Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93685 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Made Wira Pratama
"Rumitnya regulasi perizinan dan peraturan perizinan yang tidak konsisten menyebabkan hambatan para investor untuk mendirikan usaha di Indonesia dan menyebabkan terhambatnya perkembangan ekonomi di Indonesia. Hadirnya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha, diharapkan dapat mempermudah para pelaku usaha dalam berusaha guna memberikan kontribusi dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penyederhanaan proses perizinan sebagaimana yang dimaksud pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha guna menyelesaikan hambatan-hambatan dalam proses perizinan usaha di Indonesia? Bagaimanakah potensi hambatan perizinan berusaha terkait dengan pengimplementasian perizinan melalui Pengintegrasian Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder dan menggunakan metode analisis data kualitatif, karena data yang diperoleh bersifat kualitas. Hasil penelitian menyatakan penyederhanaan proses perizinan sebagaimana yang dimaksud pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha guna menyelesaikan hambatan-hambatan dalam proses perizinan usaha di Indonesia adalah adanya Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik sehingga seluruh data perizinan berusaha yang ditujukan kepada kementerian/lembaga/pemerintah berada dalam 1 sistem OSS. Data investor yang sudah teregistrasi selanjutnya dapat digunakan untuk mengurus perizinan sehingga tidak perlu melakukan registrasi ulang saat mengurus perizinan lain. Dengan adanya izin pemenuhan komitmen pelaku usaha tidak perlu lagi menunggu izin lainnya keluar, dikarenakan izin usaha sudah langsung keluar secara otomatis pada saat pelaku usaha mendaftarkannya di melalui OSS.

The complexity of licensing and inconsistent licensing regulations causes obstacles for investors to set up businesses in Indonesia and causes economic development in Indonesia to be hampered. The presence of Presidential Regulation of the Republic of Indonesia Number 91 Year 2017 Concerning the Acceleration of Business Implementation, is expected to facilitate business actors in trying to contribute to improving the economy in Indonesia. The problem in this research is how to simplify the licensing process as referred to in the Republic of Indonesia's Presidential Regulation No. 91 of 2017 Concerning the Acceleration of Business Conduct to resolve obstacles in the business licensing process in Indonesia? What are the potential obstacles to business licensing related to licensing implementation through the Integration of the Online Single Submission (OSS) System in Indonesia? This study uses normative juridical methods, using secondary data and using qualitative data analysis methods, because the data obtained are of a quality nature. The results of the study stated that the simplification of the licensing process as referred to in the Republic of Indonesia Presidential Regulation Number 91 Year 2017 Concerning the Acceleration of Business Endeavors to resolve obstacles in the business licensing process in Indonesia is the existence of an Online Single Submission (OSS) System, so that all business permit data addressed to ministries/agencies/governments are in 1 OSS system. Registered investor data can then be used to process permits so there is no need to re-register while taking care of other permits. With the permission to fulfill the commitment of business actors, there is no need to wait for other permits to come out, because the business licenses have been issued automatically when the business actors register them through OSS."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vitanova Saputri
"Birokrasi yang berbelit dan regulasi yang menghambat investasi masih menjadi keluhan klasik dunia usaha, pemerintah merilis Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha dengan harapan dapat memperlancar perizinan untuk pengusaha termasuk bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) setelah mendapat persetujuan penanaman modal. Salah satu sektor yang rentan dengan urusan birokrasi dan regulasi adalah sektor energi dan sumber daya mineral. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan peraturan Presiden nomor 68 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian ESDM melaksanakan deregulasi dan debirokratisasi sektor energi dan sumber daya mineral khususnya penyederhanaan perizinan pertambangan mineral dan batubara untuk mendongkrak investasi dan menjadikan Indonesia sebagai negara terkemuka dalam kemudahan berusaha. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, melalui studi kepustakaan, dengan tipologi penelitian preskriftif kualitatif dengan menyandingkan data-data yang diperoleh dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penyederhanaan proses perizinan di sektor energi dan sumber daya mineral mampu mendongkrak minat para investor menanamkan modalnya di Indonesia. Bahkan, kepercayaan para investor ini mendapat apresiasi dari Bank Dunia (World Bank) dengan menempatkan Indonesia ke peringkat 72 di tahun 2018 dalam Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business/EODB) di Indonesia. Peringkat tersebut merupakan keberhasilan tersendiri setelah pada tahun 2017 hanya menempati posisi ke-91 atau naik 19 peringkat.

Convoluted bureaucracy and regulation that hinder investment are still the classic complain in the business world, releasing the presidential regulation number 91 of 2017 on Acceleration of Doing Business, the government expects to ease permits for entrepreneurs such as micro, small and medium enterprises after acquiring capital investment agreement. One of the sectors susceptible to bureaucratic and regulatory matters is the energy and mineral resources sector. The Ministry of Energy and Mineral Resources has the task of administering government affairs in the field of energy and mineral resources to assist the President in conducting state government based on the presidential regulation number 68 of 2015 on the Organization and Work Procedures of the Ministry of ESDM carrying out deregulation and debureaucratization of energy and mineral resources sector, especially the simplification of mineral and coal mining license to heighten investment and to make Indonesia a leading country in the ease of doing business. This research is conducted using normative legal research methodology through the study of literature with the typology of qualitative prescriptive research by placing the acquired data side by side and then associating them with the legislation. The result of the research shows that the simplification of the licensing process in the energy and mineral resources sector is capable of heightening investors interest in investing their capital in Indonesia. The credence of the investors received appreciation from the World Bank by placing Indonesia 72nd in the 2018 ranking of the Ease of Doing Business (EODB) in Indonesia. The rank was a success because it was increased by 19 points in comparison with Indonesias 91st position in 2017."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dindha Citra Puspasari
"Policy Integration merupakan proses penyelarasan kebijakan yang berbeda dan strategi implementasinya untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam hal ini Policy integration within single policy yang diterapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko menunjukkan dinamika yang beragam dalam prosesnya. Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 diyakini dapat menjadi alat untuk merampingkan banyak aturan dengan menyederhanakan peraturan lainnya, mengurangi jumlah regulasi sehingga diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang lebih bersahabat dan meningkatkan perekonomian Indonesia. Adapun penelitian ini bertujuan untuk bagaimana policy integration within single policy dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 dalam penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko di Indonesia terutama dalam penerapannya di DKI Jakarta.  Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist. Data yang digunakan berasal dari wawancara mendalam serta beberapa studi kepustakaan pada data sekunder. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pada Terdapat empat dimensi yang menjadi krusial dalam melakukan integrasi kebijakan, yaitu Policy Frame, Subsystem Involvement, Policy Goals, dan Policy Instrument. Dalam pelaksanaannya, integrasi kebijakan ini masih menghadapi tantangan serta terjadinya kecurangan. Koordinasi yang minim antara sektor-sektor terkait, kurangnya komunikasi yang efektif, dan kebutuhan akan harmonisasi kebijakan menjadi beberapa aspek yang memerlukan perbaikan. Meskipun demikian, kebijakan integrasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 merupakan langkah yang diambil untuk meningkatkan efisiensi dan kemudahan dalam perizinan berusaha berbasis risiko. 

Policy Integration is the process of aligning different policies and implementation strategies to achieve common goals. In this case, the policy integration within a single policy implemented in Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 regarding Risk-Based Business Licensing shows diverse dynamics in its process. With the existence of Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021, it is believed to serve as a tool to streamline multiple regulations by simplifying other rules and reducing the number of regulations, thus creating a more business-friendly investment climate and improving Indonesia's economy. This research aims to examine how policy integration within a single policy in Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 is implemented in the provision of risk-based business licensing in Indonesia, particularly in its application in DKI Jakarta. The research adopts a post-positivist approach, using data from in-depth interviews and secondary data from literature studies. The research findings indicate that there are four crucial dimensions in policy integration, namely Policy Frame, Subsystem Involvement, Policy Goals, and Policy Instrument. In its implementation, this policy integration still faces challenges and instances of misconduct. The lack of coordination among related sectors, ineffective communication, and the need for policy harmonization are some aspects that require improvement. Nevertheless, the integration policy regulated in Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 is a step taken to enhance efficiency and ease in risk-based business licensing."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Hafizha Rika
"Pasal 14 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018, merupakan salah satu dampak diberlakukanya ease of doing business (EoDB) di Negara Indonesia yang memberlakukan Online Single Submission (OSS) dan memberikan perintah pengesahan badan hukum koperasi dilakukan pada program AHU Online, yang selama ini prosesnya dilakukan dalam program SISMINBHKOP. Dengan rumusan masalah pada penulisan ini menjelaskan bagaimana teori dan konsep badan hukum (rechtpersoonlickheid) khususnya koperasi, kemudian mengenai pengaturan dalam hukum Indonesia mengenai kebadanhukuman koperasi khususnya dalam pendirian, pendaftaran dan pengesahan, dan pengaturan mengenai pemberlakuan PP 24 Tahun 2018. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif.
Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis yakni dalam teori dan konsep kebadanhukuman koperasi pengesahan badan hukum koperasi dapat disamakan dengan Perseroan Terbatas dengan dasar memiliki status yang sama yaitu sebagai subyek hukum yang dapat diperhitungkan sama dengan manusia dan menyatakan bahwa dalam pengaturan mengenai tidak dikecualikanya pengesahan badan hukum koperasi, merupakan hal yang tepat. Selanjutnya, saran yang penulis berikan, yakni kepada Kementerian Koperasi dan UKM untuk mengkaji ulang khususnya dalam kelembagaan koperasi, dan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk segera membuat pengaturan mengenai pengesahan badan hukum koperasi dalam AHU online.

Article 14 paragraph (2) Government Regulation No. 24 of 2018, is one of the effects of the ease of doing business (EoDB) in Indonesia which implemented Online Single Submission (OSS) and gave orders to ratify cooperative legal entities carried out in the AHU Online program, which has been carried out in the SISMINBHKOP program. With the formulation of the problem at this writing explains how the theory and concept of legal entities (rechtpersoonlickheid), especially cooperatives, then regarding the regulation in Indonesian law regarding the cooperative penalties especially in the establishment, registration and endorsement, and regulation regarding the enactment of PP 24 of 2018. The research method used is normative juridical.
The conclusion that can be taken by the author is in the theory and concept of the punishment of cooperative ratification of cooperative legal entities can be equated with a Limited Liability Company with the basis of having the same status as legal subjects that can be calculated equally with humans and states that in the regulation regarding the exclusion of ratification of cooperative legal entities, is the right thing. Furthermore, the advice that the authors give, namely to the Ministry of Cooperatives and SMEs to review specifically in cooperative institutions, and to the Ministry of Law and Human Rights to immediately make arrangements regarding the ratification of cooperative legal entities in the online AHU.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqy Agusta Primananda
"Penerapan pengaturan terhadap Izin Usaha Minyak dan Gas dalam sektor hilir oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi sebelum dan setelah disahkannya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik ialah para pelaku usaha yang membutuhkan perolehan izin migas sektor hilir selama tahun 2017 hingga tahun 2021 sudah dapat melalui daring, namun terdapat perbedaan signifikan dari tahun ke tahun disebabkan terdapat perubahan peraturan maupun mekanisme perolehan perizinannya itu sendiri. Berdasarkan pendapat penulis setelah melakukan penguraian unsur dari ketiga peraturan yang telah diteliti memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Hal ini menjadi penting untuk meninjau kembali penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dalam menjalankan pemerintahan guna mewujudkan good governance untuk Indonesia yang lebih maju. Dalam menyusun tulisan ini, Penulis mencari dan mengumpulkan data sekunder yang berkaitan dengan teori hukum dan praktik pelaksanaan yang terjadi dalam penerbitan izin tersebut. Pemerintah harus memberikan kepastian hukum dalam menetapkan kriteria syarat tolak ukur dalam kemudahan berbisnis karena pada saat ini Ease of Doing Business sudah tidak berlaku lagi semenjak berlakunya Undang- undang Cipta Kerja, tetapi khususnya mekanisme kepastian administrasi dalam UU Nomor 30 Tahun 2014. Terkait penetapan risiko sebuah usaha, pemerintah harus membentuk badan atau tim pengendali khususnya untuk menjamin kemudahan berusaha dan akibatnya, khusus ataupun badan terkait. Agar para pelaku usaha tidak perlu berulang kali bergerak ke satu kementerian dan atau lembaga hinga ke kementerian dan atau lembaga untuk pemenuhan syarat dalam memperoleh perizinan.

The application of regulation on Oil and Gas Business Permits in the downstream sector by the Directorate General of Oil and Gas before and after the ratification of Government Regulation no. 24 of 2018 concerning Electronically Integrated Business Licensing Services, business actors who need to obtain downstream oil and gas permits during 2017 to 2021 can already go online, but there are significant differences from year to year due to changes in regulations and the mechanism for obtaining the permit itself. Based on the author's opinion, after analyzing the elements of the three regulations that have been studied, it has its own advantages and disadvantages. It becomes important to review the application of the General Principles of Good Governance (AUPB) in running the government in order to realize good governance for a more advanced Indonesia. In compiling this paper, the author seeks and collects secondary data related to legal theory and implementation practices that occur in the issuance of the permit. The government must provide legal certainty in determining the criteria for benchmarking conditions in the ease of doing business because at this time the Ease of Doing Business is no longer valid since the enactment of the Job Creation Act, but in particular the administrative certainty mechanism in Law Number 30 of 2014. business, the government must form a controlling body or team in particular to ensure the ease of doing business and consequently, specifically or related bodies. So that business actors do not need to repeatedly move from one ministry and or institution to another to meet the requirements for obtaining permits."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jake Junior Alizhar Joaquin
"Pada bulan Juni 2018, Presiden RI melalui Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, meluncurkan Online Single Submission yang merupakan pelayanan perizinan berusaha berbasis elektronik dengan konsep pelimpahan wewenang penerbitan dari kementerian dan/atau lembaga terkait perizinan berusaha.
Tujuan adanya pemotongan birokrasi pelayanan perizinan berusaha, yakni untuk mewujudkan iklim penanaman modal yang lebih kondusif. Namun, dengan belum adanya peraturan pelaksana pada setiap kementerian dan/atau lembaga terakait yang melimpahkan wewenangnya, OSS menimbulkan beberapa kendala sehingga memberi ketidakpastian terhadap penanam modal yang memohonkan perizinan terhadap OSS.
Penulisan ini akan membahas bagaimana prinsip-prinsip perizinan berusaha untuk penanaman modal di Indonesia dan bagaimana dampak dari penggunaan OSS terhadap kepastian hukum dalam penanaman modal di Indonesia. Metode penilitan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier serta wawancara.
Kesimpulan dari penulisan ini bahwa terdapat beberapa prinsip perizinan yang juga tercantum dalam asas-asas penanaman modal dalam regulasi penanaman modal yang berlaku yang belum dapat dipenuhi oleh perizinan yang diterbitkan oleh OSS di mana menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga dibutuhkan adanya koordinasi untuk melakukan perancangan peraturan pelaksana di setiap kementerian dan/atau lembaga terkait.

In June 2018, the President of the Republic of Indonesia through Government Regulation No. 24 of 2018 of Electronically Integrated Business License Services, launched the Online Single Submission, which is an electronic-based business licensing service that adopts the concept of issuance authority delegation from the related ministries and/or institutions.
The aim of cutting bureaucracy of licensing services is to realize a better investment climate. However, with the absence of implementing regulations in each related ministries and/or institutions that delegate their issuance authorities, OSS gives a raise on problems which give uncertainty to investors applying for licenses to the OSS.
This paper will discuss how the principles of business licensing for investment in Indonesia and how the impact of OSS on the legal certainty in investment in Indonesia. The research method in writing this thesis is juridical-normative with a qualitative approach and using library materials and interviews.
The conclusion of this paper is that there are several licensing principles that are also manifested in the principles of investment in the applicable investment regulations that have not been fulfilled by licenses issued by OSS which cause legal uncertainty, therefore coordination is needed to design the implementing regulations in each ministry and/or related institution.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Manggoana Wira Tenri
"Penerapan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau dikenal dengan Online Single Submission (OSS) pada pertengahan 2018 mengangkat para profesional dan kontra di berbagai kalangan. Sistem OSS dianggap tidak kompatibel Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal karena berbagai alasan yang kemudian penulis analisis dalam skripsi ini. Masalah lainnya Apa yang dihadapi sistem OSS merupakan implementasi yang memiliki beberapa kendala baik dari segi teknis maupun dari segi peraturan yang dapat menjadi penghalang tujuan pembuatan OSS adalah untuk memudahkan dan mempercepat penanaman ibukota di indonesia. Untuk mengetahui jawaban dari permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penulisan normatif yuridis melalui studi pustaka
dilengkapi dengan observasi dan wawancara. Penulis membuat perbandingan Sistem OSS dengan sistem serupa di Singapura, Irlandia, dan Kanada, di mana ada hal-hal yang dapat dipelajari dari negara-negara ini untuk diperbaiki Sistem OSS dan sistem OSS juga memiliki kelebihan yang tidak dimiliki negara. Sistem OSS merupakan kebijakan Pemerintah Indonesia yang patut diapresiasi, namun dalam praktiknya masih ada beberapa permasalahan dan kendala yang terjadi dalam implementasi OSS yang dapat diatur dalam regulasi terkait. Masih ada beberapa hal yang belum diatur
Regulasi OSS yang bisa menjadi kendala kemudahan dalam memperoleh izin masuk OSS. Maka penulis menyarankan agar peraturan tersebut segera diterbitkan perubahan terkait OSS untuk memperjelas dan memberikan kepastian bagi pelaku upaya meningkatkan investasi di Indonesia.

The application of Electronically Integrated Business Licensing or known as Online Single Submission (OSS) in mid-2018 raised professionals and cons in various circles. The OSS system is considered incompatible with Law Number 25 of 2007 concerning Investment for various reasons which the authors analyze in this thesis. Other problems What is faced by the OSS system is an implementation that has several obstacles both from a technical and regulatory point of view that can hinder the purpose of making OSS is to facilitate and accelerate the planting of the capital city in Indonesia. To find out the answers to these problems, the author uses the juridical normative writing method through literature study completed with observations and interviews. The author makes comparisons OSS systems with similar systems in Singapore, Ireland, and Canada, where there are things that can be learned from these countries to improve OSS systems and OSS systems also have advantages that countries do not have. The OSS system is a policy of the Government of Indonesia which should be appreciated, but in practice there are still some problems and constraints that occur in OSS implementation which can be regulated in related regulations. There are still some things that have not been arranged OSS regulations which can be an obstacle to ease in obtaining OSS entry permits. So the authors suggest that the regulation be issued with changes related to OSS to clarify and provide certainty for actors in efforts to increase investment in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Gunawan Ciptadi
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas pelaksanaan pasal 61 Undang-Undang no. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang secara khusus telah memberikan peluang bagi warga negara asing yang menikah dengan warga negara Indonesia beserta anak hasil perkawinannya untuk dapat tinggal dan melakukan pekerjaan atau usaha di Indonesia. Metode penelitian ini menggunakan deskriptif yang memberikan gambaran mengenai kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, dan tentang kecendrungan yang tengah berlangsung. Diperlukan responden-responden yang dianggap mampu dan mempunyai kompetensi untuk memberikan informasi tentang masalah penelitian ini.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan undang-undang tersebut belum sepenuhnya berjalan efektif karena masih disharmonis dengan aturan yang ada di bidang ketenagakerjaan. Ketidakpastian hukum yang dirasakan para subjek perkawinan campuran di Indonesia menjadi kendala serius sebagai akibat terjadinya disharmonisasi peraturan tersebut. Atas dasar hal tersebut, pemerintah Indonesia semestinya harus segera mengatasi permasalahan disharmonisasi peraturan tersebut.

This research is to analyze the effectiveness of the implementation of article 61 of the Act No. 6 year 2011 concerning Immigration, which has provided opportunity for any foreigners who are married to an Indonesian, also for any children  born to this marriage, to live and to work or to have business in Indonesia. The research utilized a descriptive method which provides description of condition or relations, developed ideas, undergoing processes, results or effects, and also of continuing trends in the matter. The respondents needed to this research are those who considered to be qualified in  having competencies to give information regarding the object of the research.
The research  has concluded in a conclusion that the implementation of the said law has not yet been effective, as there were still disharmony between those law and manpower regulations. The legal uncertainty, felt by those who are the subject of mix-marriage in Indonesia, still becomes  serious challenges that resulted from the disharmony. Therefore, the research  recommends the Government of Indonesia to immediately resolve the disharmony between those law and manpower regulations.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenly Gosti
"Regulasi berbasis risiko yang sudah ada untuk waktu yang cukup lama namun keberadaan dan wawasan terhadapnya masih kurang signifikan, salah satunya di Indonesia. Secara umum, regulasi berbasis risiko adalah suatu kerangka dan prosedur pengambilan keputusan yang sistematis untuk memprioritaskan aktivitas pengaturan dan penggunaan sumber daya, yang terutama berkaitan dengan pemeriksaan dan penegakan, berdasarkan penilaian atas risiko yang ditimbulkan subjek pengaturan terhadap tujuan regulator. Dalam menggunakan sistem “berbasis risiko”, harus diingat prinsip bahwa risiko tidak dapat dihilangkan seluruhnya dan manusia hanya berupaya untuk mengelola risiko sedemikian rupa demi mencapai tujuannya dengan lebih baik. Di Inggris, Australia, dan Kanada, pendekatan berbasis risiko sudah banyak diterapkan dalam tata kelola regulasinya. Walaupun penerapannya dapat mengandung beberapa perbedaan, ada persamaan mencolok dari model pendekatan berbasis risiko yang dianut ketiga negara tersebut, yaitu adanya penilaian risiko dan adanya tujuan spesifik yang ingin dicapai dari diadopsinya pendekatan berbasis risiko yang minimal salah satunya adalah untuk penegakan atau penaatan. Di Indonesia, dalam upaya untuk menyederhanakan perizinan berusaha, pemerintah merombak sistem perizinan berusaha di Indonesia menjadi sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Melalui sistem ini, jenis perizinan berusaha suatu kegiatan usaha ditentukan berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha tersebut, yang mana diperoleh melalui penilaian risiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pendekatan berbasis risiko yang dianut pada sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di Indonesia berbeda dari praktek yang berkembang pada umumnya, dimana pendekatan berbasis risiko digunakan secara utama untuk menentukan jenis perizinan berusaha, alur penilaian risiko yang dianut menghasilkan matriks risiko yang lebih rumit, dan tidak adanya kerangka kokoh yang mendasari penggunaan pendekatan berbasis risiko pada sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko tersebut.

Risk-based regulation has been present for a moderate amount of time but there is still minimal knowledge and understanding of it, nonetheless in Indonesia. Generally, risk-based regulation refers to a systematised decision-making framework and procedure to prioritise regulatory activities and deploy resources, principally relating to inspection and enforcement, based on an assessment of the risks that regulated firms pose to the regulator’s objectives. In adopting a risk-based model, one must understand that risk cannot be completely extinguished, but are manageable to a certain extent to help humans attain better outcomes to their objectives. Risk-based regulatory governance is a common practice in the United Kingdom, Australia, and Canada. Although there are differences in its application, there are some significant similarities in their risk-based model, that is it is extensively based on a risk assessment, and that there are specific objectives to be attained, mainly for compliance or enforcement purposes. In Indonesia, the government developed a risk-based business licensing system as an attempt to simplify its licensing regime. With this system, the type of business license required for a business activity is determined by its risk level, which are acquired through risk assessment. The research conducted in this paper found that there are differences between the risk-based model in Indonesia’s risk-based business licensing system and the existing common practice, that is it is mainly used to determine the type of business license required, the calculation flow of the risk assessment resulted in a more complicated risk matrix and that there is no solid framework underlying the adoption of the risk-based model."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahri Handika
"Skripsi ini membahas mengenai penetapan tarif batas bawah penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara berjadwal dalam negeri berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor: PM 91 Tahun 2014 yang secara prinsip bertentangan dengan semangat persaingan, namun mendapat pengecualian dari penegakan Hukum Persaingan Usaha berdasarkan keberadaan State Action Doctrine dalam Pasal 50 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Skripsi ini juga membahas dampak yaang dapat ditimbulkan akibat adanya penetapan tarif batas bawah penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara berjadwal dalam negeri.

The purpose of this thesis is to describe arrangement of airfare floor threshold for economy class passengers on scheduled domestic flights according to Minister of Transportation Regulation No: PM 91 of 2014 which in principle contradict with the competition purposes, but it has exempted from Competition Law based on existence of State Action Doctrine from Article 50 letter a Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. This thesis also discuss the impact(s) that could be arise from an increase of airfare floor threshold for economy class passengers on scheduled domestic flights.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59107
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>