrum implementation following the conditions of the by.U product team. This document is the basis for improving Scrum practices on the by.U product team."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Farah Nabilah Muhammad
"Perusahaan XYZ merupakan perusahaan tech-based yang berfokus pada pembangunan solusi digital. Dengan adanya kebutuhan akan produk digital Human Resource (HR) dan pengalaman serta resources yang dimiliki, perusahaan membangun aplikasi PX. PX melakukan otomatisasi proses HR yang mencakup dari awal seseorang berstatus kandidat hingga karyawan yang ingin mengundurkan diri dari perusahaan. Pada pengembangan PX, digunakan Scrum sebagai framework dalam mengembangkan perangkat lunak. Implementasi Scrum pada pengembangan PX ternyata terdapat kendala yang menyebabkan target Sprint Backlog tidak tercapai sehingga menghambat penyelesaian employee journey PX. Pada identifikasi masalah menunjukkan bahwa salah satu akar permasalahnnya adalah praktik Scrum belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu, penelitian ini melakukan pengukuran kematangan Scrum pada pengembangan produk PX dengan menggunakan Scrum Maturity Model yang acuannya telah diperbarui dari Scrum Guide 2010 menjadi Scrum Guide 2020. Peneliti menggunakan wawancara, studi dokumen, observasi, dan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Penelitian menggunakan data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif diolah untuk menghasilkan tingkat kematangan Scrum dan data kualitatif digunakan sebagai data pendukung dalam memperkuat data kuantitatif. Hasil penelitian didapatkan bahwa Tim PX memperoleh tingkat kematangan satu (Initial). Setelah didapatkan hasil pengukuran, peneliti memberikan sasaran perbaikan untuk praktik wajib yang belum mendapatkan interpretasi Fully Achieved yaitu 15 praktik pada tingkat dua (Managed) dan 16 praktik pada tingkat tiga (Defined). Rekomendasi perbaikan disusun berdasarkan Scrum Guide 2020, SBoK v3, dan pendapat pakar Scrum eksternal. Hasil penelitian ini berupa dokumen rekomendasi perbaikan praktik yang telah divalidasi oleh praktisi Scrum di PX yaitu Product Owner. Dokumen ini dapat menjadi dasar perbaikan praktik Scrum pada Tim PX.
XYZ Company is a tech-based company that focuses on building digital solutions. With the need for Human Resource (HR) digital products and the experience and resources they have, the company builds the PX application. PX automates HR processes, from candidates to employees who want to leave the company. In PX development, Scrum is used as a framework for developing software. The implementation of Scrum in PX development turned out to have obstacles that caused the Sprint Backlog target not to be achieved, thus hampering the completion of the PX employee journey. The problem identification shows that one of the root problems is that Scrum practices have not been implemented well. Therefore, this study measures Scrum maturity in PX product development using the Scrum Maturity Model, whose reference has been updated from Scrum Guide 2010 to Scrum Guide 2020. Researcher used interviews, document studies, observations, and questionnaires as research instruments. The study used qualitative and quantitative data. Quantitative data is processed to produce Scrum maturity level and qualitative data is used as supporting data in strengthening quantitative data. The results showed that the PX Team obtained a maturity level one (Initial). After obtaining the measurement results, the researcher provides improvement targets for required practices that have not received a Fully Achieved interpretation, namely 15 practices at level two (Managed) and 16 practices at level three (Defined). Recommendations for improvement are based on the Scrum Guide 2020, SBoK v3, and the opinions of external Scrum experts. The results of this study are in the form of a practice improvement recommendation document that Scrum practitioners have validated at PX, namely the Product Owner. This document can be the basis for improving Scrum practices for the PX Team."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Hamdi Ahmadi Muzakkiy
"PT XYZ sebagai perusahaan internet inovatif yang fokus pada pengembangan solusi perdagangan online, juga memiliki divisi Manajemen Risiko. Divisi ini bertanggung jawab untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengelola risiko yang mungkin berdampak pada operasional perusahaan. Dalam konteks pengembangan perangkat lunak menggunakan metode Scrum, ketidaksesuaian antara Tujuan Sprint dan Objective Key Results (OKRs) telah menunjukkan tantangan yang perlu ditangani. Penelitian Mixed Method ini dilakukan untuk mengevaluasi tingkat kematangan proses pengembangan perangkat lunak di PT XYZ, dengan fokus khusus pada Divisi Bisnis Risk Management. Penelitian ini merekomendasikan proses implementasi melalui pendekatan yang menggabungkan Scrum Maturity Model (SMM) dan Agile Maturity Model (AMM). Informasi dikumpulkan melalui wawancara, survei terhadap 4 tim dengan total 29 responden, dan pemantauan intensif atas metode, dokumen, dan alat yang digunakan dalam proses pengembangan perangkat lunak. Untuk memahami dan menafsirkan temuan ini, penilaian Key Process Area (KPA) dari Agile Maturity Model digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kematangan proses implementasi Scrum pada Divisi Bisnis Risk Management di PT XYZ berada pada level 1 dengan total 60% terpenuhi dari total 79 practice. Untuk meningkatkan tingkat kematangan ini, PT XYZ disarankan untuk menerapkan 31 praktik yang disarankan di berbagai tingkat kematangan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi yang berguna untuk mengevaluasi tingkat kematangan dan memberikan rekomendasi praktis bagi Divisi Bisnis Risk Management di perusahaan start-up lain dalam industri yang sama.
PT XYZ, as an innovative internet company focused on developing online trading solutions, also has a Risk Management division. This division is responsible for identifying, measuring, and managing risks that may impact the company's operations. In the context of software development using the Scrum method, discrepancies between Sprint Goals and Objective Key Results (OKRs) have presented challenges that need to be addressed. This Mixed Method research was conducted to evaluate the maturity level of software development processes at PT XYZ, with a particular focus on the Risk Management Business Division. This research recommends a process implementation through an approach that combines the Scrum Maturity Model (SMM) and the Agile Maturity Model (AMM). Information was gathered through interviews, surveys of 4 teams with a total of 29 respondents, and intensive monitoring of the methods, documents, and tools used in the software development process. To understand and interpret these findings, the Key Process Area (KPA) assessment from the Agile Maturity Model was used. The research results show that the maturity level of Scrum implementation processes in the Risk Management Business Division at PT XYZ is at level 1, with a total of 60% of the 79 practices fulfilled. To increase this maturity level, PT XYZ is recommended to implement the 31 suggested practices at various maturity levels. This research is expected to serve as a useful reference for evaluating maturity levels and providing practical recommendations for Risk Management Business Divisions in other startup companies in the same industry."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Kevin Chandra Abimaulana
"PT XYZ mengimplementasikan Scrum dalam proses pengembangan perangkat lunaknya. Hal ini bertujuan agar software delivery dapat sesuai dengan requirements dan jadwal yang ditentukan sebagai upaya PT XYZ agar dapat bersaing di bidang Education Technology. Namun dalam penerapannya masih terdapat permasalahan dimana Sprint Goal yang telah ditetapkan dalam Objective Key Result (OKR) tidak tercapai. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi dan perbaikan proses pengembangan perangkat lunak di PT XYZ menggunakan Scrum Maturity Model. Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan proses wawancara, kuesioner, dan observasi untuk kemudian diolah menggunakan metode KPA Rating dari Agile Maturity Model. Hasil Analisa digunakan sebagai rekomendasi perbaikan proses pengembangan perangkat lunak di PT XYZ. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa proses pengembangan perangkat lunak di PT XYZ belum mencapai level 2 tingkat kematangan Scrum Maturity Model. Hal ini dikarenakan masih adanya praktik-praktik yang belum dijalankan dalam setiap sasaran umumnya. Rekomendasi perbaikan yang dihasilkan digunakan sebagai acuan untuk memperbaiki proses pengembangan perangkat lunak di PT XYZ.
PT XYZ implements Scrum in its software development process. This aims so that the delivery software can be in accordance with the requirements and schedule specified as an effort of PT XYZ in order to compete in the field of Education Technology. However, in its application, there are still problems where the Sprint Goal set out in the Objective Key Result (OKR) is not achieved. In this research, evaluation and improvement of the software development process at PT XYZ was carried out using Scrum Maturity Model. Data collection method is done by interviewing, questionnaire, and observation processed using KPA Rating from Agile Maturity Model. The results of the analysis are used as recommendation for improvement of the software development process at PT XYZ. The result of this study shows that the software development process at PT XYZ has not reached level 2 maturity of Scrum Maturity Model. This is because there are still practices that have not been implemented in every target generally. The Improvement Recommendations result are used as a reference for improving the software development process at PT.XYZ."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Yogaswara Shahputra Pratama
"Dalam menghadapi era disrupsi, PT X (Persero) melakukan transformasi digital pada seluruh proses bisnis, layanan dan produknya sehingga membutuhkan pengembangan berbagai perangkat lunak. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut PT X telah mengimplementasikan framework Scrum sejak tahun 2019. Namun menurut laporan perkembangan proyek selama semester satu tahun 2020, capaian penyelesaian Backlog dan Sprint Goals hanya sebesar 69,22% dari 100% yang ditargetkan sehingga berdampak pada berbagai keterlambatan proyek. Berdasarkan paparan dari salah satu Product Owner, masalah tersebut menyebabkan PT X mengalami kerugian dari hilangnya potensi pertumbuhan pendapatan bisnis. Pada tahap awal, melalui studi dokumen pada aplikasi JIRA dan dokumen terkait proses Scrum serta wawancara dengan salah satu Scrum Master, penelitian ini menemukan terdapat berbagai penyimpangan praktik Scrum khususnya pada Scrum Artifacts yang terindikasi menjadi akar masalah utama. Pengukuran tingkat kematangan dilakukan melalui penyebaran kuesioner elektronik yang berisi 83 pertanyaan dari Scrum Maturity Model (SMM) yang telah dimodifikasi sesuai Scrum Guide 2020, kepada 5 tim Scrum business dan business support yang diwakili oleh 4 Scrum Master. Data kuesioner dan evidence yang diperoleh kemudian diolah menggunakan Key Process Area (KPA) Rating. Pengukuran tingkat kematangan menunjukkan bahwa PT X masih berada pada kematangan tingkat 1 (Initial) dari 5 tingkat kematangan. Rekomendasi perbaikan difokuskan kepada perbaikan kualitas Scrum Artifacts yang juga merupakan salah satu sasaran khusus pada tingkat kematangan 2 yang tidak berhasil dicapai oleh PT X. Sebanyak 14 rekomendasi terbagi dalam 4 kelompok meliputi, Product Backlog, Sprint Backlog, Release Burndown Chart, dan Sprint Burndown Chart. Rekomendasi yang telah divalidasi melalui wawancara dengan Scrum Master Lead PT X diberikan dan disarankan untuk diimplementasikan secara konsisten guna meningkatkan kapabilitas implementasi Scrum di PT X agar masalah capaian Scrum dan keterlambatan proyek dapat teratasi.
Facing the disruptive era, PT X (Persero) carries out digital transformation in all business processes, services, and products which require various software development effort. To fulfill these needs, PT X has implemented the Scrum framework since 2019. However, according to the project progress report during the first semester of 2020, the achievement of the Backlog and Sprint Goals completion was only 69.22% from 100%, and causing project delays. One of the Product Owners declare that this problem makes PT X lost its potential income from business revenue growth. In the early stages, through documents study on the JIRA application and analyze all of the documents related to the Scrum process at PT X as well as interviews with one of the Scrum Masters. This research found that there were various deviations in Scrum practice, especially in Scrum Artifacts which were indicated to be the root of the main problem. Maturity level measurement is carried out through the distribution of an electronic questionnaire containing 83 questions from the Scrum Maturity Model (SMM) which has been modified with the Scrum Guide 2020, to 5 Scrum business and business support teams represented by 4 Scrum Masters. The data obtained from the questionnaire then equipped with evidence then processed using the Key Process Area (KPA) Rating. The result of maturity level measurement shows that PT X’s maturity is at level 1 (Initial) of 5 maturity levels. Recommendations for improvement are focused on improving the quality of Scrum Artifacts which is also one of the specific targets at maturity level 2 that not yet achieved by PT X. A total of 14 recommendations are divided into 4 groups including, Product Backlog, Sprint Backlog, Release Burndown Chart, and Sprint Burndown Chart. Recommendations that have been validated by Scrum Master Lead through interviews are given and suggested to be implemented consistently in order to improve Scrum implementation capability at PT X so that the problem of Scrum achievement and project delays can be resolved."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Honassan, Gregorio Gringo
"Sebagai fungsi yang memegang kendali perangkat lunak di PT XYZ IT Solution memiliki peranan penting dalam menjaga manajemen pengembangan perangkat lunak agar berjalan sesuai rencana yang sudah dirumuskan bersama dengan para stakeholder. Pengembangan perangkat lunak menggunakan metodologi waterfall yang belum optimal menjadi kendala untuk dapat men deliver setiap proyek perangkat lunak sesuai requirements jadwal dan anggaran user. Untuk mengatasi hal tersebut IT Solution melakukan piloting proyek pengembangan perangkat lunak menggunakan metodologi Scrum yang diharapkan dapat lebih agile dalam pengembangan perangkat lunak. Namun dalam proses implementasi Scrum masih ditemukan permasalahan.
Tujuan penelitian ini adalah menyelesaikan permasalahan yang dihadapi IT Solution dan memperbaiki proses pengembangan perangkat lunak menggunakan Scrum. Penelitian ini menilai dan menemukan akar permasalahan sekaligus rekomendasi perbaikan dalam implementasi Scrum di IT Solution sesuai dengan kerangka kerja Scrum Maturity Model.
IT Solution as part of PT XYZ has an important role in software development to meet stakeholder request ini the company Nowadays waterfall methodology which adopted by PT XYZ was not optimal. It was a constraint to deliver software project which should meet with software requirements schedule and budget. Therefore IT Solution did piloting software development project using Scrum .It expects be more agile in software development. However they still found problems in implementing Scrum. The purpose of this research is to solve the problems faced on IT Solutions and to improve the software development process using Scrum. This research will assess and find the root causes to give recommendations for improvements in the implementation of Scrum in IT Solution based on Scrum framework Maturity Model."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2015
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Ayu Bintang Nurrachma Gunawan
"PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom) memilih untuk menggunakan Agile Development sebagai metodologi pengembangan produk sejak tahun 2017. Salah satu tribe yang menerapkan Agile Development dan Scrum adalah Tribe BUMN dengan produk utamanya aplikasi event organizer Palapaone. Tribe BUMN mengalami kendala dalam penyelesaian Palapaone dengan pencapaian rilis produk sebesar 37,50%. Tingkat keberhasilan yang rendah ini membuat anggaran biaya Tribe BUMN membengkak. Hasil dari observasi menunjukan akar masalahnya adalah belum optimalnya proses implementasi Scrum. Berdasarkan permasalahan tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi proses penerapan implementasi Scrum dengan menggunakan Scrum Maturity Model (SMM) sebagai kerangka kerja utama. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara kepada dua tim Scrum, yaitu Squad mobile Apps dan Squad Dashboard. Evaluasi dilakukan secara mendalam pada masing-masing tim Scrum di aplikasi Palapaone tersebut. Hasil penelitian menunjukkan pada tingkat organisasi tingkat kematangan berada pada tingkat 1 (Initial). Begitu juga dengan setiap tim Scrum, keduanya berada pada tingkat 1. Berdasarkan hasil ini disusun 8 rekomendasi perbaikan (scrum element: role (2), artifact (2), event (4)) dengan 23 kegiatan perbaikan untuk 22 praktik terpilih di tingkat 2 SMM.
PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom) has chosen to use Agile Development as a product development methodology since 2017. One of the tribes that implement Agile Development and Scrum is Tribe BUMN with the main product being the event organizer application Palapaone. Tribe BUMN experienced problems in completing Palapaone with the achievement of product releases of 37.50%. This low success rate has made Tribe BUMN's budget swell. The results of the observations show that the root of the problem is that the Scrum implementation process is not yet optimal. Based on these problems, this study aims to evaluate the process of implementing Scrum implementation using the Scrum Maturity Model (SMM) as the main framework. Data collection techniques were carried out by distributing questionnaires and interviews to two Scrum teams, namely Squad Mobile Apps and Squad Dashboard. An in-depth evaluation was carried out on each Scrum team in the Palapaone application. The results showed that at the organizational level, the maturity level was at level 1 (Initial). Likewise, with each Scrum team, both are at level 1. Based on these results, 8 recommendations for improvement (scrum elements: role (2), artifact (2), event (4)) were prepared with 23 improvement activities for 22 selected practices at level 2 SMM."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Mahardhian Anjar Ligiarta
"PT Widya Intelektual Bangsa (Widya) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang artiffcial intelligence dan data analytic. Salah satu layanan yang diberikan Widya adalah Toba.Ai. Toba.Ai merupakan perangkat lunak web-based untuk analisis akun media sosial Instagram yang dapat membantu pelanggan merencanakan strategi pembuatan konten. Toba.Ai dikembangkan menggunakan kerangka kerja Scrum. Dalam pengembangannya, tim Toba.Ai mengalami masalah keterlambatan penyelesaian sprint backlog. Hal tersebut menyebabkan fitur untuk komersialisasi produk terlambat dirilis dan menyebabkan Widya kehilangan revenue. Berdasarkan masalah tersebut, dilakukan evaluasi tingkat kematangan Scrum menggunakan Scrum Maturity Model (SMM). Penilaian dilakukan dengan focus group discussion dan SCAMPI C sebagai metode penilaiannya. Setelah penilaian dilakukan, data diolah menggunakan metode KPA Rating untuk mengetahui tingkat kematangannya. Berdasarkan pengukuran kematangan yang dilakukan, tingkat kematangan Scrum Toba.Ai masih berada pada level 1 dari 5 level yang terdapat pada SMM. Hal tersebut disebabkan oleh pencapaian goal basic Scrum management pada level 2 hanya mencapai 64.29 % atau largely achieved, sedangkan untuk goal software requirement engineering sudah mencapai 96,43 % atau fully achieved. Terdapat 27 rekomendasi perbaikan yang diberikan dan sudah divalidasi oleh Scrum team Toba.Ai. Rekomendasi tersebut terdiri dari 9 rekomendasi pada elemen Scrum roles, 5 rekomendasi pada Scrum artifact, dan 13 rekomendasi pada Scrum event.
PT Widya Intelektual Bangsa (Widya) is a company that moves in the field of artificial intelligence and data analytics. One of the services provided by Widya is Toba.Ai. Toba.Ai is web-based software for Instagram social media account analysis that can help customers in planning their strategies for creating content. Toba.Ai was developed using the Scrum framework. During its development, the Toba.Ai team experienced a delay in completing the sprint backlog. It caused the delay of the commercialization feature release and caused Widya to lose revenue. Based on these problems, the evaluation of Scrum maturity level was conducted using the Scrum Maturity Model (SMM). The assessment was carried out by means of a focus group discussion and SCAMPI C as the assessment method. After the assessment is done, the data is processed using the KPA Rating method to determine the maturity level. Based on the result, the maturity level of Toba.Ai Scrum is still at level 1 of 5 levels contained in the SMM. The achievement of the basic Scrum management goals at level 2 only reached 64.29% or largely achieved, while the software requirements engineering goal had reached 96.43% or fully achieved. There are 12 recommendations for improvements that have been proposed. The proposed recommendations have been accepted and validated by the Toba.Ai Scrum team. The recommendations consist of 9 recommendations on the Scrum roles element, 5 recommendations on the Scrum artifacts, and 13 recommendations on the Scrum events."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Rahmi Julianasari
"Chickin adalah sebuah startup teknologi di bidang poultry yang memiliki sebuah departemen teknologi informasi (TI) yang dipimpin oleh seorang CTO. Departemen TI Chickin memiliki tiga tim Scrum yang membangun produk TI berupa aplikasi mobile dan IoT untuk menunjang kegiatan peternakan. Masalah utama yang ditemukan pada proses pengembangan aplikasi ini adalah persentase ketepatan waktu hanya mencapai 50% sehingga mengganggu pencapaian target. Tujuan penelitian ini adalah evaluasi proses implementasi Scrum untuk menilai tingkat ketangkasan implementasi Scrum dan membuat rekomendasi perbaikan implementasi Scrum untuk meningkatkan ketepatan waktu pengembangan aplikasi. Penelitian merupakan case based research yang dilakukan menggunakan mixed method, yaitu paduan kuantitatif dan kualitatif dengan instrumen Agile Assessment. Metode kuantitatif dilakukan dengan survei terhadap 21 responden dari tim produk Chickin (Product Manager, Developer, dan Scrum Master) untuk mengukur tingkat ketangkasan implementasi Scrum. Metode kualitatif dilakukan dengan wawancara kepada Technology Lead dan Scrum Master untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi tingkat ketangkasan implementasi Scrum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketangkasan implementasi Scrum mencapai 81.4% dengan interpretasi Largely Achieved. Namun, masih ditemukan 14 masalah dari empat area implementasi. Penyusunan rekomendasi dilakukan dengan memetakan 14 masalah pada praktik Scrum Guide 2020 untuk meningkatkan proses dan pada praktik Software Craftsmanship mengatasi masalah teknis. Dari pemetaan masalah menghasilkan rekomendasi proses untuk 13 masalah dan rekomendasi teknis untuk 9 masalah. Rekomendasi diharapkan dapat membantu perusahaan meningkatkan ketepatan waktu pada proses pengembangan produk dengan mengimplementasikan Scrum secara lebih tangkas.
Chickin is a poultry’s technology startup that has an information technology (IT) department led by a CTO. Department IT of Chickin has three Scrum teams that build IT products in the form of mobile and IoT applications to support livestock activities. The main problem in the application development process is that the timeliness percentage only reaches 50%, which disrupts in achieving the target. The purpose of this study is to evaluate the Scrum implementation process to assess the agility level of Scrum implementation and make recommendations for improving Scrum implementation to increase the timeliness of IT product development. The research is a case-based-research conducted using a mixed method, namely a combination of quantitative and qualitative with Agile Assessment instruments. The quantitative method was carried out by surveying 21 respondents of the Chickin product team (Product Manager, Developer, and Scrum Master) to measure the level of agility in Scrum implementation. The qualitative method is carried out by interviewing the Technology Lead and the Scrum Master to identify factors that influence the level of agility of Scrum implementation. The results showed that the agility of Scrum implementation reached 81.4% with the Largely Achieved interpretation. However, 14 problems still needed to be found from the four implementation areas. The recommendations are prepared by mapping these 14 problems on the Scrum Guide 2020 practice to improve processes and Software Craftsmanship practices in overcoming technical problems. The problem mapping resulted in process recommendations for 13 problems and technical recommendations for 9 problems. The recommendations are expected to help companies improve the timeliness of the product development process by implementing Scrum more agile."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library