Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 222010 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Irfan Hielmy
"Pemberian kredit yang melibatkan lebih dari satu kreditur maupun debitur menjadi hal yang sering dijumpa, hal ini mengakibatkan terdapat lebih dari satu hubungan hukum, untuk menjamin terlunasinya utang debitur, hak atas tanah seringkali dijadikan sebagai agunan bersama terhadap beberapa perjanjian kredit. Dalam kondisi demikian, Bank atau Notaris mencantumkan klausul cross default dan cross collateral, guna menjamin kepentingan bank dalam rangka eksekusi, adanya klausula cross default maka bilamana debitur wanprestasi, mengakibatkan perjanjian kredit terkait perjanjian tersebut juga default. Sedangkan klausul cross collateral dimaksudkan bahwa jaminan yang diserahkan debitur mengikat beberapa perjanjian kredit.
Rumusan masalah dalam tesis ini mengenai penerapan cross default dan cross collateral pada perjanjian kredit serta prosedur eksekusi hak atas tanah yang dibebani lebih dari satu hak tanggungan pada BNI. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini ialah yuridis normatif dengan menggunakan jenis data primer dan sekunder, alat pengumpul data berupa studi literatur didukung wawancara, dan metode analisis kualitatif, tipologi yang bersifat deskriptif yang menghasilkan penelitian deskriptif analitis.
Dalam tesis ini diperoleh kesimpulan bahwa klausul cross default dan cross collateral belum menjadi klausul yang distandarisasi dalam perjanjian kredit BNI, namun pada praktik, klausul cross default selalu dicantumkan guna menjamin kepentingan bank, sedangkan klausul cross collateral hanya dicantumkan bilamana agunan menjadi agunan bersama. Dalam hal debitur wanprestasi, maka prosedur eksekusi hak tanggungan terhadap hak atas tanah yang menjadi agunan bersama diawali terlebih dahulu dengan pemberitahuan kepada kreditur lain, dan pelunasan utang dari penjualan agunan dilakukan secara berurut sesuai peringkat hak tanggungan.

Provision of credit which involves more than two debtors and / or two creditors is very common nowadays, as a result, there are more than two legal relationship between creditor and debtor. To guarantee the repayment of debtors debt, land rights is commonly used as a collateral for several credit agreements. In such conditions, Bank or Notary includes cross default and cross collateral clauses to protect the banks interest, with cross default clause, in the event of default of credit agreement, other credit agreement related to it will be also in default condition. Meanwhile, cross collateral clause is intended that collateral binds several credit agreements.
The problems in this thesis is about the application of cross default and cross collateral clause in credit agreement and the procedure of land rights execution which binds with several credit agreements in BNI. The method that has been used in this thesis is juridical normative.
As a conclusion of thesis, the cross default and cross collateral clauses have not become standardized in BNI credit agreements, but in practice, the cross default clause is always included to guarantee banks interest, in contrast to the cross collateral clause which is only included when collateral objects become collective collateral. In the case of defaults, the procedure for executing the mortgage of land rights that become collective collateral begins with notification to other creditors, and the repayment of debt from the sale of collateral is carried out in sequence according to the rating of the mortgage rights.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Mulyadi
"Prinsip cross collateral merupakan suatu keadaan di mana debitur mengikatkan jaminan yang sama dalam dua fasilitas kredit atau lebih. Penerapan prinsip ini memberikan kemudahan bagi debitur yang memiliki nilai jaminan yang cukup untuk mendapatkan dua atau lebih fasilitas kredit dari kreditur. Untuk dapat melaksanakan prinsip ini dalam hal eksekusi jaminan terhadap debitur yang wanprestasi maka diperlukan prinsip cross default yaitu suatu kondisi dimana debitur terhadap fasilitas-fasilitas tersebut berjanji untuk saling mengikat dalam keadaan lalai. Debitur dikategorikan default pada kondisi ini hanya dengan syarat bahwa salah satu fasilitas kredit tersebut telah berada dalam keadaan default.
Permasalahan yang akan dibahas yaitu : penerapan cross collateral dan cross default dalam perjanjian line facility pembiayaan musyarakah pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk dan efektifitas cross collateral dan cross default sebagai upaya mencegah perjanjian line facility pembiayaan musyarakah bermasalah pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan wawancara serta data diolah secara kualitatif. Prinsip cross collateral dan cross default ini tidak hanya diterapkan pada perbankan konvensional namun juga pada perbankan syariah, salah satunya yaitu pada Bank Muamalat Indonesia. Pada Bank Muamalat Indonesia penerapan cross collateral dan cross default sering digunakan pada pembiayaan muyarakah yang bersifat line facility dengan tujuan modal kerja dengan debitur one obligor.

The principle of cross collateral is a state in which the debtor binds the same security into two or more credit facilities. The application of this principle renders ease for debtors who have enough collateral value to obtain two or more credit facilities from creditors. In order to implement this principle in the case of the execution of collateral against a debtor in default, the implementation will require the cross default principle which is a condition where the debtor toward these facilities agrees to bind to each other in a state of neglect. A debtor is categorized as in default under this condition only on the condition that one of the credit facilities has been in a state of default.
The issues that are to be discussed are : the application of cross collateral and cross default in a musharaka financing line facility agreement with PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk and the effectiveness of cross collateral and cross default as an effort to prevent problems found in a musharaka financing line facility agreement at PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
The research method used in this paper is the normative juridicial method. The data collection techniques used are literature study and interviews, and also the data obtained is qualitively processed. The principles of cross collateral and cross default are not only applicable to conventional banking, but also in Islamic banking, one of which is the banking practice of Bank Muamalat Indonesia. The application of cross collateral and cross default at Bank Muamalat Indonesia is often used in its musharaka financing line facilities with the objective of working capital facility with a one obligor debtor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aufa Mursyida
"Cross collateral dan cross default merupakan suatu kebiasaan yang digunakan dalam pemberian kredit perbankan maupun non-bank. Cross collateral merupakan suatu kondisi dimana satu atau lebih objek jaminan yang digunakan untuk menjamin lebih dari satu kewajiban pembayaran utang atau kredit. Tujuan diberlakukan cross collateral sama dengan tujuan dari fungsi jaminan, yaitu memberikan kreditur posisi yang lebih aman dengan munculnya hak preferen atas jaminan kredit. Untuk memudahkan penerapan cross collateral, maka diberlakukan juga cross default, yaitu keadaan dimana terhadap beberapa kewajiban pembayaran kredit yang terikat jika berada dalam keadaan wanprestasi. Sehingga kewajiban pembayaran kredit yang satu juga akan diangap wanprestasi jika kewajiban pembayaran kredit lainnya yang terikat juga dalam keadaan wanprestasi. Keadaan dimana keadaan wanprestasi mengikat satu sama lain disebut dengan cross default murni sedangkan jika tidak saling mengikat disebut dengan cross default sepihak.
Penelitian ini menemukan bahwa dalam pemberian kredit antara LPEI dan PT X dalam pelaksanaan cross collateral terdapat jaminan yang tidak diikat secara sempurna sehingga tidak menimbulkan hak preferen yang merugikan kedudukan kreditur. Sedangkan dalam penerapan cross default yang digunakan adalah cross default sepihak yang juga tidak menguntungkan kreditur. dengan demikian Penulis menyarankan dalam penerapan cross collateral lebih baik jika jaminan terkait diikat secara sempurna agar memberikan hak preferen yang pasti bagi kreditur dan dalam penerapan cross default lebih baik digunakan cross default murni agar jika debitur wanprestasi akan lebih mudah dalam melakukan eksekusi jaminan.

Cross collateral and cross default are terms that often used as common practice in bank or non bank loan agreements. Cross collateral means a condition where one or more collateral secures one or more loan agreements. The objective of using this term is the same as collateral in general which is to give the lender the preference right that gives a secure position to the lender as the creditor. In order to make this term applicable, loan agreements also use Cross default term, which means a condition where there are one or more loan agreements that become related in default condition. In condition where one loan agreement stated as default, then the other loan agreement will also be stated as default. This cross default term can be applied perfectly if in one or more loan agreement stated that they are applying the cross default term to each other. If only stated in one loan agreement, this can lead to the one sided cross default.
This thesis finds that in applying the cross collateral term in loan agreement between LPEI and PT X, not all collateral secured according to rules, that leads the lender not having the preference right. Beside that, the cross default term that used in the loan agreement is the one sided cross default that makes the lender be in less secure position. The author suggests that in applying the cross collateral term, LPEI should have secured all the collaterals according to rules so that LPEI as creditor has the preference right, and in applying the cross default term, LPEI should have applied the perfect cross default, so that once the borrower stated as default according to loan agreement, LPEI as the creditor has the right to execute the collaterals.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68804
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Yohana Lintang Mayasari
"Klausul cross collateral dan cross default adalah klausul yang lazim digunakan dalam dunia perbankan apabila terdapat satu atau dua debitor yang memiliki beberapa fasilitas kredit pada suatu kreditor, atau mempunyai beberapa kreditor yang memberikan fasilitas kredit kepada debitor. Sebagai notaris hendaknya mengetahui bagaimana penerapan pembuatan akta perjanjian kredit cross collateral dan cross default dan bagaimanakah tanggung jawab notaris terhadap pembuatan akta klausul cross collateral dan cross default. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder, alat pengumpulan data berupa studi dokumen, metode analisis data adalah kualitatif, bentuk laporan penelitian deskriptif eksplanatoris.
Notaris dalam penerapan perjanjian cross collateral dan cross default dapat membuat 3 tiga akta yaitu akta perjanjian kredit, akta penjaminan, akta cross collateral dan cross default, tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta perjanjian kredit klausula cross collateral dan cross default didasarkan pada pasal 15 2 huruf e dan pasal 16 1 huruf a UUJN yaitu memberikan penyuluhan hukum terkait klausula-klausula didalam perjanjian dan membuat akta dengan bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum sehingga meminimalisir gugatan di kemudian hari. Bagi notaris diharapkan dapat menjalankan profesinya sesuai dengan UUJN dan Kode Etik, bagi kreditur untuk selalu melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam perbankan, bagi debitur untuk terlebihdahulu memahami isi perjanjian didalam akta setelah itu menandatanganinya.

Cross collateral and cross default clauses are commonly used clauses in the banking world where there are one or two debtors with multiple credit facilities to a creditor, or have multiple creditors who provide credit facilities to debtors. The notary should know how the implementation in making cross collateral and cross default clause deed credit agreements and how is the responsibility of the notary in making of cross collateral and cross default clause deed credit agreements. The research method used is normative juridical, the type of data collected is secondary data, data collection tool in the form of document study, data analysis method is qualitative, explanatory descriptive research report form.
Notary in the application of cross collateral and cross default agreement can make 3 three that is deeds of credit agreements, deed of guarantee, cross collateral and cross default deeds. notary responsibility in making credit agreement agreement of cross collateral and cross default clause based on article 15 2 letter e and article 16 1 letter a constitution of notary is to provide legal counseling related clauses in the agreement and make the deed carefully so as to minimize the lawsuit in the future. The notary is expected to carry out his profession in accordance with constitution of notary and Code of Conduct, for creditors to always implement the prudential principles in banking, for the debtor to first understand the contents of the agreement in the deed before sign it.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Ibrahim
Bandung: Refika Aditama, 2004
346.082 JOH c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irfan Hielmy
"Bank dalam menyalurkan Kredit kepada nasabah tentunya harus berpedoman pada prinsip kehati-hatian untuk meminimalisir risiko yang mungkin terjadi, salah satu aspek yang patut diperhatikan oleh Bank ialah agunan. Dalam praktik, hak atas tanah kerap dijadikan agunan mengingat nilai ekonomisnya yang tinggi, namun sering terjadi ketika debitur wanprestasi, Bank mengalami kendala dalam melaksanakan eksekusi terhadap agunan, seperti kasus yang terjadi pada BNI dimana Bank mengalami kendala dalam eksekusi karena adanya gugatan dari pihak ketiga yang mengaku sebagai pemilik yang sah atas tanah yang diagunkan.
Maka dari itu, penting untuk mengetahui pengaturan terkait prinsip kehati-hatian khususnya dalam pemberian kredit serta bagaimana penerapannya khususnya terkait pemberian kredit dengan agunan hak atas tanah. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini ialah yuridis normatif dimana penelitian yang dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun tidak tertulis.
Dalam skripsi ini diperoleh kesimpulan bahwa dalam rangka melaksanakan prinsip kehati-hatian, Bank perlu melakukan verifikasi terkait legalitas dokumen dan legalitas fisik dari agunan secara teliti dan menyeluruh agar diperoleh informasi yang akurat, disarankan bahwa verifikasi ini dilakukan secara diam-diam tanpa diketahui calon debitur untuk meminimalisir penipuan oleh calon debitur.

In order to provide loans to borrower, Bank must be guided by the prudential banking principle to minimize risks that may occur, collateral is one of the aspect which must be concerned by Bank. In practice, right upon land is common to be used as collateral considering its economic value. But several times, whenever the debtor is defaulted, Bank experiencing the difficulties in the execution due to a lawsuit from the third party claiming to be the rightful owner of the mortgaged land, BNI case for example.
Therefore, it is important to be aware of the prudential banking principle regulation and its implementation especially related to loan secured by mortgage. This research uses the judicial normative method which analyses based on the literature as a secondary data and related regulation.
In this thesis, it is concluded that in order to implement the prudential banking principle, Bank needs to verify the legality of the documents and the physical legality of the collateral thoroughly for the accurate information, the verification should be done by silent investigation and unnoticed by the loan applicant to minimize the risk of fraud by the loan applicant.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69325
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Andhara Mylka
"Fokus pada skripsi ini adalah untuk memberikan penjelasan mengenai penerapan konsep cross-collateral dalam sistem perbankan Indonesia, khususnya dalam perjanjian kredit bank. Mengacu pada asas kebebasan berkontrak, konsep crosscollateral hadir untuk memenuhi kebutuhan debitur dan kreditor, serta untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul akibat dari kelalaian atau wanprestasi yang dapat merugikan kreditor atau pihak bank. Oleh karena itu, kehadiran klausul ini akan diterapkan pada debitur yang memiliki beberapa fasilitas kredit. Namun di sisi lain, fungsi klausul cross-collateral dalam perjanjian kredit bank masih menjadi pertanyaan apakah memang dapat benar-benar menciptakan keadilan dan konsistensi antara pihak bank sebagai kreditor dan nasabah sebagai debitur atau tidak. Hal ini karena masih belum ada undang-undang dan peraturan khusus yang mengatur mengenai konsep cross-collateral yang berdampak pada timbulnya kekeliruan atau kesalahan bagi kreditor dan debitur terutama dalam kaitannya dengan eksekusi jaminan. Dengan demikian, penelitian ini akan focus membahas seputar hukum dan peraturan pembuatan perjanjian kredit, menjelaskan tentang konsep dasar klausul cross-collateral dan pengembangannya, mencari tahu mengenai validitas cross-collateral, dan juga untuk menjelaskan apakah klausul cross-collateral di dalam perjanjian kredit bank diterapkan secara sama dan adil di antara para pihak. Penelitian ini menggunakan studi literatur (Library Research) yang bersifat normatif, yaitu penelitian yang menekankan pada penggunaan data sekunder atau bentuk norma hukum tertulis.

The focus on this undergraduate thesis is to give explanation regarding the application of cross-collateral concept in Indonesian banking system, especially within the bank credit agreement. Referring to the principle of freedom of contract, the concept of the cross-collateral clause is present to meet the needs of debtors and creditors, also to anticipate losses that may arise that caused of default or breach of contract that can harm the bank or the creditors. Hence, this clause will be applied to debtors who have several credit facilities. However, on the other side, the functions of cross-collateral clause in credit agreement is still being a question whether it is absolutely creating a justice and consistency between bank as a creditor and customers as a debtor or not. This is because there are still no specific laws and regulations that regulates the concept of cross-collateral that somehow it often leads to a blunder toward both creditor and debtor especially in relating to the execution of the collateral. Thus, this research mainly will discuss regarding the laws surrounding credit agreement making, to explain about the basic concept of the cross collateral clause and its development, to determine the validity of the cross collateral clause, and also to explain whether the cross-collateral clause of bank credit contract is evenly implemented between the parties. The research use study of literature (Library Research) which is normative, that is research that emphasizes the use of secondary data or the form of written legal norms."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Mindo Theresia
"Bank memiliki banyak fungsi, salah satu fungsinya adalah sebagai penyalur dana dari pihak yang berkelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana, yaitu dengan cara pemberian kredit. Dimana calon debitur harus memenuhi beberapa persyaratan yang memberikan keyakinan kepada bank atas kemampuan pembayaran kredit oleh debitur. Salah satu tuntutan dalam lapangan hukum perbankan, khususnya dalam pemberian fasilitas kredit adalah perlindungan bank bilamana terjadi wanprestasi. Oleh karena itu, hukum harus mampu memberikan perlindungan yang memadai terhadap variasi pemberian agunan fasilitas kredit. Ingkar janji merupakan hal yang tidak dikehendaki oleh para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian kredit bank. Oleh karenanya dalam suatu perjanjian kredit bank dirumuskan klausula-klausula untuk membatasi ingkar janji.
Dalam perjanjian kredit bank klausula-klausula dimaksud cenderung melindungi terhadap nasabah kreditur. Hal ini dapat dipahami, karena dalam perjanjian kredit bank pihak kreditur atau bank memiliki kepentingan untuk melindungi pemberian kreditnya dari risiko nasabah debitur yang nakal. Salah satu dari variasi perlindungan hukum tersebut adalah adanya klausula janji ingkar silang (cross default) yang menyilangkan adanya wanprestasi pada salah satu atau lebih perjanjian. Pada penelitian ini dibahas bahwa klausula cross default lahir sebagai wujud Pasal 1338 KUHPerdata dan berperan penting dalam mempercepat penyelesaian hutang bilamana terjadi kondisi kredit bermasalah.

Bank has various functions, one of its functions is distributing fund from people who has excess of fund to people who in needs of fund by granting credit. The prospective debtor should fulfill some requirements to convince the bank of the ability of the prospective debtor. Specifically in credit granting, one of the banking law demand is the bank protection in the event of default. Therefore the law should be able to give the appropriate protection in the credit agreement. However event of default is the unwanted conditions by the parties who are bounds in the credit agreement.
Therefore in the bank credit agreement in intends to protect creditor. This can be understand because in credit agreement bank, a creditor or bank has an interest to protect the provision of credits from risk customers debtors who mischievous. One of the variation for protecting the law is the cross default, Cross default is a provision in a bond indenture or loan agreement that puts a borrower in default if the borrower defaults on another obligation. This study discuss that the cross default as the improvement of 1338 Civil Code and having significant effects to loan settlement in accelerating loan payment when the defaults happened.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atira Azrani
"Tulisan ini menganalisis mengenai bagaimana konsep mekanisme pengalihan piutang secara subrogasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah berdasarkan peraturannya di Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pada dasarnya, subrogasi diatur dalam KUHPerdata yaitu penggantian hak terhadap pihak yang berpiutang kepada pihak ketiga yang membayarkan kepada pihak yang berpiutang yang disebabkan atas suatu perjanjian maupun undang-undang.  Lebih lanjut, subrogasi dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara untuk penyelamatan kredit. Dalam Putusan Nomor 442/Pdt/2020/Pt.Sby, pengalihan piutang secara subrogasi dan jaminan yang dibebankan dalam perjanjian kredit adalah tanah dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak atas Tanah (PPJB Tanah). Maka dari itu, penulis mengkaji aspek hukum terhadap pengalihan hak atas tanah dengan PPJB sebagai jaminan dari perjanjian kredit yang telah dialihkan secara subrogasi kepada pihak ketiga.

This paper analyzes how the concept of the mechanism for transferring receivables by subrogation in a credit agreement with the collateral of a binding agreement for the sale and purchase of land rights based on its regulations in Indonesia. This paper is prepared by using doctrinal research method. Basically, subrogation is regulated in the Civil Code, which is the replacement of the rights of the indebted party to the third party who pays the indebted party caused by an agreement or law.  Furthermore, subrogation can be utilized as a way to rescue credit. In Decision Number 442/Pdt/2020/Pt.Sby, the transfer of receivables by subrogation and the collateral charged in the credit agreement is land with a Land Sale and Purchase Agreement (PPJB Tanah). Therefore, the author examines the legal aspects of the transfer of land rights with PPJB as collateral for credit agreements that have been transferred subrogated to third parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Achmad Rahmat
"Kedudukan perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah sifatnya sebatas menimbulkan akibat hukum antara penjual dengan pembeli, sesuai dengan isi klausula-klausula dalam perjanjian, hal ini didasarkan pendapat R. Setiawan, yang berpendapat bahwa: “Perikatan adalah suatu hubungan hukum, yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh Hukum”. Untuk itu harus memahami Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah yang dibuat tanpa persetujuan pihak bank sebagai kreditur dalam pengalihan piutang Kredit Pemilikan Rumah agar selaras dengan hukum yang berlaku. Fungsi jaminan dalam pemberian kredit adalah sebagai upaya preventif bilamana debitur tidak dapat mengembalikan kredit tersebut kepada bank selaku kreditur. Dalam hal ini jaminan ada yang bersifat hak kebendaan dan hak perorangan. Jaminan yang bersifat hak kebendaan ialah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, dan selalu mengikuti bendanya.

Kata Kunci: Perjanjian, Kredit, Jaminan


The position of the binding agreement on the sale and purchase of land is limited to causing legal consequences between the seller and the buyer, in accordance with the contents of the verses in the agreement. It is based on the opinion of R. Setiawan, who argues that “inding is a legal relationship, which means a relationship regulated and recognized by law”. Thus, it is necessary to understand Binding Agreement on Land Sale and Purchase that was made without the approval of the bank as a creditor in the transition of House Ownership Credit receivables so that it is in accordance with the law. The function of collateral in providing credit is as a preventive measure if the debtor cannot return the credit to the bank as the creditor. In this case, there are collaterals in the form of material rights and individual rights. Collaterals in the form of materials rights are collaterals in the form of absolute rights to an object that has the characteristics, namely having a direct association to certain objects from the debtor, being able to be defended against anyone, and always following the object.

Keywords: Agreement, Credit, Collateral"

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>