Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179023 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Wayan Hero Wantara
"

Latar Belakang : Pasien kanker paru sering mengalami pneumonia, hal ini terjadi karena penurunan daya tahan tubuh. Pneumonia menyulitkan penanganan, memperburuk kualitas hidup, mengurangi survival  dan seringkali merupakan penyebab  langsung kematian pasien kanker paru. Penangananan pneumonia pada pasien NSCLC(non small cell lung cancer) dengan antimikroba yang terus menerus tanpa memperhatikan kultur sensisitivitas akan menyebabkan resistensi dari kuman penyebab pneumonia tersebut.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien NSCLC, pola kuman penyebab pneumonia pada pasien NSCLC, dan membandingkan kesintasan pasien NSCLC yang menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR (multidrug resistance) dengan yang disebabkan oleh bakteri non-MDR.

Metode : Penelitian ini merupakan kohort retrospektif dengan subjek penelitian adalah pasien NSCLC dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR dan non-MDR yang dirawat di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo bulan Januari 2013–Desember 2017. Analisis dilakukan dengan analisis multivariat regressi cox.

Hasil: Setelah dilakukan pemeriksaan kultur BAL(Bronchoalveolar lavage), cairan pleura dan sputum, diperoleh 32 subjek hasil  kulturnya hanya bakteri MDR, 14 subjek  tumbuh bakteri MDR dan non-MDR, dan 23 subjek hanya tumbuh bakteri non-MDR.  Bakteri non- MDR terbanyak penyebab pneumonia pada pasien NSCLC adalah Klebsiella pneumoniae sebanyak 37,3%, sedangkan bakteri MDR yang terbanyak menyebabkan pneumonia pada pasien NSCLC adalah  Acinetobacter baumannii  sebanyak 23,2%. Median survival Pasien NSCLC dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR adalah 57 hari(43,707-70,293) sedangkan yang oleh bakteri non-MDR 92 hari(58,772-125,228). 

Simpulan : kesintasan pasien NSCLC dengan pneumonia yang disebabkan  oleh bakteri MDR lebih singkat daripada yang disebabkan oleh bakteri non-MDR.

 


Back Ground: Lung cancer patients often experience pneumonia. This is due to the decrease in body endurance of the patients. Pneumonia complicates treatment, worsens the quality of life, reduces survival and is often a direct cause of death for lung cancer patients. Dealing with pneumonia in non-small cell lung cancer (NSCLC) patients with continuous antimicrobials treatment without regard to culture sensitivity will cause resistance of germs that cause pneumonia.

Objectives: This study aims to study the characteristics of NSCLC patients, the pattern of germs that cause pneumonia in NSCLC patients, and to compare the survival of NSCLC patients suffering from pneumonia caused by MDR (multidrug resistance) bacteria with those caused by non-MDR bacteria.

Methods: This study was a retrospective cohort with research subjects was NSCLC patients with pneumonia caused by MDR and non-MDR bacteria who were treated at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2013 to December 2017. Analysis was performed with multivariate cox regression analysis.

Results: The results of the culture examination of BAL(Bronchoalveolar lavage), pleural fluid and sputum showed that 32 subjects were infected only from MDR bacteria, 14 subjects infected by both MDR and non MDR bacteria, and 23 subjects were infected by only non MDR bacteria. The most non-MDR bacteria that cause pneumonia in NSCLC patients was Klebsiella pneumoniae as much as 37,3%, while the most MDR bacteria that cause pneumonia in NSCLC patients was Acinetobacter baumannii as much as 23,2%. Median survival of NSCLC patients with pneumonia caused by MDR bacteria was 57 days(43,707-70,293) while those by non-MDR bacteria was 92 days (58,772-125,228).

Conclusions: The survival of NSCLC patients with pneumonia caused by MDR bacteria is shorter than that caused by non-MDR bacteria.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Hero Wantara
"Latar Belakang : Pasien kanker paru sering mengalami pneumonia, hal ini terjadi
karena penurunan daya tahan tubuh. Pneumonia menyulitkan penanganan,
memperburuk kualitas hidup, mengurangi survival dan seringkali merupakan
penyebab langsung kematian pasien kanker paru. Penangananan pneumonia pada
pasien NSCLC(non small cell lung cancer) dengan antimikroba yang terus menerus
tanpa memperhatikan kultur sensisitivitas akan menyebabkan resistensi dari kuman
penyebab pneumonia tersebut.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, pola kuman penyebab
pneumonia pada pasien NSCLC, dan membandingkan kesintasan pasien NSCLC
yang menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR (multidrug
resistance) dengan yang disebabkan oleh bakteri non-MDR.
Metode : Penelitian ini merupakan kohort retrospektif dengan subjek penelitian
adalah pasien NSCLC dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR dan
non-MDR yang dirawat di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo bulan Januari
2013-Desember 2017. Analisis dilakukan dengan analisis multivariat regressi cox.
Hasil: Setelah dilakukan pemeriksaan kultur BAL(Bronchoalveolar lavage), cairan
pleura dan sputum, diperoleh 32 subjek hasil kulturnya hanya bakteri MDR, 14
subjek tumbuh bakteri MDR dan non-MDR, dan 23 subjek hanya tumbuh bakteri
non-MDR. Bakteri non-MDR terbanyak penyebab pneumonia pada pasien
NSCLC adalah Klebsiella pneumoniae sebanyak 37,3%, sedangkan bakteri MDR
yang terbanyak menyebabkan pneumonia pada pasien NSCLC adalah
Acinetobacter baumannii sebanyak 23,2%. Median survival Pasien NSCLC
dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR adalah 57 hari(43,707-
70,293) sedangkan yang oleh bakteri non-MDR 92 hari(58,772-125,228).
Simpulan : kesintasan pasien NSCLC dengan pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri MDR lebih singkat daripada yang disebabkan oleh bakteri non-MDR.

Back Ground: Lung cancer patients often experience pneumonia. This is due to
the decrease in body endurance of the patients. Pneumonia complicates
treatment, worsens the quality of life, reduces survival and is often a direct cause
of death for lung cancer patients. Dealing with pneumonia in non-small cell lung
cancer (NSCLC) patients with continuous antimicrobials treatment without
regard to culture sensitivity will cause resistance of germs that cause pneumonia.
Objectives: This study aims to study the pattern of germs that cause pneumonia
in NSCLC patients, and to compare the survival of NSCLC patients suffering
from pneumonia caused by MDR (multidrug resistance) bacteria with those
caused by non-MDR bacteria.
Methods: This study was a retrospective cohort with research subjects was
NSCLC patients with pneumonia caused by MDR and non-MDR bacteria who
were treated at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2013 to
December 2017. Analysis was performed with multivariate cox regression
analysis.
Results: The results of the culture examination of BAL(Bronchoalveolar lavage),
pleural fluid and sputum showed that 32 subjects were infected only from MDR
bacteria, 14 subjects infected by both MDR and non MDR bacteria, and 23
subjects were infected by only non MDR bacteria. The most non-MDR bacteria
that cause pneumonia in NSCLC patients was Klebsiella pneumoniae as much as
37,3%, while the most MDR bacteria that cause pneumonia in NSCLC patients
was Acinetobacter baumannii as much as 23,2%. Median survival of NSCLC
patients with pneumonia caused by MDR bacteria was 57 days(43,707-70,293)
while those by non-MDR bacteria was 92 days (58,772-125,228).
Conclusions: The survival of NSCLC patients with pneumonia caused by MDR
bacteria is shorter than that caused by non-MDR bacteria."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Salman Paris
"ABSTRAK
Latar Belakang: Salah satu modalitas terapi untuk kanker paru stadium lanjut jenis Non-Small Cell (NSC) adalah kemoterapi. Jenis kemoterapi yang sering digunakan di Indonesia adalah Cisplatin-Etoposide (EC) dan Cisplatin-Docexatel (DC). Tolak ukur keberhasilan pengobatan adalah kesintasan dan Progression Free Survival (PFS). Keberhasilan kemoterapi dipengaruhi oleh banyak faktor seperti dosis obat, intensitas pemberian, jenis kemoterapi, jenis histologi, stadium, perfoma status, komorbiditas dan sosial ekonomi. Di Indonesia pendanaan dan jenis rejimen kemoterapi masih merupakan masalah terdahap keberhasilan terapi.
Tujuan: Mengetahui perbedaan kesintasan 2 tahun dan PFS antara pasien kanker paru jenis NSC yang diterapi menggunakan EC dibandingkan dengan DC.
Metode: Penelitian desain kohort retrospektif dengan analisis kesintasan. Pasien yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah pasien kanker paru stadium lanjut (minimal stadium IIIa) jenis NSC, yang datang ke RSKD dan RSCM pada Januari 2006 – Desember 2010 yang baru pertama kali dikemoterapi sampai selesai, sebanyak 6 kali dan dilakukan pengamatan 2 tahun. Data dianalisis dengan program SPSS 16.0, dilakukan analisis cox regression dan ditampilkan dalam kurva Kaplan Meier.
Hasil: Didapatkan hasil 55 pasien diberikan cisplatin-etoposide dan 55 pasien diberikan cisplatin-docexatel. Kesintasan 1 tahun EC sebesar 30,9% dan DC sebesar 47,3%, (p=0.030). Kesintasan 2 tahun EC sebesar 0% dan DC sebesar 5,5%, (p 0.003). Median time survival antara EC selama 27 minggu dengan DC selama 38 minggu (p< 0,016). Dibandingkan DC, kemoterapi EC dapat meningkatkan risiko kematian dengan HR 1,684 (IK95% 1,010-2,810). Kelompok subyek yang menggunakan rejimen kemoterapi DC memiliki PFS 20,1 minggu, sedangkan kelompok subyek yang menggunakan rejimen kemoterapi EC memiliki PFS 16,8 minggu (p=0,022).
Kesimpulan: Kesintasan cisplatin-docexatel lebih baik bila dibandingkan dengan cisplatin-etoposide, demikian juga dengan progression free survivail.

ABSTRACT
Background: One of the therapy for the advanced Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC) is chemotherapy. The most frequent regiment used in Indonesia is Cisplatin-Etoposide (EC) and Cisplatin-Docetaxel (DC). The success of chemotherapy is measured with the 1-year survival, 2-year survival, and the Progression Free Survival (PFS) rate. The success is influenced by many factors, such as the dosage, administer intensity, chemotherapy regiment, type of histology, stage, performance status, comorbidity, and social economic. In Indonesia, funding and chemotherapy regiment are the common problems for the success of chemotherapy.
Goal: To determine the 2-year survival rate and PFS rate differences between EC against DC of advanced NSCLC patients.
Method: The study is a retrospective Cohort study with survival analysis. The Patients included to this study were the advanced NSCLC (At least Stadium IIIa) who came to RSKD and RSCM during January 2006 – December 2010 for their first chemotherapy until finished the cycle (6 times) and had 2-year monitoring. Data was analyzed by SPSS 16.0 by cox regression analysis, and featured on the Kaplan Meier Curve.
Result: Fifty five patients were given EC and the other 55 patients were given DC. One year survival rate of EC was 30,9% and DC was 47,3%, (p=0.030). Two year survival rate of EC was 0% and DC was 5.5% (p 0.003). The median time survival of EC was 27 weeks and DC was 38 weeks (p<0.016). Compared to DC, EC chemotherapy increased the death risk by HR 1,684 (CI 95% 1,010-2,810). The PFS rate of the subjects who were given EC chemotherapy regimen was 20.1 weeks, while the patients who were given DC chemotherapy regimen was 16.8 weeks (p=0.022).
Conclusions: The survival with cisplatin-docexatel was better compared to cisplatin-etoposide, this applies to PFS as well."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T32760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Cahyanti
"Latar Belakang: Kanker paru adalah penyakit dengan ancaman serius di Indonesia. Progresifitas massa tumor merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesintasan hidup pasien kanker paru. Karsinoma sel kecil (KPKSK) menunjukkan progresifitas yang lebih tinggi daripada karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK). Beberapa studi menunjukkan bahwa pasien KPKBSK memiliki tingkat kesintasan hidup yang lebih baik daripada pasien KPKSK. Penelitian ini bertujuan untuk menilai perbedaan kesintasan antara pasien KPKSK dan KPKBSK di Rumah Sakit Kanker "Dharmais" (RSKD) dengan mengontrol variabel umur, jenis kelamin, stadium klinis, dan penatalaksanaan.
Metode: Studi kohort retrospektif ini melibatkan 949 partisipan (KPKSK dan KPKBSK) di RSKD dari tahun 2013 hingga 2017, dengan follow-up hingga tahun 2021. Tingkat kesintasan dianalisis menggunakan metode Kaplan-Meier, dan efek prediktor dinilai dengan model Cox proportional hazard.
Hasil: Kesintasan pasien KPKSK di RSKD pada periode 2013-2017 lebih rendah dibandingkan dengan pasien KPKBSK. Kesintasan di tahun pertama pada pasien KPKSK adalah 31,21%, dan pada tahun ketiga, keseluruhan pasien KPKSK meninggal. Pada pasien KPKBSK, kesintasan di tahun pertama, ketiga, dan kelima berturut-turut adalah 45,19%, 23,62%, 15,92%. Median waktu kesintasan pasien KPKSK adalah hari ke-172, lebih pendek dibandingkan dengan pasien KPKBSK (hari ke-272). Setelah mengontrol variabel-variabel kovariat, tidak terdapat perbedaan kesintasan yang bermakna secara statistik antara pasien KPKSK dan KPKBSK (p > 0,05).
Kesimpulan: Studi menunjukkan bahwa kesintasan pasien KPKSK lebih rendah dibandingkan dengan pasien KPKBSK di RSKD; namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan signifikan setelah mengontrol variabel umur, jenis kelamin, stadium klinis, dan penatalaksanaan.

Background: Lung cancer is a disease with a serious threat in Indonesia. Tumor mass progression is one of the factors influencing the survival of lung cancer patients. Small cell carcinoma (SCLC) shows higher progression compared to non-small cell carcinoma (NSCLC). Several studies have shown that NSCLC patients have a better survival rate than SCLC patients. This study aims to assess the difference in survival rates between SCLC and NSCLC patients at Dharmais Cancer Hospital while controlling for age, gender, clinical stage, and management.
Method: This retrospective cohort study involved 949 participants (SCLC and NSCLC) from 2013 to 2017, with follow-up until 2021. Survival rates were analyzed using the Kaplan-Meier method, and the predictor effect was assessed using the Cox proportional hazard model.
Results: The survival rate of SCLC patients at Dharmais Cancer Hospital during the period 2013-2017 was lower compared to NSCLC patients. The survival rate in the first year for SCLC patients was 31.21%, and by the third year, all SCLC patients had passed away. For NSCLC patients, the survival rates in the first, third, and fifth years were 45.19%, 23.62%, and 15.92%, respectively. The median survival time for SCLC patients was day 172, which was shorter compared to NSCLC patients (day 272). After controlling for covariate variables, there was no statistically significant difference in survival between SCLC and NSCLC patients (p > 0.05).
Conclusion: The study shows that the survival rate of SCLC patients is lower than NSCLC patients at Dharmais Cancer Hospital , but statistically, there is no significant difference after controlling for age, gender, clinical stage, and management.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirna Nurasri Praptini
"Latar Belakang: Usia lanjut dan hubungannya dengan kesintasan kanker paru karsinoma bukan sel kecil sudah diteliti sebelumnya, namun kesintasannya di rumah sakit di Indonesia belum diteliti. Belum banyak penelitian lain yang memperhitungkan faktor perancu antara lain derajat keparahan penyakit, status fungsional, komorbiditas, dan indeks massa tubuh dalam meneliti pengaruh pertambahan usia dengan kesintasan kanker paru karsinoma bukan sel kecil.
Tujuan: Mengetahui adakah perbedaan kesintasan satu tahun pasien kanker paru karsinoma bukan sel kecil usia lanjut dan bukan usia lanjut yang diterapi di semua stadium dengan mempertimbangkan functional status, indeks massa tubuh, dan komorbiditas.
Metode: Kohort retrospektif dengan pendekatan analisis kesintasan terhadap 227 pasien kanker paru karsinoma bukan sel kecil yang berobat jalan maupun rawat inap di RS Cipto Mangunkusumo dan RS Kanker Dharmais tahun 2002-2012, terbagi 2 kelompok berdasarkan usia saat diagnosis (<60 tahun dan >60 tahun). Kurva Kaplan-Meier digunakan untuk mengetahui kesintasan satu tahun masingmasing kelompok. Analisis bivariat menggunakan uji log-rank, analisis multivariat menggunakan cox proportional hazard regression. Besarnya hubungan variabel usia dengan kesintasan dinyatakan dengan crude HR dan IK 95% serta adjusted HR dan IK 95% setelah dimasukkan variabel perancu.
Hasil dan Pembahasan: Terdapat 227 pasien adalah kanker paru karsinoma bukan sel kecil yang diterapi dimana karakteristik kedua kelompok (<60 tahun dan >60 tahun) sebanding kecuali jenis kelamin, merokok, ada tidaknya komorbiditas, dan jumlah komorbiditas. Persentase mortalitas satu tahun adalah 68,0% dan 61,9% untuk kelompok usia <60 dan >60 tahun dengan median kesintasan 8 dan 9 bulan bulan. Analisis bivariat tidak menunjukkan hubungan bermakna antara usia dengan kesintasan satu tahun.
Simpulan: Tidak ada pengaruh usia terhadap kesintasan satu tahun pasien kanker paru karsinoma bukan sel kecil yang diterapi di RS Cipto Mangunkusumo dan RS Kanker Dharmais di semua stadium dengan mempertimbangkan functional status, indeks massa tubuh, dan komorbiditas.

Background: Old age and its relations to non-small cell lung carcinoma survival has been studied before but its survival in Indonesia has not been studied before. Not many studies that have considered confounders, such as stage, functional status, comorbidities and body mass index, in the study between advancing age and non-small cell lung cancer carcinoma survival.
Aim: To evaluate differences of treated non-small cell lung carcinoma one year survival between non-elderly and elderly considering stages, functional status, body mass index and comorbidities.
Methods: Retrospective cohort design and survival analysis were used to 227 patients with non-small cell lung cancer that being treated at Cipto Mangunkusumo Hospital and Dharmais Cancer Hospital between 2002 and 2012 that divided into 2 groups according to age at diagnosis (<60 years and >60 years). Kaplan-Meier curve was used to evaluate the one year survival of each group. Bivariate analysis was conducted using log-rank test, multivariate analysis was conducted using cox proportional hazard regression. The extend of relation between advancing age and survival was expressed with crude HR with 95% CI and adjusted HR with 95% CI after adjusting for confounders.
Results and Discussion: There were 227 non-small cell lung carcinoma being treated whereas the characteristics between two groups (<60 years and >60 years) were the same except for sex, smoking status, comorbidities and number of comorbidities. One year mortality percentage were 68.0% and 61.9% to <60 years and >60 years groups, respectively, with the survival median of 8 and 9 months. Bivariate analysis didn’t find statistically significant relation between age and one year survival.
Conclusion: Age didn’t influence one year survival of treated non-small cell lung carcinoma at Cipto Mangunkusumo Hospital and Dharmais Cancer Hospital considering stage, functional status, comorbidities and body mass index.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ilga Pradipta Dyah Prameswara Ardidanurdara
"Kanker paru-paru, khususnya Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC), dapat diberikan perawatan radioterapi baik untuk tujuan kuratif maupun paliatif. Selama radioterapi, perubahan anatomi pasien dapat terjadi, sehingga radioterapi adaptif menjadi sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi akurasi registrasi citra deformable pada pasien NSCLC dengan menggunakan dua metode yang berbeda: Intermediate Deformable Image Registration (IDIR) sebagai metode registrasi klasik dan VoxelMorph sebagai metode berbasis pembelajaran mesin. Data yang digunakan adalah citra CT dan CBCT dari 17 pasien NSCLC di Siloam Hospital TB Simatupang, Jakarta Selatan. Citra diberi empat label menggunakan model YOLOv9 dan dievaluasi menggunakan metrik Dice Similarity Coefficient (DSC) serta Mean Distance to Agreement (MDA). Metode IDIR dengan rata-rata runtime 198,128 detik, menghasilkan nilai rata-rata DSC macro 0,786 dan micro 0,923. Rata-rata MDA segmentasi 0,166mm dan MDA dengan ambang batas sebesar 7,218mm. Sementara itu, metode VoxelMorph dengan rata-rata runtime 0,735 detik, menghasilkan nilai rata-rata DSC macro 0,635 dan micro 0,987. Rata-rata MDA segmentasi 0,588mm dan MDA dengan ambang batas sebesar 9,634mm. Hasilnya, evaluasi citra hasil registrasi deformable menunjukkan keberhasilan proses registrasi yang dilakukan. IDIR menunjukkan akurasi tinggi dengan runtime cenderung lebih lama, sedangkan VoxelMorph unggul dalam efisiensi runtime dengan penurunan hasil evaluasi.

Lung cancer, especially Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC), can be treated with radiotherapy for both curative and palliative purposes. During radiotherapy, anatomical changes in patients may occur, making adaptive radiotherapy crucial. This study aims to evaluate the accuracy of deformable image registration in NSCLC patients using two different methods: Intermediate Deformable Image Registration (IDIR) as a classical registration method and VoxelMorph as a machine learning-based method. The data used consists of CT and CBCT images from 17 NSCLC patients at Siloam Hospital TB Simatupang, South Jakarta. The images were annotated with four labels using the YOLOv9 model and evaluated using Dice Similarity Coefficient (DSC) and Mean Distance to Agreement (MDA) metrics. IDIR method, with an average runtime of 198.128 seconds, yielded average DSC macro values of 0.786 and micro values of 0.923. The average segmentation MDA was 0.166mm, and the boundary MDA was 7.218mm. On the other hand, VoxelMorph method, with an average runtime of 0.735 seconds, produced average DSC macro values of 0.635 and micro values of 0.987. The average segmentation MDA was 0.588mm, and the boundary MDA was 9.634mm. Overall, the evaluation of deformable image registration results indicated successful registration processes. IDIR demonstrated high accuracy with longer runtimes, whereas VoxelMorph excelled in runtime efficiency with slightly lower evaluation results."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Ayu Diah P S
"ABSTRAK
Latar Belakang : Paduan kemoterapi berbasis platinum dengan generasi ketiga khususnya karboplatin-vinorelbin sudah sering digunakan sebagai kemoterapi paliatif pada pasien KPKBSK stage lanjut di Indonesia khususnya Rumah Sakit Umum Pusat RSUP Persahabatan namun sampai saat ini belum terdapat data mengenai efikasi dan toksisiti paduan kemoterapi ini di RSUP Persahabatan.Metode : Desain penelitian ini adalah survey observasional retrospektif pada pasien KPKBSK stage lanjut IIIB dan IV yang menjalani kemoterapi lini I di RSUP Persahabatan dengan paduan kemoterapi karboplatin-vinorelbin sejak 1 Januari 2015 sampai 30 Maret 2017.Hasil : Total subjek dalam penelitian ini adalah 38 pasien yang mendapatkan paduan kemoterapi Karboplatin AUC-5 pada hari ke-1 dan vinorelbin 30 mg/m2 pada hari ke1 dan ke-8. Paduan kemoterapi karboplatin-vinorelbin mempunyai efikasi yang baik dengan Objective overall response rate ORR 12,5 dan clinical benefit rate CBR 87,5 . Overall survival OS pada penelitian ini adalah 34,2 dengan masa tengah tahan hidup 387 hari 12,9 bulan dan progression free survival 323 hari 10,7 bulan. Toksisiti hematologi dan nonhematologi yang paling sering terjadi adalah anemia derajat 1 38,4 dan keluhan mual, muntah derajat 2 57,9 . Pada penelitian ini terdapat 2 kasus perdarahan saluran cerna derajat 2 namun pasien masih dapat melanjutkan kemoterapi. Kami juga mendapatkan komplikasi tindakan kemoterapi berupa phlebitis ringan pada 24 pasien 65,7 dan phlebitis sedang pada 1pasien 2,6 .Kesimpulan: Paduan karboplatin-vinorelbin sebagai kemoterapi lini I memiliki efikasi yang baik serta efek toksisiti yang masih dapat ditoleransi sehingga aman diberikan pada pasien KPKBSK stage lanjut. Kata kunci: efikasi, toksisiti, hematologi, nonhematologi, objective overall response rate, clinical benefit rate, overall survival, MTTH, TTP, PFS
ABSTRAK
Background Combination of platinum base and third generation drugs Carboplatin and vinorelbine chemotherapy are frequently used as paliative chemotherapy for Non small cell lung cancer NSCLC patients in Indonesia especially in Persahabatan Hospital. But there are still no data about the activity and tolerability of this regiment in Persahabatan Hospital. This study is conducted to evaluate the efficacy and toxicity of this regiment as first line chemotherapy for advanced NSCLC patients in Persahabatan Hospital.Method This study is an observational survey retrospective study for advanced NSCLC patientswho receive carboplatin vinorelbine regiment as fisrt line chemotherapy since 1st January 2015 to 30th March 2017.Result We observea total of 38 patients who receive carboplatin 5 AUC on day 1 and vinorelbine 30mg m2 on day 1 and 8. This regiment has a good efficacy with overall response rate ORR 12,5 and clinical benefit rate CBR 87,5 . The overall survival OS is 34,2 with median of survival time 387 days 12,9 moths and PFS 323 days 10,7 moths . We found grade 1 anemia 38,4 and grade 2 nausea vomiting 57,9 as hematological and non hematological toxicity that frequently occur in this study. We found 2 cases of grade 2 gastrointestinal bleeding but the patients are still able to continue the chemotherapy after doing some correction for the haemoglobin Hb . We also found mild phlebitis in 24 patients 65,7 and 1 moderate phlebitis in 1 patient 2,6 as procedural complication of this chemotherapyConclusion Combination ofcarboplatin and vinorelbine as first line chemotherapy has a good efficacy and tolerability for advanced NSCLC patients. Key word efficacy, toxicity, haematological, non hematological, overall objective response rate ORR , clinical benefit rate CBR , overall survival OS , median time of survival, time to progression TTP and progression free survival PFS ."
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jamaluddin M
"ABSTRAK
Tesis ini menilai efikasi dan toksisiti Erlotinib/Gefitinib sebagai terapi lini kedua
pada pasien KPKBSK yang mengalami progresifitas. Ini adalah sebuah penelitian
kohor retrospektif antara tahun 2009 sampai 2013 dari rekam medis pasien
KPKBSK yang mengalami progresifitas. Respons (subjektif, semisubjektif dan
objektif) dievaluasi setiap bulan. Toksisiti dinilai setiap minggu sejak pemberian
Erlotinib/Gefitinib berdasarkan kriteria WHO. Hasil evaluasi respons objektif,
tidak ada pasien yang memberikan respons komplit. Best overall response rate
dari 31 pasien, 48,8% menetap, 22,6% perburukan,12,9% respons sebagian dan
6,5% tidak dinilai/inevaluable. Pada penilaian respons semisubjektif didapatkan
19.4% peningkatan berat badan, 51,6% penurunan berat badan dan 29,0%
menetap. Waktu tengah tahan hidup mencapai 18 bulan, rerata masa tahan hidup
1 tahunan 80,6% dan masa tahan hidup keseluruhan 6,50%. Data menunjukkan
tidak ada timbul toksisiti hematologi berat (grade ¾) dan data penilaian toksisiti
non hematologi sangat jarang timbul toksisiti berat (grade ¾). Efikasi monoterapi
EGFR-TKI (Erlotinib/Gefitinib) cukup tinggi dengan toksisiti yang ditimbulkan
tidak berat. Dengan demikian Erlotinib/Gefitinib sebagai terapi lini kedua cukup
baik.ABSTRACT This thesis assesses the efficacy and toxicity of Erlotinib/Gefitinib as a second
line therapy in NSCLC patients. This is a retrospective cohort study between 2009
and 2013 from the medical records of patients who experienced progression
NSCLC. Therapeutic response was evaluated every month. Toxicity assessed
every month since giving Erlotinib/Gefitinib according to WHO?s criteria. Results
of objective response evaluation none of the patients complete response. Best
overall response rate of 31 patients with the most stable response are 48.8%. Most
semisubjective response obtained are 51.6% weight loss. The middle survival time
reached 18 month, the mean 1 year survival time are 80.6% and a 6.50% overall
survival. The data showed no hematologic toxicity arise severe (grade ¾) and
non-hematological toxicity very rarely arise severe toxicity. The efficacy of EGFR
TKI monotherapy (Erlotinib/Gefitinib) is high enough with toxicity cause not
severe. Thus Erlotinib/Gefitinib as second-line therapy is quite good. ;This thesis assesses the efficacy and toxicity of Erlotinib/Gefitinib as a second
line therapy in NSCLC patients. This is a retrospective cohort study between 2009
and 2013 from the medical records of patients who experienced progression
NSCLC. Therapeutic response was evaluated every month. Toxicity assessed
every month since giving Erlotinib/Gefitinib according to WHO?s criteria. Results
of objective response evaluation none of the patients complete response. Best
overall response rate of 31 patients with the most stable response are 48.8%. Most
semisubjective response obtained are 51.6% weight loss. The middle survival time
reached 18 month, the mean 1 year survival time are 80.6% and a 6.50% overall
survival. The data showed no hematologic toxicity arise severe (grade ¾) and
non-hematological toxicity very rarely arise severe toxicity. The efficacy of EGFR
TKI monotherapy (Erlotinib/Gefitinib) is high enough with toxicity cause not
severe. Thus Erlotinib/Gefitinib as second-line therapy is quite good. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Markus Yovian Widjaja Lomanto
"Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) merupakan kanker dengan tingkat kematian tertinggi dan merokok merupakan faktor risiko utama dari kanker ini. Diketahui bahwa selain memicu terjadinya karsinogenesis, merokok juga berpotensi meningkatkan keganasan dari KPKBSK. Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui bahwa terdapat dua jenis mikro-RNA (miRNA) yang berasosiasi dengan keganasan KPKBSK yaitu miR-10b-5p dan miR-320b. Penelitian ini bertujuan untuk mengeanalisis ekspresi miR-10b-5p dan miR-320b pada vesikel ekstraseluler (VE) dari pasien KPKBSK terkait dengan kebiasaan riwayat merokok dari pasien. Sampel yang dianalisis adalah sampel jaringan dan darah dari pasien KPKBSK (n=21) dengan riwayat merokok dan tidak merokok. VE diisolasi dari plasma dan berikutnya dilakukan isolasi miRNA dari VE yang diperoleh. Ekspresi relatif miRNA dianalisis dan kemudian dibandingkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa miR-10b-5p dan miR-320b pada VE dapat membedakan pasien KPKBSK dengan riwayat merokok dan tidak merokok. Ditemukan bahwa miR-10b-5p pada VE memiliki tingkat ekspresi lebih tinggi pada perokok, sementara tingkat ekspresi miR-320b ditemukan lebih rendah pada pasien KPKBSK perokok. Di samping itu, analisis ROC juga menunjukkan bahwa VE (AUC 0,878; 0,739) merupakan sumber miR-10b-5p dan miR-320b yang lebih baik untuk digunakan dalam analisis dibanding plasma (AUC 0,629; 0,559). Hasil yang diperoleh juga menunjukkan bahwa miR-10b-5p dan miR-320b pada VE adalah memiliki potensi untuk digunakan sebagai biomarker prognosis untuk pasien KPKBSK dengan riwayat merokok.

Non-small cell lung cancer (NSCLC) is the cancer with highest mortality and smoking is a well-known risk factor of this cancer. This study aimed to evaluate the potential of extracellular vesicles (EVs) miRNAs to be utilized in liquid biopsy for diagnosing NSCLC in smokers. It has been reported that other than inducing carcinogenesis, smoking could also contribute to induce the malignancy of NSCLC. Previous study has found 2 micro-RNAs (miRNAs), the miR-10b-5p and miR-320b which contribute to NSCLC malignancy. Therefore, this study aimed to analyze the expression of miR-10b-5p and miR-320b in EVs from NSCLC patients in relation to their smoking behavior.  Tissue and blood samples were collected from NSCLC patients (n=21) with smoking and non-smoking history. EV was isolated from plasma and miRNAs were extracted from the isolated EV. The miRNAs relative expression was analyzed and then compared. The results showed that plasma EV’s miR-10b-5p and miR-320b could differentiate the NSCLC patients with smoking and non-smoking history. EV’s miR-10b-5p was found overexpressed in smoker NSCLC patients, while miR-320b expression was lower in smoker NSCLC patients. Additionally, ROC analysis also showed that plasma EV (AUC 0,878; 0,739) was more suitable source of miR-10b-5p and miR-320b to be analyzed than plasma (AUC 0,629; 0,559). These results also suggest that EV’s miR-10b-5p and miR-320b are potential prognosis biomarker to be utilized for smoker NSCLC patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>