Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 43713 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pranata Rahajie Putranto
"

Maraknya perdagangan Transaksi Derivatif jenis Contract For Difference dengan underlying asset Mata Uang Asing, Nilai Indeks Komoditi, dan Nilai Indeks Saham mempengaruhi iklim bisnis dalam aspek ekonomi global, khususnya pada Sistem Perdagangan Alternatif. Contract for Difference pada dasarnya adalah perdagangan, sehingga jenis kontrak ini perlu dikaji menurut perjanjian jual beli sebagaimana secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penelitian ini akan membahas dua pokok permasalahan. Pertama,  bagaimana analisis transaksi derivatif Contract For Difference yang diatur di dalam Surat Keputusan Kepala Bappebti No.109/BAPPEBTI/Per/01/2014 berdasarkan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kedua, Bagaimana akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari Contract For Difference yang diatur di dalam Surat Keputusan Kepala Bappebti No.109/BAPPEBTI/Per/01/2014 berdasarkan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Penelitian ini menemukan bahwa penentuan selisih harga yang menjadi unsur contract for difference berbeda dengan unsur-unsur perjanjian jual beli, sehingga bukan merupakan perjanjian jual beli.

 


Increasing volume of trading on derivative transaction of contract for difference which underlying asset are foreign exchange, commodity index, and shares index have impacted the global business environment, particularly in Over The Counter market sector. Contract for Difference is basically trade, then should be analyzed by sale and purchase agreement which is generally regulated by Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. This research discuss two legal issues concerning contract for difference based on Indonesian private law. The first issue is how derivative transaction of contract for difference in Surat Keputusan Kepala Bappebti No.109/BAPPEBTI/Per/01/2014 reviewed based on Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Another issue is about the legal consequences arising from it. Those legal issues will be solved by conducting normative juridical research with statute approach. The end of this research found out that price difference determination which essential in this kind of contract is different from essentials in sale and purchase agreement, therefore that is not a sale and purchase agreement.

 

"
2020
T54746
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azwar Apriyadi
"Sejak April tahun 2007, pemerintah telah mencanangkan Program 1.000 (Seribu) Menara Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami), dalam rangka kebijakan untuk mengatasi permasalahan kebutuhan perumahan bagi Rakyat Indonesia.. Sebelum berlakunya UU Rusun No. 20 Tahun 2011, PPJB Sarusun banyak dilakukan secara dibawah tangan, tetapi sejak berlakunya UU Rusun, pembuatan dan penandatanganan PPJB Sarusun dapat dilakukan dihadapan Notaris sebagaimana telah diamanatkan dalam UU Perumahan dan Kawasan Permukiman No. 1 Tahun 2011 pasal 42 ayat (1) dan UU Rumah Susun No. 20 Tahun 2011 pasal 43 ayat (1), yang mensyaratkan proses jual-beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui perjanjian pendahuluan atau perjanjian pengikatan Jual Beli, yang dapat dibuat di hadapan Notaris.
Dalam penulisan ini yang menjadi permasalahan adalah dapatkah asas kebebasan berkontrak diterapkan dalam perjanjian baku PPJB Sarusun, dan bagaimanakah eksistensi dari pasal 43 ayat (1) UU Rusun?. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis normative, dengan tipologi penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian pada penulisan ini dapat disimpulkan bahwa asas kebebasan berkontrak dalam PPJB Sarusun ini telah diterapkan dengan baik oleh pihak PT. BAP, dengan bukti dimana pihak pembeli telah menandatangani PPJB Sarusun ini. Sarannya agar PPJB Sarusun ini dapat dibuat secara otentik dihadapan Notaris.

Since April 2007, the government has launched "1000 Simple Owned Apartemen Tower Program," in the framework of policies to address issues of housing needs of the people of Indonesia. Before enactment of the laws apartemen number 20 Years 2011, a binding agreement of the sale and purchase (SPA) apartemen unit are mostly done in under hand, but since enactment of the laws apartemen, the manufacture and the signing of a binding of the SPA apartemen unit can be done is before the notary as mandated in the act of housing and settlement number 1 Year 2011 article 42 paragraph (1) and the act of apartemen number 20 Year 2011 article 43 paragraph (1), that required the process trade of the apartemen unit before the construction finished can be done by covenant prefatory or a binding of the SPA apartemen unit, that can be made up before the Notary.
In this study, that the problem is can the principle of freedom of contract applied in standard agreements of a binding of the SPA apartemen unit?, and how the existence of Article 43 paragraph (1) of the act of Apartemens ?. This research is a normative juridical, with the typology analytical descriptive study. Based on the research results in this paper can be concluded that the principle of freedom of contract under the binding of the SPA apartemen unit has been well implemented by the PT. BAP, with evidence of where the buyer has signed a binding of the SPA apartemen unit. His suggestion that the a binding of the SPA apartemen unit can be prepared in an authentic manner before the Notary.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okta Auliazahara
"Notaris wajib bertanggungjawab dalam menjalankan jabatannya. Dalam kewenangannya membuat Akta Autentik, Notaris harus dapat memberikan penyuluhan kepada para pihak yang hendak melakukan suatu perjanjian bahwa suatu perjanjian jual beli tidak boleh mengandung klausul hak membeli kembali karena berakibat batal demi hukum. Meskipun begitu masih terdapat Notaris yang mengeluarkan akta tersebut dan sah mengikat bagi para pihak. Putusan Mahkamah Agung Nomor 574/K/Pdt/2020 merupakan salah satu putusan yang mengesahkan Akta Perikatan Jual Beli yang di dalamnya memuat klausul hak membeli kembali. Berangkat dari hal tersebut maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai alasan mengapa Akta Perikatan Jual Beli dan Kuasa Nomor 06 yang di dalamnya merupakan perjanjian semu dan menyelundupkan hukum serta bagaimana tanggung jawab Notaris dan akibat hukum dibuatnya Akta Perikatan Jual Beli yang memuat klausul hak membeli kembali. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan bentuk metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa Akta Perikatan Jual Beli dan Kuasa Nomor 06 memenuhi unsur-unsur perjanjian semu dan penyelundupan hukum sehingga dapat dikatakan akta tersebut merupakan perjanjian semu dan menyelundupkan hukum. Hal tersebut memberikan akibat batal demi hukum bagi akta tersebut serta Notaris yang membuat akta tersebut dapat dikenakan sanksi perdata maupun administratif. Oleh karenanya untuk mencegah permasalahan serupa terjadi kembali diharapkan adanya pengaturan khusus mengenai PPJB serta penggunaan klausul hak membeli kembali dalam jual beli tanah.

Notaries have to be responsible while carrying out their positions. In operating their authority to make an Authentic Deed, Notaries must be able to provide counseling to the parties who want to make an agreement so that a sale and purchase agreement may not contain a buyback right clause because it results in null and void. Even so, there is still a Notary who issues the deed and is legally binding for the parties. The Supreme Court's decision Number 574/K/Pdt/2020 is one of the decisions that ratify the Sale and Purchase Agreement Deed which contains a repurchase right clause. Departing from this, the problems raised in this study are about the reasons why the Sale and Purchase Agreement Deed and Power of Attorney Number 06 in which is a pretended contract and smuggle the law and how the Notary's responsibilities and legal consequences are made of the Sale and Purchase Agreement Deed which contains a clause the right to repurchase. To answer this problem, a normative juridical legal research method is used with an explanatory research typology. The results of the research analysis show that the Deed of Sale and Purchase Agreement and Power of Attorney Number 06 fulfills the elements of a pretended contract and legal smuggling so that it can be said that the deed is a pretended contract and smuggles in law. This results in null and void for the deed and the Notary who made the deed may be subject to civil and administrative sanctions. Therefore, to prevent similar problems from happening again, it is hoped that there will be special arrangements regarding PPJB and the use of a buy-back right clause in the sale and purchase of land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parulian, Angelina Risma Lasma
"Transaksi derivatif merupakan instrument penting dalam dunia usaha untuk lindung nilai resiko, dan juga dapat digunakan untuk tujuan spekulasi. Kontrak berjangka adalah jenis yang paling umum dari transaksi derivatif. Perdagangan berjangka merupakan salah satu komponen penting bagi pembangunan ekonomi. Di Indonesia saat ini, penghasilan dari transaksi perdagangan berjangka dianggap sebagai pendapatan usaha, sehingga perhitungan pajaknya harus ditambah dengan penghasilan lainnya dan dikenakan pajak dengan tarif PPh Badan sebesar 25%. Penghasilan yang diperoleh dari transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa seharusnya dikenakan pajak final berdasarkan UU PPh Indonesia. Penelitian ini membahas ketentuan pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka di bursa.
Tujuan dari penelitian yaitu menentukan ketentuan manakah yang paling tepat untuk diberlakukan, apakah final atau tidak final dan menganalisis ketentuan pajak yang berlaku saat ini berdasarkan asas ease of administration, dengan pertimbangan teoritis dan implementasinya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Data kualitatif yang diperoleh melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Peneliti menyimpulkan bahwa ketentuan PPh Final lebih tepat untuk diberlakukan.

Derivatives are essential instruments in business to hedge risk, but can also be used for speculative purposes. Futures contracts are the most common types of derivatives. Futures trading is one of important components for economic development. In Indonesia nowadays, income from futures trading is considered as a business income, so this will have to be added with other income and taxed at the 25% corporate income tax rate. Income derived from derivative transaction which traded on the exchange should be subject to final income tax based on Indonesian Income Tax Law. This study examines the income tax consequences of income derived from futures trading through the exchange.
The purpose of this study is to compare which the right tax regulation that should be applied to income from derivative transaction, final or non final and to analyze the current taxation rule about derivatives transaction against the principles of a good tax system (ease of administration), with theoritical considerations and implementations. This research is qualitative descriptive interpretive. The data were collected by means of depth interview and study some of literatures. The researcher concludes that final tax is applicable to income earned from derivative transaction.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55563
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Zefanya
"Perjanjian Pengikatan Jual Beli tanah, sering ditemukan dalam praktek sehari-hari di masyarakat maupun di kantor-kantor Notaris. Perjanjian ini merupakan suatu perjanjian yang mendahului perjanjian jual beli tanahnya. Dalam pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dapat diketahui bahwa untuk peralihan hak atas tanah diperlukan suatu akta otentik yang dibuat oleh seorang pejabat umum yang disebut dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diangkat oleh pemerintah. Sehingga peralihan hak atas tanah tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengikatan jual beli ini memuat janji-janji untuk melakukan jual beli tanah apabila persyaratan yang diperlukan untuk itu telah terpenuhi.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi ini adalah syarat-syarat sahnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli tanah, hal-hal yang mengakibatkan suatu pihak dinyatakan melakukan wanprestasi atas Perjanjian Pengikatan Jual Beli tanah, dan perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan apabila Perjanjian Pengikatan Jual Beli dianggap tidak sah menurut hukum sehingga dinyatakan batal demi hukum, dikaitkan dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 280 K/PDT/2006.

Land preliminary sale and purchase agreement is commonly found in daily practices, both in public and in notary offices. This agreement is an agreement preceding its land sale and purchase agreement that should be conducted before the Land Deed Official (PPAT - Pejabat Pembuat Akta Tanah). In Article 37, verse (1) of Government Ordinance Number 24 Year 1997 about Land Registration, it can be known that, for the purpose of right transfer of land, an authentic certificate composed by a general officer mentioned as Land Deed Officer appointed by the government is required. Thus, a right transfer of land may not be conducted freely without fulfilling the requirements established by the legal law and order. This preliminary sale and purchase agreement is meant to be as a preceding agreement of the primary intention of all parties to conduct the process of land sale and purchase if the required requirements for that purpose have been fulfilled.
Based on those matters, the problems that will be observed in this thesis are conditions of a legally binding land preliminary sale and purchase agreement, the factors that cause a breach of land preliminary sale and purchase agreement, and lawful protection for the party in loss if the land preliminary sale and purchase agreement is deemed to be not legally binding and therefore null and void, related to the Supreme Court Decision Number 280 K/PDT/2006.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S42551
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Faisol
"Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan merupakan tonggak awal dikenalkannya dual banking system di Indonesia. Dual banking syslem tersebut meliputi perbankan konvensional dan perbankan syariah.
Perbankan syariah merupakan perbankan yang menjalankan operasionalnya berdasarkan prinsip - prinsip syariah yang bersumber pada ajaran IsIam. Pada dasarnya produk perbankan syariah dapal dibagi 3 ( tiga ) yaitu pendanaan, pembiayaan dan jasa.
Pembiayaan dapat dibagi menjadi 4 ( empai ) yaitu pembiayaan berdasarkan akad jual beli syariah ( bai' ), pembiayaan berdasarkan sewa ( Harsh ), pembiayaan berdasarkan bagi hasil dan pembiayaan Iainnya. Menurut Syafi'i Antonio bai' yang digunakan dalam perbankan syariah Indonesia adalah murabahah, salam dan isfishna.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dimulai dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991. Pasca Fatwa DSN-MUI tentang bunga haram, perbakan syariah mengalami pelumbuhan yang sangat pesat. Salah satu indikatomya adalah adanya pertumbuhan jumlah bank syariah baik yang berupa bank umum syariah, unit usaha syariah dan bank Perkreditan Rakyat Syariah. Pertumbuhan ini akan makin cepat seiring dengan adanya kebijakan office channelling dari Bank Indonesia yang memperbolehkan cabang bank konvensional memberikan Iayanan syariah.
Perkembangan perbankan syariah tersebut tidak diikuti dengan kebijakan perpajakan yang jelas terutama kebijakan Pajak Perlambahan Nilai. Pemerinlah memperlakukan transaksi perbankan syariah dengan Iandasan peraturan perpajakan yang masih bersifat umum. Salah satunya adalah Pernerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi dengan dasar akad jual beli syariah yailu murabahah, salam dan isfishna. Alasan Pemerintah adalah transaksi ini dianggap jual beli biasa sebagaimana perusahaan perdagangan. Kalangan Perbankan menganggap kebijakan tersebut tidak adil karena perbankan konvensional tidak dikenakan PPN.
Menurut mereka seharusnya Pemerintah memperlakukan murabahah, Salam dan istishna Sebagai salah salu produk perbankan sebagaimana ada dalam perbankan konvensional sehingga tidak ada pengenaan PPN. Latar belakang permasalahan inilah yang dijadikan acuan dalam penulisan tesis ini.
Dengan Iatar belakang permasalahan di atas, permasaIahan ulama yang diangkal dalam tesis ini adalah perlakuan PPN berdasarkan akad dan mekanisme yang terjadi di praktek perbankan syariah, permasaiahan pajak berganda pada perbankan syariah, upaya - upaya yang telah dilakukan DJP dalam menyelesaikan permasalahan dan upaya - upaya yang seharusnya dilakukan DJP dalam mengatasi permasaIahan.Tesis ini disusun dengan menggunakan banyak metode. Metode yang digunakan adalah studi pustaka , studi Iapangan dan wawancara.
Wawancara dilakukan terhadap stakeholder di Iingkungan perbankan syariah yaitu Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Bank Indonesia , Direktoral Jenderal Pajak dan kalangan praktisi perbankan syariah.
Menurut Stotsky pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa keuangan adalah hal yang sulit dilakukan karena sulit untuk mengukur value added yang berhubungan dengan jasa keuangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan , transaksi murabahah, salam dan istishna dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai bila dilihat akad syariah yang digunakan dan mekanisme yang terjadi. Value added dari transaksi murabahah, salam dan istishna dapat dilakukan karena adanya marjin keuanlungan yang dapat diketahui secara jelas pada saat transaksi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada murabahah, salam dan istishna dapat menimbulkan permasalahan pengenaan pajak berganda pada perbankan syariah. Pajak berganda. ini terjadi pada saat penyerahan barang dari pemasok kepada nasabah dan penyerahan barang dari bank syariah kepada nasabah dimana nasabah harus menanggung PPN pada kedua waktu transaksi tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan di atas , perlu dilakukan upaya - upaya yang nyata dari Pemerintah, yang dalam hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sejauh ini, DJP belum mengeluarkan peraturan yang berkailan Iangsung dengan perbankan syariah. Peraturan yang dipakai sebagai acuan DJP lerhadap transaksi syariah hanya aturan umum dalam peraturan Pajak Pertambahan Nilai. Produk yang dikeiuarkan hanya berupa surat unluk menanggapi pertanyaan Seputar problematika pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terhadap transaksi syariah.
Unluk menyesuaikan dengan kelaziman perlakuan perpajakan atas transaksi perbankan syariah di negara - negara Iain , seharusnya Pemeriniah dapat memberikan kebijakan khusus terhadap perbankan syariah. Pemerintah melalui DJP seharusnya mengecualikan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai alas transaksi murabahah, safam dan istishna sebagaimana pemberian kredit dalam perbankan konvensional. Pengecualian ini dapat diluangkan dalam Undang - Undang Pajak Perlambahan Nilai di Pasal 4A atau Pasal 16B. Bila kebijakan ini diniatkan untuk jangka panjang, maka dapat dimasukkan dalam Pasal 4A. Bila kebiiakan ini diniatkan unluk jangka pendek maka dapat dimasukkan dalam Pasal 16B. Disamping itu, juga diperlukan peraturan - peraturan pelaksanaan terkait dengan praktek - praktek transaksi perbankan syariah.
Dalam penetapan peraturan perpajakan atas perbankan syariah, Pemerintah harus memperhatikan 2 ( dua ) faktor. Faktor pertama , Pemerintah hendaknya melibatkan pelaku - pelaku yang ada hubungan dengan perbankan syariah seperti Bank Indonesia, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan kalangan praktisi perbankan, Hal ini dilakukan agar ada persamaan interpretasi antara DJP dan kalangan perbankan syariah. Dengan kesamaan pandangan tersebut maka dapat meminimaiisir permasalahan perpajakan yang terjadi dalam perbankan syariah. Faktor kedua adalah Pemerinlah yang diwakili DJP hendaknya melakukan harmonisasi peraturan yang ditetapkan dengan peraturan - peraturan yang ditetapkan sehubungan dengan perbankan syariah.

Law number 10, 1998 concerning Banking is the first law to recognizing indonesia's dual banking system. Dual banking systems consist of conventional banking and islamic banking.
Islamic banking practices islamic's principles in their operational. There are so many products that offered by islamic banking. Basically , the products that islamic banking offer can be divided into three major types. Those are financing type , funding type dan service provision type. Financing type can he divided into four categories : financing Linder the principles of sale and purchase ( Bai' ) , financing under the principles of leasing ( ijarah ), financing under the principles ol` revenue sharing and financing under complementary contracts. Syafi'i Antonio said that bai' used at lndonesia's sharia banking consists of murabahah financing, salam financing and istishna financing.
Development of islamic banking in Indonesia was started by establishment Bank Muamalat Indonesia in 1991 Since the issuance of religious islamic opinion by DSN-MUI about haram interest, islamic banking grows very fast. One of indicator is sum of general islamic banking ( Bank Umum Syariah ), islamic work unit ( Unit Usaha Syariah ) and islamic public credit matters bank ( Bank Perkreditan Rakyat Syariah ). The growth is faster because of office channelling policy permitting branchs of the conventional banks to provide sharia services.
Development of islamic banking isn't balanced with clear tax policy especially value added tax policy. General tax rules apply to islamic banking transaction. Among the rules is value added tax rule on transaction based on bai` ( akad jual beli ) that consists of murabahah, salam and istishna. The government argues that murabahah, salam and istishna do common sell - buy transaction in the name manner as ordinary trading companies do. About that policy, some banking practitioners see government not fair because conventional banking non value added taxable. They say that murabahah, salam and istishna is one of banking procucts, so not value added taxable This is became critical point of this thesis.
With critical point problem as mentioned in the previous paragraph, important topics in this thesis are treatments of value added tax based on islamic contract ( akad ) and islamic banking mechanism, double taxation problem that islamic banking bears and solution to the problem. The method used in this research is that of qualitative descriptive analysis by means of literature, which emphasize books as an object and field of study , of data collection by interview and of the use of secunder data. The research limited only on sources of data ini several general islamic bankings. Object is interviews more engaged with DSN - MUI, Bank Indonesia and DJP.
Stotsky said that in principle, it is possible to measure value added in the banking sector because there are difficulty compute value added that attribute to each transaction. Based on the result of the research, murabahah, salam and istislma can be Value Added Taxable based on islamic contract and nature of transaction. Value Added Tax on murabahah, salam and istishna affect double taxation problem at islamic banking. This double taxation is happened in transfer of goods from supplier to bank customer and in transfer of goods from bank to bank customer. Bank customer pays value added tax twice on the time of transfer of goods in islamic banking transaction.
To solve that problem, should be there are some real movements by government. Until now, DJP doesn?t regulate any Special treatment of value added tax on islamic banking. Rules that used to treat islamic banking are still general rules in value added taxation. Until now, DJP has just answered taxation problem about murabahah.
To be inherent with tax treatment on islamic banking transaction in another countries, government should give special policy to islamic banking. Government should regulate that murabahah, salam and istishna are not Value Added Taxable and are equally with credit allocation at conventional banking. Exception to murabahah, salam and istishna could be regulated in taxation act rule to value added at article 4A or article 16B. Beside that, rules under the act must be regulated to support the practice of islamic banking transaction.
To regulate tax on islamic banking, government should pay attention to two factors. First. government should involve stakeholder at islamic banking, like Bank Indonesia. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia and islamic banking practitioner. This step must be done to inherent perception between DJP and islamic banking. The same perception can minintalize taxation problem in islamic banking. Second, government should harmonize taxation rules with islamic banking rules.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cathlin
"Skripsi ini membahas mengenai tiga hal utama yakni: pemikiran perihal kesesuaian konsep jual beli satuan rumah susun menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun dengan ketentuan hukum tanah nasional, keabsahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun yang dibuat sebelum ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun terpenuhi (studi pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Unit Apartemen XYZ), dan perlindungan hukum terhadap calon pembeli apabila Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun adalah batal demi hukum. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan analisis kualitatif atas data sekunder.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Konsep jual beli satuan rumah susun dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun tidak sesuai dengan konsep jual beli menurut ketentuan hukum tanah nasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun menyiratkan adanya dua macam jual beli satuan rumah susun: jual beli sebelum pembangunan rumah susun selesai dan jual beli setelah pembangunan rumah susun selesai.
Dalam ketentuan hukum tanah nasional hanya dikenal jual beli setelah pembangunan rumah susun selesai; (2) Perjanjian Pengikatan Jual Beli Unit Apartemen XYZ adalah batal demi hukum karena melanggar syarat obyektif perjanjian yakni sebab yang halal; (3) Doktrin quasi-contract dapat berperan sebagai mekanisme atas tindakan unjust enrichment sebagai sebuah penyebab yang dilakukan oleh pelaku pembangunan dan memberikan restitusi kepada pihak calon pembeli sebagai bentuk pemulihan keadaan dalam hal Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun batal demi hukum.

This Thesis reviews three main things: a thought on compatibility about the concept of condominium unit's sale and purchase in Law Number 20 Year 2011 regarding Condominium with the national land law, the validity of Condominium Unit's Preliminary Sale and Purchase Agreement which is made before the requirements in Article 43 (1) Law Number 20 Year 2011 regarding Condominium are fulfilled (study in XYZ Apartment Unit's Preliminary Sale and Purchase Agreement), and the legal protection towards the buyer if the Condominium Unit's Preliminary Sale and Purchase Agreement is null and void. This research is a normative legal research with qualitative analysis on secondary data.
The results of this research are: (1) the concept of condominium unit's sale and purchase in Law Number 20 Year 2011 regarding Condominium is not compatible with the concept of sale and purchase in the national land law. Law Number 20 Year 2011 regarding Condominium implies two types of condominium unit's sale and purchase: sale and purchase before the condominium's development is done and sale and purchase after the condominium's development is done.
In the national land law, only the sale and purchase after the condominium's development is done that is known; (2) The XYZ Apartment Unit's Preliminary Sale and Purchase Agreement is null and void because it breaks an agreement's objective requirement: a legal purpose; (3) Quasi-contract doctrine can take part as the mechanism on unjust enrichment as a cause of action which is done by the developer and gives restitution towards the buyer as a form of remedy if Condominium Unit's Sale and Purchase Agreement is null and void.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53486
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zipora
"Tesis ini membahas mengenai putusan-putusan pengadilan yang menentukan kekuatan hukum terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas satuan rumah susun dalam hal developer wanprestasi berdasarkan studi putusan-putusan pengadilan. Mengingat bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rumah Susun) dalam pengaturannya, memberikan celah bagi developer untuk membuat PPJB di bawah tangan. Diikuti dengan lahirnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah yang dalam pengaturannya, mengharuskan PPJB dibuat dan ditandatangani di hadapan Notaris. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini meliputi perspektif pengadilan memandang kekuatan hukum PPJB atas satuan rumah susun terhadap developer yang melakukan wanprestasi dan perlindungan hukum bagi pembeli satuan rumah susun dengan PPJB yang dimilikinya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskrpitif analitis. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perspektif pengadilan menentukan PPJB sebagai perjanjian yang sah menurut hukum. Perlindungan hukum yang didapatkan oleh pembeli satuan rumah susun terhadap developer yang wanprestasi dapat berupa ganti rugi, dapat pula berupa pemenuhan perjanjian apabila hal tersebut dimungkinkan dengan diikuti adanya denda keterlambatan dari developer.

This thesis discusses about court decisions on the legal force of apartment sale and purchase agreement towards developer who breach the contract based on study of court verdicts. Law No. 20 of 2011 concerning Apartment, provide a gap for developers to make the sale and purchase in an under hand, meanwhile after the promulgation of Ministerial Regulation No. 11 of 2019 concerning The System of House Sale and Purchase Agreement, required the sale and purchase agreement should be made and signed in front of a Public Notary. The issues raised in this study include court perspective in seeing the legal force of apartment sale and purchase agreement towards developer who breach the contract, also the legal protection towards the purchaser with only sale and purchase agreement on their hand. This research is using normative juridical method with descriptive analytical research typology. The results of this study are the court perspective decide that the sale and purchase agreement as a legitimate contract by law. About the legal protection that purchaser of a apartment can get towards developer who breach the contract can be a compensation, it also can force developer to fulfill the agreement followed by paying late fees."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaki Al Wafi
"Peralihan hak katas tanah yang umum digunakan di Indonesia ialah Jual Beli. Metode yang dapat digunakan dalam jual beli tanah yaitu Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB). Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan perjanjian pendahuluan yang mana harus dilengkapi dengan AJB untuk dapat dilakukan pemindahan hak atas tanah. Perjanjian Pengikatan Jual-Beli dengan objek tanah seharusnya dibuat oleh notaris manakala terdapat syarat-syarat peralihan hak atas tanah yang belum dapat dipenuhi oleh para pihak.  Peralihan hak atas tanah di Indonesia wajib dilakukan dengan memenuhi syarat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan hukum jual beli tersebut dilakukan dihadapaan pemimpin adat (pejabat) yang menangani masalah pertanahan (tetua adat) sedangkan tunai berarti peralihan hak dari penjual kepada pembeli berlangsung secara seketika itu juga, pada saat terjadi pembayaran dari pembeli kepada penjual. Pada kenyatannya seringkali notaris tetap menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual-beli sebagai instrumen transaksi jual-beli atas tanah meskipun syarat peralihan hak atas tanah telah dipenuhi oleh para pihak,yang mana hal tersebut kurang menyelesaikan permasalahan hukum dalam suatu peralihan hak atas tanah. Tesis ini membahas mengenai urgensi pembuatan ppjb serta konstruksi transaksi jual beli atas tanah yang dilakukan para pihak dalam Putusan Nomor 52/PDT.G/2020/PN.PTK .Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan ppjb tidak relevan manakala syarat jual beli tanah sudah terpenuhi dan konstruksi jual beli yang seharusnya digunakan adalah AJB dengan memperhatikan bahwa seluruh dari syarat jual beli tanah telah terpenuhi dan selanjutnya jika masih terdapat sisa pembayaran dalam pembuatan AJB dapat dilakukan dengan menggunakan surat perjanjian hutang piutang dan hak tanggungan dalam menyelesaikan sisa pembayaran jika metode yang digunakan ialah dengan pencicilan

The transfer of land rights that is commonly used in Indonesia is buying and selling. The methods that can be used in buying and selling land are the Binding Sale and Purchase Agreement (PPJB) and the Sale and Purchase Deed (AJB). The Sale and Purchase Agreement (PPJB) is a preliminary agreement which must be completed with the AJB in order to transfer land rights. In reality, notaries often continue to use the Sale and Purchase Agreement as an instrument for land sale and purchase transactions even though the conditions for the transfer of land rights have been fulfilled by the parties, which does not resolve legal issues in a transfer of land rights. This thesis discusses the urgency of making PPJB and the construction of land sale and purchase transactions carried out by the parties in Decision Number 52/PDT.G/2020/PN.PTK.. The results of the research show that making a PPJB is not relevant when the land sale and purchase conditions have been fulfilled and the sale and purchase construction that should be used is AJB, taking into account that all land sale and purchase conditions have been fulfilled and furthermore, if there is still remaining payment in making the AJB, it can be done using a letter. debt and receivable agreements and mortgage rights to settle the remaining payments if the method used is installments"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifandy Refrawan
"Skripsi ini akan membahas mengenai pelaksanaan bank garansi dalam kegiatan perjanjian jual beli batubara di Indonesia, tinjauan umum mengenai perjanjian jual beli dan Letter of Credit, tinjauan umum hukum jaminan serta tinjauan secara mendalam terhadap bank garansi dikaitkan dengan perjanjian jual beli batubara. Penelitian yang digunakan adalah normatif yuridis dan menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan melihat permasalahan yang ada terkait implementasi dari pemberian bank garansi sebagai jaminan atas terbitnya janji bayar (L/C). Permasalahan tersebut khususnya mengenai peranan bank garansi dalam Perjanjian Jual Beli Batubara terkait pelaksanaan dan klaim pembayaran apabila terjadi wanprestasi, serta karakteristik daripada perjanjian jual beli batubara itu sendiri.

This thesis describes about implementation of Guarantee Bank in Coal Sale and Purchase Contract in Indonesia, general review of purchase agreement and Letter of Credit, also general review about legal guarantees and specific review about guarantee bank as coal sale and purchase contract activity. The thesis applies the juridical normative form of study, with the literature research to find the problem in the implementation of guarantee bank as guarantees to issues letter of credit. Specifically the problem consist about the role of guarantee bank in coal purchase agreement, concern about performance and claims payment if default occurs, with the characteristic of coal sale and purchase contract itself.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>