Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171740 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cho, Tae Young, linguist.
Yogyakarta: Ombak, 2012
418 CHO a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Kursus Tamadun Islam dan Tamadun Asia (TITAS) merupakan satu kursus wajib yang perlu diikuti oleh setiap pelajar Institusi Pengajian Tinggi Awam (IPTA) di Malaysia. Kursus ini, antara lain, bertujuan untuk mempelajari dan memahami bagaimana tamadun-tamadun besar dunia terbina. Hal ini penting agar tamadun Malaysia yang bakal dibina oleh rakyat Malaysia dari pelbagai etnik dapat mengambil kira resipi yang ada dalam setiap tamadun besar yang dimiliki mereka, seperti tamadun Islam, tamadun Melayu, tamadun India, dan tamadun Cina. Kertas kerja ini akan memfokuskan kepada tamadu Cina. Sebagai salah satu sebuah tamadun awal dunia, tamadun Cina telah memperlihatkan perkembangan dalam tiga aspek penting ketamadunannya, yaitu corak pemikiran, perkembangan sains dan tekbologi, juga sosio-budaya khususnya mencakupi bidang kesusateraan. Sehubungan dengan itu, kertas kerja ini coba melihat sejauh manakah pengisian, pengaruh, dan kerelevanan tamadun Cina dalam genre sastera dapat dimanfaatkan dalam usaha menjana pembinaan tamadun Malaysia. Pada masa yang sama, gabungan dua tamadun ini akan mengukuhkan lagi jalinan hubungan anata Cina dan Malaysia"
SOS 5:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"disampaikan pada seminar tentang revitalisasi dan reinterpretasi nilai-nilai hukum tidak tertulis dalam pemebentukan dan penemuan hukum yang diselenggarakan pada tanggal 28-30 september di makassar sulawesi selatan"
300 MHN 1:2 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Palingei Hasyim
"Muhammadiyah di Sulawesi Selatan yang berdiri pada tahun 1926 dengan ketua pertamanya adalah Haji Muhammad Yusuf Daeng Maittiro dibantu oleh beberapa orang pengurus antara lain K.H.Abdullah, Mansyur Al Yantani, Haji Muhammad tahir Cambang, Haji Jaka dan lain-lain sebagainya dengan daerah operasinya hampir seluruh daerah pedalaman di Sulawesi Selatan.
Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan dan modernisasi yang dimaksudkan disini adalah timbulnya gagasan dan cita-cita baru untuk memperbaiki cara hidup dan kehidupan beragama, maupun dalam kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan, pendidikan-pengajaran dan politik memerlukan pembaharuan yang sesuai dengan kehendak dan kemajuan zaman.
Muhammadiyah dengan motivasi dan pendekatan pendidikan-pengajaran, sosial dan dakwah, mengembang misi untuk memurnikan ajaran Islam dari pengaruh kepercayaan tradisionil seperti tahyul, bid'ah dan khurafat yang berakar kuat di dalam masyarakat Bugis Makassar di Sulawesi Selatan.
Gambaran dari pada kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan awal abad ke-20 merupakan tantangan bagi pemuka-pemuka agama dan ulama yang perlu segera di atasi. Agama Islam yang mereka anut sejak abad ke 17 telah banyak diliputi oleh berbagai tafsir yang telah banyak menyimpang dari sumbernya yang asli, begitu pula kehidupan umat Islam telah banyak bercampur baur dengan perbuatan syirik, bid'ah dan khurafat yang membahayaakan kesucian agama Islam. Karena itu umat Islam perlu diajuk untuk kembali kepada kemurnian cita-cita ajaran Islam yang langsung bersumber pada AI-Qur'an dan Hadits.
Muhammadiyah di Sulawesi Selatan melalui pendidikan baik formal maupun non formal dapat dikatakan secara bertahap berhasil merobah pola pikir dan tindakan masyarakat muslim terutama yang menyangkut aqidah, ibadah, muamalat dan perbuatan-perbuatan yang banyak di warnai oleh tahyul, dan kemusyrikitan. Upaya tersebut dilakukan Sebagai berikut :
Pertama, gerakan Muhammadiyah di Sulawesi Selatan berupaya untuk mengembalikan citra umat Islam kepada kemurnian cita-cita ajaran Islam dengan memerangi kepercayaan tradisionil berupa tahyul, bid'ah, khurafat dan lain-lain sebagainya.
Kedua, gerakan Muhammadiyah di Sulawesi Selatan berusaha merobah pandangan dan sikap hidup masyarakat yang usang, kemudian menciptakan sistem berpikir yang bebas dari ikatan-ikatan tradisionil, kolonialisme, feodalisme dan konservatisme.
Ketiga, Muhammadiyah sebagai organisasi sosial yang bertujuan untuk mengadakan pembaharuan dan modernisasi dalam bidang dakwah, pendidikan-pengajaran dan kemasyarakatan sesuai dengan tuntutan dan kehendak zamannya.
Keempat, usaha-usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan yang berfokus di Makassar menjadi model di daerah-daerah lain di Indonesia bagian Timur pada umumnya dan Sulawesi Selatan khususnya. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T2296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.M. Hermina Sutami
"Aksara Han adalah aksara yang dimiliki oleh suku Han. Suku Han adalah suku yang terbesar di RRC yang menempati jumlah sebanyak 94% dari seluruh penduduk RRC yang berjumlah 1,2 milyar. Dewasa ini aksara Han dianggap terdiri dari sejumlah coretan atau guratan yang tidak teratur; atau gabungan sejumlah coretan yang menghasilkan suatu bentuk. Jadi aksara Han ini dianggap sebagai gambar tanpa makna dan tidak mempunyai kaidah penulisan. Dengan demikian orang yang tidak mempelajari bahasa Mandarin atau bahasa daerah Cina lainnya pun akan menuliskan akan dapat menuliskan huruf Han. Hanya dengan mencontoh guratan dari sebuah huruf, maka orang itu akan dapat menghasilkan huruf yang sama, jadi kira-kira sama seperti meniru sebuah gambar. Apa betul masalahnya demikian? Yang lebih penting lagi, apakah aksara Han itu hanyalah sekedar coretan tanpa makna? Apakah tidak ada makna yang terkandung dibalik huruf-huruf yang berupa coretan itu?
Beranjak dari masalah di atas, penelitian tentang aksara Han ini mulai dijalankan. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuka tabir yang menyelubungi 'misteri' yang terkandung di balik aksara Han. Dengan demikian kesalahpengertian di atas dapat dibereskan, di samping memperluas wawasan ilmiah tentang salah satu aksara yang jumlah pemakaiannya tergolong sedikit itu. Disamping itu akan diteliti pula transkipsi huruf Han.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan. Caranya ialah dengan mengumpulkan bahan-bahan pustaka, baik yang berbahasa Cina maupun yang berbahasa Inggris.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa aksara Han sudah ada sejak 10.000 tahun lalu. Tetapi saat ini bukti arkeologis yang tertua berasal dari dinasti Shang (1500-1027 SM). Hasil lain yang terungkapkan adalah bahwa huruf Han bukan sekedar berupa coretan saja. Setiap huruf mengandung ide tertentu yang dituangkan dalam bentuk gambar yang dibuat dengan urutan tertentu. Karena itu huruf Han mempunyai kaidah penulisan. Pada tahap awal huruf Han berupa gambar. Setelah mengalami perkembangan ribuan tahun, huruf Han mempunyai bentuk seperti yang kita kenal dewasa ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mustari Bosra
"Kebijakan pemerintah Belanda memperkenalkan unsur-unsur budaya Barat di Sulawesi Selatan segera setelah keberhasilannya menaklukkan semua kerajaan Islam di sana pada awal abad ke-20 menyebabkan terjadinya disekuilibrium sosial di kalangan umat Islam Bugis-Makassar. Pranata Sosial pangadereng (Bugis)/pangadakkang (Makassar), warisan budaya pra-Islam yang telah dilengkapi dengan sara' (syariat) pasca-Islam tidak lagi berfungsi secara penuh. Akibatnya, banyak ulama, baik yang modernis (tuangguru) maupun yang tradisionalis (anrongguru) yang melepaskan diri dari dan/atau tidak terakomodasi lagi dalam struktur birokrasi kerajaan sebagai parewa sara' (daengguru). Mereka memilih menjalankan tugas keulamaan di. luar ikatan struktural, sebagai "ulama bebas."
Bertolak dari keprihatinan mereka terhadap kondisi umat Islam yang terjajah dan terkebelakang dalam hampir segala hal, para "ulama bebas" (tuangguru dan anrongguru) bangkit melakukan gerakan sesuai dengan visi dan misi masing-masing. Tuangguru memulai gerakannya dengan mendirikan organisasi modern dan menyelenggarakan sekolah model Barat yang berdasarkan Islam. Sedangkan, anrongguru memulai gerakannya dengan memodernisasi lembaga pendidikan tradisional mangaji kitta mejandi madrasah dengan sistem klasikal. Merasa terdesak oleh gerakan yang dilancarkan tuangguru dan anrongguru, daengguru tampil pula melakukan gerakan dengan meniru pola gerakan yang dilancarkan lawan-lawannya.
Sebagai cultural broker dan Social agency yang terdorong oleh rasa tanggung jawab sebagai waratsatul anbiya yang berkewajiban melakukan amar tna'ruf nabi munkar dan sebagai Bugis-Makassar yang terikat oleh siri' dan pesse (bugis)/pacce (Makassar), tuangguru, anrongguru, dan daengguru, sama-sama berusaha mengendalikan proses transformasi sosial umat Islam Sulawesi Selatan sepanjang tahun 1914-1942 sehingga konflik dan persaingan di antara mereka tak terhindarkan.
Meskipun secara eksternal, mereka mendapatkan rintangan dan saingan dari cultural broker dan sosial agency yang lain, seperti tuangpeforo (pemerintah Belanda), tuangpandeta (pendeta), dan tuangpastoro (pastor), ketiga kelompok ulama itu tetap saja beristigamah melancarkan "gerakan Islam" dalam rangka mencapai tujuan masing-masing. Resonansi dan pengaruh gerakan mereka masih terasa hingga kini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
D471
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rauf Suleiman
"Suatu kenyataan ialah bahwa walaupun masa prasejarah telah berakhir secara formal di Indonesia, namun demikian kelangsungan tradisi tersebut masih jelas tampak di beberapa tempat. Bahkan beberapa bagian daerah Irian Jaya dan Nusatenggara, belum mengalami perubahan yang berarti, sehingga terkesan masih berada dalam kehidupan prasejarah (Soejono, 1990: 306).
Salah satu tradisi prasejarah yang masih hidup hingga saat ini ialah tradisi megalitik. Perkembangan tradisi ini, berlangsung cukup lama yaitu dari masa neolitik hingga sekarang (Van Heekeren, 1958: 44). Oleh karena itu tidak mengherankan jika tradisi megalitik ini telah memberikan dasar yang kuat bagi budaya bangsa Indonesia. Bahkan tradisi megalitik, dengan sangat dinamis mengikuti corak perkembangan budaya yang masuk ke Indonesia.
Pemujaan terhadap arwah nenek moyang (ancestor worship) merupakan ciri khas dari tradisi megalitik, bahkan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Pendukungnya. Tradisi pemujaan ini berlangsung dan perkembangan terus menerus sejak ribuan tahun yang lalu, bahkan sampai sekarang. Persebarannyapun pada waktu Sekarang Menjangkau Wilayah Yang Cukup Luas, Seperti: Nias, Flores, Sabu, Timor, Sumba dan lain-lain (Soejono 1990: Sukendar, 1981/1982).
Pemujaan Terhadap Arwah Nenek Moyang Dari Tradisi Megalitik, Dilatar Belakangi Oleh Anggapan Bahwa Nenek Moyang yang meninggal itu masih hidup di dunia arwah. Arwah juga diyakini bersemayam di tempat-tempat tertentu yang dianggap suci, seperti gunung-gunung yang tinggi dan sebagainya (soejono, 1977). Prinsip inilah yang tinggi dan segenap monumen-monumen megalitik, baik yang sudah tidak berfungsi maupun yang masih berfungsi.
Di sulawesi selatan, peninggalan megalitik tersebar hampir di berbagai daerah. Tradisi hingga sekarang masih terus berlangsung dalam kehidupan masyarakatnya. Sebagai contoh di toraja, hingga saat ini penduduk setempat masih sering mendirikan menhir (simbuang). Simbuang tersebut ada kalanya dibuat dari batu maupun dari batang kayu, batang pinang dan bahkan batang bambu (rantepadang, 1989: 40). pelaksanaan pendirian simbuang ini erat kaitanya dengan kepercayaan aluk to dolo, yaitu kepercayaan lama yang berorientasi kepada pemujaan arwah leluhur (soejono, 1990: nadir, 1980).
Ada dugaan bahwa tradisi serupa pernah juga berkembang di daerah-daerah seperti sengkang dan sidenreng (sidrap) (tjitrosoepomo, 1987: 82)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta : KITLV, 2009
992.2 K 421
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Ininnawa, 2019
300 KUA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>