Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115166 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leonard Julio Axel Mahal
"

Kepastian hukum mengenai pendaftaran nama organisasi sebagai merek masih sangatlah kurang jelas. Kurang jelasnya kepastian hukum dalam pendaftaran nama organisasi sebagai merek dikarenakan tidak adanya peraturan yang menyatakan baik secara langsung atau tidak langsung mengenai posisi nama suatu organisasi dalam hukum merek. Hal ini tentunya menimbulkan suatu area yang abu – abu mengenai apakah suatu nama organisasi dalam didaftarkan sebagai merek. Pendaftaran nama organisasi sebagai merek di Indonesia ini terjadi karena banyaknya jumlah organisasi yang ada di Indonesia. Organisasi ini mendaftarkan namanya sebagai merek untuk mendapatkan hak eksklusif dan perlindungan hukum atas penggunaan nama organisasi tersebut. Dengan adanya perlindungan dan hak eksklusif ini, maka akan mencegah pihak lain yang tidak bertanggung jawab untuk menggunakan nama organisasi dan bahkan dapat menjatuhkan nama organisasi tersebut. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dibahas mengenai apakah suatu organisasi dapat mendaftarkan namanya sebagai merek dan bagaimana seharusnya pengaturan mengenai pendaftaran nama organisasi sebagai merek dan kiranya apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan perbaikan sistem pendaftaran nama organisasi menjadi lebih baik


The legal certainty regarding registering an organization's name as a trademark is still very unclear. The lack of legal certainty in registering an organization's name as a mark is due to the absence of regulations that state either directly or indirectly the position of an organization's name in trademark law. This naturally raises a gray area as to whether an organization's name is registered as a trademark. Registration of the name of the organization as a trademark in Indonesia is due to the large number of organizations in Indonesia. This organization registers its name as a trademark to obtain exclusive rights and legal protection for the use of the organization's name. With this protection and exclusive rights, it will prevent other parties who are not responsible for using the name of the organization and can even drop the name of the organization. Therefore, in this paper we will discuss whether an organization can register its name as a trademark and how it should regulate the registration of an organization's name as a brand and what can be done to improve the improvement of the organization's name registration system for the better.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fuji Amaranggana
"Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, dalam beberapa dekade terakhir mulai bermunculan tanda baru yang digunakan sebagai merek yang disebut sebagai merek non-tradisional. Dalam pendaftaran merek non-tradisional terdapat ketentuan mengenai representasi grafis. Skripsi ini akan membahas mengenai ketentuan representasi grafis dalam pendaftaran merek di Indonesia dan Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan jenis data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka. Penelitian hukum pada skripsi ini dilakukan dengan perbandingan hukum. Pembahasan dalam skripsi ini mencakup pembahasan mengenai ketentuan representasi grafis dalam pendaftaran merek non-tradisional berdasarkan UU No. 20 Tahun 2016, berdasarkan Lanham Act, dan perbandingan ketentuan representasi grafis dari kedua undang-undang tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan ketentuan dalam UU No. 20 Tahun 2016 dan Lanham Act. Selain itu, juga diperlukan adanya perubahan ketentuan representasi grafis dari merek non-tradisional dalam UU No. 20 Tahun 2016.

Along with the development of technology and information, in the last few decades a new sign has been used as a trademarks and known as non-traditional trademarks. In the registration of non-traditional trademarks there are provisions regarding graphical representation of the trademarks. This thesis will discuss the provisions of graphical representation in the registration of non-traditional trademarks in Indonesia and the United States. The research method used is juridical normative with secondary data types obtained from library materials. Legal research in this thesis is carried out with comparative laws. The discussion in this thesis includes discussion regarding the provisions of graphical representation in the registration of non-traditional trademarks based on the Law No. 20 of 2016, based on the Lanham Act, and a comparison of the graphical representation provisions of the two laws. The results showed that there are several similarities and differences in the provisions in the Law No. 20 of 2016 and the Lanham Act. In addition, it is also necessary to change the provisions for graphical representation of non-traditional trademarks in the Law no. 20 of 2016."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasya Prawesti Wulandari
"Eksistensi penggunaan merek sebagai agunan kredit pada praktik perbankan masih belum diakui di Indonesia. Pada kenyataannya, merek yang memiliki nilai ekonomi dapat memberikan manfaat kepada para pelaku usaha, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah untuk memperoleh pendanaan dari bank. Namun, berbagai peraturan yang terdapat di Indonesia belum mengatur secara komprehensif terkait penggunaan merek untuk dijadikan agunan kredit bank. Selain itu, penggunaan merek sebagai agunan kredit bank juga tidak diakomodir oleh mekanisme yang jelas. Berbeda halnya dengan Indonesia, negara Malaysia telah melaksanakan praktik penggunaan merek sebagai agunan kredit bank sejak tahun 2013 yang dikenal dengan Intellectual Property Financing Scheme dan telah diatur dalam peraturan tersendiri. Skripsi ini membahas mengenai rencana pengaturan mekanisme penggunaan merek untuk dijadikan agunan kredit bank di Indonesia serta perbandingan pengaturan penggunaan merek sebagai agunan kredit di Malaysia. Bentuk penelitian dari skripsi ini adalah yuridis-normatif dengan tipologi penelitian deskriptif yang didukung oleh studi bahan pustaka dan wawancara sebagai alat pengumpul data. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pengaturan dan mekanisme penggunaan merek sebagai agunan kredit di Indonesia telah dirancang dalam rancangan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai skema pembiayaan berbasis hak kekayaan intelektual serta Indonesia telah melakukan beberapa persiapan untuk melaksanakan skema tersebut. Sedangkan, Malaysia telah mengembangkan dan melaksanakan Intellectual Property Financing Scheme dengan berfokus pada tiga aspek, yaitu intellectual property valuation, intellectual property financing, dan intellectual property marketplace. Saran yang dapat dilakukan oleh Indonesia adalah adanya urgensi untuk menerbitkan peraturan pemerintah skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual serta mempersiapkan dan mewujudnyatakan berbagai elemen yang dibutuhkan dalam pelaksanaan skema pembiayaan berbasis hak kekayaan intelektual di Indonesia.

The existence of trademark utilization as credit collateral in banking practice is still not recognized in Indonesia. In fact, the trademark that has economic value can provide benefits to business actors, especially small and medium-sized enterprises, to obtain funding from banks. However, various regulations in Indonesia do not explicitly regulate the using of trademark as collateral for bank credit. Other than that, utilization of trademark as bank collateral also not accommodated by a clear mechanism. Different from Indonesia, Malaysia has implemented the practice of using the trademark as collateral for bank credit since 2013, known as the Intellectual Property Financing Scheme, and has been regulated in a separate regulation. This thesis discusses the plan to regulate the mechanism for trademark utilization as bank credit collateral in Indonesia as well as a comparison of the regulation on the use of the trademark as credit collateral in Malaysia. The research form of this thesis is juridical-normative with a descriptive research typology that is supported by library study materials and interviews as a tool for collecting data. From this research, it can be concluded that the regulations and mechanisms for using the trademark as bank credit collateral in Indonesia have been designed in the draft government regulations regarding intellectual property rights-based financing schemes, and Indonesia has made several preparations to implement the scheme. Meanwhile, Malaysia has developed and implemented an Intellectual Property Financing Scheme by focusing on three aspects, that is intellectual property valuation, intellectual property financing, and intellectual property marketplace. Recommendations for Indonesia are the urgency to issue government regulations on intellectual property-based financing schemes and prepare and implement various elements needed in implementing intellectual property rights-based financing schemes in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Atqa Fautar
"Dewasa ini, sering dijumpai permasalahan pendaftaran merek. Salah satunya terkait ketidaksesuaian penerimaan merek yang bertentangan dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Terutama pada Pasal 20 huruf (b) dan (f) dimana dalam penjelasan undang-undang tersebut juga tidak dijelaskan secara spesifik terkait kriteria merek yang “sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang jasa yang dimohonkan pendaftaran” dengan merek yang “merupakan nama umum dan/atau lambang umum”. Sebagai contoh akibat ketidakjelasan pasal tersebut yakni pada kasus merek “Open Mic Indonesia”. Dalam penulisan hukum ini penulis melakukan penelitian menggunakan metode yuridis normatif yang didukung dengan wawancara narasumber. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis menyimpulkan bahwa Pasal 20 huruf (b) penggunaan kata yang digunakan pada merek memiliki hubungan langsung terhadap produk sebagai deskripsi, sedangkan Pasal 20 huruf (f) penggunaan kata yang terlah digunakan sebagai bahasa sehari-hari atau dimiliki umum. Merek “Open Mic Indonesia” berdasarkan doktrin spectrum of distinctiveness memiliki kekuatan pembeda yang rendah karena frasa “open mic” merupakan generic term. Dimana hakim pada putusan No:85/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN.Niaga.Jkt.Pus berpendapat bahwa “open mic” merupakan istilah umum dan hakim memutus untuk membatalkan merek tersebut karena dinilai bertentangan dengan kepentingan umum dan adanya iktikad buruk.

Nowadays, there are often problems with trademark registration. One of them is related to the incompatibility of trademark acceptance which is contrary to Article 20 of Law Number 20 Year 2016 on Trademarks and Geographical Indications. Especially in Article 20 letters (b) and (f) where the explanation of the law is also not specifically explained related to the criteria of the trademark that is "the same as, related to, or only mentions the goods and services applied for registration" with a trademark that "is a common name and / or public symbol". As an example due to the vagueness of the article is the case of the "Open Mic Indonesia" trademark. In this legal writing, the author conducts research using normative juridical methods supported by interviews with sources. Based on the research conducted, the author concludes that Article 20 letter (b) the use of words used in the trademark has a direct relationship to the product as a description, while Article 20 letter (f) the use of words that have been used as everyday language or commonly owned. Trademark "Open Mic Indonesia" based on the doctrine of spectrum of distinctiveness has a low distinguishing power because the phrase "open mic" is a generic term. Where the judge in Decision No: 85/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN.Niaga.Jkt.Pus argued that "open mic" is a generic term and the judge decided to cancel the trademark because it was considered contrary to the public interest and bad faith."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Rahma Yulianthi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang merek dagang obat etikal yang menggunakan identitas nama zat aktif obat ditinjau dari aspek hukum merek. Pembahasan mengacu pada peraturan perundangundangan di bidang merek dagang dan peraturan lainnya yang berhubungan dengan pokok bahasan tersebut, serta menggunakan teori-teori dari para ahli hukum terkemuka.
Analisa penelitian ini didasarkan pada disiplin ilmu hukum merek, metode yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif dengan titik berat pada studi kepustakaan. Penelitian ini akan bersifat deskriptif analitis, dengan cara menggambarkan adanya penggunaan identitas nama zat aktif obat sebagai bagian merek dagang obat etikal yang kemudian dianalisa dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan pendapat-pendapat para ahli yang berkaitan dengan hal tersebut.
Di dunia farmasi dan kedokteran, penggunaan identitas zat aktif obat sebagai bagian merek dagang etikal telah membantu para tenaga medis seperti dokter dan apoteker untuk mengetahui indikasi obat yang bersangkutan. Namun dalam praktiknya, penggunaan identitas zat aktif obat pada merek dagang mengakibatkan beberapa merek dagang obat etikal dari pemilik merek yang berbeda menjadi mirip antara satu merek dagang dengan merek dagang yang lainnya, pada sebagian suku katanya.
Hukum merek mengenal apa yang disebut dengan persamaan pada pokoknya atau persamaan pada keseluruhannya. Pada tulisan ini, dianalisa apakah kemiripan yang terjadi pada beberapa merek dagang obat sebagaimana dimaksud, dapat dikategorikan persamaan pada pokoknya.
Berdasarkan sifat penelitian yang deskriptif, maka data serta hasil penelitian yang akan diperoleh akan dipaparkan secara deskriptif. Dalam penelitian ini, tidak dicari ilmu atau teori baru tetapi menjadikan teori yang sudah ada sebagai alat bedah untuk menilai keadaan-keadaan yang ada dalam praktik, sehingga pada akhirnya diperoleh hasil yang dapat menjelaskan apakah praktik dan keadaan yang ada telah sesuai atau belum sesuai.

ABSTRACT
This thesis discusses the ethical drug trademark using the identity of the active drug ingredients name in terms of the legal aspects of the brand. Discussion refers to the legislation in the field of trademark and other laws relating to the subject, as well as using the theories of leading legal experts.
This study is based on the analysis of the brand legal discipline; the method used is the normative juridical approach with emphasis on the study of literature. This research is a descriptive analysis, by way of describing the use of the identity of the active drug substance name as part of trademarks prescription drugs which are then analyzed based on the laws and the opinions of experts in this regard.
In the world of pharmacy and medicine, the use of the identity of the active substance name as part of a trademark drug prescription has helped the medical personnel such as doctors and pharmacists to determine the indication of the drug in question. However, in practice, the use of the identity of the active drug substance name, leading some trademark prescription drugs from different brand owners to be similar among the trademarks with other trademarks, in the syllables.
Trademark law knowing what is called the equality or equality in principle on the whole. In this paper, analyzed what happened to some semblance trademarks referred to drugs, can be categorized equation substantially.
Based on the descriptive nature of the research, data and research results that will be obtained will be presented descriptively. In this study, do not look for a new science or theory but makes the existing theories as a surgical tool to assess the circumstances that exist in practice, and eventually gained the results that can explain whether the practices and circumstances that exist have been appropriate or not appropriate.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35963
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natassa Raemavenzka
"Penerapan doctrine of foreign equivalents terhadap Merek AQUA yang merupakan merek untuk produk air minum dalam kemasan, menempatkan Merek AQUA sebagai merek generik dalam tingkatan kekuatan daya pembeda merek, sebab kata ‘aqua’ dalam Merek AQUA memiliki arti kata ‘air’ apabila diterjemahkan dari bahasa Latin ke dalam bahasa Indonesia merupakan kata yang menerangkan nama barangnya yaitu air minum. Unsur berupa keterkenalan merek dan penggunaan merek secara terus-menerus oleh PT Aqua Golden Mississippi sekalipun tidak dapat memberikan secondary meaning terhadap Merek AQUA sebagai merek generik. Perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap Merek AQUA hanyalah Merek AQUA sebagai marks as per set dengan pengecualian terhadap kata ‘aqua’.

The application of doctrine of foreign equivalents to AQUA® which is the trademark for bottled drinking water products, placing AQUA® as a generic marks based on the spectrum of trademark distinctiveness, because the word 'aqua' in AQUA® means 'water' when translated from Latin to Indonesian describing the products namely bottled drinking water. Even elements such as famous and well-known marks and continuous usage of trademark by PT Aqua Golden Mississippi cannot achieve any secondary meaning to AQUA® as generic marks. The legal protection that can be given to AQUA® as trademark is only as marks as per set with the exception of the word 'aqua'.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Sagita
"Merek merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan ekonomi, yaitu sebagai identitas dari barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis telah mengalami perluasan definisi merek, yaitu dengan ditambahkannya merek-merek nonkonvensional secara eksplisit seperti merek tiga dimensi, hologram dan suara. Selain ketiga jenis merek nonkonvensional tersebut, masih ada jenis-jenis merek nonkonvensional lainnya, salah satunya adalah merek gerak. Namun, merek gerak tidak secara eksplisit disebutkan dalam definisi merek pada Undang-Undang Merek. Skripsi ini membahas mengenai merek gerak, apakah merek gerak dapat didaftarkan di Amerika Serikat, Uni Eropa, Hong Kong dan Jepang, syarat-syarat pendaftaran merek gerak di negara-negara tersebut, apakah merek gerak dapat didaftarkan di Indonesia, syarat-syarat pendaftaran merek gerak di Indonesia, serta kendala pendaftaran merek gerak di Indonesia. Skripsi ini merupakan penelitian yuridis normatif yang meneliti rumusan masalah menggunakan peraturan-peraturan yang berlaku. Dari penelitian ini, ditemukan kesimpulan bahwa meskipun belum diatur dalam Undang-Undang Merek, tidak tertutup kemungkinan merek gerak untuk dapat didaftarkan di Indonesia. Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual dapat melihat ketentuan mengenai pendaftaran merek gerak dalam Singapore Treaty maupun ketentuan pendaftaran merek gerak di berbagai negara sebagai pedoman dalam memeriksa pendaftaran merek gerak di Indonesia.
Trademark is one of the important factors in economic activity, which is as an identity of goods and or services traded. Trademark definition in Law Number 20 of the Year 2016 concerning Trademark and Geographical Indications has been through an expansion with the addition of non conventional trademarks explicitly such as three dimensional trademark, holograms and sound. Besides those 3 non conventional trademarks, there are still more non conventional trademarks one of them is motion trademark. However, motion trademark is not mentioned explicitly in trademark definition in Law Number 20 of the Year 2016. This undergraduate thesis discussed about motion trademark, whether motion trademark can be registered in the United States of America, European Union, Hong Kong and Japan, requirements to register motion trademark in those countries, whether motion trademark can be registered in Indonesia, requirements to register motion trademark in Indonesia, also the obstacles faced to register motion trademark in Indonesia. The writer uses a normative legal writing method, analyzing problems using applicable regulations. From this research, it can be concluded that even though it is not yet to be regulated in Trademark Law in Indonesia, it is possible to register motion trademark in Indonesia. The Indonesia Intellectual Property Office can use regulations related to registration of motion trademark in the Singapore Treaty or in Trademark Law from certain countries as guidelines to examine motion trademark registration in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Zahara Ichsan
"Parodi merek terkenal merupakan tindakan mentransformasikan merek terkenal dengan mengambil ciri khas merek terkenal yang diparodikan menjadi sesuatu yang baru dengan tujuan menimbulkan kesan kejenakaan, sindiran, cemoohan, ataupun kritik. Parodi merek terkenal yang didaftarkan sebagai merek dagang ini dapat menimbulkan persamaan pada pokoknya dan persamaan keseluruhan. Hal ini merupakan pelanggaran dari hukum merek Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pelanggaran merek dalam parodi merek terkenal yang didaftarkan sebagai merek dagang dan upaya hukum yang dapat dilakukan merek terkenal yang dirugikan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bentuk penelitian bersifat yuridis-normatif artinya penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data-data sekunder seperti peraturan perundangundangan, literatur, doktrin atau pendapat para ahli, dan hasil penelitian terdahulu. Lebih lanjut, fenomena parodi merek terkenal yang dianalisis adalah Supirmu dan Pecel Lele LELA berpotensi termasuk ke dalam pelanggaran persamaan pada pokoknya yang seharusnya ditolak menurut Pasal 21 UU MIG. Parodi ini juga dapat berisiko dikategorikan sebagai dilusi, counterfeit, passing off, dan free riding. Oleh karena itu, pemilik merek terkenal yang mengalami kerugian dapat mengajukan berbagai upaya hukum.

A Well-known mark parody is an act of transforming a well-known mark into something new by taking its characteristics to create the impression of humor, satire, ridicule, or criticism. Parodies of a well-known mark that are registered as trademarks could lead to similarities in essence and overall similarities. This is a violation of Indonesian trademark law. The purpose of this research are to analyze trademark violations in well-known marks parodies that are registered as trademarks and the legal remedies that can be taken by the well-known marks as the aggrieved party. This research was conducted using a juridical-normative form of research, by examining secondary data such as laws and regulations, literature, doctrine, or expert opinion, as well as the results of previous research. Furthermore, the well-known trademark parody that being analyzed are Supirmu and Pecel Lele LELA, which have the potential to be included in similarities in essence and should have been rejected under Article 21 of the MIG Law. This parody can also risk being categorized as dilution, counterfeit, passing off, and free riding. Therefore, well-known mark owners as the aggrieved party can file various legal remedies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Ramadhan Maulana
"Seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) terutama bidang Informasi Teknologi, maka berkembang pula kebutuhan pelaku usaha untuk memberikan perlindungan bagi aset yang terkait dengan kegiatan usaha yang mereka lakukan. Aset tersebut salah satunya berupa merek, yang di Indonesia diatur pada Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dengan adanya perkembangan IPTEK tersebut, maka jenis merek juga mengalami perluasan bentuk berupa merek non tradisional atau merek nonkonvensional, salah satu bentuknya yaitu merek suara. Hukum Merek di Indonesia belum memberikan pengaturan terhadap jenis merek suara, namun di luar negeri sudah ada perjanjian internasional yang mengatur mengenai merek suara, yaitu Singapore Treaty on Law of Trademark. Walaupun di Indonesia Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta telah mengatur mengenai perlindungan suara, tetapi tujuan dan fungsi dari perlindungan tersebut dengan perlindungan pada Undang-Undang Merek memiliki perbedaan. Adanya perbedaan tersebut menjadi dasar bagi pentingnya Merek Suara dapat dilindungi oleh Undang-Undang Merek Indonesia di masa yang akan datang.
Along with the development of science especially in information and technology area, furthermore develops a business needs to provide protection for the assets associated with the business activities they are doing. The assets may form as a trademark, which in Indonesia regulated in Law on Trademark No. 15 of 2001. With the development of science and technology, then type of the trademark also expanded into a non-traditional or non-conventional trademark, one of its forms is the sound trademark. Trademark Law in Indonesia does not provide the kind of trademark sound type yet, however there is an international treaty governing the sound trademark, Singapore Treaty on The Law of Trademark. Although in Indonesian Copyright Law No.19 of 2002 has been rule on the sound, but the purpose and function of the protection were different. The existence of such differences is the important basis for the sound to be protected by Trademark Law in Indonesia in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>