Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129090 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lidya Josephine
"Kegiatan perkreditan merupakan salah satu fungsi utama dari bank umum. Karena itu, bank dalam memberikan kredit wajib berpedoman pada prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit yang salah satunya adalah Prinsip 5C, yang diantaranya adalah collateral atau agunan. Walaupun kegiatan perkreditan telah dilaksanakan sesuai berbagai pedoman yang ada, tetapi tidak dapat dipungkiri kredit bermasalah tetap terjadi, termasuk kredit macet, yang harus diselesaikan oleh pihak bank agar kemudian tidak berdampak negatif pada pihak lain, terutama pihak bank itu sendiri. Salah satu cara bank menangani kredit macet tersebut adalah dengan melelang jaminan Hak Tanggungan untuk mendapat pengembalian kredit. Akan tetapi, bank terkadang digugat oleh pihak yang merasa dirugikan karena pelelangan tersebut, yang salah satunya terjadi di Bank X, sehingga diperlukan adanya perlindungan bagi bank ketika terjadi permasalahan tersebut. Adapun pokok permasalahannya yaitu bagaimanakah pengaturan dan regulasi mengenai penyelesaian kredit macet khususnya yang dilakukan melalui mekanisme lelang eksekusi Hak Tanggungan oleh Bank X dan bagaimanakah perlindungan hukum terhadap bank sebagai pemegang hak tanggungan dalam penyelesaian kredit macet melalui lelang agunan pada kasus di Bank X. Metode penelitiannya adalah yuridis normatif. Dapat disimpulkan bahwa pengaturan dan regulasi mengenai penyelesaian kredit macet khususnya yang dilakukan melalui mekanisme lelang eksekusi Hak Tanggungan oleh bank diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 2/KN/2017 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang, serta perlindungan hukum terhadap bank sebagai pemegang Hak Tanggungan dalam penyelesaian kredit macet melalui lelang agunan pada kasus di Bank X diperoleh dari putusan yang dikeluarkan.

Credit activity is one of the main functions of banks. Hence, when a bank is going to give some credit, it needs to follow some prudential principles, such as 5C Principle, that one of which is collateral. Although, the bank is abided to various credit related guidelines, but non-performing loan still persist and could not be avoided completely. Therefore, resolution is needed to avoid any negative implication to other parties, including the bank itself. One of the resolution is by selling the collateral, which is the Mortgage Right, through auction. However, sometimes the banks are being sued by another party who feel disadvantaged from the auction implementation, as happened in Bank X. Hence, it is necessary for a bank to have some legal protection when the problem occurs. The subject matters are how is the regulation and arrangement regarding the resolution on non-performing loan, especially through Mortgage Right auction mechanism by Bank X and how is the legal protection for the banks as the Mortgage Right-holder to resolve non-performing loan through auction in the case of Bank X. The research method used is the juridical normative. It can be concluded that the regulation and arrangement regarding the resolution of non-performing loan, especially through Mortgage Right auction mechanism by banks are regulated in Regulation of The Minister of Finance Number 27/PMK.06/2016 and Regulation of Directorate General of State Assets Number 2/KN/2017, and legal protection for the bank as the Mortgage Right-holder to resolve non-performing loan through auction in the case of Bank X is obtained from the Courts decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindya Putri Ferina
"Skripsi ini didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XI/2013 yang mengukuhkan status kekayaan negara yang bersumber dari keuangan negara dan dipisahkan dari APBN untuk disertakan menjadi penyertaan modal BUMN tetap menjadi bagian dari rezim keuangan negara. Penelitian ini membahas dua permasalahan utama. Pertama, implikasi yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XI/2013 terhadap status hukum piutang kredit bermasalah bank BUMN. Kedua, mekanisme penyelesaian kredit bermasalah pada Bank BUMN pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XI/2013. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu dengan tipe penelitian deskriptif analitis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XI/2013 membuat adanya perbedaan penafsiran akan status hukum kredit bermasalah bank BUMN. Dengan demikian, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XI/2013 membuat terciptanya ketidakpastian akan status hukum kredit bermasalah bank BUMN serta membuat kewenangan pengurusan dalam penyelesaian kredit bermasalah tidak sepenuhnya menjadi kewenangan Bank BUMN terutama dalam hal mekanisme penyelesaian kredit bermasalah melalui hapus tagih. Untuk itu, diperlukan sinkronisasi dan harmonisasi pemikiran, penafsiran serta pengaturan akan pengertian serta ruang lingkup keuangan negara dalam peraturan perundang-undangan agar dapat menciptakan kepastian hukum bagi status serta mekanisme penyelesaian kredit bermasalah pada Bank BUMN. Selain itu, diperlukan pula peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang kewenangan bagi bank BUMN dalam penyelesaian dan penghapusan kredit bermasalah sehingga nantinya bank BUMN dapat melaksanakan mekanisme penyelesaian kredit bermasalah dengan mekanisme korporasi yang dapat meningkatkan kinerja bank BUMN agar dapat berada di level of playing field yang sama dengan bank-bank swasta.

This thesis is based on the Decision of the Constitutional Court Number 62 / PUU-XI / 2013 which confirms the status of state assets originating from state finances and separated from the state budget to be included in the equity participation of state-owned enterprises which remain part of the state financial regime. This study addresses two main problems. First, the juridical implications of the Decision of the Constitutional Court Number 62 / PUU-XI / 2013 on the legal status of accounts receivable (non-performing loans) of state-owned banks. Second, the mechanism for resolving non-performing loans at State-Owned Banks after the Decision of the Constitutional Court Number 62 / PUU-XI / 2013. This thesis uses a normative juridical research method, ie the research refers to positive law or written legal norms.
The results of the study indicate that the Decision of the Constitutional Court Number 62 / PUU-XI / 2013 made a difference in the interpretation of the legal status of non-performing loans of state-owned banks. Thus, the Constitutional Court Decision Number 62 / PUU-XI / 2013 made uncertainty about the legal status of non-performing loans of state-owned banks and made the authority to manage non-performing loans not entirely under the authority of state-owned banks, especially in the mechanism of resolving non-performing loans through hair cut. For this reason, synchronization and harmonization of thought, interpretation and regulation of the understanding and scope of state finances are needed in legislation so that legal certainty can be created for the status and mechanism for resolving non-performing loans at state-owned banks. In addition, legislation is needed which specifically regulates the authority of state-owned banks in the settlement and elimination of non-performing loans so that later state-owned banks can implement the mechanism for solving non-performing loans with a corporate mechanism that can improve the performance of state-owned banks to be at the level of playing the same field as private banks.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyarso Wirastyo
"Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Agunan hanyalah sebagai salah satu unsur pemberian kredit, agunan kredit berupa Tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan (HGB) diminati terutama oleh bank dan dianggap aman. HGB sebagai agunan kredit bank harus dibebani dengan Hak Tanggungan. Adanya ketentuan hapusnya Hak Tanggungan dengan hapusnya hak atas tanah yang dibebaninya, akan menimbulkan persoalan dan keberatan di dalam praktek. Dengan demikian akan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi lembaga Hak Tanggungan, karena tanah yang dijaminkan itu suatu waktu dapat berganti statusnya dan dengan demikian menghapuskan hak tanggungannya. Dari data yang ada pada PT. Bank XYZ yang berkedudukan di Jakarta, pada posisi Bulan Mei 2014 terdapat 61 (enampuluh satu) sertipikat HGB yang telah jatuh tempo dan terdapat 184 (sertatus delapanpuluh empat) sertipikat HGB yang akan jatuh tempo sebelum 2 (dua) tahun ke depannya. Tesis ini hendak mengkaji kekuatan kuasa SKMHT atau APHT untuk perpanjangan HGB jatuh tempo yang masih dibebani Hak Tanggungan, selain itu perlindungan hukum dan upaya kreditur jika debitur wanprestasi sementara HGB yang diagunkan akan atau telah jatuh tempo. Kesimpulan dalam tesis ini SKMHT atau APHT tidak memiliki kekuatan kuasa untuk perpanjangan HGB yang akan atau telah jatuh tempo dan bagi kreditur Bank akan mengakibatkan hilangnya kedudukan yang diutamakan (preferen) karena pelaksanaan permohonan perpanjangan HGB yang masih dibebani Hak Tanggungan tidak selaras dengan ketentuan perundang-undangan.

Loans granted by banks involve risks, so the banks have to pay attention to their implementation principles of a healthy credit. To reduce these risks, credit guarantees in terms of confidence in the ability and responsibility of debtor to pay off its obligations in accordance with the agreement is an important factor that must be considered by the bank. Collateral is only as one element of the provision of credit, mortgage credit in the form of Land Rights Reserved or Land Brooking (HGB) demand especially by banks and are considered safe. HGB as collateral for bank loans should be burdened with the Mortgage. In the absence of voidance Mortgage with the abolition land rights are burdened by it, will cause problems and objections in practice. Thus it would create legal uncertainty for Mortgage institutions, because the land as collateral was a time can change its status and thus abolishes dependents. From the existing data on the PT. XYZ Bank based in Jakarta, the position as of May 2014 there were 61 (sixty one) HGB certificates that have expired and there are 184 (one houndred eighty-four) HGB certificates that will expire before the two (2) years in the future. This thesis examines the power going to the power SKMHT or APHT for extension of maturity HGB is still burdened Mortgage, in addition to the legal protection and efforts to creditors if the debtor defaults while HGB will collateralized or have expired. The conclusion of this thesis SKMHT APHT not have the power or authority to HGB extension that will or have expired and the creditor bank will result in the loss of the preferred position (preferred) since the implementation of the application for extension of the HGB is still burdened Mortgage is not aligned with the statutory provisions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Ari Windayani
"ABSTRAK
Bank dalam menjalankan kegiatan penyaluran kredit harus dilakukan dengan
prinsip kehati-hatian melalui analisis yang akurat dan mendalam, penyaluran yang
tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah dan memenuhi
syarat hukum, pengikatan jaminan yang kuat dan dokumentasi perkreditan yang
teratur dan lengkap. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar kredit yang
disalurkan dapat kembali tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian kredit
yang telah meliputi pinjaman pokok dan bunga. Selain itu, sumber dana yang
dimiliki oleh bank bukanlah dana pribadi bank melainkan dana yang bersumber
dari masyarakat. Apabila kredit yang telah disalurkan Bank kepada masyarakat
dalam jumlah besar tidak dibayar kembali kepada Bank tepat pada waktunya
sesuai dengan perjanjian kredit maka kualitas kredit dapat digolongkan menjadi
Non Performing Loan (NPL). Jumlah kredit yang Non Performing Loan nya
tinggi dapat mengganggu likuiditas Bank yang bersangkutan. Permasalahan yang
akan diteliti adalah upaya penyelesaian kredit macet berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan upaya penyelesaian kredit macet melalui
agunan yang diambil alih oleh Bank B. Penelitian ini merupakan penelitian
hukum normatif dengan data yang digunakan adalah data sekunder yang
dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan data hasil penelitian dianalisis secara
kualitatif. Upaya penyelesaian kredit macet berdasarkan peraturan perundangundangan
yang berlaku yaitu melalui restrukturisasi yang telah diatur dalam Surat
Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998
tentang Restrukturisasi Kredit dan upaya penyelesaian kredit macet melalui
agunan yang diambil alih merupakan salah satu upaya restrukturisasi kredit dari
perundang-undangan yang berlaku yang mana dengan adanya Acta De Command
tersebut sebagai ciri khas bahwa penyelesaian kredit ini dilakukan dengan cara
agunan yang diambil alih oleh pihak bank selaku kreditur

ABSTRACT
Banks when perform the lending to its customers, it must be done with the
precautionary principle through an accurate and in-depth analysis, lending to the
right subject, good supervision and monitoring, fulfill the validity of agreement
and any legal requirements, vigorous binding security, comprehensive and wellorganized
loan documentation. The aim that the loans can be returned in a timely
manner in accordance with the credit agreement which has been covering
principal and interest. In addition, the source of funds owned by the bank is not
belong to the bank but a private fund of funds sourced from the public. If the Bank
loan that disbursed to the public in large numbers are not paid back to the Bank in
a timely manner in accordance with the credit agreement, the credit quality can be
classified as non-performing loan (NPL), and if NPL is high it?s may irritate the
bank to perform its funds liquidation. The issues that will be examined is the loan
resolution efforts based on the legislation in force and loan resolution efforts
through the foreclosed properties by Bank B. This research is a normative law
based research, using the secondary data as collected through the study of
literature and the data were analyzed qualitatively. The Efforts loan resolution
based on the legislation in force, namely through a restructuring that has been set
in the Letter of Directors of Bank Indonesia Number 31/150 / KEP / DIR dated
November 12, 1998 on Restructuring Credit and loan resolution efforts through
foreclosed properties is one of the restructuring of the loan from the legislation in
force, where the presence of Acta De Command as a characteristic that the credit
settlement is done by means of foreclosed properties by the bank B as the
creditor."
2016
T46469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sita Adelia Jatu Wijayanti
"Tulisan ini menganalisis pelindungan hukum terhadap risiko pengalihan hak tagih (piutang) melalui lelang sebagai alternatif penyelesaian kredit perbankan. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan risiko hukum pengalihan hak tagih (piutang) melalui lelang ditentukan oleh dua faktor yaitu terkait keberadaan jaminan yang melekat pada hak tagih (piutang) yang dialihkan dan terkait pemberitahuan (betekening) terjadinya pengalihan hak tagih (piutang) melalui lelang kepada debitur. Bentuk pelindungan hukum terhadap risiko pengalihan hak tagih (piutang) melalui lelang direpresentasikan dalam dokumen Risalah Lelang yang merupakan Berita Acara Pelaksanaan Lelang sebagai bukti peralihan hak. Risalah Lelang dapat memberikan kepastian hukum kepada para pihak dalam lelang hak tagih (piutang) sepanjang di dalam Risalah Lelang tersebut memuat klausul pengalihan dan penyerahan hak tagih (piutang) serta terdapat klausul yang mensyaratkan adanya tanggunjawab penyerah piutang atau penerima piutang untuk melakukan pemberitahuan, memperoleh persetujuan tertulis atau pengakuan dari debitur atas beralihnya hak tagih (piutang) tersebut atau di dalam Risalah Lelang terdapat dokumen yang merepresentasikan adanya pemberitahuan, bukti persetujuan tertulis, atau pengakuan debitur. Penyerah piutang selaku pemohon lelang juga harus menjamin kebenaran piutang, dan penyerah piutang berwenang melakukan pengalihan tersebut, serta menjamin hak tagih (piutang) bebas dari tuntutan hukum apapun dan dari pihak manapun.

This paper analyzes legal protection against the risk of claim rights (receivable) transfer through auctions as an alternative for bank credit settlement. This article was prepared using doctrinal research methods. The research results show that the legal risk of claim rights (receivable) transfer through auction is determined by two factors, namely related to the existence of collateral attached to the transferred claim rights (receivables) and related to notification (betekening) of the transfer of claim rights (receivables) through auction to debtors. A form of legal protection against the risk of claim rights (receivable) transfer through auction is represented in the Auction Minutes document which is the Minutes of Auction Implementation as proof of the transfer of rights. The Auction Minutes can provide legal certainty to the parties in the auction of claim rights (receivables) as long as the Auction Minutes contain a clause on the transfer and assignment of claim rights (receivables) and there is a clause that requires the responsibility of the person giving the receivables or the recipient of the receivables to provide notification, proof of written agreement, or acknowledgment from the debtor regarding the transfer of claim rights (receivables) or in the Auction Minutes there is a document that represents notification, proof of written agreement, or acknowledgment of the debtor. The handover of the receivables as the auction applicant must also guarantee the veracity of the receivables, and the handover of the receivables has the authority to carry out the transfer, as well as guaranteeing the right (receivables) free from any legal claims and from any party."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Widiawati
"ABSTRAK
Kebutuhan akan rumah tinggal memicu bank dan lembaga pembiayaan untuk memberikan kredit kepada para nasabahnya. Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memberikan Kredit, salah satu jenisnya adalah Kredit Pemilikan Rumah. Dalam pemberian kredit ini sudah tentu terdapat resiko. Salah satu resiko yang mungkin timbul adalah kredit macet. Penyebabnya dapat dibedakan lagi menjadi internal dan eksternal. Apabila muncul kredit macet maka hal ini akan berpengaruh kurang baik bagi kelangsungan operasional perbankan.
Pada penulisan ini akan dibahas mengenai perlindungan hukum terhadap Bank atas pemberian kredit pemilikan rumah didasari oleh dokumen palsu, yang merupakan studi kasus pada Bank X.
Pada penulisan ini, penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, dengan tipe penelitian yang deskriptif dan jenis data sekunder. Sebelum masuk ke dalam pembahasan pokok permasalahan, terlebih dahulu dijabarkn tinjauan umum tentang kredit seperti pengertian kredit, unsur-unsur kredit, fungsi kredit, jenis-jenis kredit, tujuan penggunaan, jaminan kredit, serta prinsip kehati-hatian (Prudential Priciple) yang harus diterapkan dalam pemberian kredit. Mengenai peraturan yang mengatur mengenai penyelesaian kredit bermasalah akan ditinjau baik dari peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan untuk pembahasan mengenai perlindungan hukum terhadap bank atas pemberian kredit pemilikan rumah didasari oleh dokumen palsu didasarkan pada studi kasus yang terjadi pada Bank X di Jakarta.
Pada akhirnya penulisan ini membawa kepada kesimpulan bahwa perlindungan hukum terhadap bank atas pemberian kredit pemilikan rumah didasari oleh dokumen palsu telah diatur oleh undang-undang. Adapun penyelesaian dapat dilakukan dengan pendekatan kepada debitur agar dapat menyelesaikan pinjaman serta adanya itikad baik dari kedua belah pihak untuk dapat menyelesaikan hal permasalahan ini.

ABSTRACT
The need for house triggering banks and financial institutions give mortgage loan to its customers. In the granting of mortgage loan of course there are risks. One risk that may arise is non performing loan. Nonperforming loan caused by internal or external factor can be both of. If it appears it will affect not good for the continuity of banking operations.
This thesis will be discussed on Legal protection of bank due to Mortgage loan based on fake documents, which is a case study on Bank X.
In this thesis the writer adopts a juridical normative and descriptive method of research and relies on secondary data source. It starts with an overview of the nature credit, such as the concept, elements, functions, types, purposes of credit, and the collateral for credit, as well as the principle of prudence in extending a credit. The discussion on Legal protection of Bank due to Mortgage loan based on fake documents will be review by Legislation, Bank Indonesia regulation and Otoritas Jasa Keuangan regulation. The case on Legal protection of Bank due to Mortgage finance based on fake documents, which is a case study on Bank X in Jakarta.
Finally this thesis concludes Legal protection of Bank due to Mortgage loan based on fake documents has been governed by regulations. The settlement more effective with an approach to the customer and with good faith from both side.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mundzir
"Kredit merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha untuk memenuhi kekurangan modal. Kebutuhan pelaku usaha akan tambahan modal kemudian bertemu dengan Bank yang menawarkan kredit. Kemudian timbul hubungan hukum dalam bentuk Perjanjian Kredit. Dalam setiap perjanjian, tidak selamanya berjalan dengan baik. Permasalahan dapat senantiasa timbul selama perjanjian masih berjalan. Begitupun dengan Perjanjian Kredit. Salah satu permasalahan yang dapat timbul dalam Perjanjian Kredit adalah tidak dibayarnya utang oleh nasabah debitor atau umumnya disebut Kredit Macet.
Penelitian ini memaparkan pengaturan mengenai perkreditan perbankan di Indonesia serta menyajikan analisis terhadap kesesuaian penyelesaian kredit macet PT Y pada Bank X dalam putusan nomor 47/PDT.G/2013/PN JKT.PST dengan peraturan perkreditan yang berlaku. Masih terdapat ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku meskipun di satu sisi terdapat pula kesesuaian dengan peraturan yang berlaku. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan melakukan studi dokumen.

Loan is one of the means available for a business to take in order to cover up its lack of capital. Business?s needs for additional capital can be met with loan offered by Bank. Thus, create a legal relation in the form of loan agreement. There is no guarantee for every agreement to be honored without any problems arises between the parties. Problems may arise anytime as long as the agreement still exist. The same could be said about loan agreement. One of the problem that may arise from loan agreement is non-performing loan.
This research shows how Bank credit is regulated in Indonesia and to present an analysis on the conformity of non-performing loan settlement used in the Central Jakata District Court?s Decision Number 47/PDT.G/2013/PN.JKT.PST. This research conclude that there are still some issues not in accordance with the regulations even though there are also some issues in accordance with the regulations. This research use normative juridical method through documents study.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64842
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felula Salma Desfealucy
"Berkembangnya peer to peer lending di Indonesia menimbulkan isu perlindungan konsumen. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana regulator dapat mengacu pada peraturan pinjam meminjam bank umum untuk mengeluarkan hukum dan peraturan perundang-undangan untuk melindungi peminjam dan pemberi pinjaman dalam industri peer to peer lending di Indonesia. Tulisan ini mengidentifikasi perbedaan hukum dan peraturan dalam kredit perbankan dengan peer to peer lending serta bagaimana peer to peer lending seharusnya dapat diatur jika mengacu pada hukum dan peraturan kredit perbankan. Pendekatan penelitian ini merupakan yuridisial-normatif dengan pendekatan kualitatif, dan menggunakan bahan sekunder serta wawancara dengan Ivan Tambunan, CEO Akseleran. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan perlindungan konsumen peer to peer lending di Indonesia fokus pada mitigasi risiko informasi teknologi dan belum mengeluarkan peraturan yang menetapkan perlindungan konsumen terhadap kredit termasuk aktivitas debt collector, kredit macet, dan mitigasi risiko kredit. Setelah mengidentifikasi perbedaan antara bank umum dan peer to peer lending, hukum dan peraturan bank umum dapat dijadikan acuan untuk industri peer to peer lending dengan batasan-batasan. Setelah melakukan perbandingan, hukum dan peraturan kredit bank yang dapat menjadi referensi untuk perlindungan hukum peer to peer lending adalah terkait dengan (i) prinsip kehati-hatian; (ii) mitigasi kredit; (iii) kebijakan kredit; dan (iv) kualitas aset yang diatur dalam pinjaman pada bank umum untuk diterapkan dalam industri peer to peer lending. Menyadari masalah ini, OJK dapat mempertimbangkan untuk merevisi atau menyusun undang-undang hukum dan peraturan untuk melindungi konsumen dalam peer to peer lending khususnya dalam aspek kredit.

Amid the rise of peer to peer lending in Indonesia, consumer protection issues in the industry has been prevalent. This undergraduate thesis aims to analyze how regulators may refer to conventional credit regulations in issuing regulations to protect borrowers and lenders in Indonesia peer to peer lending industry. It discuss on how consumer protection regulation in peer to peer lending differ with lending in conventional bank in Indonesia and how peer to peer lending should be regulated in protecting consumers by referring to conventional bank credit regulations. This is a juridicial-normative research approach by using secondary sources including an interview with the CEO of Akseleran, Ivan Tambunan. The research shows that Indonesian peer to peer lending regulation on consumer protection focuses on information system risk mitigation and have not issued regulations specifying consumer protection on credit including debt-collecting activities, credit default, and credit risk mitigation. In conclusion, after identifying the differences of peer to peer lending and conventional credit laws and regulations regarding to consumer protection, the laws and regulations that can be applicable for peer to peer lending industry are (i) prudential principle (ii) risk mitigation (iii) credit policy; and (iv) assets quality regulated under conventional loan to be applied in the peer to peer lending industry. Recognizing this issue, OJK shall work hand in hand with AFPBI as Indonesia Peer to Peer Lending Self- Regulatory Body to revise or promulgate laws and regulations to protect peer to peer lending consumer’s interest specialized in the credit aspects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lanang Tanu Prihantoro
"Kurang tertibnya penyaluran dana bergulir Kementerian Koperasi dan UKM, membuat pemerintah mengalihkan pengelolaannya melalui satker Badan Layanan Umum (BLU), yaitu LPDB-KUMKM. Dalam perjalanannya demi mewujudkan akuntabilitas pembiayaan dan profesionalisme, LPDB-KUMKM menyempurnakan pola penyaluran dana bergulir melalui beberapa regulasi. Kebijakan yang paling mendasar adalah penerapan agunan dan tarif layanan, dimana dana bergulir sebelumnya tidak membebankan bunga atau tarif layanan maupun agunan sebagai persyaratan permohonan pinjaman. Tarif layanan lebih dahulu dilaksanakan, dan pada dasarnya juga bukan merupakan kendala bagi UMKM karena nilainya yang lebih rendah dari suku bunga perbankan. Namun demikian, Non Performing Loan (NPL) dari peminjam atau mitra dirasa masih tinggi, oleh sebab itu kemudian LPDB-KUMKM menerapkan agunan sebagai salah satu persyaratan pinjaman. Berkaca pada bisnis pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan agunan memang efektif untuk menekan tingkat gagal bayar dari para peminjam. Namun di sisi yang lain hal ini akan berdampak kepada aksesibilitas UMKM terhadap permodalan dan akan berdampak juga kepada perilaku pembayaran pinjaman dari UMKM. Studi ini menggunakan data perkembangan pinjaman mitra LPDB-KUMKM dari awal hingga tahun 2018. Model Regresi Logit digunakan untuk mendukung analisis, hasil studi ini menunjukkan pada kasus LPDB agunan memiliki korelasi negatif terhadap peluang default atau tingkat gagal bayar pinjaman.

The lack of orderly distribution of the revolving funds of the Ministry of Cooperatives and SMEs, made the government transfer its management through the Public Service Agency (BLU) satker, the LPDB-KUMKM. In its journey to realize financial accountability and professionalism, LPDB-KUMKM has perfected the pattern of revolving fund distribution through several regulations. The most basic policy is the application of collateral and service tariffs, where the previous revolving fund does not charge interest or service fees or collateral as a condition for loan applications. Service tariffs are implemented first, and in essence are also not an obstacle for MSMEs because of their lower value than bank interest rates. However, the Non Performing Loan (NPL) from borrowers or partners is still considered high, therefore LPDB-KUMKM then applies collateral as one of the loan requirements. Reflecting on the financing business carried out by collateral banking, it is indeed effective to reduce the default rates of borrowers. But on the other hand this will have an impact on the accessibility of MSMEs to capital and will also affect the behavior of loan payments from MSMEs. This study uses data on the development of LPDB-KUMKM partner loans from the beginning to 2018. The Logit Regression Model is used to support the analysis, the results of this study show that the collateral, in case of LPDB, has a negative correlation with the probability of default or loan default."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Wijaya
"Banyaknya pertumbuhan jumlah bank dan lembaga pembiayaan memicu Bank Pekreditan Rakyat untuk meningkatkan pelayanan kepada nasabahnya. Salah satu pelayanan yang merupakan keunggulan Bank Perkreditan Rakyat adalah proses pemberian kredit yang cepat dengan syarat yang flexible, misalnya penggunaan agunan yang bukan milik debitur sebagai jaminan kredit. Kelebihan proses pemberian kredit yang dimiliki Bank Perkreditan Rakyat tersebut ternyata memiliki resiko yang besar pula. Semakin banyak kredit yang disalurkan berbanding lurus dengan besarnya resiko yang terkandung di dalamnya, di mana resiko yang mungkin timbul adalah menjadi bermasalahnya kredit tersebut yang selanjutnya disebut kredit bermasalah atau macet.
Pada penulisan ini akan dibahas mengenai cara penyelesaian kredit bermasalah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan cara penyelesaian kredit bermasalah oleh PT. Bank Perkreditan Rakyat XYZ yang agunan kreditnya bukan milik debitur. Pada penulisan ini, penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, dengan tipe penelitian yang deskriptif dan jenis data sekunder. Sebelum masuk ke dalam pembahasan pokok permasalahan, terlebih dahulu dijabarkan tinjauan umum tentang kredit seperti pengertian kredit, unsur-unsur kredit, fungsi kredit, jenis-jenis kredit, tujuan penggunaan, jaminan kredit, serta prinsip kehati-hatian (Prudential Principle) yang harus diterapkan dalam pemberian kredit. Mengenai peraturan yang mengatur mengenai penyelesaian kredit bermasalah akan ditinjau baik dari peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun Peraturan Bank Indonesia. Sedangkan untuk pembahasan mengenai penyelesaian kredit bermasalah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat XYZ didasarkan pada studi kasus yang terjadi pada PT. Bank Perkreditan Rakyat XYZ di Depok.
Pada akhirnya penulisan ini membawa kepada kesimpulan bahwa penyelesaian kredit bermasalah menurut peraturan perundang-undangan dapat dilakukan dengan penjualan di bawah tangan maupun pelangan. Sedangkan Peraturan Bank Indonesia memberikan penyelesaian kredit bermasalah dengan cara restrukturisasi kredit, hapus buku (write off) dan Agunan Yang Diambil Alih (AYDA). Bank Perkreditan Rakyat XYZ dalam menyelesaikan kredit bermasalah yang ada selalu mengacu kepada peraturan yang ada, namun terlebih dahulu diusahakan penyelesaian secara kekeluargaan.

The growing number of banks and other financial institutions has compelled rural banks to improve their services to customers. One of the advantages of a rural bank is that it provides its customers with faster service with greater flexibility in terms of their credit requirements. For example, the rural bank may accept collateral that does not belong to the borrower as security for the borrower's loan. However, this practice often poses considerable risk to the rural bank itself. The greater the amount of the loan principal, the greater the risk it will run. One of the most likely risks is the inability of the borrower to make repayments in accordance with the terms of the loan agreement and this may lead to a non-performing loan.
This thesis concerns the ways of dealing with issues of non-performing loans in accordance with the prevailing laws and an analysis into a case in which PT. Bank Perkreditan Rakyat XYZ overcomes the issues of nonperforming loan in respect of a loan facility for which the collateral is not owned by the borrower. In this thesis the writer adopts a juridical normative and descriptive method of research and relies on secondary data source. It starts with an overview of the nature of credit, such as the concept, elements, functions, types, purposes of credit, and the collateral for credit, as well as the principal of prudence in extending a credit. The discussion on the settlement of nonperforming loans at PT. Bank Perkreditan Rakyat XYZ is based on a case study at PT. Bank Perkreditan Rakyat XYZ in Depok. The settlement of non-performing loans may be carried out under the prevailing laws or under Bank Indonesia Regulations.
Finally this thesis concludes that under the prevailing laws the settlement on non-performing loans may take the form of a private sale or an auction. However, under Bank Indonesia Regulations, the non-performing loans may be settled through credit restructuring, write-off and Other Real Estate Owned (Agunan Yang Diambil Alih). Bank Perkreditan Rakyat XYZ always complies with the prevailing laws and regulations in settling any non-performing loans, but it always prioritizes amicable settlement."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28695
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>